Anda di halaman 1dari 57

REFERAT

ANESTESIS UMUM
( OBAT ANESTESI INHALASI,
INTRAVENA, PELUMPUH OTOT
DAN STADIUM ANESTESI)
Anestesi umum
 suatu keadaan pada pasien yang telah mendapat
obat-obatan untuk amnesia, analgesia, pelumpuh
otot, dan sedasi
 Obat Anestesi Inhalasi, Intravena, Pelumpuh Otot
Obat Anestesi Inhalasi
 Sifat
 Bau yang tidak mengganggu
 bersifat non iritan terhadap saluran napas
 induksi anestesi cepat
 Tidak dimetabolisme di tubuh, tidak toksik, dan
tidak menimbulkan reaksi alergi
 dieliminasi sepenuhnya secara cepat melalui paru
Agen yang rutin digunakan
Enflurane
Sifat fisik
 Baunya tidak menggangu pernapasan

 bersifat jernih, tak berwarna, mudah menguap,

tidak mudah terbakar


 Kelarutan darah dan udara tergolong rendah.
Induksi anestesi dan pemulihannya berlangsung
cepat
Metabolisme
 Sekitar 2,5% dari dosis yang terabsorbsi

dimetabolisme, kebanyakan menjadi fluoride.


Farmakologi :
 Sistem respirasi : Tidak mengiritasi sistem

pernapasan dan tidak meningkatkan sekresi saliva


dan bronkus
 Sistem kardiovaskular : dapat menyebabkan

penurunan cardiac output akibat depresi


kontraktilitas myocard. Insiden aritmia lebih sedikit
 Uterus : Enflurane merelaksasi otot uterus
 Sistem saraf pusat : Menyebabkan depresi
aktivitas EEG, dosis sedang sampai tinggi (lebih
dari 3%) menyebabkan aktivitas spike paroxysmal
epileptiform dan supresi burst.
Keuntungan Kerugian

1. Induksi dan pemulihan cepat 1. Aktivitas kejang pada EEG


2. Biotransformasi dalam jumlah sedikit
dan resiko disfungsi hepar lebih kecil
3. Relaksasi otot
4. Rendahnya insiden aritmia, bahkan
pada keadaan tingginya konsentrasi
katekolamin sirkulasi
Halotan
fisik
 Cairan dengan bau yang tidak mengganggu

pernapasan dan tidak berwarna.


 Halotan terdekomposisi dengan soda lime yang

dapat digunakan dengan aman dengan campuran


tersebut. Campuran tersebut bersifat korosif
terhadap metal dan sistem pernapasan.
 Pada keadaan lembab, bersifat korosif terhadap
aluminium, tin, timbal, magnesium, dan logam.
Metabolisme
 Metabolisme halotan di hepar sekitar 20%,

biasanya melalui jalur oksidatif yang hasil akhirnya


diekskresi lewat urine.
Farmakologi :
Sistem respirasi :
Tidak mengganggu pernapasan dan bersifat non iritan selama
induksi anestesi
 Menghambat sekresi saliva dan bronkus.

 Dapat meningkatkan tingkat ventilasi dan penurunan volume tidal.


PaCO2 meningkat ketika anestesi halotan semakin dalam
 menyebabkan penurunan fungsi mukosiliar setelah anestesi,
sehingga menyebabkan retensi sputum postoperative.
 Bersifat antagonis terhadap bronkospasme dan menurunkan
resistensi jalan napas dengan mekanisme inhibisi pusat refleks
bronkokonstriksi dan relaksasi otot polos bronkus
Sistem kardiovaskular :
 Dapat menyebabkan terhambatnya uptake glukosa

oleh sel-sel myocard.


 Efek hipotensi dapat terjadi terkait dengan

penurunan denyut jantung.


 Aritmia sering terjadi pada anestesi menggunakan

halotan dan jauh lebih sering dibanding pada


penggunaan enflurane atau isoflurane

 Sistem pencernaan : Motilitas dihambat. Mual dan
muntah postoperative jarang menjadi parah
 Uterus : Halotan merelaksasi otot uterus dan dapat
menyebabkan perdarahan postpartum
 Otot skeletal : Dapat menyebabkan relaksasi otot
skeletal dan berpotensi sebagai pelemas otot non
depolarisasi.
Keuntungan Kerugian

1. Induksi cepat 1. Analgesik yg buruk


2. Stimulasi minimal sekresi saliva 2. Aritmia
dan bronkial; administrasi awal 3. Menggigil postoperasi
atropin tidak diperlukan 4. Kemungkinan toksisitas hepar,
3. Bronkodilatasi khususnya dengan administrasi
4. Relaksasi otot berulang
5. Pemulihan relatif cepat
Isoflurane
Sifat fisik
 Tidak berwarna, mudah menguap dengan bau

yang sedikit tajam, stabil, tidak bereaksi dengan


metal atau substansi lain, tidak membutuhkan
bahan pengawet, dan tidak mudah terbakar pada
konsentrasi klinis
Metabolisme
 Sekitar 0,17% dosis yang terabsorbsi

dimetabolisme. Kebanyakan metabolsme yang


terjadi adalah oksidasi menghasilkan
diflurometanol dan asam trifluroasetat
Farmakologi :
 Sistem respirasi

menyebabkan depresi ventilasi, penurunan volume


tidal, akan tetapi terjadi peningkatan ventilasi
pada keadaan tidak adanya obat opioid
Sistem kardiovaskular :
 menyebabkan depresi cardiac output namun lebih

sedikit efeknya dibanding halotan atau enflurane.


 Hipotensi sistemik terjadi sebagai hasil penurunan

resistensi vaskular sistemik.


 Aritmia jarang terjadi
 Uterus : Merelaksasi otot uterus
 Sistem saraf pusat : Konsentrasi rendah tidak
menyebabkan perubahan pada aliran darah otak
pada keadaan normocapnia. Konsentrasi inspirasi
yang tinggi menyebabkan vasodilatasi dan
peningkatan aliran darah otak
Keuntungan Kerugian
1. Induksi dan pemulihan cepat 1. Bau yang agak tajam
2. Biotransformasi minimal menyebabkan induksi melalui
dengan resiko rendah inhalasi kurang
toksisitas hepar atau renal menyenangkan, khususnya
3. Stabilitas kardiovaskular pada anak-anak sehingga
4. Relaksasi otot menghambat tingkat induksi
anestesi.
2. Vasodilatasi koroner dengan
kemungkinan coronary steal
syndrome pada konsentrasi
inspirasi tinggi
Sevofluran
Sifat fisik
 bau yang tidak mengganggu pernapasan dan

tidak mudah terbakar,


 Disimpan dalam botol berwarna amber dan

bersifat stabil.
 Pada keadaan dimana terdapat air, sevofluran

mengalami hidrolisis
Metabolisme
 Sekitar 3% dari dosis yang terabsorbsi

dimetabolisme melalui defluorinisasi di liver.


Konsentrasi puncak rata- rata ion fluoride setelah
60 menit pada 1 MAC adalah 22 mmol/L, dimana
lebih tinggi disbanding isofluran
Farmakologi :
 Sistem Respirasi : Tidak mengiritasi saluran napas
bagian atas dan tetap dapat menyebabkan
depresi napas
 Sistem kardiovaskular : Sevofluran hampir sama
dengan isofluran yang hanya memiliki sedikit efek
pada jantung
 CNS : Sama halnya dengan halotan dan isofluran
yang mana tidak ada yang menandakan adanya
penyebab eksitasi pada EEG
Desfluran
Metabolisme
 Terdapat sangat sedikit defluorinasi pada

desfluran setelah setelah prolonged anestesi, yang


mana terdapat sedikit peningkatan serum dan urin
trifluorocetic acid level
Farmakologi :
 Sistem Respirasi : Desfluran menyebabkan depresi

respirasi yang derajatnya hampir sama dengan


isofluran, dan dapat mengiritasi saluran napas,
maka dari itu tidak disarankan untuk induksi gas
anestesi
 CVS : Obat ini tidak menimbulkan efek pada

jantung sama halnya dengan isofluran


Obat Anestesi Intravena
 Anestesi intravena selain untuk induksi dapat juga
digunakan untuk rumatan anestesia, tambahan
pada anestesia regional atau untuk membantu
prosedur diagnostic misalnya thiopental, ketamin,
dan propofol. Untuk anestesia intravena total
biasanya menggunakan propofol
Sifat
 Onset cepat. Hal ini dicapai oleh agen yang utamanya tidak
terionisasi pada pH darah dan yang sangat larut dalam lemak;
sifat ini menyebabkan penetrasi ke blood brain barrier.
 Pemulihan cepat.

 Depresi kardiovaskular dan respirasi yang minimal

 Tidak memiliki efek emetik

 Tidak memiliki efek eksitatorik (batuk, cegukan, gerakan involunter)


saat induksi
 Tidak memiliki emergence phenomena (mimpi buruk)

 Tidak berinteraksi dengan neuromuscular blocking drugs

 Tidak nyeri saat diinjeksi


Propofol

 Merupakan derivat fenol yang sangat larut lemak


namun hampir tidak larut dalam air.
 propofol diformulasikan ulang dalam emulsi lemak
berwarna putih susu putih yang mengandung minyak
kedelai (soya bean oil) dan fosfatid telur yang
dimurnikan bersifat isotonik dengan kepekatan 1% (1
ml = 10 mg)
 Propofol dimetabolisme hepar dan metabolitnya
dieksresikan melalui ginjal (terutama glukoronida);
0,3% propofol dieksresikan tanpa mengalami
perubahan. Waktu paruh propofol sekitar 3-4,8 jam
 Dosis bolus untuk induksi 2-2,5 mg/kg,
 dosis rumatan untuk anestesia intravena total 4-12
mg/kg/jam
 dosis sedasi untuk perawatan intensif 0,2 mg/kg.
Pengenceran propofol hanya boleh dengan
dekstrosa 5%.
 Pada manula dosis harus dikurangi, pada anak <3
tahun dan pada wanita hamil tidak dianjurkan
Farmakologi:
CNS
 transfer dari darah ke otak lebih lambat ,20-40 detik

 Reflex bulu mata yang terlambat

 Overdosis propofol ditandai dengan hilangnya kontak


verbal.
 Frekuensi EEG menurun dan amplitude meningkat.

 Propofol dilaporkan dapat menimbulkan kejang


sehingga pemberiannya perlu diawasi pada pasien
epilepsi.
 CVS: tekanan arterial menurun disebabkan oleh
vasodilatasi
 Respirasi: apnea terjadi lebih sering, dan pada
durasi yang lebih lama daripada tiopenton.
 Otot skelet: penurunan tonus
 Uterus & plasenta: efek terhadap tonus maupun
transfer plasenta tidak begitu diketahui
 Hepatorenal: penurunan fungsi ginjal sementara,
Aliran darah hepar menurun karena penurunan
tekanan arteri dan cardiac output
 Endokrin: konsentrasi kortisol plasma menurun
setelah administrasi propofol
Efek samping:
 Depresi CVS: hipotensi pada pasien dengan
hipovolemik, atau hipertensi, atau pasien dengan
penyakit jantung yang terjadi akibat pemberian
propofol secara lambat atau infus
 Depresi pernapasan: apnea

 Excitatory phenomena

 Nyeri pada tempat suntikan

 Reaksi alergi: ruam kulit, reaksi anafilkasis


Thiopental
 merupakan tiobarbiturat, misalnya barbiturate yang
mengandung sulfur (WHO, 1988) dikemas dalam
bentuk tepung atau bubuk berwarna kuning, berbau
belerang atau seperti bawang putih, memiliki rasa
yang pahit, biasanya dalam ampul 500 mg atau 1000
mg
 Sebelum digunakan dilarutkan dalam aquades steril
sampai kepekatan 2,5% (1 ml = 25 mg)
 Seperti barbiturate pada umumnya, thiopental memiliki
efek depresi otak, sehingga menyebabkan kesadaran
menurun disertai dengan depresi pusat pernafasan dan
pusat vasomotor
 Intravena dengan dosis 3-7 mg/kg dan disuntikkan
perlahan-lahan dihabiskan dalam 30-60 detik.
 Barbiturate di detoksifikasi di hepar dalam waktu
beberapa jam.
 Thiopental dalam darah 70% diikat oleh albumin,
sisanya 30% dalam bentuk bebas, sehingga dosis
thiopental pada pasien dengan kadar albumin
rendah harus dikurangi.

Ketamin (ketalar)
 merupakan derivat phencyclidine merupakan obat
yang unik karena ketamin berbeda dalam
berbagai hal dibandingkan dengan obat anestesi
lainnya serta menyebabkan anestesi disosiatif
dibandingkan dengan depresi general CNS
 ketamin sangat larut lemak.
 Pada dosis anestesi menimbulkan keadaan seperti
orang kesurupan
 efek analgesia yang dalam dan reflex faring dan
laring yang ringan.
 Juga terdapat peningkatan aktivitas simpatis,
dengan peningkatan stimulasi kardiovaskuler ringan
dan sedikit peningkatan tekanan arteri, TIK, dan
intraokuler.
 Ketamine kurang digemari untuk induksi anestesia
karena sering menimbulkan takikardi, hipertensi,
hipersalivasi, nyeri kepala, pasca anestesia dapat
menimbulkan mual-muntah, pandangan kabur dan
mimpi buruk
 Sebaiknya sebelum pemberian ketamin, diberikan
sedasi midazolam (dormikum) atau diazepam
(valium) dengan dosis 0,1 mg/kg intravena dan
untuk mengurangi salivasi diberikan sulfas atropine
0,01 mg/kg
 Dosis bolus untuk induksi intravena ialah 1-2 mg/kg
dan untuk intramuskular 3-10 mg. Ketamin dikemas
dalam cairan bening kepekatan 1% (1 ml = 10
mg), 5% (1 ml = 50 mg) dan 10% (1 ml = 100 mg)
Farmakologi
CNS
 Amnesia terjadi lebih dari 1 jam setelah pasien

sadar.
 Dapat menimbulkan delirium, tidur tidak nyenyak,
disorientasi, agitasi.
 Mimpi buruk dan halusinasi terjadi selama

pemulihan kesadaran dan lebih dari 24 jam.


CVS
 tekanan arteri meningkat 25% dan denyut jantung
meningkat 20%.
 Cardiac output meningkat, konsumsi oksigen
myokard; efek inotropik disebabkan oleh
peningkatan influks kalsium oleh cAMP.
 Stimulasi simpatis perifer menurun, menyebabkan
vasodilatasi pada jaringan yang diinervasi oleh
reseptor α-adrenergic, dan vasokonstriksi pada
reseptor β.
 Respirasi: apnea sementara terjadi selama injeksi
i.v. dilatasi otot bronkus
 Otot skelet: tonus otot meningkat
 GIT: hipersalivasi
 Uterus & plasenta: menembus plasenta. Konsentrasi
fetal sama dengan konsentrasi maternal.
 Mata: peningkatan tekanan intraocular yang
bersifat sementara. Gerakan bola mata tetap
terjadi selama anestesi pembedahan.
Metoksital (Methoksiton)
 Merupakan anestesi kuat
 berupa bubuk yang dilarutkan untuk membuat
larutan 1% dengan dosis tidur rata-rata 1
mg/kgBB.
 Digunakan sebagai alternatif thiopental .
Etanolone (3α-hydroxy-5β-pregnan-
20-one
 sangat tidak larut dalam air
 diformulasikan dalam emulsi 10% Intralipid.
 Merupakan larutan isotonik pH 7,5
 Induksi lebih lambat dibanding propofol. Eliminasi
1-2 jam, klirens 1-3 L/kg/jam. Metabolisme di
hepar dan sebagian obat dieksresikan melalui
empedu tanpa mengalami perubahan
 Dosis etanolone yang menimbulkan anestesi (0,5-1
mg/kg)
Opioid (morfin, petidin, fentanil,
sulfentanil)
 untuk induksi diberikan dosis tinggi.
 tidak mengganggu kardiovaskular sehingga
banyak digunakan untuk induksi pasien dengan
kelainan jantung.
 Untuk anestesia digunakan opioid digunakan
fentanil dosis induksi 0,1 mikrogram/kgBB
Obat Anestesi Pelumpuh Otot
 Relaksan otot bekerja neuromuscular junction, yaitu
dengan menghambat transmisi impuls saraf dan
menyebabkan relaksasi otot dan paralisis.
 Tetapi tidak mempunyai efek terhadap kesadaran
dan perasaan, sehingga jangan diberikan pada
pasien yang sadar atau semua pasien lain,
 Relaksasi otot selama anestesi dibutuhkan untuk
laringoskopi dan intubasi selama anestesi ringan
dan membantu ahli bedah untuk mengatasi organ
dan jaringan tertentu.
 Akibat rangsang terjadi depolarisasi pada terminal saraf. Influks ion kalsium
memicu keluarnya asetil-kolin sebagai transmiter saraf. Asetilkolin saraf akan
menyebrang dan melekat pada reseptor nikotinik-kolinergik di otot. Kalau
jumlahnya cukup banyak, maka akan terjadi depolarisasi dan lorong ion terbuka,
ion natrium dan kalsium masuk dan ion kalium keluar, terjadilah kontraksi otot.
Asetilkolin cepat dihidrolisa oleh asetilkolin-esterase (kolin-esterase khusus atau
murni) menjadi asetil dan kolin, sehingga tertutup kembali terjadilah repolarisasi).
Jika saraf motorik dirangsang, maka gelombang listrik depolarisasi akan dialirkan
sepanjang saraf sampai ujung saraf pada otot (motor end plate). Pada tempat ini
aliran listrik akan mencetuskan pelepasan asetilkolin, yang menyebarkan
menyebrang celah sinaptik dan berinteraksi dengan reseptor otot, menghasilkan
depolarisasi listrik yang mengakibatkan terjadinya kontraksi mekanis pada otot.
Asetilkolin ini kemudian dipecah oleh enzim asetilkolinesterase, atau diserap
kembali oleh ujung saraf.
 Relaksan otot mempunyai sifat yang mirip dengan asetilkolin dan akan berikatan
dengan reseptor asetilkolin, tetapi efeknya setelah berikatan berbeda dari
asetilkolin
Pelumpuh Otot Depolarisasi
 Pelumpuh otot depolarisasi (nonkompetitif,

leptokurare) bekerjanya seperti asetil-kolin, tetapi


di celah saraf otot tak dirusak oleh kolinesterase,
sehingga cukup lama berada di celah sinaptik,
sehingga terjadilah depolarisasi ditandai oleh
fasikulasi yang disusul relaksasi otot lurik.
 suksinil-kolin (diasetil-kolin) dan dekametonium
 Suksinilikolin atau suksametonium pemberian intravena
dengan dosis 1 mg/kgbb,
 Efek samping suksinil ialah:
Nyeri otot pasca pemberian.
Peningkatan tekanan intraokular
Peningkatan tekanan intrakranial
Peningkatan tekanan intragastrik
Peningkatan kadar kalium plasma
Aritmia jantung
Salivasi
Alergi, anafilaksis
Pelumpuh Otot Nondepolarisasi
 Pelumpuh otot nondepolarisasi (inhibitor kompetitif,

takikurare) berkaitan dengan reseptor nikotinik-


kolinergik, tetapi tak menyebabkan depolarisasi,
hanya menghalangi asetilkolin menempatinya,
sehingga asetilkolin tak dapat bekerja
 Relaksan non depolarisasi bersifat memblok
reseptor asetilkolin pada otot, tetapi tidak
menyebabkan depolarisasi pada membran otot.
Lama kerjanya sekitar 30 menit (lebih lama dari
suksinilikolin) dan mula kerjanya agak lambat –
membutuhkan waktu 3 menit untuk mencapai efek
total.
Stadium Anestesi
Tahap 1 (stadium 1, tahap analgesi)
 Mulai anestesi diberikan sampai hilangnya

kesadaran. Pada tahap ini penderita masih sadar,


karena itu tidak ada pola tertentu dari
pernapasan, gerak bola mata maupun lebar pupil.
Tahap II (stadium II, tahap eksitasi)
 Mulai hilangnya kesadaran sampai permulaan

tahap bedah. Tahap I tahap II bersama – sama


disebut tahap induksi. Pada tahap ini penderita
tidak sadar.
 Napas : tidak teratur iramanya maupun

amplitudonya napas kadang cepat, pelan atau


berenti sebentar amplitudo sesaat besar dan
sesaat lagi kecil.
 Bola mata : masih bergerak
 Pupil : lebar
 Reflek-reflek : Reflek- reflek jalan napas meninggi
Tahap III (stadium III, tahap pembedahan )
 Mulai dari berakhirnya tahap II sampai berhentinya
napas spontan (arrest).
Tahap ini dibagi menjadi 4 bidang :
 Bidang I ( plane I)

 Napas : teratur, dalam (amplitudo besar), gerak dada


perut serentak. Amplitudo gerak dada perut sama atau
hampir sama pernapasan dada sangat nyata.
 Bola mata : bergerak

 Pupil : kecil
 Bidang 2 (plane 2)
 Napas : sama seperti bidang 1 hanya besarnya (amplitudo) berkurang
 Bola mata : tidak bergerak
 Pupil : kecil

 Bidang 3 (plane 3)
 Napas : napas perut mulai lebih besar dari napas dada. Gerak dada tertinggal
 Bola mata : tidak bergerak.
 Pupil : mulai melebar ( lebar sedang), reflek cahaya positif.
 Bidang 4 (plane 4)
 Napas : otot-otot intercostalis telah lumpuh, napas hanya napas perut. Ciri lain inspirasi
sangat cepat seperti orang terisak, dan ekspirasi yang lama akhirnya napas berhenti waktu
penderita masuk tahap IV .
 Bola mata : tidak bergerak
 Pupil : melebar hampir maximum, reflek cahaya negative.
Tahap IV (stadium IV , tahap kelumpuhan medulla)
 Mulai arrest napas sampai gagalnya sirkulasi.

Anda mungkin juga menyukai