Anda di halaman 1dari 7

Pandangan Hukum Indonesia

mengenai Penetapan Jenis Kelamin


pada Kasus Kelamin Ganda
Kekosongan hukum mengenai perubahan atau penetapan jenis kelamin
sehingga digunakan dasar hukum lain yang masih memiliki keterkaitan.

Harus sesuai standar IDI

- Tes psikologi
Perubahan jenis - Tes hormonal - Psikiater
kelamin - Tes kepribadian - Psikolog
- Tes kesehatan - Bedah penyakit
dalam
- Genetikal
- Obstetri dan
ginekologi
Operasi kelamin → operasi bedah plastik dan rekonstruksi organ tubuh

Pasal 37 ayat (2) Undang-Undang


No. 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan :
Terdapat ketentuan bahwa bedah
plastik dan rekonstruksi tidak boleh
bertentangan dengan norma yang
berlaku dalam masyarakat.
Pasal 77 Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan :

Tidak ada seseorang pun dapat merubah/mengganti/menambah identitas tanpa


izin pengadilan

Karena adanya kekosongan hukum menimbulkan ketidakpastian hukum,


maka putusan hakim harus memperhatikan aspek budaya hukum di masyarakat
apakah mengubah jenis kelamin dapat diterima atau tidak.
Dalam prosesnya, terdapat sudut pandang hakim dalam mengabulkan
permohonan :
- Yuridis
- Non-yuridis
Yuridis
- Pasal 5 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 45 dan Pasal 4 UU No. 23
Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
- Pasal 10 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan
Kehakiman
- Pasal 5 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman
- Pasal 77 Undang- Undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan
- Pasal 4 ayat (2) UU No.48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman
Non-Yuridis
- Aspek medis
- Aspek pemeriksaan psikologi dan kejiwaan
Sumber
https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/2459/05%20bab
.pdf?sequence=5&isAllowed=y

Anda mungkin juga menyukai