berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam bersabda, ‘Sesungguhnya amal perbuatan membutuhkan niat. Dan setiap orang akan dibalas sesuai dengan niatnya. Barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa yang hijrahnya karena ingin meraih dunia atau wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya kepada apa yang dia niatkan.” Hadits ini sangat penting karena menjadi orientasi seluruh hukum dalam Islam. Ini bisa dilihat dari pendapat para ulama. Abu Dawud berkata: “Hadits ini setengah dari ajaran Islam. Karena agama bertumpu pada dua hal: sisi lahiriyah (amal perbuatan) dan sisi bathiniyah (niat).”
Imam Ahmad dan Imam Syafi’i berkata: “Hadits ini mencakup
sepertiga ilmu, karena perbuatan manusia terkait dengan tiga hal: hati, lisan, dan anggota badan. Sedangkan niat dalam hati merupakan salah satu dari tiga hal tersebut.” Mengingat urgensinya, maka banyak ulama mengawali berbagai buku dan karangannya dengan hadits ini. Imam Bukhari menempatkan hadits ini di awal kitab shahihnya. Imam Nawawi menempatkan hadits ini pada urutan pertama dalam tiga bukunya: Riyadhus Shalihin, Al-Adzkar, dan Al-Arba’in An- Nawawiyah. Ini dimaksudkan agar pembaca menyadari pentingnya niat, sehingga ia akan meluruskan niatnya hanya karena Allah, baik ketika menuntut ilmu atau melakukan perbuatan baik yang lain.
Urgensi hadits ini juga dipertegas oleh riwayat Bukhari yang
menyebutkan bahwa Rasulullah saw. pernah berkhutbah dengan hadits ini, begitu juga Umar ra.. Abu ‘Ubaid berkata: “Tidak ada hadits yang lebih luas dan padat maknanya dari hadits ini.” • Abu Hurairah ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Di antara tanda sempurnanya Islam seseorang adalah meninggalkan hal- hal yang tidak bermanfaat.” (hadits ini hasan, diriwayatkan oleh Tirmidzi dan yang lainnya) • Abu Hurairah ra. Shahabat yang selalu menyertai beliau dan banyak mengadopsi perilaku beliau berkata: “Rasulullah menjelaskan hadits tersebut kepada kami dengan kalimat yang singkat dan penuh manfaat, di dalamnya terkumpul kebaikan dunia dan kebahagiaan akhirat.” • Para ulama sepakat bahwa hadits ini merupakan jawami’ul kalim yang menjadi keistimewaan Rasulullah saw. yang tidak dimiliki nabi-nabi sebelumnya. Bahkan di antara mereka ada yang mengatakan bahwa hadits ini merupakan separuh dari agama, karena agama pada dasarnya adalah melakukan sesuatu [al fi’lu] dan menghindari sesuatu [at-tark], dan hadits ini merupakan dasar untuk menghindari suatu perbuatan, dengan demikian separuh dari agama. Sebagian ulama berpendapat bahwa hadits ini menghimpun semua ajaran agama. Karena secara tekstual menyebutkan tentang at-tarku dan secara kontekstual mengisyaratkan al-fi’lu.
Ibnu Rajab berkata:
“Hadits ini dasar yang sangat penting berkaitan masalah akhlak.”
Abu Dawud berkata :
“Siklus hadits-hadits ada pada empat hadits… salah satunya adalah hadits ini.” (syarah Ibnu Daqiq al-‘Id terhadap al-Arba’in) 1. Membangun masyarakat yang mulia 2. Menyibukkan diri dengan urusan yang tidak mendatangkan manfaat adalah kesia-siaan dan tanda lemahnya iman 3. Menghindari sesuatu yang tidak bermanfaat merupakan jalan keselamatan 4. Sibukkan diri anda dengan mengingat Allah swt. niscaya anda akan menjauhi perkara yang tidak bermanfaat. 5. Perkara yang bermanfaat dan yang tidak bermanfaat. 6. Seorang muslim seharusnya menyibukkan diri dengan berbagai masalah yang bernilai dan bukan disibukkan dengan masalah-masalah yang tidak berarti. 7. Seorang muslim hendaknya senantiasa mensucikan jiwanya dengan cara menjauhi semua masalah yang tidak bermanfaat.