Anda di halaman 1dari 54

Epidemiologi dan Pencegahan Penyakit sistim

Pernafasan (5 penyakit sistim respirasi)

IKM BLOK RESPIRASI


FK UNISMUH
TA 2018/2019, 18 DESEMBER 2018
1. Prevalensi Tuberculosis menurut Kemenkes

 Diperkirakan insidens tuberkulosis di Indonesia pada


tahun 2018 sebesar 842.000 kasus penduduk dan angka
kematian sebesar 107/100.000 penduduk, 53%
ternotifikasi dan tertangani.

 TB HIV (penderita HIV dengan tuberkulosis tidak dihitung)


dan 36.000 dengan mortalitas 9.400

 MDR kasus 23.000


Indikator RPJM 2015 -2019

 Berbasis Mikroskopis, sehingga angka lebih rendah dari


RPJM 2013- 2104

 Selama ini telah menggunakkan metode yang


sensitivitas yaitu konfrimasi bakteriologis melalui
Mikroskopis, Molekular dan Kultur
Permasalahan TB di Indonesia (1)

Faktor Sarana
• Tersedianya obat yang cukup dan kontinyu
• Koordinasi sistem yankes
• Regimen OAT yang adekuat
Faktor Penderita/pasien
• Tingkat pengetahuan
• Menjaga daya tahan tubuh
• Menjaga kebersihan diri dan mencegah penularan
• Perasaan rendah diri karena infeksi TB
• Kesadaran dan usaha untuk sembuh
Permasalahan TB di Indonesia (2)

Faktor Keluarga, Lingkungan, dan Masyarakat

• Memberi dukungan/motivasi
• Menjadi PMO
• Mencegah penularan pada keluarga
• Memeriksakan diri jika ada gejala
kecurigaan TB
Permasalahan TB di Indonesia (3)
 Tuberkulosis Resisten Ganda (multidrug resistance TB/MDR-TB)
Resisten minimal terhadap rifampisin dan isoniazid dengan atau tanpa OAT
lainnya
 Suspek TB-MDR, jika:
 Kasus TB paru kronik
 Pasien TB paru gagal pengobatan kategori 2
 Pasien TB yang pernah diobati TB termasuk OAT lini kedua seperti
kuinolon dan kanamisin
 Pasien TB paru yang gagal pengobatan kategori 1
 Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah
sisipan dengan kategori 1
 TB paru kasus kambuh
 Pasien TB yang kembali setelah lalai/default pada pengobatan kategori 1
dan atau kategori 2
 Suspek TB dengan keluhan, yang tinggal dekat dengan pasien TB-MDR
konfirmasi, termasuk petugas kesehatan yang bertugas dibangsal TB-
MDR
 TB-HIV
Permasalahan TB di Indonesia (4)
 Penyebab terjadinya TB-MDR:
 Pemakaian obat tunggal dalam pengobatan TB
 Pemberian terapi TB yang tidak adekuat akan menyebabkan
resistensi. Hal ini amat ditakuti karena dapat terjadi resisten
terhadap OAT lini pertama, terutama pada daerah dengan angka
resistensi tinggi.
 Masa infeksius yang terlalu panjang akibat keterlambatan diagnosis
akan menyebabkan penyebaran galur resistensi obat.
 Pasien dengan TB-MDR diterapi dengan OAT jangka pendek akan
tidak sembuh dan akan menyebarkan kuman. Pengobatan TB-MDR
sulit diobati serta memerlukan pengobatan jangka panjang dengan
biaya mahal.
 Pasien dengan OAT yang resisten terhadap kuman tuberkulosis yang
mendapat pengobatan jangka pendek dengan monoterapi akan
menyebabkan bertambah banyak OAT yang resisten (amplifier
effect). Hal ini menyebabkan seleksi mutasi resisten karena
penambahan obat yang tidak multipel dan tidak efektif (addition
syndrome).
 HIV akan mempercepat terjadinya terinfeksi TB mejadi sakit TB dan
akan memperpanjang periode infeksius
Faktor yang mempengaruhi terjadinya
MDR-TB
• Resistensi natural
Mikrobiologik • Resistensi didapat
• Virulensi kuman

• Penyelenggara Kesehatan
Klinik • Obat
• Pasien

• Program DOTS belum berjalan dengan baik


Program Kesehatan • Biaya yang besar
• Tidak ada laboratorium untuk biakan dan uji kepekaan

• Kemungkinan TB-MDR lebih besar


Faktor HIV/AIDS • Gangguan penyerapan

Faktor Kuman • Daya tahan hidup lebih tinggi


Pencapaian dan kendala di Indonesia
 Pencapaian:
 Kontrol TB dimasukkan dalam pengembangan nasional dengan dana
yang terjamin
 Pemberantasan TB merupakan prioritas dari strategi rencana Menkes
 Intervensi TB/HIV dimasukkan ke dalam keputusan kementrian pada
Desember 2009
 Strategi Pengendalian TB Nasional 2010-2014 diselesaikan dengan tema
“Breakthrough toward Unviersal Access”
 Ekpansi DOTS meliputi 30% dari rumah sakit umum dan swasta
 Pendirian laboratorium rujukan di tujuh provinsi baru
Pencapaian dan kendala di Indonesia
 Pencapaian:
 Ekpansi Programmatic Management of Drug Resistance (PMDT)
dari dua situs ke tiga situs baru
 Lima laboratorium sudah teruji kualitasnya untuk biakan dan uji
kepekaan obat lini pertama dan kedua
 Survey resistensi obat (Drug resistance surveillance, DRS) sudah
selesai di Jawa Tengah dan sedang dalam tahap pengumpulan
data di Jawa Timur
 Aktivitas kolaboratif tentang TB/HIV sudah mencakup provinsi
dengan prevalensi HIV yang tinggi
 IDI sudah terlibat sepenuhnya dalam meningkatkan
profesionalisme tentang ISTC, termasuk dokter praktik swasta
Pencapaian dan kendala di Indonesia
 Kendala:
 Komitmen dan kontribusi pemerintah daerah terhadap
pengendalian TB
 Masih ada populasi tidak terjangkau (wilayah Indonesia Timur,
penjara, pendatang di kota besar, dan populasi dengan risiko
tinggi HIV)
 Peningkatan jumlah jaringan laboratorium untuk biakan dan uji
kepekaan di pulau lain selain Jawa dan EQA
 Pengenalan metode diagnostik baru (LPA, Xpert MTB/RIF) dan
integrasi ke dalam sistem
 Pengembangan aktivitas kolaboratif mengenai TB/HIV untuk
mencakup provinsi lain
 Mencegah habisnya obat lini pertama dan lini kedua
Target Prevalensi

 Tahun 2015 dalam RPJM sebesar 280 / 100.000


penduduk dengan capaian sebesar 263 per 100.000
pada tahun 2016

 Tahun 2016 sebesar 271 per 100.000 penduduk dengan


capaian sebesar 257 per 100.000 penduduk

 Prediksi pada tahun 2019 dengan metode laa 257 per


100.000 penduduk
(2) Infeksi saluran pernafasan akut

 Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)


merupakan penyakit yang sering dijumpai
dengan manifestasi ringan sampai berat.
 ISPA meliputi saluran pernapasan bagian atas
dan saluran pernapasan bagian bawah
 ISPA yang mengenai jaringan paru-paru atau
ISPA berat, dapat menjadi pneumonia.
Klasifikasi ISPA (1)

 Di atas 5 th :

 Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh


adanya tarikan dinding dada kedalam (chest
indrawing)
 Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh
batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa tarikan
dinding dada kedalam, tanpa napas cepat.
Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong
bukan pneumonia
Klasifikasi ISPA (2)

Untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit


yaitu :

 Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan


dinding dada bagian bawah kedalam pada waktu anak menarik napas
(pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang tldak menangis
atau meronta).

 Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk
usia 2 -12 bulan adalah 50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4
tahun adalah 40 kali per menit atau lebih.

 Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan


dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat.
Faktor Risiko

 Secara umum terdapat 3 (tiga) faktor resiko terjadinya


ISPA yaitu :
 faktor lingkungan
 faktor individu anak
 serta faktor perilaku.
Prevalensi Pneumonia



Gejala & Tanda Umum

 Demam  Suhu tubuh meningkat

 Sakit kepala  Retraksi intercostal


 Nyeri tenggorokan  Gambaran paru abnormal
 Hidung buntu, pilek
 Pemeriksaan darah
 Batuk abnormal

 Nafas cepat & dalam


Definisi Pneumonia

 Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai


parenkim paru

 Sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme


(virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh
faktor lain
Pembagian Berdasarkan Lokasi

 Pneumonia Lobaris

 Pneumonia Interstitial

 Pneumonia Lobularis (Bronkopneumonia)


Tempat Terjadinya
 Pneumonia-masyarakat (community-acquired
pneumonia), bila infeksinya terjadi di masyarakat

 Pneumonia-RS atau pneumonia nosokomial


(hospital-acquired pneumonia).
Faktor resiko yang meningkatkan insiden
pneumonia
 Umur < 2 bulan

 Laki-laki

 Gizi kurang

 Berat badan lahir rendah

 Tidak mendapat ASI memadai

 Polusi udara

 Kepadatan tempat tinggal

 Imunisasi yang tidak memadai

 Membedong anak (menyelimuti berlebihan)

 Defisiensi vitamin A
Faktor Risiko
 1. Faktor lingkungan
 a. Pencemaran udara dalam rumah
 b. Ventilasi rumah
 c. Kepadatan hunian rumah

 2. Faktor individu anak


 a. Umur anak
 b. Berat badan lahir
 c. Status gizi
 d. Vitamin A
 e. Status Imunisasi

 3. Faktor perilaku
Pengaruh Usia
 Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan
penting pada perbedaan dan kekhasan pneumonia anak

 Terutama dalam spektrum

o Etiologi

o Gambaran klinis

o Strategi pengobatan
Etiologi
Neonatus dan bayi kecil
Streptokokus grup B
Bakteri gram negatif seperti E. Colli, Pseudomonas sp, atau
Klebsiella sp
Chlamydia trachomatis
Bayi yang lebih besar dan anak balita
Streptococcus pneumoniae
Haemophillus influenzae tipe B
Staphylococcus aureus
Viral Pneumonia

 Penyebab utama pneumonia di negara maju

 Etiologi virus tersering :

o Respiratory Syncytial Virus (RSV)

o Rhinovirus

o Virus Parainfluenzae
 Secara klinis, umumnya pneumonia bakteri sulit dibedakan dengan
pneumonia virus.
Gejala Infeksi Umum
 Demam

 Sakit kepala

 Gelisah

 Malaise

 Penurunan napsu makan

 Keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah, atau


diare
Gejala Gangguan Respiratori
 Batuk
 Sesak napas
 Retraksi dada
 Takipnea
 Napas cuping hidung
 Air hunger
 Merintih
 Sianosis
Pneumonia Pada Neonatus dan Bayi Kecil

 Sering terjadi akibat transmisi vertikal ibu-anak yang


berhubungan dengan proses persalinan

 Infeksi terjadi akibat kontaminasi dengan sumber


infeksi dari ibu, misalnya melalui aspirasi mekonium,
cairan amnion, atau dari serviks ibu.
Pneumonia Pada Neonatus dan Bayi Kecil

 Serangan apnea
 Sianosis
 Merintih
 Napas cuping hidung
 Takipnea
 Letargi, muntah
 Tidak mau minum
 Takikardi atau bradikardi
 Retraksi subkosta
 Demam
Pneumonia Pada Neonatus dan Bayi Kecil

 Angka mortalitas sangat tinggi di negara maju, yaitu


dilaporkan 20-50%

 Angka kematian di Indonesia dan di negara


berkembang lainnya diduga lebih tinggi
Faktor resiko yang meningkatkan angka
kematian pneumonia

 Umur < 2 bulan

 Tingkat sosial ekonomi rendah

 Gizi kurang

 Berat badan lahir rendah

 Tingkat pendidikan ibu yang rendah

 Tingkat jangkauan pelayanan kesehatan yang rendah

 Kepadatan tempat tinggal

 Imunisasi yang tidak memadai

 Menderita penyakit kronis


Pedoman Diagnosis dan Tata Laksana Untuk
Pelayanan Kesehatan Primer
Bayi berusia dibawah 2 bulan
 Pneumonia

o Bila ada napas cepat atau sesak napas


o Harus dirawat dan diberikan antibiotik
 Bukan pneumonia

o Tidak ada napas cepat atau sesak napas


o Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan
simptomatis
Tatalaksana
 Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah
pengobatan kausal dengan antibiotika yang sesuai,
serta tindakan suportif

 Antibiotik dipilih berdasarkan pengalaman empiris,


yaitu kemungkinan etiologi penyebab dengan
mempertimbangkan usia dan keadaan klinis pasien
serta faktor epidemiologis
 Keluarga perlu mengetahui serta mengamati tanda
keluhan dini pneumonia dan kapan mencari pertolongan
dan rujukan pada sistem pelayanan kesehatan

 Dalam penanganan ISPA tingkat keluarga keseluruhannya


dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) kategori yaitu:
 perawatan penunjang oleh ibu balita
 tindakan yang segera dan pengamatan tentang perkembangan
penyakit balita
 pencarian pertolongan pada pelayanan kesehatan
Capaian

 Angka cakupan penemuan belum maksimal sampai pada


tahun 2104

 Terjadi peningkatan penemuan kasus pada tahun 2015


 Karena perubahan angka kasus
 Peningkatan dan kelengkapan pelaporan
 Pemerikasaan dan penatalaksanaan pneumonia melaui MTBS

 Sosialisasi penatalaksanaan belum merata


Mortalitas

 Angka kematian balita akibat pneumonia sebesar 0.11


%sedangkan pada tahun 2015 sebesar 0.16%.

 Angka kematian pada kelompok umur 1- 4 tahun sedikit


lebih tinggi yaitu 0.13% dibandingkan pada kelompok bayi
sebesar 0.06%
Pneumonia Pada Neonatus dan Bayi Kecil

 Angka mortalitas sangat tinggi di negara maju, yaitu


dilaporkan 20-50%

 Angka kematian di Indonesia dan di negara


berkembang lainnya diduga lebih tinggi
Pedoman Diagnosis dan Tata Laksana Untuk
Pelayanan Kesehatan Primer
Bayi berusia dibawah 2 bulan
 Pneumonia

o Bila ada napas cepat atau sesak napas


o Harus dirawat dan diberikan antibiotik
 Bukan pneumonia

o Tidak ada napas cepat atau sesak napas


o Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan
simptomatis
(3) Flu Burung

 Pengendalian flu burung (H5N1) yang dilakukan secara terpadu


secara signifikan telah berhasil menurunkanjumlah kasus
konfirmasi flu burung di Indonesia pada tahun 2016.

 Sejak munculnya penyakit flu burung pertama kali pada tahun


2005, jumlah kasus terus menurun pada periode tahun 2006-
2015 dari 55 kasus pada tahun 2006 menjadi 2 kasus pada
tahun 2015 dan tidak ditemukan kasus pada tahun 2016.

 Gambaran penurunan jumlah kasus konfirmasi flu burung


dapat dilihat pada Gambar 6.44 berikut ini.
 Sejak dilaporkan kasus pertama pada tahun 2005,
penyebaran kasus flu burung (H5N1) pada manusia telah
terjadi secara sporadis di 15 provinsi di Indonesia, yaitu
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan,
Bengkulu, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah,
DIY, Jawa Timur, Banten, Bali, NTB, dan Sulawesi Selatan.

 Secara kumulatif, jumlah kasus tertinggi ditemukan di


Provinsi DKI Jakarta sebesar 53 kasus, Jawa Barat sebesar 51
kasus, dan Banten sebesar 34 kasus.
 Berdasarkan hasil penyelidikan epidemiologi yang dilakukan oleh
tim terpadu (Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan serta Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan)
terdapat beberapa hal yang mempengaruhi tingginya CFR pada
tahun 2014 yaitu:
 Keterlambatan deteksi dini ;

 Keterlambatan pemberian Oseltamivir;

 Sifat virus yang mudah bermutasi;

 Kurangnya kewaspadaan di masyarakat terhadap bahaya flu


burung.
(4) Asma

 Suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami


penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan
tertentu yang menyebabkan peradangan dan penyempitan
tertentu
Faktor Risiko

 Rangsangan serbuk sari

 Debu

 Bulu binatang

 Asap

 Udara dingin dan olah raga

 Allergi
Pencegahan

 Olah raga yang teratur

 Mengkomsumsi obat secara teratur


Prevalensi Penyakit Asma

Ta b el3. 5. 1
Pr
e va l
e nsip eny ak i
tasma ,P P OK, da nk a nk ermenur
utprovinsi
,Indonesi
a201 3
P ro vi
nsi A sma * PPOK* * Kanker(‰) *
**
Aceh 4,0 4,3 1,4
Sumatera Utara 2,4 3,6 1,0
Sumatera Barat 2,7 3,0 1,7
Riau 2,0 2,1 0,7
Jambi 2,4 2,1 1,5
Sumatera Selatan 2,5 2,8 0,7
Bengkulu 2,0 2,3 1,9
Lampung 1,6 1,4 0,7
Bangka Belitung 4,3 3,6 1,3
Kepulauan Riau 3,7 2,1 1,6
DKI Jakarta 5,2 2,7 1,9
Jawa Barat 5,0 4.0 1,0
Jawa Tengah 4,3 3,4 2,1
DI Yogyakarta 6,9 3,1 4,1
Jawa Timur 5,1 3,6 1,6
Banten 3,8 2,7 1,0
Bali 6,2 3,5 2,0
Nusa Tenggara Barat 5,1 5,4 0,6
Nusa Tenggara Timur 7,3 10,0 1,0
Kalimantan Barat 3,2 3,5 0,8
Kalimantan Tengah 5,7 4,3 0,7
Kalimantan Selatan 6,4 5.0 1,6
Kalimantan Timur 4,1 2,8 1,7
Sulawesi Utara 4,7 4,0 1,7
Sulawesi Tengah 7,8 8.0 0,9
Sulawesi Selatan 6,7 6,7 1,7
Sulawesi Tenggara 5,3 4,9 1,1
Gorontalo 5,4 5,2 0,2
Sulawesi Barat 5,8 6,7 1,1
Maluku 5,3 4,3 1,0
Maluku Utara 5,0 5,2 1,2
Papua Barat 3,6 2,5 0,6
Papua 5,8 5,4 1,1
Indonesia 4,5 3,7 1,4
*Wawancara semua umur berdasarkan gejala
**Wawancara umur >30 tahun berdasarkan gejala
***Wawancara semua umur menurut diagnosis dokter
Influensa
• Influensa, biasanya dikenali sebagai flu di masyarakat, adalah penyakit
menular burung dan mamalia yang disebabkanoleh virus RNA dari famili
Orthomyxoviridae (virus influensa).
• Penyakit ini ditularkan dengan medium udara melalui bersin dari si
penderita. Pada manusia, gejala umum yang terjadi adalah demam, sakit
tenggorokan, sakit kepala, hidung tersumbat dan mengeluarkan cairan,
batuk, lesu serta rasa tidak enak badan. Dalam kasus yang lebih buruk,
influensa juga dapat menyebabkan terjadinya pneumonia, yang dapat
mengakibatkan kematian terutama pada anak-anak dan orang berusia
lanjut.
• Masa penularan hingga terserang penyakit ini biasanya adalah 1 sampai
3 hari sejak kontak dengan hewan atau orang yang influensa.
• Penderita dianjurkan agar mengasingkan diri atau dikarantina agar tidak
menularkan penyakit hingga mereka merasa lebih sehat.
5. Influensa

Kasus Influensa didefinisikan sebagai demam


dengan suhu ≥ 38 derajat celsius disertai
Dengan batuk dan sakit tenggorokan
Pencegahan
• Sebagian besar virus influensa disebarkan melalui kontak langsung.
Seseorang yang menutup bersin dengan tangan akan menyebarkan virus ke
orang lain. Virus ini dapat hidup selama berjam-jam dan oleh karena itu
cucilah tangan sesering mungkin dengan sabun.
• Minumlah yang banyak karena air berfungsi untuk membersihkan racun
• Hiruplah udara segar secara teratur terutama ketika dalam cuaca sejuk
• Cobalah bersantai agar anda dapat mengaktifkan sistem kekebalan tubuh
karena dengan bersantai dapat membantu sistem kekebalan tubuh
merespon terhadap virus influensa
• Kaum lanjut usia atau mereka yang mengidap penyakit kronis dianjurkan
diimunisasi. Namun perlu adanya alternatif lain dalam mengembangkan
imunitas dalam tubuh sendiri, melalui makanan yang bergizi dan menjahui
potensi-potensi yang menyebabkan influensa
• Sejumlah penelitian membuktikan bahwa dengan mengkonsumi 200 ml
yoghurt rendah lemak per hari mampu mencegah 25% peluang terkena
influensa dikarenakan yoghurt mengandung banyak laktobasilus
Personal Hygiene

 Kebiasaan Cuci tangan dan berkumur setelah


beraktivitas diluar

 Vaksin minimal 1 dalam 2 tahun

Anda mungkin juga menyukai