Anda di halaman 1dari 29

KELOMPOK II

NAMA ANGGOTA : YARA KEKE ADRIANY


CUT FIRZA MUTIA
VENI PUTRI INDRAWARI
 Alimul, Aziz 2006. Kebutuhan dasar manusia.
Jakarta : penerbir salemba mediak.
 Doengoes, Marilynn. 1999. Kencana asuhan
keperawatan. Jakarta : EGC
 Tenguh subianto. 2011. Prosedur pemasangan
kateter kandung kemih.
 Ambarwati, Eny retna dan sunarsih, Tri.
2009,KDPK KEBIDANAN teori dan
aplikasi,Jogjakarta, nuuha medika.
 Eliminasi adalah proses pembuang sisa
metabolisme tubuh baik berupa urin atau
bowel (feses). Miksi adalah proses
pengosongan kantong kemih bila kantong
kemih berisi. Sistem tubuh yang berperan
dalam terjadinya proses eliminasi urine
adalah ginjal,ureter,kantong kemih,dan uretra.
 Eliminasi merupakan proses pembuangan.
Pemenuhan kebutuhan terdiri dari kebutuhan
eliminasi uri (berkemih) dan eliminasi alvi
(defekasi).
1.Organ-organ yang Berperan dalam Eliminasi Urine
Organ yang berperan dalam terjadinya eliminasi
urine adalah ginjal,ureter,kantong kemih,dan
uretra.

a. Ginjal
Ginjal merupakan organ retro peritoneal yang
terdiri atas ginjal sebelah kanan dan kiri tulang
punggung. Ginjal berperan sebagai pengatur
komposisi dan volume cairan pada tubuh. Ginjal
juga menyaring bagian darah untuk di buang
dalam bentuk urine sabagai zat sisa yang tidak
di perlukan oleh tubuh .
 Proses ini terjadi dengan dua langkah utama
yaitu : Kandun g kemih secara progresif terisi
sampai ketegangan di dinding nya meningkat di
atas nilai ambang,yang kemudian mencetuskan
langkah kedua yaitu timbul refleks saraf yang di
sebut refleks miksi (refleks berkemih) yang
berusaha mengosongkan kantong kemih atau
jika ini gagal,setidak tidak nya menimbul kan
kesadaran akan keinginan untuk berkemih.
 b. Kandung kemih (bladder,buli-buli)
Merupakan sebuah kantong yang terdiri
dari otot halus yang berfungsi sebagai
penampung urine. Dalam kandung
kemih,tedapat lapisan jaringan otot yang
memanjang di tengah dan melingkar di sebut
sebagai detrusor dan berfungsi untuk
mengeluarkan urine. Penyaluran rangsangan
ke kandung kemih dan rangsangan motoris ke
otot lingkar bagian dalam di atur oleh sistem
simpatis.
 c. Uretra
Merupakan organ yang berfungsi untuk
menyalurkan urine kebagian luar. Pada pria
dan wanita fungsi nya berbeda yaitu pada pria
sebagai tempat pengliran urine dan sekaligus
sebagai sistem reproduksi tetapi pada wanita
hanya menyalurkan urine kebagian luar tubuh.
 1. Diet dan asupan (intake)
Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor
utama yang memengaruhi output urine (jumlah
urine). Protein dapat menentukan jumlah urine
yang di bentuk.

 2. Respons keinginan awal untuk berkemih


Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk
berkemih dapat menyebabkan urine banyak
bertahan di dalam urinaria sehingga
memengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah
urine.
 3. Gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi
pemenuhan kebutuhan eliminasi dalam kaitan
nya terhadap tersedianya fasilitas toilet.

 4. Stres psikologis
Meningkatnya stres dapat mengakibatkan
meningkatnya frekuensi keinginan berkemih.
Hal ini karna meningkatnya sensivitas untuk
keinginan berkemih dan jumlah urine yang di
produksi.
 5. Tingkat aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot
vesika urinaria yang baik untuk fungsi sfingter.
Hilangnya tonus otot vesika urinaria
menyebabkan kemampuan pengontrolan
berkemih menurun dan kemampuan tonus otot
di dapat kan dengan beraktivitas.

 6. Tingkat perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan
juga dapat memengaruhi pola berkemih.
 7. Kondisi penyakit
Kondisi penyakit dapat memengaruhi urine,
seperti diabetes melitus.

 8. Sosiokultural
Budaya dapat mengaruhi pemenuhan
kebutuhan eliminasi urine, seperti adanya
kultur pada masyarakat tertentu yang melarang
untuk buang air kecil di tempat tertentu.
 9. Kebiasaan seseorang
Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih
mengalami kesulitan untuk berkemih dengan
melalui urineal/pot urine bila dalam keadaan sakit

 10. Tonus otot


Tonus otot yang memiliki peran penting dlam
membantu proses berkemih adalah otot kandung
kemih, otot abdomen dan pelvis. Ketiganya sangat
berperan dalam kontraksi pengontrolan
pengeluaran urine.
 11. Pengobatan
Pemberian tindakan pengobatan dapat
berdampak pada terjadinya peningkatan atau
penurunan proses perkemihan. Misalnya
pemberian diuretik dapat meningkatkan jumlah
urine, sedangkan pemberian obat antikolinergik
dan antihipertensi dapat menyebabkan retensi
urine.
 12. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik ini juga dapat
memengaruhi kebutuhan eliminasi urine,
khususnya prosedur-prosedur yang
berhubungan dengan tindakan pemeriksaan
saluran kemih seperti IVY (intra uenus
pyelogram), yang dapat membatasi jumlah
asupan sehingga mengurangi produksi urine.
Selain itu tindakan sistoskopi dapat
menimbulkan edema lokal pada uretra yang
dapat mengganggu pengeluaran urine.
 Eliminasi fekal bergantung pada gerakan
kolom dan di latasi sphincter ani, kedua faktir
tersebut di control oleh system syrap
parasimpatis. Gerakan kolom meliputi 3 (tiga)
gerakan yaitu gerakan mencapur,gerakan
peristatis,dan gerakan msa kolom .
Gerakan masa kolom ini dengan ceppat
mendorong feses makanan yang tidak di cerna
(feses) dari kolom ke rectum.
 Waktu defekasi dan jumlah feses sangat lah
bersifat individual. Orang dalam keadaan
normal, frekuensi buang air besar 1 kali sehari,
tetapi ada pula yang buuang air besar 3-4 kali
seminggu. Ada yang buang air besar setelah
sarapan pagi, ada pula yang malam hari. Pola
defekasi individu juga bergantung pada bowel
training yang di lakukan pada masa kanak-
kanak. Sebagian besar orang memiliki
kebiasaan defekasi setelah sarapan pagi karna
adanya refleks gastritolik.
 Umum nya feses bergantung pada jumlah
intake makanan. Namun secara khusus jumlah
feses sangat bergantung pada kandungan serat
dan cairan pada makanan pola defekasi akan
berubah karna adanya kontifikasi, fekal
inflation,diare,dan inkontinensia. Kondisi ini
berpengaruh terhadap konsistensi dan
frekuensi buang air besar.
 1. Diet dan Asupan (intake) Jumlah dan tipe makanan
merupakan faiKtcw utama yang memengaruhi output
urine (jumlah urine). Protein dapat menentukan jumlah
urine yang dibentuk. Selain itu, juga dapat
meningkatkan pembentukan urine.

 2. Respons Keinginan Awal untuk Berkemih Kebiasaan


mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat
menyebabkan urine banyak tertahan di dalam urinaria
sehingga memengaruhi ukuran vesika urinaria dan
jumlah urine
 3. Gaya Hidup Perubahan gaya hidup dapat
memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi dalam
kaitannya terhadap tersedianya fasilitas toilet 4. Stres
Psikologis Meningkatnya stres dapat mengakibatkan
meningkatnya frekuensi keinginan berkemih. Hal ini
karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan
berkemih dan jumlah urine yang diproduksi

 5. Tingkat Aktivitas Eliminasi urine membutuhkan


tonus otot vesika urinaria yang baik untuk fungsi
sfingter. Hilangnya tonus otot vesika urinaria
menyebabkan kemampuan pengontrolan berkemih
menurun dan kemampuan tonus otot didapatkan
dengan beraktivitas
 6. Tingkat Perkembangan Tingkat pertumbuhan dan
perkembangan juga dapat memengaruhi pola
berkemih. Hal tersebut dapat ditemukan pada anak,
yang lebih memiliki mengalami kesulitan untuk
mengontrol buang air kecil. Namun dengan usia
kemampuan dalam mengontrol buang air kecil.

 7. Kondisi Penyakit Kondisi penyakit dapat


memengaruhi produksi urine, seperti diabetes
melitus.
 8. Sosiokultural Budaya dapat memengaruhi pemenuhan
kebutuhan eliminasi urine, seperti adanya kultur pada
masyarakat tertentu yang melarang untuk buang air kecil di
tempat tertentu

 9. Kebiasaan Seseorang Seseorang yang memiliki kebiasaan


berkemih mengalami kesulitan untuk berkemih dengan
melalui urineal/pot urine bila dalam keadaan sakit

 10. Tonus Otot Tonus otot yang memiliki peran penting dalam
membantu proses berkemih adalah otot kandung kemih, otot
abdomen dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam
kontrakraksi pengontrolan pengeluaran urine.
 11. Pembedahan Efek pembedahan dapat
menyebabkan penurunan pemberian obat anestesi,
menurunkan filtrasi glomerulus yang dapat
mempengaruhi jumlah produksi urine.

 12. Pengobatan Pemberian tindakan pengobatan


dapat berdampak pada terjadinya peningkatan atau
penurunan proses perkemihan. Misalnya pemberian
diuretik dapat meningkatkan jumlah urine,
sedangkan pemberian obat antikolinergik dan
antihipertensi dapat menyebabkan retensi urine.
 13. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan diagnostik
ini juga dap'at memengaruhi kebutuhan eliminasi
urine, khususnya prosedur-prosedur yang
berhubungan dengan tindakan pemeriksaan saluran
kemih seperti IVY (intra venus pyelogram), yang
dapat membatasi jumlah asupan sehingga
mengurangi produksi urine. Selain itu tindakan
sistoskopi dapat menimbulkan edema lokal pada
uretra yang dapat mengganggu pengeluaran urine.
 Defekasi merupakan proses pengosongan usus yang
sering disebut buang air besar. Terdapat dua pusat
yang menguasai reflex untuk defekasi, yang terletak
di medulla dan sussum tulang belakang. Apabila
terjadi rangsangan parasimpatis, sphincter anus
bagian dalam akan mengendur dan usus besar
menguncup. Refleks defekasi dirangsang untuk
buang air besar, kemudian sphincter anus bagian
luar yang diawasi oleh sistem saraf parasimpatis,
setiap waktu menguncup atau mengendur.
 Selama defekasi berbagai otot lain membantu prose situ,
seperti otot dinding perut, diafragma, dan otot – otot
dasar pelvis.
 Secara umum, terdapat dua macam refleks yang
membantu proses defekasi, yaitu refleks defekasi
intrinsik dan refleks defekasi parasimpatis. Refleks
defekasi intrinsik dimulai dari adanya zat sisa makanan
(feses) di dalam rektum sehingga terjadi distensi
kemudian flexus mesenterikus merangsang gerakan
peristaltik, dan akhirnya feses sampai di anus. Lalu pada
saat sphincter internal relaksasi, maka terjadilah proses
defekasi.
 Refleks defekasi intrinsik dimulai dari adanya zat
sisa makanan (feses) di dalam rektum sehingga
terjadi distensi kemudian flexus mesenterikus
merangsang gerakan peristaltik, dan akhirnya feses
sampai di anus. Lalu pada saat sphincter internal
relaksasi, maka terjadilah proses defekasi.
Sedangkan, refleks defekasi parasintetis dimulai
dari adanya proses dalam rektum yang merangsang
saraf rektum, ke spinal cord, dan merangsang ke
kolon desenden, kemudian ke sigmoid, lalu ke
rektum dengan gerakan peristaltik.
 Dan akhirnya terjadi relaksasi sphincter internal,
maka terjadilah proses defekasi saat sphincter
internal berelaksasi. Feses terdiri atas sisa makanan
seperti selulosa yang tidak direncanakan dan zat
makanan lainyang seluruhnya tidak dipakai oleh
tubuh, berbagai macam mikroorganisme, sekresi
kelenjar usus, pigmen empedu dan usus kecil.
Wassalamu’alaikum wr.wb.

Anda mungkin juga menyukai