Anda di halaman 1dari 64

Bagian Ilmu Kesehatan Anak REFERAT

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

BRONKOPNEUMONIA + KDS

Disusun oleh:
Ida Farida
1710029047

Pembimbing:
dr. Sukartini, Sp.A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
DESEMBER 2018
PENDAHULUAN
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai
Kejang demam adalah kejang yang berhubungan
parenkim paru. Sebagian besar disebabkan
o C per rektal) tanpa
oleh
dengan demam (suhu diatas 38
mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan
adanya
oleh hal lain infeksi susunan
(aspirasi, radiasisaraf pusat ataulobularis
dll). Pneumonia gangguan yang
elektrolit
disebut jugaakut, terjadi pada anak
bronkopneumonia berusia suatu
merupakan diatasperadangan
1 bulan,
danparenkim
pada tidak adaparu riwayat
yangkejang tanpa
berlokasi demam sebelumnya
di bronkiolus dan alveolus
sekitarnya,
terjadi pada biasanya
2-5% anakmenyerang
berumur 5anakbulan– sampai
anak dan balita
3 tahun,
(Ikatan Dokter
insiden Anakpada
tertinggi Indonesia,
umur 2008). Pneumonia
18 bulan. Kejang merupakan
demam
penyebab morbiditas
dibagi menjadi kejang dan
demam mortalitas
sederhanaanak di negara
dan kompleks.
berkembang.
Kejang demam Kurang dikatakan
lebih 158 juta kasus pneumonia
kompleks terjadi di
apabila kejang
seluruh dunia setiap tahunnya, dengan 154 juta kasus terjadi di
bersifat fokal, lamanya lebih dari 10-15 menit atau
negara – negara berkembang (Nelson, 2015). 15% dari
berulang
seluruh kematiandalamanak 24di bawah
jam. Kejang demam
usia 5 tahun dan disebut
lebih dari
sederhana
922.000 kasusbila bersifatpada
kematian umum, singkat,
anak dan2015
di tahun hanya terjadi
disebabkan
sekali
oleh dalam 24 jam.
pneumonia.
Laporan Kasus

Identitas pasien
 Nama : An. S
 Usia : 1 Tahun 10 bulan
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Berat Badan : 9 kg
 Tinggi Badan : 96 cm
 MRS : 26 November 2018
Laporan Kasus

» Nama Ayah : Tn. A » Nama Ibu : Ny. N


» Usia : 24 Tahun » Usia : 28 tahun
» Pekerjaan : PNS » Pekerjaan : IRT
Anamnesis
Keluhan Utama
» Sesak
Riwayat Penyakit Sekarang
» Pasien datang ke IGD RS AW Sjahranie pada hari Senin, 26 November 2018 oleh
karena batuk dan sesak selama 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan batuk
dan sesak napas terjadi secara bersamaan. Batuk yang dialami oleh pasien
mengandung dahak yang kental dan berwarna putih. Selain batuk, orangtua pasien
juga mengeluhkan sesak. Sesak yang dialami pasien tidak tergantung waktu dan
aktivitas. Selain batuk dan sesak orang tua pasien juga mengatakan pasien
mengalami demam sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit yang disertai dengan
kejang 1 kali selama 5 menit. Keluhan mual dan muntah disangkal. BAB dan BAK
dalam batas normal.
Riwayat Penyakit Dahulu
» Keluhan KDS (Kejang Demam Sederhana) dialami pasien setiap kali pasien demam
tinggi.
Anamnesis
Anamnesis

Selama hamil ibu pasien rutin ANC di Puskesmas dan dinyatakan tidak memiliki
penyakit selama kehamilan. Pasien lahir spontan di bidan. Berat badan lahir 1600 gram
dan panjang badan lahir orangtua lupa.
Pemeriksaan Fisik

» Keadaan Umum : Sakit sedang


» Kesadaran : Composmentis
» Berat Badan : 20 Kg
» Panjang Badan : 139 cm
» Tanda Vital :-
Nadi 110 x/menit
Pernafasan 28 x/menit
Temperatur axila 37,2o C
Pemeriksaan Fisik

Thorax (Paru)
» Inspeksi :Tampak simetris, pergerakan simetris, retraksi (+)
» Palpasi : Pelebaran ICS (-), fremitus raba D=S
» Perkusi : Sonor
» Auskultasi : Vesikuler, Stridor (-), Ronki (+/+), wheezing (+/+)
Thorax (Jantung)
» Inspeksi : Ictus cordis tampak pada ICS 5 midclavicularis sinistra
» Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS 5 midclavicularis sinistra
» Perkusi : Normal pada batas jantung
» Auskultasi : S1S2 terdengar reguler, kesan meredup
Pemeriksaan Fisik

Abdomen
» Inspeksi : Cembung, scar (-)
» Palpasi : Soefl, nyeri tekan (-), organomegali (-), turgor kembali
cepat
» Perkusi : Timpani, acites (-)
» Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal

Ekstremitas
» Ekstremitas superior : Akral hangat, pucat (-/-), edem (-/-)
» Ekstremitas inferior : Akral hangat, pucat (-/-), edem (-/-)
Pemeriksaan Penunjang
Hasil Lab Hematologi
Diagnosis Kerja

Bronkopneumonia

Tatalaksana
Penatalaksanaan di IGD :
» Oksigen nasal kanul 1 lpm
» Konsul dr. Sp. A :
» IVFD D5 1/2 NS 900cc/24 jam
» Ampicilin 3x300 mg
» (CTM 0,9 + NAC 90 + Salbutamol 0,9) 3x1 Pulv
» Parasetamol 3x ¾ cth
» Nebu ventolin 0,9ml
Follow Up
Follow Up
Follow Up
Follow Up
Tinjauan Pustaka

Definisi

Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Sebagian besar


disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh
hal lain (aspirasi, radiasi dll) (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2008).
Epidemiologi

» Pneumonia merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas anak di negara


berkembang. Kurang lebih 158 juta kasus pneumonia terjadi di seluruh dunia
setiap tahunnya, dengan 154 juta kasus terjadi di negara – negara
berkembang. Diperkirakan pneumonia menyebabkan 3 juta kematian, atau
29% dari seluruh kematian yang terjadi pada anak di bawah usia 5 tahun
(Nelson, 2015).
Etiologi
Klasifikasi
Berdasarkan lokasi lesi di paru Berdasarkan asal infeksi
- Pneumonia lobaris - Pneumonia yang didapat dari masyarkat (community
- Pneumonia interstitialis acquired pneumonia = CAP)
- Bronkopneumonia - Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-
based pneumonia)

Berdasarkan karakteristik penyakit


Berdasarkan mikroorganisme penyebab
- Pneumonia tipikal
- Pneumonia bakteri
- Pneumonia atipikal
- Pneumonia virus
- Pneumonia mikoplasma
Berdasarkan lama penyakit
- Pneumonia jamur
- Pneumonia akut
- Pneumonia persisten
Patogenesis

Tahap kongesti : Pada tahap ini, telah tampak


respon inflamasi awal akut. Lobus yang terkena menjadi
merah dan berat karena kongesti vaskular. Cairan yang
mengandung protein, neutrofil dan bakteri dapat terlihat di
alveoli. Tahapan ini berlangsung 1 – 2 hari.

Tahapan hepatisasi abu – abu : Lobus yang terkena


menjadi kering, kaku dan abu – abu karena lisis eritrosit.
Eksudat yang mengandung neutrofilik selular menurun
karena pemecahan sel inflamasi dan makrofag mulai
terlihat. Mikroorganisme juga berkurang. Tahapan ini
berlangsung 4 – 7 hari.
Patogenesis

Tahapan hepatisasi abu – abu : Lobus yang


terkena menjadi kering, kaku dan abu – abu karena lisis
eritrosit. Eksudat yang mengandung neutrofilik selular
menurun karena pemecahan sel inflamasi dan makrofag
mulai terlihat. Mikroorganisme juga berkurang. Tahapan
ini berlangsung 4 – 7 hari.

Tahap resolusi : Karena aksi enzimatik, terjadi


likuefasi dan aerasi paru diperbaiki secara bertahap.
Makrofag sekarang menjadi sel utama di alveoli. Terdapat
pengurangan progresif cairan dan eksudat seluler dari
alveoli melalui ekspektorasi dan drainase limfatik
mengarah ke parenkim paru yang normal dalam 3 minggu
Manifestasi Klinis
» Pneumonia virus dan bakteri sering diawali gejala infeksi traktus respirasi atas
dalam beberapa hari, terutama batuk dan rinitis
» Pada pneumonia virus, biasanya temperatur secara umum lebih rendah
daripada pneumonia bakteri
» Takipnea merupakan manifestasi klinis pneumonia yang paling konsisten.
» Peningkatan kerja pernapasan ditemani dengan retraksi subkosta, interkostal
dan suprasternal, nasal flaring, dan penggunaan otot – otot bantu pernapasan
» Infeksi yang berat terdapat sianosis, terutama pada bayi
» Auskultasi dapat menunjukkan crackles dan mengi
Manifestasi Klinis
˃ Pneumonia bakteri pada anak yang lebih tua diawali dengan demam tinggi dan menggigil
yang mendadak, batuk dan nyeri dada. Gejala lain yang dapat terlihat meliputi mengantuk
dengan periode gelisah yang intermiten, respirasi cepat, kecemasan dan kadang, delirium.
Pada kebanyakan anak, berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut ditekuk ke dada dapat
meminimalisasi nyeri pleuritik dan meningkatkan ventilasi.
˃ Pada bayi, terdapat gejala prodromal infeksi saluran pernapasan atas dan nafsu makan
menurun, mengarah ke onset demam tiba – tiba, gelisah, dan distres pernafasan. Bayi
tampak sakit dengan distres pernapasan yang bermanifestasi sebagai grunting, nasal
flaring, retraksi supraklavikular, interkostal, subkosta, takipnea, takikardia, air hunger dan
sianosis. Pneumonia bakteri pada bayi juga dapat bermanifestasi sebagai gangguan
gastrointestinal seperti muntah, anoreksia, distensi abdomen.
Diagnosis
Pneumonia Berat
Ringan
Dalam keadaan yang sangat berat dapat dijumpai :
Disamping
Terdapat batuk
batukdan/atau
atau kesulitan
kesulitan
bernapas,
bernapas hanya
ditambah
terdapat
minimal salah
Tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau
napas
satu halcepat
berikut
saja.
: Dan dipastikan anak tidak memiliki
memuntahkan semuanya
tanda tanda
Kepala terangguk – angguk
pneumonia berat.
Kejang, letargis atau tidak sadar
Kriteria napascuping
Pernapasan cepathidung
:
Sianosis
Tarikan
padadinding
anak umur
dada 2 bagian – 11 bulan
bulanbawah ke dalam
: > 50 kali/menit
Distres pernapasan berat (WHO, 2009)
Fotopada
rontgen
anak
dada
umur 1 tahun – 5gambaran
menunjukan tahun : > pneumonia
40 kali/menit(infilrat luas,
konsolidasi, dll)
Selain itu dapat ditemukan pula hal berikut ini :
Napas cepat :
Anak umur < 2 bulan : > 60 kali /menit
Anak umur 2 – 11 bulan : > 50 kali/menit
Anak umur 1 – 5 tahun : > 40 kali/menit
Anak umur > 5 tahun : > 30 kali/menit
Suara merintih (grunting) pada bayi muda
Pada auskultasi terdengar :
Crackles (ronki)
Suara pernapasan menurun
Suara pernapasan bronkial
Diagnosis
Pemeriksaan Laboratorium
Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm2 dengan limfosit predominan)
dan bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm2 dengan granulosit yang predominan. Pada hitung
jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan LED. Analisa gas darah menunjukkan
hipoksemia dan hiperkarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik..

Pemeriksaan Radiologi
Gambaran infiltrat pada foto rontgen mendukung diagnosis pneumonia; pada foto rontgen, juga dapat
terlihat komplikasi seperti efusi pleura atau empiema. Pneumonia virus biasa dikarakteristikkan sebagai
hiperinflmasi dengan infilitrat interstisial bilateral dan peribronchial cuffing. Konsolidasi lobar biasanya
terlihat pada pneumonia pneumokokal.

Pemeriksaan Mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin dilakukan kecuali pada
pneumonia berat yang dirawat di rumah sakit. Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat berasal
dari usap tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura, atau aspirasi paru
Diagnosis Banding
Tatalaksana
Pneumonia rawat jalan
Anjurkan Ibu untuk memberi makan anak.
NasihatiPada pneumonia
Ibu untuk rawat anaknya
kontrol ulang jalan dapat diberikan
setelah 2 hari
antibiotik
ke RS, ataulini pertama secara
lebih cepat oral, misalnya
jika keadaan amoksisilin
anak memburuk,
atau
tidakkotrimoksazol.
bisa minum atau Pada pneumonia
menyusu (WHO,ringan berobat jalan,
2009).
dapat
Ketikadiberikan antibiotik
anak kembali : tunggal oral dengan efektifitas
yang
• Jika mencapai 90%. Dosis
pernapasannya membaikyang(melambat),
digunakan demam
adalah
kotrimoksazol
berkurang,(4mg TMP/kgBB/kali)
nafsu 2 kali sehari selama
makan membaik, lanjutkan3
hari pengobatan
atau amoksisilin (25mg/kgBB/kali)
sampai seluruhnya 3 hari 2 kali sehari
selama
• Jika3frekuensi
hari. Untuk pasien HIVdemam,
pernapasan, diberikan selama
dan nafsu5makan
hari
tidak ada perubahan, ganti ke antibiotik ke lini kedua
dan nasihati ibu untuk kembali lagi.
• Jika ada tanda pneumonia berat, rawat anak di rumah
sakit dan tangani sesuai pedoman di bawah ini.
Tatalaksana
Tatalaksana
Pneumonia rawat inap :
Beri ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV
Bila pasien
atau IM setiap 6 jam),datang
harus dengan
dipantaukeadaan klinis berat,
24 jam selama 72
segera berikan oksigen dan pengobatan
jam pertama. Bila anak memberikan respons yang baik kombinasi
ampisilin-kloramfenikol
maka diberikan selama 5atau hari. ampisilin-gentamisin.
Selanjutnya terapi
Sebagai alternatif,
dilanjutkan di rumahberi atau
seftriakson (80-100
di rumah mg/kgBB
sakit denganIM
atau IV sekali
amoksisilin oralsehari)
(15mg/kgBB/kali diberikan 3 kali sehari)
untuk 5 hari berikutnya

Bila keadaan
Apabila klinispneumonia
diduga memburuk stafilokokal,
sebelum 48 ganti
jam
atau terdapat
antibiotik keadaan
dengan yang berat
gentamisin (7,5(tidak dapat menyusu
mg/kgBB IM sekali
atau
sehari)minum/makan,
dan kloksasiklinatau memuntahkan
(50 mg/kgBB IM atausemuanya,
IV setiap 6
kejang, letargis atau tidak sadar, sianosis,
jam) atau klindamisin (15 mg/kgBB/hari-3 kali pemberian).distress
pernapasan
Bila keadaan berat)
anakmaka ditambahkan
membaik, lanjutkankloramfenikol (25
klosasiklin (atau
mg/kgBB/kali
diklosasiklin)IMsecara
atau IVoral
setiap4 8 jam)
kali sehari sampai secara
keseluruhan mencapai 3 minggu, atau klindamisin secara
oral selama 2 minggu
Kriteria Pasien Pulang

» Gejala dan tanda pneumonia menghilang


» Asupan peroral adekuat
» Pemberian antibiotik dapat diteruskan dirumah (peroral)
» Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol
dan kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan dirumah.
Tatalaksana Umum

» Pasien dengan saturasi oksigen < 92% pada saat bernapas dengan udara
kamar, harus diberikan terapi oksigen dengan kanul nasal, head box, atau
sungkup untuk mempertahankan saturasi oksigen >92%
» Pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang, pastikan anak
memperoleh kebutuhan cairan rumatan sesuai umur anak, tetapi hati –
hati terhadap kelebihan cairan atau overhidrasi.
» Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyamanan
pasien (Paracetamol 10-15 mg/kgBB/kali)
Komplikasi

Komplikasi pneumonia pada anak biasanya merupakan hasil dari penyebaran langsung
infeksi bakteri dalam kavitas torakal (efusi pleura, empiema, perikarditis) atau penyebaran
hematologik dan bakteremia. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang
jarang dari penyebaran secara hematologi dari pneumokokal atau H. influenzae tipe b (Nelson,
2015).
TINJAUAN PUSTAKA

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi


pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38OC) yang
disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Dalam praktek
sehari-hari orang tua sering cemas bila anaknya mengalami
kejang, karena setiap kejang kemungkinan dapat menimbulkan
epilepsi dan trauma pada otak.
1. Kejang terjadi karena kenaikan suhu tubuh, bukan gangguan elektrolit atau metabolik lainnya.

2. Bila ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya maka tidak disebut sebagai kejang demam

3. Anak berumur 1-6 bulan masih dapat mengalami kejang demam namun jarang sekali. National
Institute of health (1980) menggunakan batasan lebih dari 3 bulan, sedangkan Nelson dan
Ellenburgh (1978), serta ILAE (1993) menggunakan batasan usia lebih dari 1 bulan. Bila anak
berumur kurang dari 6 bulan mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain,
terutama infeksi sususnan saraf pusat.

4. Bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasukd alam rekomendasi ini melainkan termasuk
dalam kejang demam. (Ismael, dkk, 2016)
Epidemiologi

• Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan – 5


tahun.
• Kejang demam sangat tergantung umur, 85% kejang pertama
timbul sebelum berumur 4 tahun, terbanyak di antara berusia
17-23 bulan.
• Hanya sedikit yang mengalami kejang demam pertama
sebelum berumur 5-6 bulan atau setelah berumur 5-8 tahun.
• Biasanya setelah berumur 6 tahun pasien tidak kejang demam
lagi. Walaupun beberapa pasien masih dapat mengalami
kejang sampai umur lebih dari 5-6 tahun.
Klasifikasi
Kejang demam sederhana Kejang demam kompleks

 Kejang demam yang berlangsung  Kejang lama > 15 menit


singkat, kurang dari 5 menit, dan
umumnya akan berhenti sendiri.  Kejang fokal atau parsial satu sisi,
atau kejang umum didahului kejang
 Kejang berbentuk umum tonik dan parsial
atau klonik, tanpa gerakan fokal.
 Berulang atau lebih dari 1 kali dalam
 Kejang tidak berulang dalam waktu 24 24 jam
jam.

Kejang berulang terjadi pada 16% di


Kejang demam sederhana merupakan antara anak yang mengalami kejang
80% di antara seluruh kejang demam demam (Pusponegoro, Widodo, &
(Pusponegoro, Widodo, & Ismael, 2006) Ismael, 2006).
Manifestasi Klinis
 Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik
atau tonik-klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri.

 Setelah kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi
setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa
defisit neurologis.

 Kejang dapat diikuti dengan hemiparesis sementara (hemiparesis Todd) yang


berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama
dapat diikuti dengan hemiparesis yang menetap.

 Bangkitan kejang yang lama lebih sering terjadi pada kejang demam yang
pertama.
Anamnesis

 Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lamanya kejang

 Suhu sebelum atau saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval,


keadaan anak pasca kejang, penyebab demam di luar infeksi sususnan
saraf pusat (gejala infeksi saluran napas akut/ISPA, infeksi saluran
kemih/ISK, otitis media akut/OMA, dan lain-lain)

 Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsi dalam


keluarga

 Singkirkan penyebab kejang yang lainnya (misalnya diare/muntah yang


mengakibatkan gangguan elektrolit, sesak yang mengakibatkan
hipoksemia, asupan kurang yang dapat menyebabkan hipoglikemia).
Pemeriksaan Fisik

 Kesadaran : apakah terdapat penurunan kesadaran, suhu tubuh : apakah


terdapat demam

 Tanda rangsang meningeal : kaku kudul, brudzinski I dan II, Kernig dan
Laseque

 Pemeriksaan nervus kranialis

 Tanda peningkatan tekanan intrakranial : ubun-ubun besar (UUB)


menonjol, papil edema

 Tanda infeksi di luar SSP : ISPA, OMA, ISK dan lain-lain

 Pemeriksaan neurologi : tonus, motorik, refleks fisiologis dan refleks


patologis.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi
dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam

Pungsi lumbal

Kebanyakan dokter melakukan lumbal pungsi hanya pada kasus yang dianggaP
mengalami meningitis atau bila kejang demam berlangsung lama. Indikasi pungsi
lumbal :

1. Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal

2. Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan


pemeriksaan klinis

3. dipetimbangkan pada anak dengan kejang demam yang sebelumnya telah


mendapat atibiotik dan pemberian antibiotik tersebut dapat mengaburkan tanda dan
gejala meningitis. (Ismael dkk, 2016)
Pemeriksaan Penunjang
Elektroensefalografi

Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak direkomendasikan pada


KDS. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang
demam yang tidak khas. Misalnya: kejang demam kompleks

Pencitraan

Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-
scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan,
tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti :
1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis) atau
kemungkinan
adanya lesi struktural di otak (mikrosefali, spastisitas)
2. Terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran
menurun,
muntah berulang, ubun-ubun besar menonjol, paresis nervus VI
dan papil
edema)
Diagnosa Banding

 Infeksi susunan saraf pusat dapat disingkirkan dengan pemeriksaan


klinis dan cairan serebrospinal.

 Kejang demam yang berlangsung lama kadang-kadang diikuti dengan


hemiparesis sehingga sukar dibedakan dengan kejang karena proses
intrakranial.

 Sinkop juga dapat diprovokasi oleh demam, dan sukar dibedakan


dengan kejang demam.

 Anak dengan kejang demam tinggi dapat mengalami delirium,


menggigil, pucat dan sianosis sehingga menyerupai kejang demam
Faktor risiko berulangnya kejang demam 4. Cepatnya kejang setelah demam ( Interval
adalah : waktu yang singkat antara awitan demam
dengan kejang).

1. Riwayat kejang demam dalam keluarga


5. Apabila kejang demam pertama merupakan
kejang demam kompleks.
2. Usia kurang dari 12 bulan

3. Temperatur yang rendah saat kejang


(kurang dari 39 C)
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
 Dosis diazepam intravena adalah 0,2-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan
kecepatan 2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis
maksimal 10 mg.

 Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah
adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg
atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari
10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg.

 Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3


tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun (lihat bagan
penatalaksanaan kejang demam). (Ismael dkk, 2016)
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang Bila kejang tetap belum berhenti diberikan
belum berhenti, dapat diulang lagi dengan cara fenitoin secara intravena dengan dosis awal
dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1
menit. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila
rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8
sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal.
intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti
maka pasien harus dirawat di ruang rawat
intensif. (Ismael dkk, 2006)
Penatalaksanaan
Pemberian obat pada saat demam

Antipiretik

Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko


terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa
antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah
10 –15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis
Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Meskipun jarang, asam
asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak
kurang dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak
dianjurkan
Penatalaksanaan

Pemberian obat pada saat demam

Antikonvulsan

Antikonvulsan hanya diberikan pada waktu pasien demam dengan


ketentuan orang tua pasien atau pengasuh mengetahui dengan cepat
adanya demam pada pasien. Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB
setiap 8 jam pada saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang
pada 30%-60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5
mg/kgBB setiap 8 jam pada suhu > 38,5˚C.

Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin pada saat demam tidak berguna


untuk mencegah kejang demam
Penatalaksanaan

Pemberian obat rumat


Indikasi pemberian obat rumat

Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut
(salah satu) :

1. Kejang lama > 15 menit

2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya
hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.

3. Kejang fokal

4. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila :

• Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.

• Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.

• kejang demam > 4 kali per tahun


Penatalaksanaan
Pemberian obat rumat
Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat

 Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam
menurunkan risiko berulangnya kejang.

 Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Dosis asam valproat 15-40
mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-
2 dosis

 Fenitoin dan carbamazepin tidak efektif untuk pencegahan kejang


demam.

 Profilaksis secara terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya


kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tetapi
tidak dapat mencegah terjadinya epilepsi di kemudian hari
Penatalaksanaan
Pemberian obat rumat

Lama pengobatan rumat


Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang,
kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan
Prognosis
Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis

Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.


Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang
sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan
neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus
dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokalsecara bertahap
selama 1-2 bulan. Suatu studi melaporkan terdapat gangguan recognition memory
pada anak yang mengalami kejang lama
Prognosis
Kemungkinan mengalami kematian

Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan


Prognosis
Kemungkinan berulangnya kejang demam

Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko
berulangnya kejang demam adalah :

1. Riwayat kejang demam dalam keluarga

2. Usia kurang dari 12 bulan

3. Temperatur yang rendah saat kejang

4. Cepatnya kejang setelah demam


Prognosis

Faktor risiko terjadinya epilepsi

Faktor risiko menjadi epilepsi adalah :

1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam


pertama.

2. Kejang demam kompleks

3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung


EDUKASI UNTUK ORANG TUA

Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara 4.Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang
yang diantaranya: dengan kepala miring. Bersihkan muntahan
atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun
1.Menyakinkan bahwa kejang demam kemungkinan lidah tergigit, jangan
umumnya mempunyai prognosis baik. memasukkan sesuatu kedalam mulut.

2.Memberitahukan cara penanganan kejang 5.Ukur suhu, observasi dan catat lama dan
bentuk kejang.
3.Memberikan informasi mengenai
kemungkinan kejang kembali 6.Tetap bersama pasien selama kejang

4.Pemberian obat untuk mencegah rekurensi 7.Berikan diazepam rektal. Dan jangan
memang efektif tetapi harus diingat adanya diberikan bila kejang telah berhenti.
efek samping obat.
8.Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang
Beberapa hal yang ha berlangsung 5 menit atau lebih (Ismael dkk,
2016)
Vaksinasi Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral
atau rektal bila anak demam, terutama setelah
Sejauh in tidak ada kontra indikasi untuk vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter
melakukan vaksinasi terhadap anak yang anak merekomendasikan parasetamol pada
mengalami kejang demam. Kejang setelah saat vaksinasi hingga 3 hari kemudian.
demam karena vaksinasi sangat jarang. Angka
kejadian pasca vaksinasi DPT adalah 6-9
kasus per 100.000 anak yang divaksinasi
sedangkan setelah vaksinasi MMR 25-34 per
100.000.
Pembahasan:
Anamnesis

Teori Kasus
• Pada bayi, terdapat gejala prodromal infeksi saluran pernapasan • Batuk dan sesak selama 2 hari
atas dan nafsu makan menurun, mengarah ke onset demam tiba sebelum masuk rumah sakit.
– tiba, gelisah, dan distres pernafasan. Bayi tampak sakit dengan • Keluhan batuk dan sesak napas
distres pernapasan yang bermanifestasi sebagai grunting, nasal terjadi secara bersamaan.
flaring, retraksi supraklavikular, interkostal, subkosta, takipnea, • Batuk yang dialami oleh pasien
takikardia, air hunger dan sianosis. Pneumonia bakteri pada bayi mengandung dahak yang kental dan
juga dapat bermanifestasi sebagai gangguan gastrointestinal berwarna putih.
seperti muntah, anoreksia, distensi abdomen. • Demam sejak 2 hari sebelum masuk
rumah sakit yang disertai dengan
kejang 1 kali selama 5 menit
Pembahasan:
Pemeriksaan Fisik
Teori Kasus
Dalam pemeriksaan fisik penderita pneumonia ditemukan hal-hal Pneumonia
sebagai berikut : KU: Tampak sakit sedang
• Pada nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, Kesadaran: CM
suprasternal, dan pernapasan cuping hidung Frekuensi Nadi : 64x / menit
• Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris. Frekuensi Napas : 80x / menit
Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak Suhu Badan : 37,0OC
menghilangkan getaran fremitus selama jalan napas masih (axillar)
terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps Paru
paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang. Inspeksi : Gerakan dinding dada
Pada perkusi tidak terdapat kelainan dan pada auskultasi simetris, retraksi subkosta (+)
ditemukan crackles sedang nyaring Palpasi : Fremitus raba
dextra = sinistra, pelebaran ICS (-)
Perkusi : Sonor
Auskultasi : rhonki
+/+, wheezing -/-
Pembahasan:
Pemeriksaan Penunjang

Teori Kasus
• Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi • Darah Lengkap
20.000/mm2 dengan limfosit predominan) dan bakteri leukosit Leukosit : 17.96 x 103/ mikroliter
meningkat 15.000-40.000 /mm2 dengan neutrofil yang predominan. Eritrosit : 4.91 x 106/mikroliter
• Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta Hemoglobin : 10,5 g/dl
peningkatan LED. Hct : 33,4 %
• Pemeriksaan Radiologi : Tampak adanya infiltrat baik interstisial PLT : 542.000/mikroliter
maupun alveolar • Pemeriksaan Radiologi
• Pemeriksaan Mikrobiologis: Untuk pemeriksaan mikrobiologik, Cor: Besar dan bentuk kesan
spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring, normal.
bilasan bronkus, darah, pungsi pleura, atau aspirasi paru Pulmo: tampak perselubungan
dengan air bronchogram di
lapang paru kanan disertai
penebalan hilus kanan
Pembahasan:
Tatalaksana
Teori Kasus
Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah 8 Mei 2017
pengobatan kausal dengan antibiotik yang sesuai, • IVFD D51/4 NS 700cc/24 jam
serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi • Injeksi Ampisilin 4x175 mg
pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi • Injeksi Gentamisin 1x35 mg
terhadap gangguan keseimbangan asam basa, • CTM 0,7 mg
elektrolit, dan gula darah. Untuk nyeri dan demam • Ambroxol 3 mg
dapat diberikan analgetik/antipiretik. Penyakit • Salbutamol 0,7 mg
penyerta harus ditanggulangi dengan adekuat. 3 x 1 pulv
Bila pasien datang dengan keadaan klinis berat, • Dexametason 3,5 mg lanjut 3x1 mg
segera berikan oksigen dan pengobatan kombinasi • PCT 3 x cth ¾
ampisilin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin.
Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk 9 Mei 2017
menjaga kenyamanan pasien • Cefixime 2 x 20 mg
Kesimpulan
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Sebagian besar
disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain
(aspirasi, radiasi dll). Gejala yang ditimbulkan oleh pneumonia ialah panas tinggi disertai batuk
berdahak, napas cepat, sesak dan gejala lainnya (sakit kepala, gelisah, dan nafsu makan
berkurang). Pneumonia merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas anak di negara
berkembang. Insidensi pneumonia balita tertinggi terjadi pada kelompok umur 12–23 bulan,
sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga
ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
dapat dilakukan untuk mengarahkan diagnosis ke pneumonia bakteri maupun virus. Dasar
tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotik yang sesuai,
serta tindakan suportif. Penatalaksanaan yang adekuat akan menghindarkan anak – anak dari
komplikasi yang dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai