Anda di halaman 1dari 17

PENDIDIKAN ANTI KORUPSI

KONSEP PEMBERANTASAN
KORUPSI

UPAYA PEMBERANTASAN
KORUPSI

FAKHRUDDIN RAZY, SH., MH


KONSEP PEMBERANTASAN KORUPSI

Mengapa korupsi timbul dan berkembang demikian masif di sebuah negara?


Korupsi ibarat penyakit ‘kanker ganas’  sifatnya kronis juga akut.

Perekonomian negara digerogoti secara perlahan namun pasti. Korupsi di


Indonesia menempel pada semua aspek atau bidang kehidupan masyarakat.

PENTING DIPAHAMI : di manapun dan sampai pada tingkatan tertentu,


korupsi akan selalu ada dalam suatu negara atau masyarakat
Sebuah Tindakan Dikatakan
Korupsi Apabila :

Memperkaya Diri Merugikan


Melawan Hukum
Sendiri/Korporasi Keuangan Negara
UU RI no.30
th. 2002

PP RI no.71 UU RI no.20
th.2000 th.2001

UU RI no.28 UU RI no.31
th.1999 th.1999
Kerugian
Keuangan pemerasan Gratifikasi
negara

Perbuatan
Suap Menyuap Curang

Penggelapan Benturan
Dalam Jabatan Kepentingan Dalam
Pengadaan Barang
STRATEGI DAN/ATAU UPAYA
PENANGGULANGAN KORUPSI

1 Pembentukan Lembaga Anti-Korupsi

2 Pencegahan Korupsi di Sektor Publik

3 Pencegahan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat

Pengembangan dan Pembuatan berbagai Instrumen Hukum yang


4 mendukung Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi

5 Monitoring dan Evaluasi

6 Kerjasama Internasional
KONSEP PEMBERANTASAN KORUPSI

Mengapa korupsi timbul dan berkembang demikian masif di sebuah negara?


Korupsi ibarat penyakit ‘kanker ganas’  sifatnya kronis juga akut.

Perekonomian negara digerogoti secara perlahan namun pasti. Korupsi di


Indonesia menempel pada semua aspek atau bidang kehidupan masyarakat.

PENTING DIPAHAMI : di manapun dan sampai pada tingkatan tertentu,


korupsi akan selalu ada dalam suatu negara atau masyarakat
REALITA DI INDONESIA

• Ada PERANGKAT HUKUM : ada Peraturan Per-UU, ada lembaga serta


aparat hukum yang mengabdi untuk menjalankan peraturan (kepolisian,
kejaksaan, dan pengadilan); ada lembaga independen ‘Super Body’ yang
bernama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dibentuk untuk
memberantas korupsi.

• Di sekolah siswa/mahasiswa Pendidikan Agama, Pendidikan


Kewarganegaraan.
• Realita : korupsi tetap tumbuh subur dan berkembang dengan pesat.
• Apa yang salah???
UPAYA PENANGGULANGAN
KEJAHATAN KORUPSI
JALUR PENAL

• Kebijakan penerapan Hukum Pidana (Criminal Law Application);


• Sifat repressive (penumpasan/ penindasan/pemberantasan) apabila kejahatan sudah terjadi;
• Perlu dipahami bahwa: upaya/tindakan represif juga dapat dilihat sebagai upaya/tindakan
preventif dalam arti luas (Nawawi Arief : 2008)

JALUR NON-PENAL

• Kebijakan pencegahan tanpa hukum pidana (prevention without punishment);


• Kebijakan untuk mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan
lewat mass media (influencing views of society on crime and punishment/mass media atau
media lain seperti penyuluhan, pendidikan dll);
• Sifat preventive (pencegahan)
JALUR PENAL

• Upaya penal dilakukan dengan memanggil atau


menggunakan hukum pidana yaitu dengan menghukum
atau memberi pidana atau penderitaan atau nestapa
bagi pelaku korupsi;

JALUR NON-PENAL

• Sasaran dari upaya non-penal adalah menangani faktor-faktor kondusif


penyebab terjadinya korupsi, yang berpusat pada masalah-masalah atau
kondisi-kondisi politik, ekonomi maupun sosial yang secara langsung atau tidak
langsung dapat menimbulkan atau menumbuh-suburkan kejahatan (korupsi);
• Upaya non-penal seharusnya menjadi kunci atau memiliki posisi penting atau
posisi strategis dari keseluruhan upaya penanggulangan korupsi  karena
sifatnya preventif atau mencegah sebelum terjadi.
KETERBATASAN SARANA PENAL

• Secara dogmatis, sanksi pidana merupakan jenis sanksi yang paling


tajam dalam bidang hukum, sehingga harus digunakan sebagai ultimum
remedium (obat yang terakhir apabila cara lain atau bidang hukum lain
sudah tidak dapat digunakan lagi);

• Secara fungsional/pragmatis, operasionalisasi dan aplikasinya menuntut


biaya yang tinggi;
• Sanksi pidana mengandung sifat kontradiktif, mengadung efek
sampingan yang negatif. Lihat realita kondisi overload Lembaga
Pemasyarakatan;
• Hukum pidana dan pemidanaan bukanlah ‘obat yang manjur’ atau
‘panacea’ atau ‘bukan segala-galanya’ untuk menanggulangi kejahatan.
• Rubin : hukum pidana atau pemidanaan tidak mempunyai pengaruh
terhadap masalah kejahatan.

Schultz : naik turunnya angka kejahatan tidak berhubungan dengan


perubahan di dalam hukum atau putusan pengadilan, tetapi berhubungan
dengan bekerjanya atau berfungsinya perubahan kultural dalam kehidupan
masyarakat.
Wolf Middendorf : tidak ada hubungan logis antara kejahatan
dengan lamanya pidana. Kita tidak dapat mengetahui
hubungan sesungguhnya antara sebab dan akibat. Orang
melakukan kejahatan dan mungkin mengulanginya lagi tanpa
hubungan dengan ada tidaknya UU atau pidana yang dijatuhkan.
Sarana kontrol sosial lainnya, seperti kekuasaan orang tua,
kebiasaan-kebiasaan atau agama mungkin dapat mencegah
perbuatan, yang sama efektifnya dengan ketakutan orang pada
pidana.

Anda mungkin juga menyukai