Anda di halaman 1dari 125

TatalaksanaPengobatan

Pasien Tuberkulosis
PELATIHAN TB DOTS
BAGI PETUGAS DOKTER DAN PETUGAS KESEHATAN
DI BEST WESTERN PREMIER SOLO BARU
20 – 24 FEBRUARI 2017

1
Deskripsi Singkat

2
 tatalaksana pengobatan pasien Tuberkulosis (TB) adalah mengobati
semua pasien TB yang ditemukan dengan keberhasilan pengobatan
setinggi-tingginya, sehingga dapat memutus rantai penularan
penyakit ini.

 pengelola Program TB, dalam hal ini yang dimaksud adalah Wasor
TB, mempunyai peran penting membantu para pelaksana Program
TB di Fasilitas Kesehatan ( faskes ) agar petugas melaksanakan
kegiatan dengan baik dan benar.

3
Materi Tatalaksana Pengobatan Pasien Pasien TB ini menguraikan
tentang

 tujuan dan prinsip pengobatan,


 jenis dan paduan obat,
 pengobatan TB,
 efek samping Obat Anti Tuberkulosis ( OAT ),
 pengawas menelan obat ( PMO );
 pemantauan hasil pengobatan;
 tatalaksana pasien yang berobat tidak teratur
 evaluasi hasil akhir pengobatan
4
Tujuan Pembelajaran

5
Tujuan Pembelajaran Umum ( TPU )
setelah menyelesaikan materi ini, peserta latih
mampu memahami tatalaksana pengobatan pasien TB

6
Tujuan Pembelajaran Khusus ( TPK )
 setelah menyelesaikan materi ini, peserta latih mampu :

 Menjelaskan tujuan dan prinsip pengobatan tuberkulosis;


 Menjelaskan jenis dan paduan OAT;
 Menjelaskan pengobatan Tuberkulosis;
 Menjelaskan efek samping obat
 Menjelaskan Pengawas Menelan Obat (PMO);
 Menjelaskan pemantauan hasil pengobatan;
 Menjelaskan tatalaksana pasien yang berobat tidak teratur;
 Menjelaskan evaluasi hasil akhir pengobatan
7
Pokok Bahasan
dan Sub Pokok Bahasan

8
A. Tujuan dan Prinsip Pengobatan Pasien TB

A.1. Tujuan
A.2. Prinsip

B. Jenis dan paduan Obat Anti Tuberkulosis ( OAT )

B.1. Jenis OAT,


B.2. Paduan OAT,

9
C. Pengobatan TB

D.1. TB Dewasa
D.2. TB Anak
D.3. TB-HIV
D.4. TB Resistan Obat

D. Efek Samping OAT


E. Pengawas Menelan Obat

10
F. Pemantauan Hasil Pengobatan

F.1. TB Dewasa
F.2. TB Anak
F.3. TB-HIV
F.4. TB Resistan Obat

G. Tatalaksana Pengobatan TB Tidak Teratur


H. Evaluasi Hasil Akhir Pengobatan TB

11
Metode Pembelajaran

12
• Paparan-Tanya-Jawab
• Curah Pendapat
• Pembelajaran dalam Kelas
• Tugas Baca
• Penugasan ( Latihan Soal )

13
Uraian Materi

14
A. Tujuan dan Prinsip Pengobatan Pasien TB
A.1. Tujuan Pengobatan

 Menyembuhkan pasien dan memperbaiki produktivitas serta


kualitas hidup,
 Mencegah terjadinya kematian oleh karena TB atau dampak
buruk selanjutnya,
 Mencegah terjadinya kekambuhan TB,
 Menurunkan penularan TB,
 Mencegah terjadinya dan penularan TB resistan obat.

15
A.2. Prinsip Pengobatan

 OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa


jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan
kategori pengobatan dengan pemberian single dose, tidak
boleh melakukan monoterapi ( pengobatan obat tunggal ).
 pengobatan TB diberikan secara terus menerus, dalam tahap
awal dan tahap lanjutan.
 obat ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh
seorang Pengawas Menelan Obat ( PMO ) sampai pengobatan
selesai
16
A.3. Tahap Pengobatan

 Tahap Awal

o pada tahap awal pengobatan diberikan setiap hari


o diberikan minimal 2 bulan untuk membunuh kuman dan
mencegah terjadinya resistansi, khusus pengobatan dengan
kategori 2 maka pengobatan tahap awal selama 3 bulan
dengan suntikan streptomisin pada 2 bulan pertama.

18
o bila pengobatan tahap awal diberikan secara tepat, potensi
penularan menurun dalam kurun waktu 2 minggu.
o setelah menjalani pengobatan tahap awal, sebagian besar
pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif ( konversi ).

 Tahap Lanjutan

o pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih


sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama.
o ahap lanjutan penting untuk membunuh sisa-sisa kuman
yang masih ada dan mencegah risiko terjadinya kambuh
19
B. Jenis dan Paduan Obat Anti TB
B.1. Jenis OAT

 Isoniasid / INH (H)

o bersifat bakterisid, dapat membunuh 90 % populasi kuman


dalam beberapa hari pertama masa pengobatan.
o dosis harian yang dianjurkan 5 mg / kg BB, sedangkan untuk
pengobatan tahap lanjutan diberikan 3 kali seminggu
dengan dosis 10 mg / kg BB.

20
 Rifampisin (R)

o bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman persister yang


tidak dapat dibunuh oleh Isoniasid.
o dosis 10 mg / kg BB diberikan sama untuk pengobatan
harian maupun tahap lanjutan sebanyak 3 kali seminggu

 Pirazinamid (Z)

o bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada


dalam sel dengan suasana asam
21
o dosis harian yang dianjurkan 25 mg / kg BB, sedangkan
untuk pengobatan tahap lanjutan diberikan 3 kali seminggu
dengan dosis 35 mg / kg BB.

 Streptomisin (S)

o bersifat bakterisid
o dosis harian yang dianjurkan 15 mg / kg BB
o Untuk pasien berumur sampai 60 tahun dosisnya 0,75 g /
hari, sedangkan untuk pasien berumur 60 tahun atau lebih
diberikan 0,50 g / hari.
22
 Etambutol (E)

o Bersifat bakteriostatik
o Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan untuk
pengobatan tahap lanjutan diberikan 3 kali seminggu dengan
dosis 30 mg/kg BB.

23
24
Dosis yang direkomendasikan
Jenis OAT Sifat ( mg / kg )
Harian 3 x seminggu
Isoniasid (H) Bakterisid 5 10
(4-6) (8-12)
Rifampisin (R) Bakterisid 10 10
(8-12) (8-12)
Pirazinamid (Z) Bakterisid 25 35
(20-30) (30-40)
Streptomisin (S) Bakterisid 15
(12-18)
Etambutol (E) Bakteriostatik 15 30
(15-20) (20-35)
25
B.2. Paduan OAT

 paduan Obat Anti Tuberkulosis ( OAT ) disediakan dalam bentuk


KDT dan kombipak, dikemas dalam paket, dengan tujuan untuk
memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan
( kontinuitas) pengobatan sampai selesai.
 paket yang disediakan disesuaikan dengan BB pasien, dengan
model : satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1)
masa pengobatan

26
 paket kombinasi dosis tetap / fixed dose combination ( KDT /
FDC ), merupakan kombinasi 2 atau 4 jenis OAT, dalam 1 tablet,
dosis sama pada tiap tablet nya, pemakaian dosis disesuaikan
BB, tersedia :

o kategori 1 : 2 (HRZE) / 4 (HR)3.


o kategori 2 : 2 (HRZE) S / (HRZE) / 5 (HR)3 E3.
o kategori anak : 2 (HRZ) / 4 (HR)

27
o dibandingkan dengan bentuk obat yang tidak dikombinasi
atau bentuk lepas, OAT KDT mempunyai keuntungan

• dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan pasien


menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
• mencegah penggunaan obat tunggal menurunkan risiko
terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi
kemungkinan terjadinya kesalahan penulisan resep.
• jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit, pemberian
obat lebih sederhana, meningkatkan kepatuhan pasien.
28
 paket kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari
Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas
dalam bentuk blister, paduan OAT ini disediakan program untuk
digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek
samping OAT KDT atau alergi terhadap salah satu regimen OAT

30
C. Pengobatan Pasien TB
C.1. Pengobatan TB pada Dewasa

 Kategori 1 : 2(HRZE) / 4(HR)3 , adalah untuk pasien TB baru

o pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis baru.


o pasien TB paru terdiagnosis klinis
o pasien TB ekstraparu

31
tahap awal tahap lanjutan
setiap hari / 56 hari 3 kali per minggu / 16 minggu
BB ( KG )
RHZE RH
( 150 / 75 / 400 / 275 ) ( 150 / 150 )

30 - 37 2 KAP 4 FDC 2 KAP 2 FDC

38 – 54 3 KAP 4 FDC 3 KAP 2 FDC

55 – 70 4 KAP 4 FDC 4 KAP 2 FDC

≥ 71 5 KAP 4 FDC 5 KAP 2 FDC

32
Dosis per hari / kali
Jumlah
hari / kali
tahap lama Tablet Kaplet Tablet Tablet menelan
Isoniasid Rifampisin Pirazinamid Etambutol obat
300 mg 450 mg 500 mg 250 mg

awal 2 bulan 1 1 3 3 56

lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48

33
 Kategori 2 : 2 (HRZE) S / (HRZE) / 5 (HR)3 E3, adalah untuk
pasien TB yang sudah pernah diobati sebelumnya ( ulang )

o pasien TB paru kambuh.


o pasien TB paru setelah gagal
o pasien TB paru setelah putus obat

34
tahap awal tahap lanjutan
BB ( KG ) setiap hari 3 kali seminggu
RHZE ( 150 / 75 / 400 / 275 ) + S RH ( 150 / 150 ) + E ( 400 )

30 - 37 2 KAP 4 FDC + 500 mg Strep 2 KAP 2 FDC + 2 Tab Etham

38 – 54 3 KAP 4 FDC + 750 mg Strep 3 KAP 2 FDC + 3 Tab Etham

55 – 70 4 KAP 4 FDC + 1000 mg Strep 4 KAP 2 FDC 4 Tab Etham

≥ 70 5 KAP 4 FDC + 1000 mg Strep 5 KAP 2 FDC 5 Tab Etham

35
Etambutol
Jumlah
tablet kaplet tablet
Streptomisin hari / kali
tahap lama Isoniasid Rifampisin Pirazinamid
tablet tablet injeksi menelan
300 mg 450 mg 500 mg
250 mg 400 mg obat

2 bulan 1 1 3 3 - 0,75 gr 56
awal
1 bulan 1 1 3 3 - - 28

lanjutan 5 bulan 2 1 - 1 2 - 60

36
o untuk pasien berumur > 60 tahun dosis maksimal
streptomisin : 500 mg tanpa memperhatikan berat badan.
o untuk perempuan hamil pengobatan TB keadaan khusus.
o cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan
menambahkan aquabidest sebanyak 3,7 ml sehingga
menjadi 4 ml. ( 1 ml = 250 mg ).
o pnggunaan OAT lini kedua misalnya golongan aminoglikosida
( seperti kanamisin-Km ) dan golongan kuinolon tidak dianjur
kan diberikan

37
2 ( RHZE ) / 4 ( RH ) 3

2 (HRZE) S / 1 (HRZE) / 5 (HR) 3 E 3

38
C.2. Pengobatan TB pada Anak

• tatalaksana medikamentosa TB Anak terdiri dari terapi


( pengobatan ) dan profilaksis ( pencegahan ).
• terapi TB diberikan pada anak yang sakit TB
• profilaksis TB diberikan pada anak yang kontak TB ( profilaksis
primer ) atau anak yang terinfeksi TB tanpa sakit TB ( profilaksis
sekunder ).

39
• beberapa hal penting dalam tatalaksana TB Anak adalah:

o pemberian gizi yang adekuat.


o mencari penyakit penyerta, jika ada ditatalaksana bersamaan
o obat TB diberikan dalam paduan obat tidak boleh diberikan
sebagai monoterapi

40
C.2.a. Prinsip Pengobatan TB pada Anak

 OAT diberikan dalam bentuk kombinasi minimal 3 macam


obat untuk mencegah terjadinya resistensi obat dan untuk
membunuh kuman intraseluler dan ekstraseluler
 waktu pengobatan TB pada anak 6-12 bulan. pemberian
obat jangka panjang selain untuk membunuh kuman juga
untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kekambuhan

41
 pengobatan TB pada anak dibagi dalam 2 tahap :

o tahap awal, selama 2 bulan pertama, diberikan


minimal 3 macam obat, tergantung hasil pemeriksaan
bakteriologis dan berat ringannya penyakit.
o tahap lanjutan, selama 4-10 bulan selanjutnya,
tergantung hasil pemeriksaan bakteriologis dan berat
ringannya penyakit.

42
o selama tahap awal dan lanjutan, OAT pada anak
diberikan setiap hari untuk mengurangi ketidak
teraturan minum obat yang lebih sering terjadi jika
obat tidak diminum setiap hari.

 pada TB anak dengan gejala klinis yang berat, baik paru


maupun ekstraparu seperti TB milier, meningitis TB, TB
tulang, dan lain-lain dirujuk ke fasilitas kesehatan rujukan
tindak lanjut.

43
o pada kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi pleura TB,
perikarditis TB, TB endobronkial, meningitis TB, dan
peritonitis TB, diberikan kortikosteroid ( prednison )
dosis 1-2 mg / kg BB / hari, dibagi dalam 3 dosis.
o dosis maksimal prednison adalah 60 mg/hari.
o lama pemberian kortikosteroid adalah 2-4 minggu
dengan dosis penuh dilanjutkan tappering off dalam
jangka waktu yang sama.
o tujuan pemberian steroid ini untuk mengurangi proses
inflamasi dan mencegah terjadi perlekatan jaringan.
44
 paduan OAT untuk anak yang digunakan oleh Program
Nasional Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia adalah :

o kategori anak dengan 3 macam obat : 2 HRZ / 4 HR


o pada kasus TB anak dengan kondisi tertentu dapat
diberikan paduan kategori anak dengan 4 macam obat
pada tahap awal yaitu : 2 HRZE (S) /4-10 HR.
o paduan OAT kategori anak diberikan dalam bentuk
paket berupa obat kombinasi dosis tetap ( OAT-KDT ).

45
Berat Badan 2 bulan 4 bulan
( kg ) RHZ ( 75 / 50 / 150 ) RH ( 75 / 50 )

5-7 1 tablet 1 tablet

8-11 2 tablet 2 tablet

12-16 3 tablet 3 tablet

17-22 4 tablet 4 tablet

23-30 5 tablet 5 tablet

Keterangan : BB > 30 kg diberikan 6 tablet atau menggunakan KDT dewasa


46
 bayi di bawah 5 kg pemberian OAT secara terpisah, tidak
dalam bentuk kombinasi dosis tetap, dan sebaiknya
dirujuk ke RS rujukan
 apabila ada kenaikan BB maka dosis / jumlah tablet yang
diberikan, menyesuaikan berat badan saat itu
 untuk anak obesitas, dosis KDT menggunakan berat badan
ideal sesuai umur
 OAT KDT harus diberikan secara utuh ( tidak boleh
dibelah, dan tidak boleh digerus )

47
 obat dapat diberikan dengan cara ditelan utuh, dikunyah /
di kulum ( chewable ), atau dimasukkan air dalam sendok
( dispersable ).
 obat diberikan pada saat perut kosong, atau paling cepat
1 jam setelah makan
 apabila OAT lepas diberikan dalam bentuk puyer, maka
semua obat tidak boleh digerus bersama dan dicampur
dalam satu puyer
 pada kondisi tertentu misalnya terjadi efek samping OAT,
dapat menggunakan OAT obat lepas
48
 mengacu kepada upaya Program Nasional Pengendalian
TB, setelah pemberian pengobatan selama 6 bulan, dapat
dilaporkan sebagai pasien dengan hasil akhir : Pengobatan
Lengkap.

49
Dosis
Dosis harian
maksimal
Nama Obat ( mg / kg BB / hari ) Efek samping
( mg / hari )
Isoniazid (H) 10 (7-15) 300 Hepatitis, neuritis perifer, hipersensitivitis
Gastrointestinal, reaksi kulit, hepatitis,
Rifampisin (R) 15 (10-20) 600 trombositopenia, peningkatan enzim hati,
cairan tubuh berwarna oranye kemerahan
Pirazinamid (Z) 35 (30-40) - Toksisitas hepar, artralgia, gastrointestinal
Neuritis optik, ketajaman mata berkurang,
Etambutol (E) 20 (15–25) - buta warna merah hijau, hipersensitivitas,
gastrointestinal
Streptomisin (S) 15 – 40 1000 Ototoksik, nefrotoksik

50
tahap tahap
Jenis Prednison Lama
awal lanjutan
TB Anak -
2 HRZ 4 HR
Efusi pleura TB 2 minggu dosis penuh-tappering off 6 bulan

TB BTA pos 2 HRZE 4 HR -

TB paru dengan tanda kerusakan luas:


 TB Millier 2 HRZ 7-10 HR 4 minggu dosis penuh-tappering off 9-12 bulan
 TB Destroyed Lung +E

atau
Meningitis TB 4 minggu dosis penuh-tappering off
+S
Peritonitis TB hanya untuk 2 minggu dosis penuh-tappering off
10 HR 12 bulan
meningitis
Perikarditis TB TB / skeletal 2 minggu dosis penuh-tappering off
TB
Skeletal TB -

51
C.2.b. Pengobatan Ulang pada TB Anak

 anak yang pernah mendapat pengobatan TB, apabila


datang kembali dengan keluhan gejala TB, perlu dievaluasi
apakah anak tersebut benar-benar menderita TB.
 evaluasi dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan dahak
atau sistem skoring.
 evaluasi dengan sistem skoring harus lebih cermat dan
dilakukan di fasilitas rujukan.

52
 apabila hasil pemeriksaan dahak menunjukkan hasil
positif, maka anak diklasifikasikan sebagai kasus kambuh.
 pada pasien TB anak yang pernah mendapat pengobatan
TB, tidak dianjurkan untuk dilakukan uji tuberkulin ulang.
 paduan obat yang diberikan adalah sesuai penyakitnya
saat ini.

53
C.2.c. Efek Samping Pengobatan pada TB Anak

 pasien dengan keluhan neuritis perifer ( misalnya:


kesemutan ) dan asupan piridoksin ( vitamin B6 ) dari
bahan makanan tidak tercukupi, maka dapat diberikan
vitamin B6 10 mg tiap 100 mg INH.

54
 untuk pencegahan neuritis perifer, apabila tersedia
piridoksin 10 mg / hari direkomendasikan diberikan pada :

o bayi yang mendapat ASI eksklusif,


o pasien gizi buruk,
o anak dengan HIV positif.

 penanganan efek samping lain dari OAT pada anak


mengacu pada buku Pedoman Nasional Pengendalian TB.

55
C.2.d. Tatalaksana Pengobatan TB Anak yang Tidak Teratur

 ketidakpatuhan minum OAT pada pasien TB merupakan


penyebab kegagalan terapi dan risiko resistensi
 jika anak tidak minum obat > 2 minggu di tahap awal atau
> 2 bulan di tahap lanjutan dan menunjukkan gejala TB,
beri pengobatan kembali mulai dari awal.
 jika anak tidak minum obat < 2 minggu di tahap awal atau
< 2 bulan di tahap lanjutan dan menunjukkan gejala TB,
lanjutkan sisa pengobatan sampai selesai.
56
C.2.e. Pengobatan Pencegahan dengan INH ( PP-INH )

 sekitar 50-60 % anak yang tinggal dengan pasien TB paru


dewasa dengan BTA positif, akan terinfeksi TB juga.
 10 % dari jumlah tersebut di atas akan sakit TB.
 infeksi TB pada anak kecil berisiko tinggi menjadi TB berat
( misalnya TB meningitis atau TB milier ) sehingga diperlu
kan pemberian kemoprofilaksis mencegah sakit TB.

57
Umur HIV Hasil pemeriksaan Tata laksana

Balita (+) / (-) Infeksi laten TB PP-INH

Balita (+) / (-) Sehat, Kontak (+), Uji tuberkulin (-) PP-INH

> 5 th (+) Infeksi laten TB PP-INH

> 5 th (+) Sehat, Kontak (-) Observasi

> 5 th (-) Infeksi laten TB Observasi

> 5 th (-) Sehat Observasi

58
 obat yang diberikan adalah INH ( Isoniazid ) dengan dosis
10 mg / kg BB ( 7-15 mg / kg ) setiap hari selama 6
bulan.

 setiap bulan ( saat pengambilan obat Isoniazid ) dilakukan


pemantauan terhadap adanya gejala TB.

o jika terdapat gejala TB pada bulan ke 2, ke 3, ke 4, ke 5


atau ke 6, maka harus dievaluasi terhadap sakit TB

59
o jika terbukti sakit TB, pengobatan harus segera ditukar
ke rejimen terapi TB anak dimulai dari awal

 jika PP-INH selesai diberikan ( tidak ada gejala TB selama


6 bulan pemberian ), maka pemberian INH dihentikan.
 bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi
BCG, perlu diberikan BCG setelah PP- INH selesai
 BCG diberikan setelah kadar INH di dalam darah tidak
ditemukan lagi, pada umumnya waktu paruh INH adalah
72 jam, untuk efektifitas pemberian BCG.
60
C.3. Pengobatan TB pada HIV Positif ( Ko-Infeksi TB-HIV )

C.3.a. Pada HIV Positif Dewasa

 diantara pasien TB yang mendapatkan pengobatan, angka


kematian pasien TB dengan HIV positif lebih tinggi
dibandingkan dengan yang HIV negatif.
 angka kematian lebih tinggi pada ODHA yang menderita
TB paru dengan BTA negatif dan TB ekstraparu dibanding
kan ODHA dengan TB yang BTA positif. (²⁶)
61
 semua pasien ko infeksi TB HIV sesegera mungkin dilaku
kan inisiasi ART tanpa menilai jumlah CD4.
 pengobatan ARV sebaiknya dimulai segera dalam waktu
2- 8 minggu pertama setelah dimulainya pengobatan TB
dan dapat ditoleransi baik . (²⁶)
 semua pasien ko infeksi TB HIV diberikan pengobatan
dengan kontrimoksasol ( PPK ) tanpa menilai jumlah CD4.
 apabila pasien TB didapati HIV Positif, unit DOTS merujuk
pasien ke unit HIV atau RS rujukan ARV untuk memper
siap kan dimulainya pengobatan ARV.
62
 pengobatan pencegahan dengan INH ( PP INH ) bertujuan
untuk mencegah TB aktif pada ODHA, sehingga dapat
menurunkan beban TB pada ODHA.
 jika pada ODHA tidak terbukti TB dan tidak ada kontra
indikasi, maka PP INH diberikan yaitu INH diberikan
dengan dosis 300 mg / hari dan B6 dengan dosis 25 mg /
hari sebanyak 180 dosis atau 6 bulan.

63
C.3.b. Pada HIV Positif Anak

 pengobatan TB pada anak HIV positif berikan bila

o terdiagnosis klinis dan atau terkonfirmasi bakteriologis.


o bila bukti klinis dan pemeriksaan penunjang kurang
mendukung dan anak tidak tampak sakit akut, maka
lakukan observasi terlebih dulu dan pemeriksaan
berkala setiap 2 minggu.

64
o apabila dalam 12 minggu tidak dijumpai kecurigaan ke
arah TB, maka pemeriksaan berkala boleh dihentikan.
o atau bila anak sakit berat.

 bila keadaan meragukan dan tidak emergensi, melakukan


uji coba pengobatan ( treatment trial ) tidak dibenarkan
 tuberkulosis pada anak terinfeksi HIV ( selain TB milier,
meningitis TB dan TB tulang ) harus diberikan 4 macam
obat (RHZE) selama 2 bulan pertama dilanjutkan RH
selama 4-7 bulan
65
 pada meningitis TB, TB milier dan TB tulang diberikan
RHZE = 2 bulan pertama dilanjut RH = 12 bulan.
 petunjuk praktis dosis OAT yaitu INH 10 mg / kg BB / hari
( maksimal 300 mg ), Rifampisin 15 mg / kg BB / hari
( maksimal 600 mg ), PZA 35 mg / kg BB / hari ( maksimal
2000 mg ), Etambutol 20 mg / kg BB / hari ( maksimal
1250 mg )

66
 pada meningitis TB, TB milier dengan distress
pernapasan, efusi pleura dan efusi perikardial diberikan
tambahan kortikosteroid berupa prednison 1 mg / kg BB /
hari dibagi 3 dosis selama 6 minggu, selanjutnya di-
tapering-off selama 6 minggu.

67
 Pemberian ART pada anak dengan ko-infeksi TB-HIV

o untuk mengurangi terjadinya Sindrom Pulih Imun


( SPI ) dan efek samping obat yang saling tumpang
tindih, maka prinsip pemberian ARV pada Anak ko-
infeksi TB-HIV, dimulai setelah pasien mendapat
pengobatan TB selama 2-8 minggu ( pasien sudah
dapat ditoleransi ).

68
o sindrom pulih imun adalah kumpulan tanda dan
gejala akibat menurunnya kemampuan respon imun
tubuh anak terhadap antigen atau organisme yang
dikaitkan dengen pemberian ARV.
o SPI biasa timbul dalam 2 -12 minggu inisiasi ARV,
dengan gejala dan tanda seperti : infeksi subklinis
yang tidak tampak seperti TB, atau seperti TB yang
aktif kembali, atau juga munculnya abses pada
tempat vaksinasi BCG atau limfadenitis BCG.
o pilihan ART pada anak dengan ko-infeksi TB HIV
mengacu pada pedoman tatalaksana HIV pada anak
69
 Pencegahan TB pada anak terinfeksi HIV

o pencegahan TB pada anak terinfeksi HIV dilakukan


dengan pemberian profilaksis INH 10 mg / kg BB / hari
maksimun 300 mg selama 6 bulan.
o profilaksis INH juga diberikan pada bayi dan anak usia
berapapun yang baru terdiagnosis HIV tetapi tidak sakit
TB melalui pelacakan kontak erat.

70
C.4. Pengobatan TB Resistan Obat

C.4.a. Prinsip Pengobatan

 pada dasarnya strategi pengobatan pasien TB Resistan


Obat ( TB-RO ) mengacu kepada strategi DOTS.
 paduan OAT resistan obat untuk pasien TB-RO adalah
paduan standar : OAT lini kedua dan lini pertama.
 paduan OAT resistan obat dapat disesuaikan bila terjadi
perubahan hasil uji kepekaan M.tb dengan paduan baru
yang ditetapkan oleh Tim Ahli Kinis ( TAK ).
71
 penetapan untuk mulai pengobatan pada pasien TB-RO
serta perubahan dosis dan frekuensi pemberian OAT
resistan obat diputuskan oleh TAK dengan masukan dari
Tim Terapeutik.
 semua pasien TB-RO harus mendapatkan pengobatan
dengan mempertimbangkan kondisi klinis awal.
 sebelum memulai pengobatan harus dilakukan persiapan
awal termasuk melakukan beberapa pemeriksaan
penunjang

72
 prinsip dasar paduan pengobatan untuk anak sama
dengan paduan obat untuk dewasa, obat-obat yang
dipakai juga sama, dengan penyesuaian dosis berdasar
kan BB anak

C.4.b. Tatalaksana Pengobatan TB Resistan Obat

 pilihan paduan OAT resistan obat saat ini adalah paduan


standar ( standardized treatment ), yang pada permulaan
pengobatan akan diberikan kepada semua pasien TB-RO
73
paduan standar :
Km–Lfx–Eto–Cs–Z–(E)–(H) / Lfx–Eto–Cs–Z–(E)–(H)

jika terbukti resistan Km ( Pre-XDR ) :


Cm–Lfx–Eto–Cs–Z–(E)–(H) / Lfx–Eto–Cs–Z–(E)–(H)

• jika terbukti resistan FQ ( Pre-XDR ) :


Km–Mfx–Eto–Cs–PAS–Z–(E)–(H) / Mfx–Eto–Cs–PAS–Z–(E)–(H)

• jika terbukti resistan Km dan FQ ( XDR ) :


Cm–Mfx–Eto–Cs–PAS–Z–(E)–(H) / Mfx–Eto–Cs–PAS–Z–(E)–(H)
75
 paduan standar ini diberikan pada pasien yang sudah
terkonfirmasi TB-RO secara laboratoris.
 paduan pengobatan ini diberikan dalam dua tahap yaitu
tahap awal dan tahap lanjutan
 tahap awal adalah tahap pemberian obat oral dan
suntikan dengan lama paling sedikit 8 bulan atau 4 bulan
setelah terjadi konversi biakan.
 tahap lanjutan adalah tahap pemberian paduan OAT
resistan obat oral tanpa suntikan

76
 lama pengobatan seluruhnya paling sedikit 18 bulan
setelah terjadi konversi biakan, berkisar 20-24 bulan.
 Informasi lengkap mengenai pengobatan pasien TB
RESISTAN OBAT dibahas pada di Juknis MTPTRO
( Permenkes 13 / 2013 ).

77
C.4.c. Tahapan Pengobatan TB Resistan Obat

 tahap awal

o tahap awal adalah tahap pengobatan dengan meng


guna kan obat suntikan ( kanamisin atau kapreomisin)
yang diberikan sekurang-kurangnya selama 8 bulan
atau 4 bulan setelah terjadi konversi biakan.

78
o dasar strategi pengobatan untuk Manajemen Terpadu
Pengendalian TB Resistan Obat ( MTPTRO ) adalah
pengobatan rawat jalan ( ambulatoir ) secara penuh
yang diawasi secara langsung oleh petugas kesehatan
yang terlatih.

79
• Inisiasi Pengobatan

pada awal memulai pengobatan TAK akan menetap


kan apakah pasien memerlukan rawat inap atau
tidak.

• Tahap rawat jalan

TAK menetapkan pasien untuk meneruskan pengo -


batan di faskes yang telah disepakati / faskes satelit

80
TAK membuat surat pengantar ke faskes tujuan,
dan diinformasikan ke wasor provinsi / kabupaten-
kota yang bersangkutan ( desentralisasi )

keberhasilan desentralisasi pengobatan pasien TB-


RO ke faskes satelit sangat tergantung pada
keterlibatan aktif wasor provinsi / kabupaten-kota.

81
 tahap lanjutan

o tahap lanjutan adalah tahap pengobatan setelah tahap


awal selesai, tanpa injeksi
o obat oral diberikan sebanyak 6 kali seminggu ( senin
s/d sabtu).

82
• suntikan 5x seminggu
• obat oral 7x seminggu
tahap awal
• jumlah dosis oral minimal 224
• jumlah dosis suntikan minimal 160

• obat oral 7x seminggu


tahap lanjutan • obat suntikan sudah tidak diberikan
• jumlah dosis oral minimal 336
Lama tahap
Lama tahap awal Lama pengobatan
Tipe pasien Bulan konversi lanjutan
(a) (b)
( b-a )
Bulan 0-2 8 bulan 20 bulan 12 bulan

Tambah 18 bulan
Bulan 3-4 8 bulan 13 – 14 bulan
Baru dari bulan konversi

Tambah 4 bulan dari Tambah 18 bulan


Bulan 5-8 12 bulan
bulan konversi dari bulan konversi

Bulan 0-2 12 bulan 24 bulan 12 bulan

Pernah Tambah 13 bulan Tambah 22 bulan


diobati atau Bulan 3-4 12 bulan
dari bulan konversi dari bulan konversi
TB XDR
Tambah 10 bulan Tambah 22 bulan
Bulan 5-8 12 bulan
dari bulan konversi dari bulan konversi
C.5. Pengobatan TB pada Keadaan Khusus

 Kehamilan

o pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak


berbeda dengan pengobatan TB pada umumnya.
o menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk kehamilan,
kecuali streptomisin

85
o streptomisin tidak dapat dipakai pada kehamilan karena
bersifat permanent ototoxic dan dapat menembus barier
placenta, sehingga dapat menyebabkan gangguan
pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada bayi
yang akan dilahirkan.
o perlu dijelaskan kepada ibu hamil bahwa keberhasilan
pengobatannya sangat penting artinya supaya proses
kelahiran dapat berjalan lancar dan bayi yang akan
dilahirkan terhindar dari kemungkinan tertular TB.

86
 Ibu menyusui dan Bayi nya

o pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak


berbeda dengan pengobatan pada umumnya.
o semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui.
o seorang ibu menyusui yang menderita TB harus mendapat
paduan OAT secara adekuat.
o pemberian OAT yang tepat merupakan cara terbaik untuk
mencegah penularan kuman TB kepada bayinya.

87
o ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan, bayi dapat terus disusui.
o pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada bayi
tersebut sesuai dengan berat badannya.

 Pasien TB pengguna kontrasepsi

o rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal ( pil KB


suntikan KB, susuk KB ), sehingga dapat menurunkan efek -
tifitas kontrasepsi tersebut.

88
o seorang pasien TB sebaiknya mengggunakan kontrasepsi
non-hormonal, atau kontrasepsi yang mengandung estrogen
dosis tinggi ( 50 mcg ).

 Pasien TB dengan hepatitis akut

o pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis akut dan


atau klinis ikterik, ditunda sampai hepatitis akutnya menga -
lami penyembuhan

89
o pada keadaan dimana pengobatan TB sangat diperlukan,
maka dapat diberikan streptomisin (S) dan Etambutol (E)
maksimal 3 bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan di
lanjutkan Rifampisin (R) dan Isoniasid (H) selama 6 bulan.

 Pasien TB dengan kelainan hati kronik

o bila ada kecurigaan gangguan faal hati, dianjurkan


pemeriksaan faal hati sebelum pengobatan TB.

90
o kalau SGOT dan SGPT meningkat lebih dari 3 kali maka OAT
tidak diberikan, dana apabila peningkatan SGOT dan SGPT
terjadi setelah dalam pengobatan, maka OTA dihentikan.
o kalau peningkatannya kurang dari 3 kali, pengobatan dapat
dilaksanakan atau diteruskan dengan pengawasan ketat.
o pasien dengan kelainan hati, Pirasinamid (Z) tidak boleh
digunakan, dan paduan OAT yang dapat dianjurkan adalah
2 RHES / 6 RH atau 2 HES / 10 HE.

91
 Pasien TB dengan gagal ginjal

o Isoniasid (H), Rifampisin (R) dan Pirasinamid (Z) dapat di


ekskresi melalui empedu dan dapat dicerna menjadi
senyawa yang tidak toksik, OAT jenis ini dapat diberikan
dengan dosis standar pada pasien dengan gangguan ginjal.
o Streptomisin dan Etambutol diekskresi melalui ginjal, oleh
karena itu hindari penggunaannya pada pasien dengan
gangguan ginjal.

92
o apabila fasilitas pemantauan faal ginjal tersedia, Etambutol
dan Streptomisin tetap dapat diberikan dengan dosis yang
sesuai faal ginjal saat itu
o paduan OAT yang paling aman untuk pasien dengan gagal
ginjal adalah 2 HRZ / 4 HR.

 Pasien TB dengan Diabetes Melitus

o Diabetes harus dikontrol.

93
o penggunaan Rifampisin dapat mengurangi efektifitas obat
oral anti diabetes ( sulfonil urea ) sehingga dosis obat anti
diabetes perlu ditingkatkan.
o Insulin dapat digunakan untuk mengontrol gula darah,
setelah selesai pengobatan TB, dilanjutkan dengan anti
diabetes oral.
o pada pasien Diabetes Mellitus sering terjadi komplikasi
retinopathy diabetika, oleh karena itu hati-hati dengan
pemberian etambutol, karena dapat memperberat kelainan
tersebut.
94
 Pasien TB yang perlu mendapat tambahan kortikosteroid

o Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan khusus yang


membahayakan jiwa pasien seperti :

• Meningitis TB
• TB milier dengan atau tanpa meningitis
• TB dengan Pleuritis eksudativa
• TB dengan Perikarditis konstriktiva.

95
o selama fase akut prednison diberikan dengan dosis 30-40
mg per hari, kemudian diturunkan secara bertahap.
o lama pemberian kortikosteroid disesuaikan dengan jenis
penyakit dan kemajuan pengobatan.

 Indikasi operasi

o pasien-pasien yang perlu mendapat tindakan operasi


(reseksi paru), adalah :

96
• untuk TB paru :

pasien batuk darah berat yang tidak dapat diatasi


dengan cara konservatif ;
pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang
tidak dapat diatasi secara konservatif ;
pasien TB-RO dengan kelainan paru yang terlokalisir.

97
• untuk TB ekstra paru :

pasien TB ekstra paru dengan komplikasi, misalnya


pasien TB tulang yang disertai kelainan neurologik.

98
D. Efek Samping OAT
 sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan
tanpa mengalami efek samping OAT yang berarti,
 beberapa pasien mengalami efek samping berat.
 guna mengetahui terjadinya efek samping OAT, sangat penting
untuk memantau kondisi klinis pasien selama masa pengobatan,
 petugas kesehatan dapat memantau terjadinya efek samping
dengan cara mengajarkan kepada pasien unuk mengenal
keluhan dan gejala umum efek samping serta menganjurkan
mereka segera melaporkan kondisinya kepada petugas
kesehatan.
99
 selain daripada hal tersebut, petugas kesehatan harus selalu
melakukan pemeriksaan dan aktif menanyakan keluhan pasien
pada saat mereka datang ke faskes untuk mengambil obat.
 efek samping yang terjadi pada pasien dan tindak lanjut yang
diberikan harus dicatat pada kartu pengobatannya.
 secara umum, seorang pasien yang mengalami efek samping
ringan sebaiknya tetap melanjutkan pengobatannya dan diberi
kan petunjuk cara mengatasinya atau pengobatan tambahan
untuk menghilangkan keluhannya.

100
 apabia pasien mengalami efek samping berat, pengobatan harus
dihentikan sementara dan pasien dirujuk kepada dokter atau
faskes rujukan guna penatalaksanaan lebih lanjut.
 pasien dengan efek samping berat sebaiknya dirawat di RS

101
Efek Samping Ringan Penyebab Penatalaksanaan
Tidak ada nafsu makan, mual, H, R, Z OAT ditelan malam sebelum tidur. Apabila keluhan tetap
sakit perut ada, OAT ditelan dengan sedikit makanan

Apabila keluhan semakin hebat disertai muntah, waspada


efek samping berat dan segera rujuk ke dokter.

Nyeri Sendi Z Beri Aspirin, Parasetamol atau obat anti radang non steroid

Kesemutan s/d rasa terbakar H Beri vitamin B6 (piridoxin) 50 – 75 mg per hari


di telapak kaki atau tangan
Warna kemerahan pada air R Tidak membahayakan dan tidak perlu diberi obat penawar
seni (urine) tapi perlu penjelasan kepada pasien.

Flu sindrom (demam, R dosis Pemberian R dirubah dari intermiten menjadi setiap hari
menggigil, lemas, sakit kepala, intermiten
nyeri tulang)
102
Efek Samping Penyebab Penatalaksanaan

Bercak kemerahan kulit (rash) dengan atau tanpa rasa Ikuti petunjuk penatalaksanaan
H, R, Z, S
gatal dibawah *.

Gangguan pendengaran (tanpa diketemukan


S S dihentikan
serumen)

Gangguan keseimbangan S S dihentikan

Semua OAT dihentikan sampai


Ikterus tanpa penyebab lain H, R, Z
ikterus menghilang.

Bingung, mual muntah (dicurigai terjadi gangguan Semua OAT dihentikan, segera
Semua jenis OAT
fungsi hati apabia disertai ikterus ) lakukan pemeriksaan fungsi hati.

Gangguan penglihatan E E dihentikan.


Purpura, renjatan (syok), gagal ginjal akut R R dihentikan.
Penurunan produksi urine S S dihentikan.
103
 di RS Rujukan penanganan kasus-kasus efek samping obat dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut :
o apabila seorang pasien mengalami gatal gatal dan tidak ada
penyebab lain ( misal: scabies ), dianjurkan untuk memberi
kan pengobatan simtomatik dengan antihistamin, lanjutkan
pengobatan dan diawasi secara ketat. Namun bila kemerahan
kulit terjadi, semua OAT harus dihentikan.
o penatalaksanaan selanjutnya dapat dilakukan dengan cara
drug challenging dan sebaiknya pasien dirawat inap.

104
E. Pengawas Menelan Obat
 salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT
jangka pendek dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin
keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO.

 Persyaratan PMO

o seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh


petugas kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani
dan dihormati oleh pasien,
o seseorang yang tinggal dekat dengan pasien,
105
o bersedia membantu pasien dengan sukarela,
o bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-
sama dengan pasien.

 Siapa yang dapat menjadi PMO

o sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya bidan desa,


perawat, pekarya kesehatan, sanitarian, juru immunisasi, dan
lain lain.

106
o bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO
dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK,
atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.

 Peran seorang PMO

o mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur


sampai selesai pengobatan,
o memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur,

107
o mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu
yang telah ditentukan,
o memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang
mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera
memeriksakan diri ke Fasilitas Kesehatan.
o tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban
pasien mengambil obat dari Fasilitas Kesehatan.

108
Kerjakan Soal Latihan-1

109
F. Pemantauan Hasil Pengobatan
F.1. Pada TB Dewasa

 pemantauan kemajuan hasil pengobatan TB pada pasien


dewasa dilaksanakan dengan melakukan pemeriksaan ulang
dahak secara mikroskopis.
 dalam memantau kemajuan pengobatan, pemeriksaan dahak
secara mikroskopis lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan
radiologis.
 Laju Endap Darah (LED) tidak lazim digunakan untuk memantau
kemajuan pengobatan karena tidak spesifik untuk TB.
110
 untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan
ulang dahak sebanyak dua kali ( pagi dan sewaktu ).
 hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila hasil keduanya negatif
sedangkan hasil pemeriksaan ulang dahak dinyatakan positif bila
salah satu saja atau keduanya positif.
 indak lanjut hasil pemriksaan ulang dahak mikroskopis dapat
dilihat pada tabel berikut

111
KATEGORI BULAN PENGOBATAN
PENGOBATAN 1 2 3 4 5 6 7 8

Pasien baru (====) (====) (-------) (-------) (-------) (-------)


BTA positif X (X) X X
2(HRZE)/4(HR)ӡ apabila hasilnya BTA apabila hasilnya BTA apabila apabila
positif, periksa positif *, lanjutkan hasilnya BTA hasilnya BTA
kembali pengobatan dan positif **, positif **,
pada bulan periksa kembali pada dinyatakan dinyatakan
ke 3 bulan ke 5 gagal gagal

Pasien baru (====) (====) (-------) (-------) (-------) (-------)


BTA negatif X (X) X X
2(HRZE)/4(HR)ӡ apabila hasilnya BTA apabila hasilnya BTA apabila apabila
positif, periksa positif *, lanjutkan hasilnya BTA hasilnya BTA
kembali pengobatan dan positif **, positif **,
pada bulan periksa kembali pada dinyatakan dinyatakan
ke 3 bulan ke 5 gagal gagal

Pasien pengobatan (====) (====) (====) (-------) (-------) (-------) (-------) (-------)
ulang X X X
BTA positif apabila hasilnya BTA apabila apabila
2(HRZE)S /(HRZE)/ positif *, lanjutkan hasilnya BTA hasilnya BTA
5(HR)ӡEӡ pengobatan dan positif **, positif **,
periksa kembali pada dinyatakan dinyatakan
bulan ke 5 gagal gagal

112
F.2. Pada TB Anak

F.2.a. Pemantauan Pengobatan Pasien TB Anak

 pada tahap awal pasien TB anak kontrol tiap minggu, untuk


melihat kepatuhan, toleransi dan kemungkinan adanya
efek samping obat.
 pada tahap lanjutan pasien kontrol tiap bulan.
 setelah diberi OAT selama 2 bulan, respon pengobatan
pasien harus dievaluasi.
113
 respon pengobatan dikatakan baik apabila gejala klinis
yang terdapat pada awal diagnosis berkurang misalnya
nafsu makan meningkat, berat badan meningkat, demam
menghilang, dan batuk berkurang.
 apabila respon pengobatan baik maka pemberian OAT
dilanjutkan sampai dengan 6 bulan.
 apabila respon pengobatan kurang atau tidak baik maka
pengobatan TB tetap dilanjutkan tetapi pasien harus
dirujuk ke sarana yang lebih lengkap.

114
 sistem skoring hanya digunakan untuk diagnosis, bukan
untuk menilai hasil pengobatan.
 setelah pemberian obat selama 6 bulan, OAT dapat dihenti
kan dengan melakukan evaluasi baik klinis maupun
pemeriksaan penunjang lain seperti foto rontgen dada.
 pemeriksaan tuberkulin tidak dapat digunakan sebagai
pemeriksaan untuk pemantauan pengobatan, karena uji
tuberkulin yang positif masih akan memberikan hasil yang
positif.

115
 meskipun gambaran radiologis tidak menunjukkan
perubahan yang berarti, tetapi apabila dijumpai perbaikan
klinis yang nyata, maka pengobatan dapat dihentikan dan
pasien dinyatakan selesai.
 pada pasien TB anak yang pada awal pengobatan hasil
pemeriksaan dahaknya BTA positif, pemantauan
pengobatan dilakukan dengan melakukan pemeriksaan
dahak ulang sesuai dengan alur pemantauan pengobatan
pasien TB BTA pos

116
F.2.b. Hasil Pengobatan Pasien TB Anak

 pada umumnya hasil pengobatan TB pada anak adalah


pengobatan lengkap dan lost to follow up, namun dalam
kondisi tertentu bisa merujuk pada kriteria hasil
pengobatan TB dewasa, seperti sembuh, lost to follow up,
gagal, pindah dan meninggal
 hasil akhir pengobatan sembuh hanya apabila pada awal
pengobatan TB anak di diagnosis terkonfirmasi
bakteriologis ( BTA positif )
117
F.3. Pada TB Resistan Obat

 selama menjalani pengobatan, pasien harus dipantau secara


ketat untuk menilai respon pengobatan dan mengidentifikasi
efek samping sejak dini.
 gejala TB ( batuk, berdahak, demam dan BB menurun ) pada
umumnya akan membaik dalam beberapa bulan pertama
pengobatan.

118
 konversi dahak dan biakan merupakan indikator respons
pengobatan, dimana konversi biakan adalah pemeriksaan biakan
2 kali berurutan dengan jarak pemeriksaan 30 hari menunjukkan
hasil negatif.
 pemantauan yang dilakukan selama pengobatan meliputi
pemantauan secara klinis dan pemantauan laboratorium seperti
pada tabel berikut

119
Bulan pengobatan
Pemantauan
0 1 2 3 4 5 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Evaluasi Utama
Pemeriksaan dahak dan biakan
√ Setiap bulan pada tahap awal, setiap 2 bulan pada fase lanjutan
dahak
Evaluasi Penunjang
Evaluasi klinis (termasuk BB) Setiap bulan sampai pengobatan selesai atau lengkap
Uji kepekaan obat √ Berdasarkan indikasi
Foto toraks √ √ √ √
Ureum, Kreatinin √ 1-3 minggu sekali selama
suntikan
Elektrolit (Na, Kalium, Cl) √ √ √ √ √ √ √
EKG √ Setiap 3 bulan sekali
Thyroid stimulating hormon (TSH) √ √ √ √
Enzim hepar (SGOT, SGPT) √ Evaluasi secara periodik
Tes kehamilan √ Berdasarkan indikasi
Darah Lengkap √ Berdasarkan indikasi
Audiometri √ Berdasarkan indikasi
Kadar gula darah √ Berdasarkan indikasi
Asam Urat √ Berdasarkan indikasi
Test HIV √ dengan atau tanpa faktor risiko
120
Kerjakan Soal Latihan-2

121
G. Tatalaksana Berobat Tidak Teratur

Kerjakan Soal Latihan-3

122
H. Evaluasi Hasil Akhir Pengobatan

123
Hasil pengobatan Definisi
Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan bakteriologis positif pada awal pengobatan
Sembuh yang hasil pemeriksaan bakteriologis pada akhir pengobatan menjadi negatif dan
pada salah satu pemeriksaan sebelumnya.
Pasien TB yang telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap dimana pada salah
Pengobatan lengkap satu pemeriksaan sebelum akhir pengobatan hasilnya negatif namun tanpa ada bukti
hasil pemeriksaan bakteriologis pada akhir pengobatan.
Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif
pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan atau kapan saja apabila selama
Gagal dalam pengobatan diperoleh hasil laboratorium yang menunjukkan adanya
resistensi OAT
Meninggal Pasien TB yang meninggal oleh sebab apapun sebelum memulai
atausedangdalampengobatan.
Putus berobat ( lost to Pasien TB yang tidak memulai pengobatannya atau yang
follow-up ) Pengobatannya terputus selama 2 (dua) bulan terus menerus atau lebih.

Pasien TB yang tidak diketahui hasil akhir pengobatannya. Termasuk dalam


Tidak dievaluasi kriteria ini adalah”pasien pindah (transfer out)”ke Kabupaten/kota lain dimana
hasil akhir pengobatannya tidak diketahui oleh kabupaten/kota yang ditinggalkan.
124
Evaluasi Materi

125

Anda mungkin juga menyukai