Anda di halaman 1dari 7

KASUS

PELANGGARAN
HAM
PEMBERONTAKAN DI ACEH (GERAKAN
ACEH MERDEKA)
PEMBERONTAKAN DI ACEH
• Secara luas di Aceh, agama Islam yang sangat konservatif lebih
dipraktikkan. Hal ini berbeda dengan penerapan Islam yang moderat
di sebagian besar wilayah Indonesia lain. Perbedaan budaya dan
penerapan agama Islam antara Aceh dan banyak daerah lain di
Indonesia ini menjadi gambaran sebab konflik yang paling jelas.
Selain itu, kebijakan-kebijakan sekuler dalam administrasi Orde
Baru Presiden Soeharto (1965-1998) sangat tidak populer di Aceh, di
mana banyak tokoh Aceh membenci kebijakan pemerintahan Orde
Baru pusat yang mempromosikan satu 'budaya Indonesia'.
Selanjutnya, lokasi provinsi Aceh di ujung Barat Indonesia
menimbulkan sentimen yang meluas di provinsi Aceh bahwa para
pemimpin di Jakarta yang jauh tidak mengerti masalah yang dimiliki
Aceh dan tidak bersimpati pada kebutuhan masyarakat Aceh dan adat
istiadat di Aceh yang berbeda.
PEMBERONTAKAN DI ACEH
• Akademis dari ANU Edward Aspinall berpendapat bahwa
pengalaman sejarah Aceh selama Revolusi Nasional
Indonesia menyebabkan munculnya separatisme Aceh.
Peristiwa masa lalu menyebabkan perkembangan selanjutnya.
Dia berargumen bahwa pemberontakan Aceh di bawah
pemerintahan Indonesia terjadi berdasarkan jalur sejarah
Aceh. Hal ini bisa ditelusuri ke konflik kepentingan dan
peristiwa-peristiwa tertentu dalam sejarah Aceh, terutama
otonomi yang didapat oleh para ulama Aceh selama revolusi
nasional dan kehilangan yang dramatis setelah kemerdekaan
Indonesia.
PEMBERONTAKAN DI ACEH
• Pendiri GAM, Hasan di Tiro dan rekan-rekan pemimpin
GAM-nya yang ada di pengasingan di Swedia berperan
penting dalam memberikan pesan yang mudah dimengerti
tentang kebutuhan dan hak penentuan nasib sendiri untuk
Aceh. Oleh karena itu, argumen tentang "perlunya
kemerdekaan" Aceh ditargetkan oleh GAM pada penduduk
domestik Aceh, sedangkan argumen "hak untuk merdeka"
ditargetkan pada komunitas internasional untuk
memenangkan dukungan diplomatik terhadap GAM.
PEMBERONTAKAN DI ACEH
• Robinson mengatakan bahwa penggunaan teror oleh militer
Indonesia dalam aksi kontra-pemberontakan melawan GAM dalam
periode rezim Orde Baru pertengahan 1990 (dalam tahap kedua
pemberontakan) telah menyebabkan meluasnya dukungan dari
masyarakat Aceh yang terpengaruh oleh kebijakan militer Indonesia
tersebut, dan mendorong mereka untuk menjadi lebih simpatik dan
mendukung GAM. Ia menilai bahwa metode militer tersebut malah
memiliki efek meningkatkan tingkat kekerasan, mengganggu
masyarakat Aceh, dan luka yang ditimbulkan terbukti sulit untuk
disembuhkan. Amnesty International mencatat:
• Otoritas politik Angkatan Bersenjata (Republik Indonesia), yang besar
bahkan dalam kondisi normal, sekarang (telah) menjadi tak tertandingi.
Atas nama keamanan nasional, otoritas militer dan polisi dikerahkan di
Aceh kemudian bebas untuk menggunakan hampir segala cara yang
dipandang perlu untuk menghancurkan GPK ("Gerakan Pengacauan
Keamanan"), yang merupakan nomenklatur (istilah) pemerintah
Indonesia untuk GAM
GERAKAN ACEH MERDEKA
• Perdamaian tersebut, sejatinya sampai sekarang masih
menyisakan persoalan yang belum menemukan jalan
keluar. Misal saja berkait dengan Tapol/Napol Aceh yang
masih berada di penjara Cipinang, Jakarta seperti
Ismuhadi, dkk. Selain juga persoalan kesejahteraan mantan
prajurit kombatan GAM yang cenderung hanya dinikmati
oleh segelintir elit.
• Seluruh senjata GAM yang mencapai 840 pucuk selesai
diserahkan kepada AMM pada 19 Desember 2005.
Kemudian pada 27 Desember, GAM melalui juru bicara
militernya, Sofyan Dawood, menyatakan bahwa sayap
militer mereka telah dibubarkan secara formal.
TERIMA KASIH
KELOMPOK 2
Aghi Ghaniya U
Agnat
Akbar Perdana
Fitriyani
Tantri Andriani
Vicriel Umam

Anda mungkin juga menyukai