Anda di halaman 1dari 21

RADIKALISME DAN

DERADIKALISASI
PRESENTASI MATA KULIAH AL ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN

ARY KURNIAWAN | 1708046041


RADIKAL
Istilah radikal dan radikalisme berasal dari bahasa Latin
“radix, radicis”. Menurut The Concise Oxford Dictionary (1987)
dalam Hidayatullah.com,” n.d., berarti akar, sumber, atau asal
mula. Kamus ilmiah popular karya M. Dahlan al Barry terbitan
Arkola Surabaya menuliskan bahwa radikal sama dengan
menyeluruh, besar-besaran, keras, kokoh, dan tajam.
Hampir sama dengan pengetian itu, dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (1990), dalam Hidayatullah.com,” n.d. radikal
diartikan sebagai “secara menyeluruh”, “habis-habisan”, “amat
keras menuntut perubahan”, dan “maju dalam berpikir atau
bertindak”.

ARY KURNIAWAN | 1708046041


RADIKALISME
Sedangkan istilah radikalisme, dalam Kamus ilmiah popular
karya M. Dahlan al Barry dalam Hidayatullah.com,” n.d. diartikan
sebagai faham politik kenegaraan yang menghendaki perubahan dan
perombakan besar sebagai jalan untuk mencapai kemajuan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, cet. th.
1995, Balai Pustaka dalam Hidayatullah.com,” n.d. radikalisme
didefinisikan sebagai faham atau aliran yang menginginkan
perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara
kekerasan atau drastis.
Kemudian, Ensiklopedi online Wikipedia, dalam
Hidayatullah.com,” n.d. membuat definisi yang lebih spesifik bahwa
radikalisme adalah suatu paham yang dibuat-buat oleh sekelompok
orang yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan
politik secara drastis dengan menggunakan cara-cara kekerasan.

ARY KURNIAWAN | 1708046041


AKAR RADIKALISME
1. PEMAHAMAN AGAMA
Pemahaman keagamaan yang bercorak spiritual.
Pemahaman ini adalah berdasarkan teks semata-mata tanpa
mengaitkannya dengan konteks sekitarnya. Kalangan ini
memiliki ciri khas menafsirkan hukum Islam secara kaku, anti
barat, anti agama Smith, kurang positif memandang etnik China
dan umat Kristen yang secara ekonomi dan politik lebih mapan
dibandingkan dengan kelompok Islam militan.

ARY KURNIAWAN | 1708046041


AKAR
RADIKALISME

2. PENDIDIKAN AGAMA
Radikalisme agama dapat tumbuh dan berkembang terhadap orang-orang atau
kelompok yang mempelajari agama (seperti Islam) dalam suatu lingkungan yang memberi
pendidikan dan pembelajaran agama yang salah. Dalam konteks ini kita ingat kisah
tentang aksi bom bunuh diri (suicide bombers) yang terjadi di Bali 12 Oktober 2002 yang
menelan korban meninggal 202 orang, belum termasuk korban harta benda. Juga
berbagai aksi \”jihad\” di beberapa negara di Asia yang dipimpin oleh alumni dari
Afganistan. Pengalaman teror yang mereka dapatkan dari sana, kemudian digunakan
untuk menghabisi orang barat yang ada di Indonesia. Menurut Bakti (2014) aksi teror
seperti yang dilakukan di atas dipandang sebagai \”qisos\” atau pembalasan. Dengan
berbagai dalil dari kitab suci Al Qur’an yang mereka tafsirkan menurut kelompok mereka
sendiri untuk melegalkan aksi tersebut dengan menghadirkan Tuhan, seolah-olah Tuhan
melalui agama memberikan perintah suci untuk membunuh manusia, khususnya orang-
orang yang non-muslim.
Pendidikan dan pembelajaran keagamaan yang diterima oleh individu maupun
kelompok radikalisme kebanyakan dari lingkungan yang mendakwahkan radikalisme dan
terorisme dengan pandangan yang bersifat pribadi, bukan pandangan agama yang sudah
disepakati oleh para ahli-ahli agama. Novel karya Demian Dematra berjudul \”Demi Allah
aku jadi teroris\” yang berkisah tentang pencarian kebenaran yang dilakukan seorang
pemuda namun dia terperangkap oleh sejumlah oknum dengan mengatasnamakan agama
yang menafsirkan agama secara sepihak dan dangkal pemahamannya
AKAR
RADIKALISME

3. AGAMA SEBUAH SISTEM


Memandang agama sebuah sistem (way of life) yang lengkap,
tanpa mempertimbangkan sistem norma, hukum, dan budaya
masyarakat atau negara. Pandangan ini menganggap agama merupakan
ideologi universal dan mampu memecahkan seluruh permasalahan
kehidupan di dunia. Contoh di bidang hukum pernyataan S.H. dari jamaah
A.T. terkait dengan radikalisme mengijinkan untuk melakukan hukuman
potong tangan dan hukum-hukum yang dilakukan di jaman nabi
Muhammad boleh diterapkan pada masa kini. Terkait dengan masalah
tersebut di luar komunitas muslim, kita juga mendapat pengalaman dari
Breivic warga negara Norwegia pada tanggal 22 Juli 2011 melakukan
penembakan brutal di pulau Utoya yang menewaskan sekitar 80 siswa
yang sedang rekreasi. Motif radikalisme ini adalah menghendaki Eropa
bersih dari pengaruh Islam, marxisme, multikulturalisme dengan
mengatasnamakan laskar kristen sejati. Walaupun pendapat tersebut
jauh dari ajaran kitab suci yang sebenarnya.
AKAR
RADIKALISME

4. LINGKUNGAN
Lingkungan masyarakat yang tidak kondusif. Hal tersebut terkait
dengan kemakmuran, sikap tirani mayoritas, pemerataan, keadilan,
modernisasi, kurangnya sikap agree in disagreement dalam
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta keyakinan yang mereka
anggap benar dengan sikap emosional sehingga menjurus kepada
radikalisme, dan kurangnya kesadaran. Sebagai contoh kejadian seperti
di Bosnia kaum ortodok Katolik dan Islam saling membunuh, Irlandia
Utara umat Katolik dan Protestan saling bermusuhan, Rohingnya yang
masyarakatnya muslim menjadi sasaran teroris penguasa pemerintah
Myanmar dan agama mayoritas di sana. Di salah satu masjid Thailand
selatan, umat Islam tahun 2004 yang sedang shalat subuh berjamaah
lebih dari 100 orang diberondong dengan senjata berat, sehingga akibat
peristiwa penembakan ini tidak seorangpun selamat dari 100 orang yang
melakukan sholat di dalam masjid tersebut. Aksi radikalisme tersebut
konon sampai sekarang belum tertangkap pelakunya.
FAKTOR PENYULUT RADIKALISME

1. PEMIKIRAN
Faktor pemikiran atau interpretasi terhadap agama, kita ambil
sedikit contoh dalam Islam (QS. Al Baqarah:208-209) hanya dalam ayat ini
terjadi multi interpretasi, sehingga kemudian muncul Islam dengan
beberapa mazhab pemikirannya.

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam


keseluruhannya, dan janganlah kalian turuti langkah-langkah setan.
Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagi kalian. Tetapi jika kalian
tergelincir (dari jalan Allah) sesudah datang kepada kalian bukti-bukti
kebenaran, maka ketahuilah bahwasanya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.
Dalam tafsir Ibnu Katsir menerangkan bahwa Allah memerintahkan
kepada hamba-hamba-Nya yang beriman kepada-Nya dan membenarkan
Rasul-Nya, hendaklah mereka berpegang kepada tali Islam dan semua
syariatnya serta mengamalkan semua perintahnya dan meninggalkan semua
larangannya dengan segala kemampuan yang ada pada mereka.
Dalam ayat tersebut ada istilah yang menyebutkan “Islam Kaffah” yang hanya
dikenal dalam komunitas muslim Indonesia yang tidak begitu akrab dengan
kaidah-kaidah gramatikal Arab. Istilah “Islam Kaffah” tidak hanya merupakan
tindakan subversif gramatikal tetapi juga pemaksaan istilah yang kebablasan.
Kalangan fundamentalis sering merujuk “Islam Kaffah” ini sebagai doktrin
teologis. Doktrin ini di tangan mereka mengalami pergeseran, yakni ke arah
ideologisasi dengan mendasarkan pada ayat ini. Idiom “Islam Kaffah” ini
sangat sulit difahami sebagai sebuah bentuk kalimat „sifat dan mausuf (yang
disifati), belum lagi diajukan pertanyaan apakah kata „Kaffah‟ dalam ayat
tersebut sebagai keterangan dari kata ganti yang ada dalam “udkhulu” yaitu
dlamir “antum” atau keterangan dari “as-silmi”.
Meskipun demikian harusnya perbedaan dalam pemahaman adalah
sebuah hal yang lumrah dalam agama apalagi Islam. Akan tetapi “klaim diri”
yang paling benarlah sehingga kemudian membuat orang dengan mudahnya
menyalahkan interpretasi orang lain. Dan kembali lagi munculnya klaim ini
juga bermuara dari pemahaman yang boleh dikatakan “keliru” terhadap
realitas teks. Dalam memahami teks sendiri terdapat banyak perbedaan
sesuai dengan latar belakang orang yang memahami teks, sehingga yang
perlu dilakukan bukanlah penyeragaman pemahaman terhadap teks akan
tetapi toleransi terhadap perbedaan pemahaman selama pemahaman
tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan tidak berekses buruk terhadap
kehidupan dan aturan-aturan dasar tujuan Islam. Di samping itu, banyaknya
sekelompok orang yang lebih memilih memperdalami agama, namun tidak
berdasarkan sumber yang otentik, ataupun ulama yang benar-benar memiliki
pemahaman agama yang luas dan benar (rusukh). Terkadang sumber
bacaannya adalah buku-buku terjemahan yang kurang dapat
dipertangungjawabkan, menerima ilmu dari orang yang pemahaman
agamanya sangat dangkal.
2. EKONOMI
Faktor kedua yang menyebabkan radikalisme agama adalah faktor
ekonomi, adalah sangat mungkin masalah kemiskinan, pengangguran, dan
keterjepitan ekonomi mengubah pola pikir seseorang. Sehingga
memungkinkan karena faktor ekonomi seorang bisa menjadi sangat radikal
dalam beragama.
3. POLITIK
Stabilitas politik yang diimbangi dengan pertumbuhan ekonomi yang
berkeadilan bagi rakyat adalah cita-cita semua Negara. Kehadiran para
pemimpin yang adil, berpihak pada rakyat, tidak semata hobi bertengkar dan
menjamin kebebasan dan hak-hak rakyat, tentu akan melahirkan kebanggaan
dari ada anak negeri untuk selalu membela dan memperjuangkan negaranya.
Mereka akan sayang dan menjaga kehormatan negaranya baik dari dalam
maupun dar luar.
Namun sebaliknya jika politik yang dijalankan adalah politik kotor, politik yang
hanya berpihak pada pemilik modal, kekuatan-kekuatan asing, bahkan politik
pembodohan rakyat, maka kondisi ini lambat laun akan melahirkan tindakan
skeptis masyarakat. Akan mudah muncul kelompok-kelompok atas nama yang
berbeda baik politik, agama ataupun sosial yang mudah saling
menghancurkan satu sama lainnya.
4. SOSIAL
Faktor sosial, Diantara faktor munculnya pemahaman yang menyimpang adalah
adanya kondisi konflik yang sering terjadi di dalam masyarakat.20 Banyaknya perkara-
perkara yang menyedot perhatian massa yang berhujung pada tindakan-tindakan
anarkis, pada akhirnya melahirkan antipati sekelompok orang untuk bersikap bercerai
dengan masyarakat. Pada awalnya sikap berpisah dengan masyarakat ini diniatkan
untuk menghindari kekacauan yang terjadi. Namun lama kelamaan sikap ini berubah
menjadi sikap antipati dan memusuhi masyarakat itu sendiri. Jika sekolompok orang ini
berkumpul menjadi satu atau sengaja dikumpulkan, maka akan sangat mudah
dimanfaatkan untuk kepentingan-kepentingan tertentu.

5. PSIKOLOGIS
Faktor psikologis, Faktor ini sangat terkait dengan pengalaman hidup individual
seseorang. Pengalamannya dengan kepahitan hidupnya, linkungannya, kegaggalan
dalam karir dan kerjanya, dapat saja mendorong sesorang untuk melakukan
perbuatan-perbuatan yang menyimpang dan anarkis. Perasaan yang menggunung
akibat kegagalan hidup yang dideranya, mengakibatkan perasaan diri terisolasi dari
masyarakat. Jika hal ini terus berlangsung tanpa adanya pembinaan dan bimbingan
yang tepat. Orang tersebut akan melakukan perbuatan yang mengejutkan sebagai
reaksi untuk sekedar menampakkan eksistensi dirinya.
Ekstremisme, Radikalisme dan Islamis
Dalam perjalanan sejarah Indonesia, banyak ditemukan dalam khazanah
literatur kita istilah yang terkait dengan mereka yang berupaya untuk memegang
Islam secara teguh. Pada jaman Penjajahan dulu kita sering mendengar kata
‘fanatik.’ Kata tersebut dialamatkan kepada para penganut agama yang taat dan
tanpa kompromi. Apa yang diajarkan oleh agama mereka ikuti dengan baik, dan
apa yang dilarang oleh agama ditinggalkan, tanpa kompromi dan reserve.
Labelisasi seperti itu menjadi suatu cap bahwa penganutnya akan membawa
kekerasan sikap beragama. Kelompok ini menjadi satu wadah bahwa mereka tidak
berjalan di luar koridor agama. Mereka berupaya untuk memegang ajaran agama
secara benar dan teguh.
Kelompok beragama jenis ini kemudian pada jaman Orde lama masih
seringkali muncul yang dialamatkan kepada mereka yang menolak kebijakan
presiden Soekarno yang berupaya untuk mengompromikan antara kelompok
nasionalisme, agama, dan komunis (nasakom). Mereka yang tidak mau kompromi
dengan pemerintah dia adalah fanatic dan bahkan disebut sebagai “kepala batu.”
Pada jaman Orde Baru istilah ‘fanatik’ masih sering didengar pada pidato presiden
Soeharto. Namun sejalan dengan itu muncul pula terma ‘ekstrim kiri’ dan ‘ekstrem
kanan,’ yang dialamatkan kepada para penganut PKI dan kaum agamis yang tidak
mau kompromi dengan penguasa waktu itu.
Radikalisme sebagai ancaman Peradaban
Radikalisme dipandang sebagai ancaman bagi peradaban umat manusia,
karena ia akan mengantarkan kepada terorisme dan perang antar-anak bangsa.
Sementara umat Islam diajarkan untuk mengutamakan kedamaian. Pembangunan
diperkuat dan dapat membentuk karakter secara kuat. Umat Islam melakukan berbagai
kebajikan yang sangat berguna bagi umat manusia.
Apa yang terjadi di Timur Tengah, disamping karena faktor eksternal juga ada
faktor internal. Interaksi antara kedua faktor ini elan (kekuatan) yang menghantui umat
manusia masuk kedalam konflik yang panjang. Ajaran Islam dipolitisir dan ‘diperkosa’
untuk melegitimasi keinginan mereka, kelompok Islamis. Abad ke-21 ini sebagai
‘kelanjutan Islam Militan’ itu ataukah sudah berubah arah, menjadi Muslim “non-
Militan’, mengingat bahwa sejak 2010 terjadi Arabic Spring di negera Timur Tengah
(Agastya, 2013). Arab Spring telah membawa Tunisia untuk mengarah kepada
pemisahan antara agama dan kekuasaan, yang dulu dipandang sebagai sekularisme.
Namun, sekularisme ditafsirkan ulang oleh para aktivis Partai Al-Nahdha Tunisia,
sehingga memiliki makna yang berlainan dengan paham Barat pada umumnya.
Sekularisme di Barat merupakan satu ideologi, namun menurut pemimpin al-Nahdha ia
merupakan suatu mekanisme pengelolaan kehidupan dalam urusan-urusan politik dari
berbagai dimensi kehidupan. Definisi yang muncul di Tunisia dipandang sebagai suatu
pembaharuan akan munculnya peradaban Islam masa depan. Apa yang mereka pikirkan
ini hampir sama dengan pemikiran Nurchalish Madjid muda tentang urgensi sekularisasi
di Indonesia.
CARA MEMUTUSKAN
RANTAI RADIKALISME
1. PENEGAKAN HUKUM
Hukuman ini diharapkan dapat memberikan efek jera. Di antara
tindakan penegakan hukum yang dilakukan kepolisian dalam
menanggulangi aksi radikalisme di Solo, 9 orang ditembak mati, 39 orang
ditangkap dan diadili sejak tahun 2008 sampai 2013.

2. PENCEGAHAN
Untuk melakukan pencegahan ini, pihak berwenang melakukan
langkah-langkah meningkatkan pengamanan dan razia. Pengamanan
dilakukan terhadap obyek-obyek vital, mall, kantor, pos polisi, kegiatan
masyarakat, tempat-tempat ibadah, hari-hari besar, dan lain-lain. Razia
dilakukan dengan cara memeriksa senjata api, senjata tajam, dan bahan
peledak, menghentikan segala jenis mobil, baik mobil pribadi maupun
mobil boks yang sering dipergunakan untuk membawa bahan-bahan
peledak.
3. DERADIKALISASI
Deradikalisasi adalah upaya meredam aksi
kekerasan kelompok atau masyarakat akibat adanya
ketidakpuasan, perselisihan, balas dendam, atau
bentuk lain dalam ideologi. Cara ini dapat ditempuh
dengan melakukan dialog, diskusi, tindakan persuasif,
membahas topik ayat-ayat Al Qur’an maupun Hadist,
dan pembahasan berbagai konteks sosial, ekonomi
maupun politik. Deradikalisasi dapat juga ditempuh
dengan pendekatan budaya masyarakat dengan
mengadakan pembinaan, penyuluhan, pengarahan,
dan pemberdayaan masyarakat.
DERADIKALISASI MELALUI DUNIA PENDIDIKAN
DAKWAH
Menurut Bakti (2014) untuk melakukan deradikalisasi dapat
dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut: (a)
meningkatkan partisipasi masyarakat, (b) meningkatkan
peran keluarga, (c) mengurangi kesejangan sosial, (d)
melalui pendidikan, dan (e) menggunakan rahmatan lil
alamin.
Dalam hal ini kita akan membahas salah satu cara
deradikalisasi melalui pendidikan dakwah. Dimaksudkan
dengan ‘pendidikan dakwah’ adalah dunia pendidikan yang
akan mencetak tenaga dakwah yang professional dan
berakhlaq mulia. Pendidikan dakwah itu memerlukan
‘Kerangka Pemikiran’ yang dirumuskan berlandaskan pada
ajaran Allah. Adapun landasan yang menjadi peranan
adalah sebagai berikut:
Islam mengajarkan bahwa dalam bergaul Muslim disertai dengan
perangai yang baik dan sikap bijak,

َ ‫غ ِلي‬
‫ظ‬ َ ‫ت فَظا‬ َ ‫ت لَ ُه ْم ۖ َولَ ْو ُك ْن‬ َ ‫َّللاِ ِل ْن‬‫فَ ِب َما َر ْح َم ٍة ِم َن ه‬
‫ع ْن ُه ْم َوا ْست َ ْغ ِف ْر‬َ ُ ‫ف‬ ‫ع‬
ْ ‫ا‬ َ ‫ف‬ ۖ ‫ك‬
َ ‫ل‬
ِ ‫و‬َْ ‫ح‬ ‫ن‬ ْ ‫م‬
ِ ‫وا‬ ‫ض‬
ُّ َ ‫ف‬‫ن‬ْ َ
‫َل‬ ‫ب‬
ِ ْ
‫ل‬ َ ‫ق‬ ْ
‫ال‬
‫علَى‬ َ ‫ت فَت َ َو هك ْل‬َ ‫عزَ ْم‬ َ ‫لَ ُه ْم َوشَا ِو ْر ُه ْم فِي ْاْل َ ْم ِر ۖ فَإِذَا‬
QS. Ali Imron Ayat 159
“Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) ‫ين‬َ ‫ل‬
ِ ‫ك‬ ِ ‫و‬َ َ ‫ت‬ ‫م‬
ُ ْ
‫ال‬ ‫ب‬ ‫ ِإ هن ه‬lemah
ُّ ‫ يُ ِح‬berlaku
َ‫َّللا‬ ‫ه‬
ۚ ِ‫َّللا‬
lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan
berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan dari sekitarmu.
Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk
mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.
Kemudian apabila engkau telah membulatkan tekad, maka
bertawakallah kepada Allah. Sungguh Allah mencintai orang-
orang yang bertawakal.”
Umat Islam perlu melindungi orang-orang musyrik yang tidak
mengerti kepada akan ajaran Islam,

 ُ‫ار َك فَأ َ ِج ْره‬ ‫ج‬


َ َ َ ‫ت‬ ‫س‬
ْ ‫ا‬ ‫ين‬
َ ‫ك‬
ِ ‫ر‬ ْ
‫ش‬
ِ ُ ‫م‬ ْ
‫ال‬ ‫ن‬َ ‫م‬
ِ ٌ ‫د‬ ‫ح‬ َ
َ ‫َو ِإ ْن أ‬
ٰ ْ
‫َّللاِ ث ُ هم أ َ ْب ِل ْغهُ َمأ َمنَهُ ۚ ذ ِل َك‬
َ ‫َحت ه ٰى يَ ْس َم َع َك ََل َم ه‬
QS. At Taubah Ayat 6, َ ‫ِبأَنه ُه ْم قَ ْو ٌم ََل يَ ْعلَ ُم‬
‫ون‬
“Dan jika ada di antara kaum musyrik ada yang meminta
perlindungan kepadamu, maka lindungilah agar dia dapat
mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah dia ke tempat
yang aman baginya. (Demikian) itu karena sesungguhnya mereka
kaum yang tidak mengetahui.”
Umat Islam bersifat toleran

 ۚ ِ ‫الر ْشدُ ِم َن ْالغَي‬ ُّ ‫ين ۖ قَ ْد تَبَيه َن‬ ِ ‫الد‬ ِ ‫ََل ِإ ْك َراهَ فِي‬
‫س َك‬ َ ْ‫م‬ َ ‫ت‬ ‫س‬
ْ ‫ا‬ ‫د‬
ِ َ ‫ق‬َ ‫ف‬ ‫ه‬
‫اَّلل‬
ِ ِ ‫ب‬ ْ
‫ن‬ ‫م‬
ِ ْ‫ؤ‬ُ ‫ي‬ ‫و‬
َ ‫ت‬ ِ ‫و‬ ُ
‫غ‬ ‫ا‬ ‫ه‬
‫الط‬ ‫ب‬
ِ ‫ر‬
ْ ُ ‫ف‬ ْ
‫ك‬ َ‫فَ َم ْن ي‬
‫ع ِلي ٌم‬َ ‫س ِمي ٌع‬ َ ُ‫َّللا‬ ‫ام لَ َها َو ه‬ َ ‫ص‬َ ‫ف‬
ِ ْ
‫ن‬ ‫ا‬ ‫َل‬ َ ‫ى‬ ٰ َ ‫ق‬ْ ‫ث‬ ‫و‬ ُ ْ
‫ال‬ ‫ة‬
ِ ‫و‬
َ ‫ر‬ْ ُ ‫ع‬ ْ
‫ال‬‫ِب‬
QS. Al Baqoroh ayat 256,
Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam),
sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar
dengan jalan yang sesat. Barangsiapa ingkar kepada thaghut dan
beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang teguh
pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
DAFTAR PUSTAKA
 Beda Radikal dan Radikalisme [1] - Hidayatullah.com. (n.d.). Retrieved May 7, 2018,
from https://www.hidayatullah.com/artikel/ghazwul-
fikr/read/2015/09/01/77263/beda-radikal-dan-radikalisme-1.html
 Beda Radikal dan Radikalisme [2] - Hidayatullah.com. (n.d.). Retrieved May 7, 2018,
from https://www.hidayatullah.com/artikel/ghazwul-
fikr/read/2015/09/01/77270/beda-radikal-dan-radikalisme-2.html
 Ma’arif, B. S., & Arif, F. (2018). Eiken jun’ikkyu o tatta nanoka de soenshu : Yoso
mondaishu. Prosiding SNaPP: Sosial, Ekonomi dan Humaniora (Vol. 7). Gakkenpurasu.
Retrieved from http://proceeding.unisba.ac.id/index.php/sosial/article/view/1240
 Muhammadiyah dan Radikalisme - BeritaSatu.com. (n.d.). Retrieved May 8, 2018,
from http://www.beritasatu.com/investor/401471-muhammadiyah-dan-
radikalisme.html
 Radikalisme (sejarah) - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. (n.d.).
Retrieved May 7, 2018, from https://id.wikipedia.org/wiki/Radikalisme_(sejarah)
 Shepard, J. M., Greene, R. W., & Glencoe/McGraw Hill (Firm). (2003). Sociology and
you. Ohio: Glencoe/McGraw Hill. Retrieved from
http://www.glencoe.com/catalog/index.php/program?c=1675&s=21309&p=4213&pa
rent=4526

Anda mungkin juga menyukai