Anda di halaman 1dari 31

STANDAR PROFESI

KULIAH KE 6
Kebijakan dalam Pemberantsan Korupsi
2

 Tap MPR RI Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara


Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme;
 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme
 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
KPK
3

 Berdasarkan ketentuan Pasal 43 Undang-Undang Nomor

31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana


Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 20 Tahun2001, badan khusus yang
selanjutnya disebut Komisi Pemberantasan Korupsi

 Kewenangan KPK, melakukan koordinasi dan supervisi,

termasuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan


penuntutan
KPK-2
4

 Sedangkan mengenai pembentukan, susunan organisasi,


tata kerja dan pertanggung jawaban, tugas dan
wewenang serta keanggotaannya diatur dengan Undang-
undang.
 Undang-undang mengenai kpk yaitu :

UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002


TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN
KORUPSI
Kewenangan KPK
5

Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam


melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan
tindak pidana korupsi meliputi tindak pidana korupsi
yang :
 melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara
negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan
tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat
penegak hukum atau penyelenggara negara;
Kewenangan KPK-2
6

 mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat;

dan/atau

 menyangkut kerugian negara paling sedikit

Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).


Kewenangan KPK Lainnya
7

 Menyusun jaringan kerja (networking) yang kuat dan

memperlakukan institusi yang telah ada sebagai


"counterpartner" yang kondusif sehingga
pemberantasan korupsi dapat dilaksanakan secara
efisien dan efektif;

 Tidak memonopoli tugas dan wewenang penyelidikan,

penyidikan, dan penuntutan;


Kewenangan KPK Lainnya-2
8

 Berfungsi sebagai pemicu dan pemberdayaan institusi yang

telah ada dalam pemberantasan korupsi (trigger


mechanism);

 Berfungsi untuk melakukan supervisi dan memantau

institusi yang telah ada, dan dalam keadaan tertentu dapat


mengambil alih tugas dan wewenang penyelidikan,
penyidikan, dan penuntutan (superbody) yang sedang
dilaksanakan oleh kepolisian dan/atau kejaksaan
Ketentuan Yang Mendukung KPK
9

 Ketentuan yang memuat perluasan alat bukti yang sah serta

ketentuan tentang asas pembuktian terbalik;

 Ketentuan tentang wewenang KPK yang dapat melakukan

tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap


penyelenggara negara, tanpa ada hambatan prosedur
karena statusnya selaku pejabat negara;
Ketentuan Yang Mendukung KPK-2
10
 Ketentuan tentang pertanggungjawaban KPK kepada publik

dan menyampaikan laporan secara terbuka kepada presiden


republik indonesia, dewan perwakilan rakyat republik
indonesia, dan badan pemeriksa keuangan;

 Ketentuan mengenai pemberatan ancaman pidana pokok

terhadap anggota komisi atau pegawai pada KPK yang


melakukan korupsi; dan

 Ketentuan mengenai pemberhentian tanpa syarat kepada

anggota KPK yang melakukan tindak pidana korupsi.


Personil KPK
11
 KPK merupakan lembaga negara yang bersifat independen

yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bebas dari


kekuasaan manapun.

 Pimpinan KPK terdiri dari 5 (lima) orang yang merangkap

sebagai Anggota yang semuanya adalah pejabat negara.


Pimpinan tersebut terdiri atas unsur pemerintah dan unsur
masyarakat sehingga sistem pengawasan yang dilakukan oleh
masyarakat terhadap kinerja KPK dalam melakukan
penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak
pidana korupsi tetap melekat pada KPK.
Personil KPK-2
12

 Persyaratan untuk diangkat menjadi anggota KPK:

 dilakukan secara transparan dan melibatkan


keikutsertaan masyarakat

 memenuhi persyaratan administratif

 melalui uji kelayakan (fit and proper test) yang dilakukan


oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, yang
kemudian dikukuhkan oleh Presiden Republik Indonesia.
Hukum Acara Pidana
13

Dalam menjalankan tugas dan wewenang penyelidikan,


penyidikan, dan penuntutan, KPK mengikuti hukum acara:

1. Undang-undang No.8 Th 1981 tentang Hukum Acara


Pidana

2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah


dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
COSO
14

Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway


Commission (COSO) disponsori dan didanai oleh 5 asosiasi dan
lembaga akuntansi profesional:

1. American Institute of Certified Public Accountants (AICPA)

2. American Accounting Association(AAA)

3. Financial Executives Institute (FEI)

4. The Institute of Internal Auditors (IIA)

5. The Institute of Management Accountants (IMA).


Tujuan COSO
15

Tujuan utamanya adalah

untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan


penggelapan laporan keuangan dan membuat rekomendasi
untuk mengurangi kejadian tersebut.
Rekomendasi COSO
16

COSO mengeluarkan rekomendasi mengenai Komite Audit


yang ditujukan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya
fraud dalam laporan keuangan, yaitu :

1. Komite audit independen (mandatory independent audit


committee) menggunakan direktur dari luar organisasi.

2. Piagam tertulis (written charter) yang menetapkan tugas


dan tanggungjawab dari komite audit.
Rekomendasi COSO-2
17

3. Komite audit harus mempunyai sumberdaya dan


wewenang yang memadai untuk mengemban
tanggungjawabnya.

4. Komite audit harus memperoleh semua informasi tentang


organisasi, waspada, dan efektif.
Tanggungjawab Auditor
18

 Akhirnya tahun 1997 profesi auditor memperluas tanggung

jawab auditor dalam mendeteksi kecurangan dan tidak


pidana ilegal dengan menerbitkan SAS no 82 yang
menyatakan secara jelas bahwa mendeteksi material
misstatement in financial statements merupakan masalah
pokok dalam pemeriksaan.
Panel on Audit Effectiveness
19

 Salah satu gagasan yang dilemparkan oleh Panel on

Audit Effectiveness dari AICPA adalah auditor


hendaknya melaksanakan sejenis pemeriksaan
forensik dalam setiap auditnya untuk meningkatkan
prospek dalam mendeteksi kecurangan.
Panel on Audit Effectiveness-2
20

 Panel menyarankan untuk melakukan tes detail atau

prosedur substantif secara akurat, dengan tidak


menyandarkan diri terhadap tes pengendalian, selain itu
karena perubahan untuk lebih menjaga sikap skeptisisme
tetapkan tes sendiri dengan tidak menggunakan hasil tes
internal auditor atau lakukan penilaian efektivitas tes oleh
internal auditor.
Saran Panel on Audit Effectiveness
21

Panel juga menyarankan memasukkan unsur dadakan


(surprise) atau tidak terduga dalam tes audit seperti:

 Kunjungi gudang secara mendadak dan hitung kembali

persediaan

 Lakukan wawancara dengan personel keuangan dan non-

keuangan di tempat berbeda


Saran Panel on Audit Effectiveness -2
22

 Jika diperoleh penjelasan dari pegawai perusahaan lakukan

secara tertulis.

 Tes perkiraan yang biasanya tidak/jarang dilakukan

 Tes perkiraan yang biasanya dianggap berisiko rendah


Professional Skepticism
23
SAS 99 Consideration of Fraud in Financial Statement Audit
menekankan perlunya pemeriksa menerapkan professional
skepticism dan mengidentifikasi risiko kecurangan dengan:
 Melakukan brainstorming

 Bertanya kepada manajemen

 Melaksanakan prosedur analitis.

SAS 99 juga menekankan perlunya menaksir risiko kecurangan


setelah evaluasi seluruh program/ pengendalian dan
menyesuaikan prosedur pemeriksaan dengan temuan evaluasi.
Fraud Risk Factor
24

Fraud risk factor (faktor risiko kecurangan) yaitu


kejadian atau kondisi yang mengindikasikan adanya
insentif/pressure, dan kesempatan untuk
melakukan kecurangan, atau sikap/rationalization
sebagai pembenaran kecurangannya.
Pengelompokan Fraud Risk Factor
25

Fraud risk factor dikelompokkan sebagai berikut:

1. Faktor risiko berkenaan dengan Misstatement from fraudulent


financial reporting dan dapat dibagi lagi menjadi

 Faktor risiko karena karakteristik manajemen dan


pengaruhnya terhadap lingkungan pengendalian.

 Faktor risiko karena kondisi industry

 Faktor risiko berhubungan dengan karakteristik operasi dan


stabilitas keuangan.
Pengelompokan Fraud Risk Factor -2
26

2. Faktor risiko berkenaan dengan penggelapan aset


perusahaan, dibagi menjadi:

 Faktor risiko kerentanan atau kemudahan aset yang


bersangkutan diselewengkan (uang kas jumlah besar,
aset berharga mudah dijual, persediaan berharga dan
sebagainya)

 Faktor risiko berkaitan dengan pengendalian intern.


Dimensi Pendeteksian Kecurangan
27

Dalam hal pendeteksian kecurangan, peran Internal auditor


seperti dijelaskan di muka meliputi tiga dimensi:

1. Perencanaan: belajar mengenali gejala atau indikator


kecurangan (sering disebut Red Flag of Fraud) dengan
analisa sebab dan akibat.
Dimensi Pendeteksian Kecurangan-2
28

2. Pemeriksaan: mengidentifikasi dan verifikasi indikasi


kecurangan untuk mengetahui sebab dan akibatnya.

3. Pelaporan: kerja sama dengan senior manajemen untuk


menindaklanjuti kecurigaan terhadap kecurangan dan
memperoleh keyakinan bahwa laporan disusun secara
konsisten dan hukuman dijatuhkan sesuai dengan
tindakannya
Standar Profesi dan Kode Etik AAFI
29

Berdasarkan Musyawarah Nasional I Asosiasi Auditor


Forensik Indonesia (AAFI) tanggal 12 April 2013 telah
ditetapkan:

 Standar Profesi AAFI

 Kode Etik AAFI


LATIHAN KULIAH KE 6
30

 Jelaskan dan berikan beberapa contohnya apa yang

dimaksud dengan professional sceptisme?

 Jelaskan dan berikan beberapa contohnya apa yang

dimaksud dengan pelanggaran kode etik.


31

TERIMA KASIH

PERTANYAAN?

Anda mungkin juga menyukai