Anda di halaman 1dari 46

REFERAT

ASESMEN PRE ANESTESI,


KUNJUNGAN PREOPERATIF,
PRAMEDIKASI DAN
PEMANTAUAN PASCA
OPERATIF DINI
Pembimbing:
dr. Arif Basuki, SpAn

Disusun oleh:
Egin Fergian Axpreydasta(201810401011034)
PENDAHULUAN

PERSIAPA
PASCA
N PREMEDIKASI
OPERATIF
ANESTESI

Persiapan
Pemberian Obat
Kunjungan Pre- Psikologis/Mental
Tertentu Sebelum Pemantauan
Op Pasien Yang Akan
Induksi Dimulai
Di Anestesi

2
TINJAUAN PUSTAKA
Anesthesia berasal dari bahasa latin
An ( = “tidak” )
Aesthesia ( = “rasa” )
anesthesia = tanpa rasa, disertai dengan hilangnya kesadaran
analgesia = tanpa rasa, TANPA disertai hilangnya kesadaran

3
ASESMEN PRA
ANESTESI
 Assesment pra anestesi adalah suatu penilaian dan pemeriksaan yang
memadai sebelum dilakukan tindakan anestesi.

 Tujuan:
1. Melakukan penilaian terhadap fungsi napas, fungsi kardiovaskuler,
fungsi kesadaran, fungsi ginjal, fungsi gastrointestinal.
2. Mengetahui status fisik pasien praoperatif.
3. Mengetahui dan menganalisis jenis operasi.
4. Memilih jenis atau teknik anestesi yang sesuai.
5. Meramalkan penyulit yang mungkin terjadi selama operasi dan atau
pasca bedah.
6. Mempersiapkan obat atau alat guna menanggulangi penyulit yang
mungkin terjadi.

5
Persiapan Pre Anestesi

• Identitas, dx bedah, riwayat penyakit sistemik


Anamnesis • Riwayat medik, obat yang digunakan saat ini.
• Anestesi sebelumnya.

Pmx Fisik • 6B

Pmx penunjang • Sesuai dengan umur dan kondisi kesehatan

6
Pemeriksaan Fisik (6B)

Breath = Jalan Nafas


Mengevaluasi jalan nafas dengan menilai apakah
jalan nafas bebas atau adakah obstruksi. Tentukan
frekuensi nafas, tipe nafas, adakah bantuan nafas
dengan otot-otot pernafasan dan nilai bunyi suara
paru adakah ronkhi,whezing dan suara tambahan
stridor. Evaluasi juga hasil pemeriksaan laboratorium
(foto thoraks).
Evaluate 3-3-2 score
Mallampati score
Blood (B2)

Mengevaluasi aliran darah dan sirkulasi nya dengan :

 Tekanan nadi dan frekuensi nadi

 Tekanan darah (sistol/diastol)

 Perfusi perifer (CRT)

 Hasil pemeriksaan laboratorium (darah lengkap)

Brain (B3)

 GCS

 Adakah kelumpuhan saraf dan kelainan neurologis

 Tanda – tanda TIK meningkat


12
Bladder (B4)

 Produksi urine

 Hasil pemeriksaan laboratorium faal ginjal dan elektrolit

Bowel (B5)

 Pemeriksaan abdomen (palpasi, perkusi dan auskultasi)

 Hasil pemeriksaan laboratorium faal hepar dan kimia klinik (GDA, HbsAg, SGOT, SGPT)

Bone and skin (B6)

 Pemeriksaan ekstremitas (edema, bentuk tulang dan adakah kelainan tulang)

13
Persiapan Pre
Anestesi Lanjutan..

• Penyakit Kardiovaskular
Persiapan
• Penyakit Pernafasan
Penyulit Yang • Diabetes Mellitus
Akan Terjadi • Penyakit Hati

• Pengosongan dan Pembersihan Lambung


Persiapan • Mengosongkan vesika urinaria
Sebelum • membersihkan jalan napas
• Mengganti pakaian penderita
Pembedahan • Mengulang pemeriksaan fisik

14
Dari hasil anamnesa, pemeriksaan
fisik, hasil pemeriksaan laboratorium
dan pemeriksaan penunjang yang
ada ditentukan status fisik pasien
dan prognosis/resiko terhadap
anestesi

15
 ASA 1 : Pasien tidak memiliki kelainan organik maupun sistemik selain penyakit yang
akan dioperasi.
 ASA 2 : Pasien yang memiliki kelainan sistemik ringan sampai dengan sedang selain
penyakit yang akan dioperasi. Misalnya diabetes mellitus yang terkontrol atau
hipertensi ringan
 ASA 3 : Pasien memiliki kelainan sistemik berat selain penyakit yang akan dioperasi,
tetapi belum mengancam jiwa. Misalnya diabetes mellitus yang tak terkontrol, asma
bronkial, hipertensi tak terkontrol
 ASA 4 : Pasien memiliki kelainan sistemik berat yang mengancam jiwa selain penyakit
yang akan dioperasi. Misalnya asma bronkial yang berat, koma diabetikum
 ASA 5 : Pasien dalam kondisi yang sangat jelek dimana tindakan anestesi mungkin
saja dapat menyelamatkan tapi risiko kematian tetap jauh lebih besar. Misalnya operasi
pada pasien koma berat
 ASA 6 : Pasien yang telah dinyatakan telah mati otaknya yang mana organnya akan
diangkat untuk kemudian diberikan sebagai organ donor bagi yang membutuhkan.
Untuk operasi darurat, di belakang angka diberi huruf E (emergency) atau D (darurat),
mis: operasi apendiks diberi kode ASA 1.E
16
KUNJUNGAN PRA
OPERATIF
Operasi elektif : umumnya 1-2 hari sebelum operasi
Operasi emergensi : beberapa jam sebelum operasi atau pada
saat dikonsulkan oleh ahli bedah
4 hal penting yang di evaluasi
 “Surgical disease” yaitu penyakit yang menyebabkan penderita di operasi
 “Internal disease” yaitu penyakit lain yang menyertai surgical disease, misal penderita
hernia dengan penyakit diabetes melitus
 Kesulitan pemberian anestesi, misalnya kesulitan intubasi atau kesulitan penyuntikan
pada analgesia regional
 Komplikasi anestesi yang mungkin terjadi baik selama dan sesudah operasi

18
PREMEDIKASI
Premedikasi adalah tindakan awal anestesia
untuk memberikan obat – obat pendahuluan
yang terdiri dari obat – obat golongan
antikolinergik, sedatif / trankuilizer dan
analgetik
Tujuan

 menimbulkan rasa nyaman bagi pasien, yang meliputi : bebas dari


rasa takut, tegang dan khawatir, bebas dari rasa nyeri dan mencegah
mual- muntah
 mengurangi sekresi kelenjar dan menekan refleks vagus
 memudahkan / memperlancar induksi
 mengurangi dosis obat anestesi
 mengurangi rasa sakit dan kegelisahan pasca bedah
Cara pemberian premedikasi

CARA MULA KERJA MASA KERJA

Oral 1 – 2 jam 6 – 8 jam

Intravena + 2 – 5 menit + 2 – 3 jam

Intramuskular + 30 – 60 4 – 6 jam
menit
Supositoria 10 – 15 menit 4 – 8 jam
1. Obat golongan Antikolinergik
obat-obatan yang berfungsi menekan atau menghambat aktivitas kolinergik atau
parasimpatis
Tujuan :
 Mengurangi sekresi kelenjar saliva, saluran cerna dan saluran nafas
 Mencegah spasme laring dan bronkus
 Mencegah bradikardi
 Mengurangi motilitas usus
 Melawan efek depresi narkotik terhadap pusat nafas

Alkaloid belladona  Atropin dan skopolamin


Farmakokinetik

 Mudah diserap disemua tempat, kecuali di kulit


 Dari sirkulasi darah atropin cepat memasuki jaringan dan
separuhnya mengalami hidrolisis enzimatik di hepar, sebagaian
diekskresikan melalui ginjal dalam bentuk asal. Waktu paruh sekitar
4 jam
 Skopolamin lebih sulit diabsorbsi sehingga perlu diberikan dalam
dosis yang lebih besar tetapi efek central nya tidak sekuat atropin
karena tidak melewati sawar darah otak
Farmakodinamik

 Atropin memblok asetilkolin endogen maupun eksogen, tetapi hambatannya lebih kuat
yang eksogen
 Skopolamin memiliki efek depresi central yang lebih besar daripada atropin,
sedangkan atropin efeknya lebih kuat di perifer yaitu pada jantung, usus dan otot
bronkus
Sistem saraf pusat Atropin : tidak menimbulkan depresi saraf pusat
Skopolamin : menimbulkan depresi susunan saraf pusat sehingga
menimbulkan rasa ngantuk, euphoria, amnesia dan rasa lelah
Sistem respirasi Menghambat sekresi kelenjar hidung, mulut, faring, trakea dan
bronkus. Menyebabkan mukosa jalan nafas kekeringan, relaksasi otot
polos bronkus dan bronkial, sehingga diameter lumen melebar akan
menyebabkan volume ruang rugi (death space) bertambah

Sistem Kardiovaskuler Menghambat aktivitas vagus pada jantung, sehingga denyut jantung
meningkat, tetapi berpengaruh langsung pada tekanan darah.

Sistem saluran cerna Menghambat sekresi air liur sehingga mulut terasa kering dan sulit
menelan, mengurangi sekresi getah lambung, mengurangi tonus otot
polos sehingga motilitas usus menurun

Kelenjar keringat Menghambat sekresi kelenjar keringat sehingga menyebabkan kulit


kering dan badan terasa panas akibat pelepasan panas tubuh
terhalang melalui proses evaporasi
26
 Cara pemberian dan dosis :
Intramuskular, dosis 0,01 mg/kgBB, diberikan 30-45 menit
sebelum induksi
Intravena, dengan dosis 0,005 mg/KgBB
 Kontraindikasi :
Pasien demam, takikardi, glaukoma dan tirotoksikosis
 Kemasan dan sifat fisik :
Dikemas dalam bentuk ampul 1 ml mengandung 0,25 dan
0,50 mg, tidak berwarna dan larut dalam air
2. Obat golongan sedatif / trankuilizer

Obat golongan sedatif adalah obat – obat yang berguna


untuk anti cemas dan menimbulkan rasa kantuk. Tujuan
pemberian obat golongan ini adalah untuk memberikan
suasanya nyaman bagi pasien prabedah, bebas dari rasa
cemas dan takut, sehingga pasien menjadi tidak peduli
dengan lingkungannya.
Derivat fenothiazin

 Yang banyak digunakan premedikasi adalah prometazin.


 Cara pemberian dan dosis :
Intramuskular dosis 1 mg/kgBB dan diberikan 30 – 45 menit sebelum
induksi
Intravena dengan dosis 0,5 mg/kgBB diberikan 5 – 10 menit sebelum
induksi
 Kemasan dan sifat fisik :
Dikemas dalam bentuk ampul 2 ml mengandung 50 mg. Tidak
berwarna dan larut dalam air
Sistem saraf pusat Menimbulkan depresi saraf pusat, bekerja pada
formasio retikularis dan hipotalamus menekan
pusat muntah dan mengatur suhu

Sistem respirasi Menyebabkan dilatasi otot polos saluran nafas


dan menghambat sekresi kelenjar
Sistem Menyebabkan vasodilatasi sehingga dapat
Kardiovaskuler memperbaiki perfusi jaringan
Sistem saluran cerna Menurunkan peristaltik usus, mencegah spasme
dan mengurangi sekresi kelenjar. Efek lainya
menekan katekolamin dan sebagai antikolinergik

efek prometazin sebagai obat premedikasi adalah sebagai sedatif,


antiemetik, antikolinergik, antihistamin, bronkodilator dan antipiretik
30
Derivat Benzodiazepin

 Derivat benzodiazepin yang banyak digunakan untuk


premedikasi adalah diazepam dan midazolam
Farmakokinetik  mudah diabsorbsi secara sempurna.
Waktu paruh nya > 24 jam, berikatan dengan protein plasma
dan kekuatan ikatannya bergantung dengan sifat lipofiliknya.
Volume distribusinya besar, metabolisme nya terjadi dalam 3
tahap yaitu desalkilasi, hidroksilasi dan konjugasi
Farmakodinamik
Sistem saraf pusat Menyebabkan sedasi dan anticemas yang bekerja pada sistem
limbik dan pada ARAS sehingga bisa menimbulkan amnesia
anterograd. Sebagai anti kejang yang bekerja pada kornu
anterior medula spinalis dan hubungan saraf otot, pada dosis
kecil sebagai sedatif, dosis tinggi sebagai hipnotik

Sistem respirasi Pada dosis kecil IV menimbulkan depresi ringan yang tidak
serius, namun jika dikombinasikan dengan narkotik
menimbulkan depresi nafas yang lebih berat
Sistem Kardiovaskuler Pada dosis kecil tidak ada efek, namun pada dosis besar
menimbulkan hipotensi yang disebabkan oleh efek dilatasi
pembuluh darah
Saraf otot Menimbulkan penurunan tonus otot rangka yang bekerja di
tingkat supra spinal dan spinal, sehingga sering digunakan
pada pasien menderita kekakuan otot rangka seperti tetanus

32
Pramedikasi, Intramuskular (IM) dengan dosis 0,2 mg/kgBB atau
peroral dengan dosis 5-10 mg
Induksi, diberikan intravena dengan dosis 0,2 – 0,5 mg/kgBB
 Kemasan dan sifat fisik :
Kemasan injeksi berbentuk larutan emulsi dalam ampul 2 ml
mengandung 10 mg. Berwarna kuning, sukar larut dalam air dan
bersifat asam. Kemasan oral dalam bentuk tablet 2 dan 5 mg.
Kemasan suppositoria atau rectal tube diberikan kepada anak – anak,
sedangkan midazolam yang ada dipasaran adalah hanya dalam
bentuk larutan tidak berwarna, mudah larut dalam air dan kemasan
dalam ampul 3 dan 5 ml mengandung 5 mg/ml
Derivat Butirofenon
• Derivat ini biasa disebut juga sebagai obat golongan neuroleptika,
karena sering digunakan sebagai neuroleptik. Derivat butirofenon
yang sering digunakan sebagai obat premedikasi adalah
dehidrobenzperidol atau populer disebut DHBP.
 Premedikasi, diberikan intramuskular dosis 0,1 mg/kgBB
 Dalam bentuk ampul 2 ml dan 10 ml, mengandung 2,5 mg/ml tidak
berwarna dan bisa bercampur dengan obat lain
Sistem saraf pusat Sebagai sedatif atau transkuilizer, antimuntah yang
bekerja pada pusat mntah “chemoreseptor trigger
zone”. Efek samping yang tidak dikehendaki adalah
timbulnya rangsangan ekstrapiramidal sehingga
menimbulkan gerakan tak terkendali

Sistem respirasi Menimbulkan sumbatan jalan nafas, dilatasi pembuluh


darah rongga hidung. Menimbulkan dilatasi pembuluh
darah paru sehingga KI untuk pasien asma

Sistem sirkulasi Menimbulkan vasodilatasi pembuluh darah perifer,


sehingga sering digunakan sebagai anti syok,
hipotensi

35
Derivat Barbiturat

 Derivat barbiturat yang sering digunakan sebagai obat premedikasi


adalah penobarbital dan sekobarbital. Digunakan sebagai sedasi
dan penenang prabedah,
 Sebagai premedikasi diberikan intramuskular dengan dosis 2
mg/kgBB
Farmakodinamik

Sistem saraf pusat Bekerja pada seluruh SSP, menghambat pada sinaps GABA-
nergik
Sistem respirasi Menyebabkan depresi napas yang sebanding dengan besarnya
dosis. Pemberian dosis sedatif tidak berpengaruh terhadap
pernapasan, dosis hipnotik oral menyebabkan pengurangan
frekuensi dan aplitudo nafas
Sistem Kardiovaskuler Tidak memberikan efek nya nyata, frekuensi nadi dan tekanan
darah sedikit menurun seperti terjadi dalam keadaan tidur
fisiologis
Anti histamin
 Obat golongan ini yang sering digunakan sebagai
premedikasi adalah derivat defenhidramin. Manfaat dan
efek yang diharapkan adalah sedatif, antimuntah ringan
dan antipiretik sedangkan efek sampingnya adalah
hipotensi yang sifatnya ringan. Dosis 25 – 50 mg 3 kali
pemberian secara peroral. IV/IM dengan dosis 10-50 mg
3. Golongan obat Narkotik

 Alkaloid opium ( natural ) : Morfin dan kodein


 Derivat semisintetik : Diasetilmorfin (heroin), hidromorfin, oksimorfon,
hidrokodon dan oksikodon
 Derivat sintetik :
 Fenilpiperidine : petidin, fentanil, sulfentanil dan alfentanil
 Benzmorfans : pentazosin, fenazosin dan siklazosin
 Morfinans : lavorvanol
 Propionanilides : metadon
 Tramadol
Sebagai analgesik, opioid bekerja secara sentral pada reseptor – reseptor opioid
yang diketahui ada 4 reseptor, yaitu :
 Reseptor Mu
Morfin bekerja secara agonis pada reseptor ini, stimulasi pada reseptor ini akan
menimbulkan analgesia, rasa segar, euphoria dan depresi respirasi
 Reseptor Kappa
Stimulasi reseptor ini menimbulkan analgesia, sedasi dan anestesia. Morfin bekerja
pada reseptor ini
 Reseptor Sigma
Stimulasi reseptor ini menimbulkan perasaan disforia, halusinasi, pupil midriasis dan
stimulasi respirasi
 Reseptor Delta
Pada manusia peran reseptor ini belum diketahui dengan jelas. Diguga memperkuat
reseptor Mu
40
 Premedikasi : petidin diberikan intramuskular dengan dosis 1
mg/kgBB atau intravena 0,5 mg/kgBB. Sedangkan morfin
sepersepuluh dari petidin dan fentanil seperseratus dari petidin
 Kemasan dan sifat fisik :
Petidin dalam bentuk ampul 2 ml yang mengandung 50 mg/ml dan
tidak berwarna
Fentanil dikemas steril dalam bentuk ampul 2 dan 10 ml tiap ml
mengandung 50 ug
Morfin dalam bentuk ampul 1 ml yang mengandung 10 mg atau 20
mg, tidak berwarna dan bisa dicampur dengan obat lain.
Dalam aplikasi sehari-hari, ketiga golongan obat – obat premedikasi
ini dicampur dalam satu spuit kecuali diazepam, dan disuntikkan
secara intramuskular. Pemberian dengan cara ini dimaksudkan untuk
mengurangi suntikan berulang.
41
Sistem saraf pusat Sebagai analgetik, obat ini bekerja pada talamus dan
substansia gelatinosa medula spinalis dan sebagai efek
sedasi
Sistem respirasi Menimbulkan depresi pusat nafas terutama pada bayi
dan orangtua. Terhadap bronkus, petidin menyebabkan
dilatasi bronkus, sedangkan morfin menimbulkan
konstriksi akibat pengaruh peran histamin

Sistem sirkulasi Tidak menimbulkan depresi sistem sirkulasi


Sistem lain Merangsang pusat muntah, spasme spinter kandung
empedu sehingga mengakibatkan kolik abdomen.
Morfin merangsang pelepasan histamin sehingga
menimbulkan efek gatal diseluruh tubuh sedangkan
petidin pelepasan histamin terjadi dilokasi suntikan saja.

42
PEMANTAUAN
PASCA OP DINI
 Pasca Operasi adalah masa setelah dilakukan pembedahan yang dimulai saat pasien
dipindahkan ke ruang pemulihan dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya.
 Recovery room  tempat observasi pasien pasca bedah atau anestesi.
 Pengamatan ketat
 jalan nafasnya apakah bebas atau tidak
 ventilasinya cukup atau tidak
 sirkulasinya sudah baik atau tidak
 B6

44
 Kriteria yang digunakan Alderet Score dan Bromage Score

Pasien boleh keluar ruang pemulihan :


•Alderet score : skor total ≥ 8
•Bromage Score : skor ≥ 2

45
46

Anda mungkin juga menyukai