Anda di halaman 1dari 40

TERAPI CAIRAN PADA

DEHIDRASI

OLEH:
AUDRINE DILOREN SOPACUA
SHYLFERA RAHMI
ROSDIANAWATI ARITONANG

Pembimbing:
dr. Ester Lantika Ronauli Silaen, Sp.An
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIV. PRIMA INDONESIA
DEFINISI DEHIDRASI

Dehidrasi dideskripsikan sebagai suatu keadaan keseimbangan cairan yang


negatif atau terganggu yang bisa disebabkan oleh berbagai jenis penyakit.
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak daripada
pemasukan air (input). Cairan yang keluar biasanya disertai dengan elektrolit.
ETIOLOGI DEHIDRASI

Mencari penyebab dehidrasi merupakan hal penting.


Asupan cairan yang buruk, cairan keluar berlebihan,
peningkatan insensible water loss (IWL), atau kombinasi
hal tersebut dapat menjadi penyebab deplesi
intravaskuler. Keberhasilan terapi membutuhkan
identifikasi penyakit yang mendasari kondisi dehidrasi.
FAKTOR PATOLOGIS

• Diare
Pada diare yang disertai muntah, dehidrasi akan menjadi semakin progresif.
Dehidrasi karena diare menjadi penyebab utama kematian bayi dan anak didunia.

• Stomatitis dan Faringitis


Rasa nyeri mulut dapat membatasi asupan makanan dan minuman lewat mulut.

• Ketoasidosis Diabetes (KAD)


KAD disebabkan karena adanya diaresis osmotik. Berat badan turun akibat
kehilangan cairan dan katabolisme cairan.
• Demam
Demam dapat menyebabkan IWL dan menurunkan nafsu makan. selain hal
diatas, dehidrasi juga dapat dicetuskan oleh kondisi heat stroke, tirotoksikosis,
obstruksi saluran cerna, fibrosis sistik, diabetes insividus dan luka bakar.

• Muntah
Sering menyebabkan dehidrasi karena sangat sulit untuk menggantikan cairan
yang keluar dengan cara minum.

• Keringat Berlebih
Tubuh kehilangan banyak cairan saat berkeringat akibat kondisi lingkungan
yang panas akan menyebabkan tubuh berusaha mengatur suhu tubuh dengan
mengeluarkan keringat. Bila keadaan ini berlangsung lama sementara
pemasukan cairan kurang maka tubuh dapat jatuh ke dalam kondisi dehidrasi.
FISIOLOGI CAIRAN TUBUH

Cairan Tubuh
Merupakan persentasi terbesar dari berat badan
Pada orang dewasa:
- Wanita  50% dari BB
- Pria  60% dari BB
- Anak-anak/bayi  70-80% dari BB, rata-rata 75%

Distribusi dan Jumlah Cairan Tubuh


1. Cairan Ekstraseluler : 20%
- Plasma  5% dari BB
- Cairan intersitiel  15% dari BB
- Cairan Transeluler  1-3% dari BB
(Aquos humor, serebrospinal)
2. Cairan intraseluler : 40% dari BB
Perbandingan CES dan CIS:
- Dewasa :1:2
- Anak-anak :2:3
- Bayi/neonatus :1:1

Total blood volume 8%:


- Plasma : 5%
- Sel darah : 3%
KOMPOSISI CAIRAN TUBUH
KLASIFIKASI DEHIDRASI

• Kehilangan cairan • Kehilangan cairan


tubuh 10%
tubuh 3-5% Ringan Dehidrasi Berat
• Turgor menurun • Turgor sangat
• Takikardi menurun
• haus • Hipotensi
Sedang • Hb menurun
• Sianosis
• Oliguri
• Kehilangan cairan tubuh 6-8%
• Turgor menurun
• Hipotensi
• Sangat haus
• Urin pekat
• gelisah
Klasifikasi Dehidrasi berdasarkan Perbandingan
Jumlah Natrium dengan Jumlah Air yang Hilang
Dehidrasi isotonik (isonatremik)

Pada dehidrasi isotonik kehilangan air sebanding dengan jumlah natrium yang hilang,
dan biasanya tidak mengakibatkan cairan ekstrasel berpindah ke dalam ruang
intraseluler.

Dehidrasi hipotonik (hiponatremik)

Natrium hilang yang lebih banyak daripada air. Karena kadar natrium rendah, cairan
intravaskuler berpindah ke ruang ekstravaskuler, sehingga terjadi deplesi cairan
intravaskuler.

Dehidrasi hipertonik (hipernatremik)

Hilangnya air lebih banyak daripada natrium. Karena kadar natrium serum tinggi,
terjadi pergeseran air dari ruang ekstravaskuler ke ruang intravaskuler.
MANIFESTASI KLINIS DEHIDRASI
Penilaian Dehidrasi Ringan Dehidrasi Sedang Dehidrasi Berat

Defisit Cairan < 5% 5 – 10% > 10%

Haemodinamik 60 – 100 120 – 140 >140


Nadi lemah Nadi sangat lemah Nadi tak teraba

Turgor < 2 detik 1 – 2 detik > 2 detik

Rasa Haus Minum biasa, tidak haus Haus, ingin minum Malas minum, tidak
banyak bisa minum

Urin < 0,5 – 1 mL/BB/jam Oliguria Anuria


< 400mL/hari
Mekanisme Perpindahan Cairan Tubuh
Difusi

Bercampurnya molekul-molekul dalam cairan, gas, atau zat padat secara bebas dan acak.
Proses difusi dapat terjadi bila 2 zat bercampur dalam sel membran. Dalam tubuh,
proses difusi air, elektrolit dan zat-zat lain terjadi melalui menbran kapiler yang
permeable

Osmosis

Proses perpindahan zat ke larutan lain melalui membran semipermeabel biasanya


terjadi dari larutan dengan konsentrasi yang kurang pekat ke larutan dengan konsentrasi
lebih pekat. Solute adalah zat pelarut, sedang solven adalah larutannya. Air merupakan
solven, sedang garam adalah solute.

Transport Aktif

Gerak zat yang akan berdifusi dan berosmosis. Proses ini terutama penting untuk
mempertahankab natrium dalam cairan intra dan ekstrasel. Proses pengaturan cairan
dapat dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu:
- Tekanan cairan
- Membran semi permeable
JENIS – JENIS CAIRAN

Kristaloid
Kristaloid adalah suatu kelompok cairan tanpa penambahan solute ionik atau non ionik.
Penyebarannya ditentukan oleh kadar Na+ yang hampir isotonik. Cairan tersebut
didistribusikan ke ruang interstisial ¾ , dan hanya ¼ yang tinggal di intravaskuler, selama
15-20 menit.

Contoh cairan kristaloid:


NaCl 0,9%, NaCl Hipertonik, Ringer Laktat (RL), Ringer Asetat, Dextrose 5% dan 10%
Defisit cairan interstisial dengan gejala:
- Turgor kulit yang jelek
- Mata dan ubun-ubun cekung
- Mukosa bibir kering
Cairan kristaloid diklasifikasikan ke dalam:

a. Cairan Hipotonik
Cairan dengan tekanan osmotik lebih rendah dari cairan tubuh (osmolaritas <
250mOsm/L). Cairan akan berpindah dari intravaskuler ke interstisial dan intrasel
Contoh : Aquadest

b. Cairan Isotonik
Cairan dengan tekanan osmotic sama seperti cairan tubuh. Cairan ini menetap di
intravaskuler dan kemudian berpindah ke interstisial/intrasel secara seimbang
(osmolaritas 290-310 mOsm/L)
Contoh : Normal Saline (NaCl 0,9%), Ringer Laktat (RL), Ringer Asetat, Ringerfundin,
Glucose 5%

c. Cairan Hipertonik
Cairan dengan tekanan osmotik lebih tinggi dari plasma darah dimana air keluar dari
intraseluler dan masuk ke dalam plasma atau kompartemen intravaskuler
(osmolaritas > 340 mOsm/L)
Contoh : NaCl 3%, Glukosa 10%, Dextrose 50%
Koloid
Koloid adalah cairan yang mengandung partikel onkotik, sehingga menghasilkan tekanan
onkotik. Contoh cairan koloid: HES, Dextran, Gelatin

Contohnya adalah:
Darah, produk darah seperti albumen karena mengandung molekul protein besar.
Koloid Artifisial juga mengandung molekul besar seperti:
Gelatin, dextran, atau kanji hidroksetil. Semua larutan koloid akan mengekspansikan
ruang intravaskuler.

Koloid dengan tekanan onkotik yang lebih besar daripada plasma (hiperonkotik) akan
menarik cairan ke dalam ruang intravaskuler, seperti:
Albumin, HES 200/0,5, dll.

RINGER LAKTAT
• Cairan fisiologis bila sejumlah volume besar diperlukan
• Digunakan sebagai replacement terapi  shock hipivolemik, diare, trauma, luka bakar.
• Baik digunakan pada kasus metabolik asidosis  laktat dalam RL  dimetabolisme
hati  bikarbonat
• RL tidak mengandung glukosa  cairan maintenance  harus ditambah glukosa 
mencegah ketosis
NaCl 0,9%

Dipakai pada cairan resusitasi Tetapi memiliki beberapa


terutama pada kasus: kekurangan yaitu:
• Kadar Na+ yang rendah • Tidak mengandung HCO3-
• Keadaan dimana RL tidak cocok • Tidak mengandung K+
digunakan  alkalosis, retensi • Kadar Na+ dan Cl- relatif lebih
kalium tinggi sehingga dapat terjadi
• Kasus trauma kepala asidosis hiperkloremia,
• Pengenceran sel darah merah hipernatremia
sebelum transfusi
DEXTROSE 5% dan 10%

Digunakan pada pasien dengan pembatasan intake natrium. Penggunaan


perioperatif untuk:
• Mencegah hipoglikemia
• Mempertahankan protein yang ada  mencegah dipecahnya
kandungan protein tubuh
• Menurunkan level asam lemak bebas dan keton
• Mencegah ketosis  dibutuhkan 200 gr karbohidrat
• Cairan infus dextrose khususnya dextrose 5% tidak boleh diberikan pada
pasien trauma kapitis
HES (Hydroxyetyl Starches)

Komposisi:
Starches tersusun atas:
2 tipe polimer glukosa yaitu amilosa dan amilopektin

Indikasi:
Penggunaan HES pada resusitasi post trauma dapat menurunkan permeabilitas
pembuluh darah, sehingga dapat menurunkan resiko kebocoran kapiler.

Kontraindikasi:
Cardiopulmonary bypass, dapat meningkatkan resiko perdarahan setelah operasi,
hal ini terjadi karena HES berefek antikoagulan pada dosis moderat (> 20 ml/kg).
Sepsis, karena dapat meningkatkan resiko acute renal failure (ARF). Penggunaan
HES pada sepsis masih terdapat perdebatan.
Komposisi Cairan Kristaloid
Jenis cairan Osmolalitas Glukosa Na+ Cl- (mEq/L) K+ (mEq/L) Basa
(mOsm/L) (g/L) (mEq/L) (mEq/L)

NaCl 0,9% 308 - 154 154 - -


NaCl 0,45% + D5 428 50 77 77 - -
NaCl 0,225% + 253 50 38,5 38,5 - -
D5
RL/RA 273 - 130 109 4 Laktat
28/asetat 28
½ DaD 285 25 62 52 17,4 Laktat 27,6
KaEN3B/ Tridex 290 27 50 50 20 Laktat 20
27B
KaEN4B 264 38 30 28 8 Laktat 20
Kebutuhan Cairan dan Elektrolit

Kebutuhan Cairan:
• Dewasa 30-40 ml/kgBB/hari
• Anak
<10kg = 100 ml/kgBB/hari
11-20kg = 1000 ml + 50 ml (BB-10kg)
>20kg = 1500 ml + 20 ml (BB-20kg)

Kebutuhan Elektrolit:
• Defisit Na = (Normal natrium – Natrium sekarang) x BB x 0,6
• Defisit Kalium = (Normal kalium – Kalium sekarang) x BB x 0,25
Berdasarkan Tujuan Pemberian Cairan

• Cairan rumatan:
Cairan hipotonis: D 5%, D 5% + ¼ NS dan D 5% + ½ NS

• Cairan pengganti:
RL, NaCl 0,9%, Koloid

• Cairan khusus hipertonik:


NaCl 3%, mannitol 20%, bic-nat
Hiponatremia
Kadar normal 135 – 145 mEq/L

< 120 mg/L • Gejala


disorientasi
• Gangguan mental
• Letargi
• Iritabilitas
• Lemah
• Henti nafas

< 110 mg/L


• Gejala kejang
• Koma
Terapi Hiponatremia

Defisit Na+ (mEq) = (140-Na) x BB x 0,6


Maintenance Na per hari = 2 – 4 mEq/L

• Na+ >125 mg/L  restriksi cairan


• Na+ <120 mg/L  NaCl 3% dengan menghitung defisit natrium
• Untuk pediatrik 1,5 – 2,5 mg/kgBB
Hipernatremia
Dikatakan hipernatremia jika Na+ >145 mEq/L

> 145 mg/L

• Perubahan mental
• Letargi
• Kejang
• Koma
• Lemah
Terapi Hipernatremia

Terapi meliputi pemberian air/larutan dextrose 5%, diuretik, DDAVP


(Desmopresin asetat)

• Defisit cairan: ((x-140)-1)xBBx0,6 =…. L


• Penggatian cairan dengan 5% dextrose dalam air sebanyak = …. L
Hipokalemia(kadar kalium < 3 mEq/L)
HIPOKALEMI RINGAN
• Haus
• Poliuria
• Otot kaku
• Rasa lemah
• Takikardi
• Gambaran EKG: Gel. T mendatar; depresi segmen ST; gambaran
PVC (Premature Ventricle Contraction)

HIPOKALEMI BERAT
• Kelumpuhan otot
• Gagal nafas
• Gangguan konduksi jantung
• Henti jantung
Terapi Hipokalemia
Rumus defisit kalium:

K = K1 – K0 x 0,3 x BB

K: Kalium yang dibutuhkan


K1: Serum kalium yang diinginkan (4,5)
K0: Serum kalium yang terukur
BB: Berat badan (kg)
Hiperkalemia (kadar kalium > 5 mEq/L)
Gejala

• Aritmia jantung
• Kelemahan otot
• Hipoventilasi

Gambaran EKG:
• Gelombang T tall
• Depresi segmen ST
• QRS melebar
• Hingga fibrilasi ventrikel
• asistol
Terapi Hiperkalemi

• Dextrose 5% + Actrapid 20 unit diberikan selama 6 jam periksa


ulang GDS
• Bicnat 1 mEq/kgBB/jam
• Terapi Lasix 1 atau 2 ampul dan lihat kondisi pasien
Hipoalbumin
Hipoalbumin  kadar albumin yang rendah atau dibawah nilai normal atau
keadaan dimana kadar albumin serum < 3,5 g/dL

Klasifikasi Hipoalbuminemia

Hipoalbuminemia ringan : 3,5 – 3,9 g/dL

Hipoalbuminemia sedang: 2,5 – 3,5 g/dL

Hipoalbuminemia berat: < 2,5 g/dL


Penyebab Hipoalbuminemia

Dapat disebabkan oleh masukan protein yang rendah, pencernaan atau


absorbsi protein yang tak adekuat dan peningkatan kehilangan protein yang
dapat ditemukan pada pasien dengan kondisi medis kronis dan akut, seperti:

• Kurang energi protein


• Luka akibat pre dan post operasi (penurunan albumin plasma yang terjadi
setelah trauma)
• Penyakit hati akut yang berat atau penyakit hati kronis (sintesa albumin
menurun)
• Penyakit ginjal (hemodialisa)
• Penyakit saluran cerna kronik
Gejala Hipoalbuminemia
• Pembengkakan akibat penumpukan cairan pada wajah atau tungkai (edema)
• Pembengkakan lidah (makroglosia)
• Gangguan irama jantung
• BB menurun
• Mual dan muntah
• Bradikardi
• Palmar erythema
• Asteriksis
• Spider angiomas

Menghitung kebutuhan Albumin:

{(Albumin target – Albumin sekarang) x BB (kg) x 40 x 2


100
Nilai normal Albumin:
3,5 – 4,5 g/dL
Terapi Hipoalbuminemia

Terapi hipoalbuminemia dapat dikoreksi dengan albumin intravena


Yaitu pemberian BSA (body serum albumer)
dan diet tinggi albumin seperti ekstra putih telur, ikan gabus.
Tabel Kebutuhan Normal Cairan

Asupan Cairan Keluaran


Cairan
Metabolisme 300 cc Ginjal 1200 – 1500 cc
Minum per oral 1100 – 1400 cc Kulit 500 – 600 cc
Makanan 800 – 1000 cc Paru - paru 400 cc
Saluran cerna 100 – 200 cc
Total 2200 – 2700 cc Total 2200 – 2700 cc
Terapi Cairan
RESUSITASI MAINTENANCE

Kristaloid Koloid Elektrolit Nutrisi


Ringer Dextran
Asetat Gelatin NaCl 0,45% - D5 AA
(Asering) HES Koreksi KaEN3B CHO
RL/NS KaENMG3 Lipid

• Kebutuhan normal (IWL


Mengganti kehilangan akut
+ urin + feses)
(hemorrahage, GI loss)
• Dukungan nutrisi
LAPORAN KASUS
Laki-laki dengan BB 50 kg dating dengan keluhan mencret 20 kali dalam sehari. Air
lebih banyak dari pada ampas. Dari pemeriksaan fisik ditemukan:
• Pasien tampak lemas
• Akral dingin, pucat, basah
• CRT kembali lambat >2 detik
TD: 90/70 mmHg, HR: 160 x/I, RR: 40 x/I, T: 38o C

Diagnosa:
Dehidrasi berat ec Diare

Terapi:
• Cairan ringer laktat
• Pemberian cairan menggunakan hitung tahap cepat
Menentukan derajat dehidrasi dan deficit cairan
Dehidrasi berat, deficit cairan: 10%
Dehidrasi berat = Defisit x BB (gr)
= 10% x 50000
=5000 ml (5L)

Rehidrasi cepat

20cc/kg/BB/1/2-1 jam = 20-40 cc X 50 kg


= 1000-2000 cc/jam
= 2000 cc/jam

Tetesan makro = 2000 cc X 20 tetesan makro : 60 menit


= 666,6 ggt/I (cor)
• Jika dalam 1 jam keadaan pasien belum membaik maka ulangi lagi pemberian
cairan 2000cc selama 1 jam
• Dan ternyata setelah dievaluasi keadaan pasien membaik maka berikan
rehidrasi lambat
• Rehidrasi lambat dilakukan dalam 24jam

Defisit = 5000 – (2000+2000)


= 1000 cc

Anda mungkin juga menyukai