Anda di halaman 1dari 54

Bagian Ilmu Kesehatan Mata

RSUP DR M DJAMIL PADANG


Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Clinical science session


Etiologi dan Tatalaksana Trauma Tumpul pada
Mata
Oleh:
Benazir Jan binti Allhammulhack 0910314178
Ghinna Pretty Wardani 1310312037
Fadel Abdussabil

Preseptor : dr. Fitratul Ilahi, Sp.M


Traumaokulimerupakantrauma
Trauma okuli merupakan salah
atau cedera yang terjadi pada
satu penyebab yang sering
mata yang dapat
menyebabkan kebutaan
mengakibatkan kerusakan pada
unilateral pada anak dan
bola mata, kelopak mata, saraf
dewasa muda
mata dan rongga orbita.

Penyebabnya dapat bermacam- Pada mata dapat terjadi trauma


macam, diantaranya kecelakaan dalam bentuk trauma tumpul,
di rumah, kekerasan, ledakan, trauma tembus bola mata,
cedera olahraga, dan trauma kimia, dan trauma
kecelakaan lalu lintas. radiasi.
• Trauma tumpul dapat dibedakan menjadi dua yaitu kontusio yang merupakan
kerusakan yang disebabkan oleh kontak langsung dengan benda dari luar
terhadap bola mata tanpa menyebabkan robekan pada dinding bola mata.
• Kedua yaitu konkusio yang merupakan kerusakan tidak langsung, trauma
terjadi pada jaringan mata kemudian getarannya sampai ke bola mata.
• Baik kontusio maupun konkusio dapat menimbulkan kerusakan jaringan
berupa kerusakan molekuler, reaksi vaskuler, dan robekan jaringan.
ANATOMI
Definisi trauma Okuli menurut BETT
• Trauma tumpul dapat menimbulkan kerusakan jaringan dari palpebra
sampai dengan saraf optikus berupa:
• kerusakan molekuler,
• reaksi vaskuler, dan
• robekan jaringan.
ANAMNESIS

• Pada anamnesis kasus trauma mata ditanyakan mengenai proses terjadi trauma,
benda apa yang mengenai mata tersebut, bagaimana arah datangnya benda yang
mengenai mata tersebut apakah dari depan, samping atas, bawah dan bagaimana
kecepatannya waktu mengenai mata.
• Perlu ditanyakan pula berapa besar benda yang mengenai mata dan bahan benda
tersebut apakah terbuat dari kayu, besi atau bahan lain.
• Apabila terjadi penurunan penglihatan, ditanyakan apakah pengurangan penglihatan
itu terjadi sebelum atau sesudah kecelakaan.
• Ditanyakan juga kapan terjadinya trauma. Apakah trauma disertai dengan keluarnya
darah dan rasa sakit dan apakah sudah dapat pertolongan sebelumnya.
PEMERIKSAAN FISIK
• Pada pasien yang sadar dan kooperatif, visus harus dinilai:
• Untuk menilai tajam penglihatan pada pasien yang berbaring di tempat tidur dapat digunakan kartu
baca.
• Jika terdapat ekimosis dan edema pada palpebra, dapat digunakan spekulum namun sebelumnya
diberikan anestesi topikal.
• Segmen anterior idealnya diperiksa dengan menggunakan slit lamp:
• Perhatikan apabila terdapat laserasi kornea-sklera. Lokasi dan lebar laserasi dicatat.
• Jika terdapat prolaps intraokuler melalui laserasi maka pemeriksaan selanjutnya harus dilakukan di
dalam kamar operasi.
• Pengukuran tekanan intraokular juga perlu dilakukan, karena tekanan pada bola mata dapat
menimbulkan keluarnya isi bola mata.
• Ukuran dan bentuk pupil harus dicatat, serta reaksi terhadap cahaya. Jika
memungkinkan dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui apakah terdapat defek pupil
aferent yang relatif.
• Tes konfrontasi untuk mengetahui lapangan pandang harus dilakukan.
• Mata yang sehat juga perlu diperiksa, termasuk pemeriksaan fundus
• Setelah ditegakkan diagnosa laserasi kornea-sklera, maka mata dibebat dan tidur
dengan menggunakan bantal yang ditinggikan.
• Gejala-gejala lain seperti nyeri, mual dan muntah harus diberikan obat-obat
simptomatik.
1. ORBITA
• Trauma tumpul orbita yang kuat dapat menyebabkan bola mata terdorong
dan menimbulkan fraktur orbita.
• Fraktur orbita sering merupakan perluasan fraktur dari maksila yang
diklasifikasikan menurut Le Fort, dan fraktur tripod pada zygoma yang akan
mengenai dasar orbita.
• Pada soft-tissue dapat menyebabkan perdarahan disertai enoftalmus dan
paralisis otot-otot ekstraokular yang secara klinis tampak sebagai strabismus.
• Diplopia dapat disebabkan kerusakan neuromuskular langsung atau edema isi
orbita.
• Dapat pula terjadi penjepitan otot rektus inferior orbita dan jaringan di
sekitarnya. Apabila terjadi penjepitan, maka gerakan pasif mata oleh forseps
menjadi terbatas.
PENANGANAN

• Sebelum pembedahan, tidak boleh diberikan sikloplegik atau antibiotik topikal


karena kemungkinan toksisitas obat akan meningkat pada jaringan intraokular
yang terpajan.
• Antibiotik dapat diberikan secara parenteral spektrum luas dan pakaikan pelindung
fox pada mata.
• Analgetik, antiemetik, dan antitoksin tetanus diberikan sesuai kebutuhan.
• Induksi anestesi umum harus menghindari substansi yang dapat menghambat
depolarisasi neuromuskular, karena dapat meningkatkan secara transien tekanan
bola mata, sehingga dapat memicu terjadinya herniasi isi intraokular.
2. PALPEBRA
• Hematoma merupakan pembengkakan atau penimbunan darah di bawah kulit kelopak
akibatnya pecahnya pembuluh darah palpebral.
• Trauma dapat disebabkan pukulan tinju atau benda tumpul yang keras lainnya. Bentuk
hematoma kelopak yang paling berbahaya ialah hematoma kacamata atau yang biasa
disebut Racoon Eye.
• Pada hematoma kacamata, arteri ophtalmica rupture dan merupakan pertanda dari fraktur
basis kranii.
• Pada hematoma ringan, dapat diberikan kompres air dingin untuk menghentikan
perdarahan dan menghilangkan rasa sakit.
• Kompres hangat dapat diberikan pada hematoma yang belum kunjung diabsorbsi.
• Trauma tumpul dapat pula menimbulkan luka laserasi pada palpebra.
• Bila luka ini hebat dan disertai dengan edema yang hebat pula.
3. KONJUNGTIVA
• Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah yang terdapat pada atau dibawah
konjungtiva (arteri konjungtiva dan arteri episklera).
• Pecahnya pembuluh darah ini akibat batuk rejan, trauma tumpul basis kranii atau
pada keadaan pembuluh darah yang rentan dan mudah pecah misalnya pada usia
lanjut, hipertensi, arteriskerosis.
• Pemeriksaan Funduskopi diperlukan bila tekanan bola mata rendah dengan pupil
lonjongdisertai tajam penglihatan yang menurun dan hematoma subkonjungtiva
maka sebaiknya dilakukan eksplorasi bola mata untuk mencari kemungkinan
adanya ruptur bulbus okuli.
• Pengobatan dini dilakukan kompres hangat, Perdarahan subkonjungtiva akan
hilang atau diabsorpsi dalam 1 – 2 minggu tanpa diobati.
4. SKLERA
• Ruptur sklera ditandai oleh adanya khemosis konjungtiva, hifema total, bilik
depan yang dalam, tekanan bola mata yang sangat rendah, dan pergerakan
bola mata terhambat terutama ke arah tempat ruptur.
• Ruptur sklera dapat terjadi karena trauma langsung mengenai sklera sampai
perforasi, namun dapat pula terjadi pada trauma tak langsung.
• Penanganan robekan sklera, jika robekannya kecil, sekitar robekan didiatermi
dan robekannya dijahit.
• Pada robekan yang besar, lebih baik dilakukan enukleasi bulbi, untuk
hindarkan oftalmia simpatika. Robekan ini biasanya terletak dibagian atas.
5. Kornea

• Trauma tumpul edema kornea (membran descemet)


• Pasien merasa
• penglihatan kabur
• terlihat pelangi (sumber cahaya)
• Kornea keruh (uji plasido yang positif)
• Edema kornea ynag berat mengakibatkan masuknya serbukan sel radang dan
neovaskularisasi kedalam jaringan stroma kornea.
Edem kornea
Erosi Kornea
• Terkelupasnya epitel kornea yang dapat diakibatkan oleh gesekan keras.
• Kornea punya serat sensibel yang banyak,
• mata berair
• Blefarospasme
• Fotofobia
• Penglihatan terganggu (media kornea keruh)
• Pada kornea terlihat defek epitel kornea (fluoresein akan berwarna hijau)
• Anestesi topikal menghilangkan rasa sakit
• Epitel yang terkelupas atau terlipat sebaiknya dilepas atau
dikupas. Untuk mencegah infeksi bakteri diberikan antibiotika,
akibat rangsangan yang mengakibatkan spasmesiliar maka
diberikan sikloplegik aksi pendek seperti tropikamida
6.Uvea

• Trauma --> miosis


• Bila trauma cukup kuat, maka miosis akan segera diikuti dengan iridoplegi dan
spasme akomodasi sementara.
• Dilatasi pupil biasanya diikuti dengan paralisis otot akomodasi, yang dapat
menetap bila kerusakannya cukup hebat. Penderita umumnya mengeluh
kesulitan melihat dekat dan harus dibantu dengan kacamata
• Iridodialis adalah disinsersi dari akar iris dan badan siliar, biasanya bersamaan
dengan terjadinya hifema. Pasien akan melihat ganda dengan satu
matanya, pupil terlihat menonjol
• Iridoplegia (kelumpuhan otot sfingter pupil sehingga pupil menjadi lebar atau
midriasis) pasien sukar melihat dekat, silau akibat gangguan pengaturan
masuknya sinar pada pupil.
• Pupil terlihat tidak sama besar dan bentuknya ireguler, disertai lambat atau tidak
adanya refleks cahaya, dapat permanen atau sementara. Pasien sebaiknya istirahat
untuk mencegah terjadinya kelelahan sfingter dan pemberian roborantia.
• Trauma tumpul dapat merobek pembuluh darah iris atau badan siliar.
• Tetapi dapat juga terjadi secara spontan atau pada patologi vaskuler okuler.
• Darah ini dapat bergerak dalam kamera anterior, mengotori permukaan
dalam kornea.
Robekan Iris
• Konkusio dapat pula menyebabkan perubahan vaskular berupa
vasokonstriksi yang segera diikuti dengan vasodilatasi, eksudasi, dan
hiperemia.
• Perdarahan pada jaringan iris dapat pula terjadi dan dapat dilihat melalui
deposit-deposit pigmen hemosiderin.
• Hifema adalah terkumpulnya darah dalam bilik depan bola mata (camera
oculi anterior).
• Trauma tumpul merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Gaya-gaya
kontusif akan merobek pembuluh darah iris dan merusak sudut camera oculi
anterior (COA). Tetapi dapat juga terjadi secara spontan atau pada patologi
vaskuler ocular.
• Perdarahan sesudah trauma : perdarahan primer. Perdarahan primer dapat
sedikit dapat pula banyak.
• Perdarahan sekunder biasanya timbul pada hari ke 5 setelah trauma.
Perdarahannya biasanya lebih hebat daripada yang primer. Oleh karena itu
seseorang dengan hifema harus dirawat sedikitnya 5 hari.
• Pada penyembuhan darah pada hifema dikeluarkan dari COA dalam bentuk sel
darah merah melalui sudut COA menuju kanal Schiem sedangkan sisanya akan
diabsorbsi melalui permukaan iris.
• Penyerapan pada iris dipercepat dengan adanya enzim fibrinolitik di daerah ini.
Sebagian hifema dikeluarkan setelah terurai dalam bentuk hemosiderin.
• Penumpukan dari hemosiderin ini, dapat masuk ke dalam lapisan kornea,
menyebabkan kornea menjadi bewarna kuning dan disebut hemosiderosis atau
imbibisio kornea,
• Rakusin membagi hifema menjadi:6
• - Hifema tingkat I : perdarahan mengisi ¼ bagian bilik depan mata
• - Hifema tingkat II : perdarahan mengisi ½ bagian bilik depan mata
• - Hifema tingkat III : perdarahan mengisi ¾ bagian bilik depan mata
• - Hifema tingkat IV : perdarahan mengisi penuh bilik depan mata
• Gambaran klinik dari penderita dengan hifema traumatik
adalah: perdarahan pada bilik depan bola mata (diperiksa dengan
flashlight) kadang-kadang ditemukan gangguan tajam penglihatan,
ditemukan adanya tanda-tanda iritasi dari conjunctiva dan
pericorneal, penderita mengeluh nyeri pada mata, fotofobia (tidak tahan
terhadap sinar), sering disertai blepharospasme, kemungkinan disertai
gangguan umum yaitu lethargia, disorientasi, somnolen.
• Pasien akan mengeluh nyeri pada mata disertai dengan mata yang berair.
Penglihatan pasien akan sangat menurun. Terdapat penumpukan darah
yang terlihat dengan mata telanjang bila jumlahnya cukup banyak.
• Bila pasien duduk, hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah bilik
mata depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan
A. Perawatan konservatif / tanpa operasi

Tirah baring sempurna (bed rest total)


• Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala
diangkat (diberi alas bantal) dengan elevasi kepala 30º - 45º.
• Istirahat total ini harus dipertahankan minimal 5 hari mengingat
kemungkinan perdarahan sekunder. Hal ini sering sukar dilakukan, terlebih-
lebih pada anak-anak, sehingga kalau perlu harus diikat tangan dan kakinya
ke tempat tidur dan pengawasan
Bebat mata
• Mengenai pemakaian bebat mata, masih belum ada persesuaian pendapat di
antara para ahli.
Pemakaian obat-obatan
• Pemberian obat-obatan pada penderita dengan traumatik hifema tidaklah
mutlak, tapi cukup berguna untuk menghentikan perdarahan, mempercepat
absorbsinya dan menekan komplikasi yang timbul. Untuk maksud di atas
digunakan obat-obatan seperti :
Koagulansia
• Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun
parenteral, berguna untuk menekan/menghentikan perdarahan, Misalnya:
Anaroxil, Adona AC, Coagulen, Transamin, vit K dan vit C.
Midriatika Miotika
• Masih banyak perdebatan mengenai penggunaan obat-obat golongan
midriatika atau miotika, karena masing-masing obat mempunyai
keuntungan dan kerugian sendiri-sendiri: Miotika memang akan
mempercepat absorbsi
• (c) Ocular Hypotensive Drug
• Semua para ahli menganjurkan pemberian acetazolamide (Diamox) secara
oral sebanyak 3x sehari bilamana ditemukan adanya kenaikan tekanan
intraokuler. Bahkan Gombos danYasuna menganjurkan juga pemakaian
intravena urea, manitol dan gliserin untuk menurunkan tekanan intraokuler,
walaupun ditegaskan bahwa cara ini tidak rutin.
Kortikosteroid dan Antibiotika
• Pemberian hidrokortison 0,5% secara topikal akan mengurangi komplikasi
iritis dan perdarahan sekunder dibanding dengan antibiotika. Yasuna
menganjurkan pemberian prednison 40 mg/hari secara oral segera setelah
terjadinya hifema traumatik guna mengurangi perdarahan sekunder.
Perawatan operasi
• Perawatan cara ini akan dikerjakan bilamana ditemukan glaukoma
sekunder, tanda imbibisi kornea atau hemosiderosis cornea dan tidak ada
pengurangan dari tingginya hifema dengan perawatan non-operasi selama
3 - 5 hari
7.Lensa

Dislokasi Lensa
• Dislokasi lensa terjadi karena putusnya zonula zinii yang akan
mengakibatkan kedudukan lensa terganggu. Bila zoluna ziniii putus maka
lensa akan mengalami luksasi ke depan (luksasi anterior) atau luksasi ke
belakang (luksasi posterior)
Subluksasi Lensa
• Terjadi akibat putusnya sebagian zonula zinii sehingga lensa berpindah
tempat, subluksasi lensa dapat juga terjadi spontan akibat pasien menderita
kelainan pada zonula zinii yang rapuh
Luksasi lensa anterior
• Bila seluruh zonula zinii disekitar ekuator putus maka lensa dapat masuk
kedalam bilik mata depan sehingga akan terjadi gangguan pengaliran keluar
cairan bilik mata yang dapat mengakibatkan glaukoma kongestif akut.
Pasien akan mengeluh penglihatan menurun mendadak, disertai rasa sakit
yang sangat, muntah, mata merah dengan blefarospasme.
Luksasi lensa posterior
• Akibat putusnya zonula zinii diseluruh lingkaran ekuator sehingga lensa
jatuh kedalam badan kaca dan tenggelam dibawah polus posterior fundus
okuli. Pasien mengeluh adanya skotoma pada lapang pandangannya akibat
lensa yang mengganggu kampus. Mata akan menunjukkan gejala mata
tanpa lensa , pasien akan melihat normal dengan lensa + 12,0 dioptri untuk
jauh , bilik mata depan dalam dan iris tremulans.
8. Retina

• Edema retina terutama makula sering terjadi pada kontusio dan konkusio okuli. Bila
hebat dapat meninggalkan bekas yang permanen.
• Pada edem makula, tampak retina di sekeliling makula berwarna putih ke abu-abuan
dengan bintik merah di tengahnya, menyerupai gambaran oklusi arteri retina sentralis.
• Edema dapat berkembang menjadi kistik atau macular hole. Bila edema tidak hebat,
hanya akan meninggalkan pigmentasi dan atrofi. Segera setelah trauma, terjadi
vasokonstriksi yang diikuti oleh vasodilatasi, menyebabkan edema dan perdarahan.
Perdarahan dapat terjadi di retina, subhyaloid, atau bahkan dapat ke vitreus, sehingga
pada penyembuhannya menyebabkan retinopati proliferatif.3,4
Ablasio retina pada kontusio dan konkusio dapat terjadi akibat:
• - Kolaps bola mata yang tiba-tiba akibat ruptur
• - Perdarahan koroid dan eksudasi
• - Robekan retina dan koroid
• - Traksi fibrosis vitreus akibat perdarahan retina atau vitreus.
• - Adanya degenerasi retina sebelumnya, trauma hanya sebagai pencetus.
• Prognosis pelepasan retina akibat trauma adalah buruk, karena adanya cedera makula, robekan
besar di retina, dan pembentukan membran fibrovaskular intravitreus. Vitrektomi merupakan
tindakan yang efektif untuk mencegah kondisi tersebut.
KESIMPULAN

• Trauma tumpul merupakan trauma pada mata yang diakibatkan benda yang keras
sehingga terjadi kerusakan pada jaringan bola mata atau daerah sekitarnya.
• Trauma tumpul dapat dibedakan menjadi dua yaitu kontusio yang merupakan
kerusakan yang disebabkan oleh kontak langsung dengan benda dari luar dan
konkusio yang merupakan kerusakan tidak langsung.
• Trauma tumpul biasanya terjadi karena kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan,
cedera olahraga, dan kecelakaan lalu lintas.
• Trauma tumpul dapat menimbulkan kerusakan jaringan dari palpebra sampai
dengan saraf optikus berupa kerusakan molekuler, reaksi vaskuler, dan robekan
jaringan.
• Diperlukan anamnesis ,pemeriksaan fisik yang cermat. Untuk evaluasi dapat
dilakukan pemeriksaan visus, slit lamp (untuk mengetahui kerusakan struktur mata
bagian anterior) dan funduskopi (untuk mengetahui kerusakan bagian posterior).
Pengukuran tekanan intra okular juga perlu dilakukan mengingat kemungkinan
terjadinya glaukoma pada pasien.
• Manajemen terapi yang cepat dan tepat menentukan prognosis. Prinsip
penanganan trauma tumpul bola mata adalah apabila tampak jelas adanya ruptur
bola mata, maka manipulasi lebih lanjut harus dihindari sampai pasien mendapat
anestesi umum.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai