Lenny Sulystio
1210015049
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
2016
BAB 1 PENDAHULUAN: LATAR BELAKANG
Prevalensi •• Urutan
Prevalensi kebutaan
pertama tertinggi
penyebab di
kebutaan
Asia Tenggara
terbanyak berada
di seluruh di Indonesia
dunia
(1,5%).
• 20,5 juta penduduk Amerika diatas
•40 52%
tahun dari jumlah kebutaan
mengalami tersebut
dikarenakan katarak.
karena katarak di tahun 2000.
• Prevalensi katarak di Kalimantan
Timur mencapai 2,0 %.
Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan
derajat astigmatisme sebelum dan setelah
fakoemulsifikasi pada pasien katarak yang ditangani
di SMEC Samarinda
BAB 1 PENDAHULUAN: TUJUAN PENELITIAN
Tujuan Khusus
• Mengetahui derajat astigmatisme pasien katarak sebelum
fakoemulsifikasi yang ditangani di SMEC Samarinda.
• Mengetahui derajat astigmatisme pasien katarak setelah
fakoemulsifikasi yang ditangani di SMEC Samarinda.
• Menganalisis perbedaan derajat astigmatisme sebelum dan
setelah fakoemulsifikasi pada pasien katarak yang ditangani di
SMEC Samarinda.
BAB 1 PENDAHULUAN: MANFAAT PENELITIAN
(Dua, Faraj,
(James
Said,&Gray
Bron,&2011)
Lowe, 2013).
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA:
KORNEA
Kornea merupakan
Kornea memiliki 6selaput bening
lapisan,yaitu
pada mata
epitel, yang Bowman,
membran dapat ditembusi
stroma,
cahaya Dua,
lapisan dan menutupi
membran bola mata
Descemet,
sebelah
dan anterior (Ilyas & Yulianti,
endotel.
2014).
Kornea memiliki 2 fungsi utama
Diameter : 11,5 – 12media
horizontal sebagai
yaitu bertindak mm,
lebih
refraksibesar 1 dan
mayor mm melindungi
dari diameter
isi
vertikal (DelMonte & Kim, 2011).
intraokular.
(Ilyas & Yulianti, 2014) (Dua, Faraj, Said, Gray & Lowe, 2013) (Khurana, 2007).
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA:
KATARAK
DEFINISI
Lensa kristalina merupakan struktur yang transparan. Namun
transparansi dari lensa ini bisa terganggu akibat adanya suatu proses
degeneratif yang mengarah ke opasifikasi serat – serat lensa.
Perkembangan opasitas lensa ini dikenal sebagai katarak (Khurana,
2007).
(Ilyas & Yulianti, 2014) (Dua, Faraj, Said, Gray & Lowe, 2013) (Khurana, 2007).
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA:
KATARAK
ETIOLOGI
Kekeruhan pada lensa dapat terjadi akibat hidrasi atau
penambahan cairan pada lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi
akibat kedua – duanya. Katarak umumnya merupakan penyakit pada
usia lanjut, namun bisa juga terjadi akibat kelainan kongenital,
komplikasi penyakit mata lokal yang kronis, penyakit – penyakit mata
lain, serta kelainan sistemik atau metabolik (Ilyas & Yulianti, 2014).
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA:
KATARAK
KLASIFIKASI
Berdasarkan
Berdasarkan stadiumnya, katarak dibagi
etiologinya, katarak dibagi menjadi
menjadi 2:
4:
1.
1. Stadium imatur
Katarak kongenital
2.
2. Stadium intumesen
Katarak didapat
3. Stadium matur
Berdasarkan morfologinya, katarak dibagi menjadi 6:
4. Stadium
Katarak hipermaturKatarak
kapsular dan morgagni
supranuklear
Katarak subkapsular Katarak nuklear
Katarak kortikal Katarak polar
(Ilyas & Yulianti, 2014) (Dua, Faraj, Said, Gray & Lowe, 2013) (Khurana, 2007).
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA:
KATARAK
EPIDEMIOLOGI
Tajam
Pemeriksaan
penglihatan
kornea
: diperiksa
: pakimetri
dengan
dapatmenggunakan
digunakan untuk
kartu
menilaikatarak,
Menentukan adanya selSnellen
endotelial
. kornea.
mengkonfirmasi bahwa katarak
adalah
Biometrifaktor
Pemeriksaan signifikan
memfasilitasi
fundus yanglain
: Penyakit
perhitunganberkontribusi
seperti
kekuatan terhadap
degenerasi
yang lensa gangguan
makular
yang
terkait
kemungkinan
visual dan menghasilkan
bisa– gejala
usiagejala mempengaruhi
refraktif
yang hasil
pasca akhir
dideskripsikan bedah
oleh visual.
yang dan
pasien
Cover test : Adanya
Ultrasonografi
diinginkan; padabisa heterotropia
dasarnya
dibutuhkan bisa
biometri mengindikasikan
terutama
melibatkan ambliopia,
untuk pengukuran
mengeksklusi 2
yang perlu diperhatikan
mengidentifikasi kondisi dalam atau
okular prognosis
sistemik penglihatan
lainmata atau saja
yangaksial
bisa
terlepasnya
parameter retina
okular,dan keratometri
stafiloma, terutama
dan panjang
pada yang
kemungkinan diplopia jika penglihatan meningkat
sangat
(anteroposterior)
opak sehingga
berkontribusi terhadaptakgangguan
bisa dilakukan
visual,funduskopi.
mempengaruhi rencana
pembedahan katarak atau prognosis (AAO, 2011).
Status refraktif
Respon pupil : :Katarak
perlu diketahui
tidak pernah
sebelum
menghasilkan
dilakukan defek
bedah pada
dan
pupil aferen
pasca bedah
•SICS
ICCEsering
dilakukan dengan
digunakan mengambil
sebagai seluruh
pengganti lensa di dimana
dalam
fakoemulsifikasi di
ECCE dilakukan dengan mengambil lensa dari kapsulnya,
Fakoemulsifikasi merupakan tindakan bedah modern yang merupakan
kapsul
kapsul lensa
negara
bagian
yangtertahan
– negara
tersebut
dari ECCE,
intak.
berkembang sebab
di dalam
menggunakan kurangnya
mata
mesin operator
dan bertindak
canggih bedah
sebagai
untuk memecah
•yang
Tidak dilakukan
terlatih di
dansegmennegara – negara
infrastruktur yang maju karena penglihatan
nukleus
pembatas lensa menjadi
antara suatu campuran
anterior dan layak.
emulsi Padajuga
dan potongan
posterior, SICS, insisi
– biasanya
potongan
pasca
kecil
sebesarbedah
yang
membentuk mmburuk
6 dapat dan komplikasi
diaspirasi
dibuat
suatu lokasi melalui
diluar
untuklimbus.tinggi.
sistem
implantasilumen dualpengganti.
Robekan
lensa aspirasi-irigasi.
dibuat di kapsul
anterior dan porsi katarak yang keras (nukleus) dikeluarkan
melalui insisi ini.
ETIOLOGI
Walaupun
Panjang
Lokasi
Telah diketahui
insisi
insisi
telah
dalam
mempengaruhi
secara
banyak
bedah
luas,
publikasi
katarak
bahwa
terjadinya
secara
mengenai
insisiastigmatisme
signifikan
pada arsitektur
bedahmempengaruhi
katarak
pasca
lukabedah
akan
dan
Fakoemulsifikasi dapat dilakukan tanpa harus menjahit insisi yang
dengan semakin
astigmatisme
menginduksi
integritas luka,efek
pasca
efek
pendataran
besar
arsitektur
bedah.
insisi,
ketika
Insisi
luka
semakin
insisi
pada
superior
dibuat
astigmatisme
meningkat
pada
menginduksi
ataupula
di
pasca
dekat
kejadian
jumlah
bedah
aksis
telah dibuat sehingga dapat menghindari komplikasi astigmatisme pasca
astigmatisme
curam
sendiri kornea.
kurangpasca
Hal
pasca
dipelajari.
inilah
bedah
bedah.
yang
Jika
yang
disebut
Insisi
dilihat
besarsebesar
sebagai
dari
diikutisegi
SIA.
2,2
superotemporal,
insisi
Efek
mm inisklera,
atau
berkorelasi
kurang
nasal,
insisi
bedah. Selain itu, dengan relatif kecilnya insisi yang dibuat,
menimbulkan
superonasal
positif
melengkung
dengan dan
menghasilkan
ukuran
astigmatisme
temporal.
insisiUntuk
astigmatisme
dan
pasca
lokasi
CCI,
bedah
insisi,
perbedaan
pasca
hampir
walaupun
bedah
jumlah
0 hingga
pada
terbesar,
astigmatisme
insisi
0,25
diikuti
yang
D,
astigmatisme pasca bedah menjadi lebih kecil kemungkinannya untuk
berbeda
yang
kecil,
insisi efek
lurus,
ditimbulkan
pada
lokasi
lalu
insisi
insisi
akanantara
sebesar
kurang
melengkung
yang
3,0
menimbulkan
terbesar
mmseperti
yangdan kubah
menimbulkan
SIAterkecil
(Ernest,
dan tipe
adalah
Hill,
astigmatisme
Blumenthal
& 0,25
Potvin,D
terjadi (James & Bron, 2011).
pasca bedah
(Dewey,
2011).
(lurus diikuti
et al.,
yang
potongan
2014).
lebih oblik)
besar (Dewey,
(Dewey, et et al.,
al., 2014).
2014).
BAB 2 TINJAUAN
Usia lanjut Penyakit mata
PUSTAKA:
Kelainan sistemik
KERANGKA
Kongenital
TEORI
Kekeruhan lensa
Gangguan penglihatan
Bedah Katarak
ICCE ECCE
Fakoemulsifikasi SICS
Rehabilitasi penglihatan
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN
HIPOTESIS
ICCE
ECCE Derajat
Derajat
astigmatisme pra astigmatisme
bedah katarak pasca bedah
SICS katarak
Fakoemulsifikasi
2.2. Variabel
Instrumen Penelitian
Dependen : derajat astigmatisme
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini ialah
dengan menggunakan tabel yang akan dibuat oleh
peneliti sesuai dengan variabel yang diteliti dalam
penelitian.
BAB 4 METODE PENELITIAN
Definisi Operasional
Fakoemulsifikasi
Fakoemulsifikasi
Derajat Astigmatisme merupakan suatu teknik bedah katarak
yang dilakukan sebagai penatalaksanaan pada pasien katarak.
Derajat astigmatisme adalah derajat astigmatisme yang
Kriteria objektif:
diketahui dengan pemeriksaan menggunakan keratometri
• Ya, bila pada rekam medis tertera fakoemulsifikasi sebagai
sebelum
tindakan dan yang
bedah 1 bulan setelah dilakukan
dilakukan fakoemulsifikasi.
pada pasien katarak dan hanya
dilakukan
Satuan: oleh operator
Dioptri (D) bedah yang sama
• Tidak, bila pada rekam medis tidak tertera fakoemulsifikasi
Skala:tindakan
sebagai Rasio bedah yang dilakukan pada pasien katarak dan
tidak dilakukan oleh operator bedah yang sama.
Skala: Nominal
BAB 4 METODE PENELITIAN
SMEC Samarinda
Pengambilan sampel
Alur Penelitian
Analisis dan penyajian data
BAB 4 METODE PENELITIAN
Pengolahan Data
Analisis Data
Analisis data
Pengolahan dilakukandengan
data dilakukan terlebih dahulu Microsoft
menggunakan dengan
menggunakan uji normalitas untuk mengetahui apakah
Word 2007, Microsoft Excel 2007, Calculator SIA 2.1, dan IBM
sebaran data normal atau tidak. Uji Kolmogorov-Smirnov
digunakan
Statistic pada
SPSS 20 sampel yang besar sedangkan
untuk menyajikan data dalam Uji Shapiro-
bentuk tabel
Wilk digunakan pada sampel yang kecil. Selanjutnya
dan narasi.
dilakukan uji perbedaan dengan menggunakan uji T
berpasangan jika sebaran data normal atau menggunakan uji
Wilcoxon jika sebaran data tidak normal. Untuk menentukan
besaran SIA yang terjadi, data dihitung dengan menggunakan
Calculator SIA versi 2.1.
BAB 4 METODE PENELITIAN
Juni Juli
Februari Maret April Mei
1 2 3 4 1 2 3 4
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penyusunan
Proposal
Seminar
Proposal
Revisi Proposal
Penelitian
Analisis dan
Pengolahan Data
Seminar Hasil
Revisi Hasil
TERIMA KASIH