Flyer VCT
Flyer VCT
ANAKKU RANKING KE - 23
Di kelasnya ada 25 orang murid, setiap kenaikan kelas, anak perempuanku selalu mendapat
ranking ke-23. Lambat laun ia dijuluki dengan panggilan nomor ini. Sebagai orangtu, kami merasa
panggilan ini kurang enak didengar, namun anehnya anak kami tidak merasa keberatan dengan
panggilan ini.
Ada yang menjawab jadi dokter, pilot, arsitek bahkan presiden. Semua orang pun
bertepuk tangan. Tapi anak perempuan kami terlihat sangat sibuk membantu anak
kecil lainnya yang sedang makan. Semua orang mendadak teringat kalau hanya dia
yang belum mengutarakan cita-citanya.
Didesak orang banyak, akhirnya dia menjawab…
“Saat aku dewasa, cita-citaku yang pertama adalah menjadi seorang
guru TK, memandu anak-anak menyanyi, menari lalu bermain-main”.
Anak kami sangat penurut, dia tidak lagi membaca komik, tidak lagi membuat origami, tidak
lagi banyak bermain. Bagai seekor burung kecil yang kelelahan, dia ikut les belajar/bimbel
terus menerus, buku pelajaran dan buku latihan dikerjakan terus tanpa henti. Sampai
akhirnya tubuh kecilnya tidak bias bertahan lagi dan terserang flu berat dan radang paru-
paru. Akan tetapi hasil ujian semesternya membuat kami tidak tahu mau tertawa atau
menangis, tetap saja rangking 23.
Kami memang sangat saying pada anak kami ini, namun kami
sungguh tidak memahami akan nilai sekolahnya.
Pada suatu minggu, teman-teman sekantor mengajak pergi rekreasi bersama.
Semua orang membawa serta keluarga mereka. Sepanjang perjalanan penuh
dengan tawa, ada anak yang bernyanyi, ada juga yang memperagakan
kebolehannya.
Anak kami tidak punya keahlian khusus, hanya terus bertepuk tangandengan
sangat gembira. Dia seringkali lari ke belakang untuk mengawasi bahan
makanan, merapikan kembali kotak makanan yang terlihat sedikit miring,
mengetatkan tutup botol yang longgar atau mengelap wadah sayuran yang
meluap keluar. Dia sibuk sekali bagaikan seorang pengurus rumah tangga
cilik.
Ketika tiba saatnya makan, ada suatu kejadian tak terduga. Dua orang anak lelaki teman kami, satunya si jenius
matematika, satunya lagi ahli bahasa Inggris berebut sebuah kue. Tiada seorang pun yang mau melepaskannya,
juga tidak mau saling membaginya. Para orang tua membujuk mereka, namun tak berhasil. Terakhir anak kamilah
yang berhasil melerainya dengan merayu mereka untuk berdamai.