Anda di halaman 1dari 33

Refarat

Riko Radityatama Susilo, Delfitri Munir


Pendahuluan
 Rinitis atrofi (ozaena) merupakan infeksi hidung
kronik, yang ditandai oleh adanya atrofi progesif pada
mukosa dan tulang konka.
 Disebut juga rhinitis chronica atrophicans cum
foetida, rinitis sika, rinitis kering dan sindrom hidung-
terbuka, yang secara klinis mukosa hidung
menghasilkan sekret yang kental dan cepat
mengering sehingga terbentuk krusta tebal yang
berbau busuk
 Rinitis atrofi merupakan suatu penyakit yang jarang
secara umum ditemui pada masa sekarang ini.
 Pada gejala klinis dijumpai hidung tersumbat,
gangguan penciuman (anosmia), ingus kental
berwarna hijau, adanya krusta (kerak), sakit kepala,
epistaksis, dan hidung terasa kering. Pada
pemeriksaan ditemukan rongga hidung dipenuhi
krusta hijau, mukosa hidung kering dan tipis.

 Diagnosa penyakit ini dapat ditegakkan berdasarkan


anamnesis, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan
penunjang.
Anatomi
 Hidung Luar
 Hidung Dalam
 Sistem Perdarahan Hidung
 Persarafan Hidung
Definisi
 Rinitis atrofi adalah merupakan suatu penyakit
infeksi hidung kronik, yang ditandai oleh adanya
atrofi progresif pada mukosa dan tulang konka.
KeKERAPAN
 Rinitis atrofi merupakan penyakit yang umum di
negara-negara berkembang. Penyakit ini muncul
sebagai endemi di daerah subtropis dan daerah yang
bersuhu panas seperti Asia Selatan, Afrika, Eropa
Timur dan Mediterania.

 Pasien biasanya berasal dari kalangan ekonomi rendah


dengan status higiene buruk.
 Angka kejadian penyakit rinitis atrofi terutama pada
usia pubertas berkisar umur 15-35 tahun, hal ini
dihubungkan dengan status estrogen (faktor
hormonal).

 Beberapa literatur menuliskan bahwa rinitis atrofi


lebih sering mengenai wanita dengan perbandingan
laki-laki dengan wanita adalah 1 : 5.

 Di RSUP. Haji Adam Malik Medan dari januari 1999


sampai Desember 2000 ditemukan 6 penderita
rinitis atrofi, 4 wanita dan 2 pria,berkisar umur 10-37
tahun
ETIOLOGI
 Secara pasti etiologi penyakit ini belum diketahui.

 Diduga penyakit ini disebabkan oleh infeksi


organisme tertentu diantaranya Bacillus mucosus
(Abel, 1895), Coccobacillus (Loewenberg),
Coccobacillus foetidus ozaena, Diphteroid bacilli
dan Kleibseilla ozaena (Henriksen dan Gundersen,
1959).
 Etiologi rinitis atrofi sering dikelompokkan menjadi 2
bentuk sesuai dengan penyebabnya yaitu :
1. Rinitis atrofi primer
 Merupakan bentuk klasik rinitis atrofi. Etiologi dari
rinitis atrofi primer sampai saat ini belum dapat
diterangkan secara memuaskan. namun pada
kebanyakan kasus ditemukan peranan Klebsiella
ozaenae.
2. Rinitis atropi sekunder
 Merupakan bentuk yang paling sering ditemukan di
negara berkembang. Pada keadaan ini umumnya rinitis
atropi disebabkan oleh infeksi hidung kronik seperti
sinusitis kronik.
GEJALA KLINIS
 Hidung tersumbat
 Epistaksis
 Hiposmia atau anosmia
 Ingus kental berwarna hijau
 Ada kerak (krusta) yang berwarna hijau
 Sakit kepala
 Hidung terasa kering
 Nafas berbau
 Rinitis atrofi berdasarkan gejala klinis diklasifikasikan
oleh dr. Spencer Watson (1875) sebagai berikut:
1. Rinitis atrofi ringan, ditandai dengan
pembentukan krusta yang tebal dan mudah
ditangani dengan irigasi.
2. Rinitis atrofi sedang, ditandai dengan anosmia
dan rongga hidung yang berbau.
3. Rinitis atrofi berat, misalnya rinitis atrofi yang
disebabkan oleh sifilis, ditandai oleh rongga
hidung yang sangat berbau disertai destruksi
tulang.
TANDA KLINIS
 Pada pemeriksaan didapatkan rongga hidung
dipenuhi sekret purulen warna hijau dan krusta warna
hijau, jika krusta diangkat terlihat rongga hidung
sangat lapang, konka atrofi, mukosa hidung tipis dan
kering.
 Bisa juga ditemukan ulat atau larva yang disebut
magot karena bau busuk yang timbul.
 Secara klinis, Sutomo dan Samsudin membagi rinitis atrofi
dalam tiga tingkatan yaitu:
A. Tingkat I: Atrofi mukosa hidung, mukosa tampak kemerahan dan
berlendir, krusta sedikit.

B. Tingkat II: Atrofi mukosa hidung semakin jelas, mukosa


semakin kering, warna semakin pudar, krusta banyak,
keluhan anosmia belum jelas.

C. Tingkat III: Atrofi berat mukosa dan tulang sehingga konka


tampak sebagai garis, rongga hidung tampak lebar, dapat
ditemukan krusta di nasofaring, terdapat anosmia yang
jelas.
DIAGNOSIS
 Anamnesis

 Pemeriksaan Klinis

 Pemeriksaan Penunjang
Gambaran CT Scan Hidung dan Sinus Paranasal
Potongan Koronal pada Penderita Rinitis Atrofi

Gambaran Nasoendoskopik Penderita Rinitis Atrofi


DIAGNOSIS Banding
 Rinitis Sifilis

 Rinitis Tuberculosis

 Rinitis Lepra

 Rinitis Sika
KOMPLIKASI
 Perforasi septum dan hidung pelana.

 Faringitis atrofi

 Miasis nasi
pENATALAKSANAAN
 Hingga kini pengobatan medis terbaik rhinitis atrofi
hanya bersifat paliatif.

 Pengobatan untuk rinitis atrofi belum baku


disebabkan karena etiologi penyakit ini belum pasti

 Pengobatan dapat diberikan secara konservatif dan


pembedahan.
a) Terapi konservatif
 Terapi pasien rinitis atrofi berupa irigasi nasal penting

dilakukan.

 Irigasi bertujuan untuk mencegah pembentukan krusta


secara berlebihan.

 Larutan yang dapat diberikan yaitu campiran natrium

bikarbonat 28,4 gr dan natrium diborat 28,4 gr dan


natrium klorida 56,7 gr yang dicampur dengan 280 ml air
hangat dan diberikan dua kali sehari.
 Obat tetes hidung perlu diberikan setelah
pengangkatan krusta diantaranya ialah:
 Gentamisin 80 mg dalam 1 liter NaCl fisiologis
 Glukosa 25% dalam gliserin

 Kemicetine anti ozaena solution

Tiap milliliter mengandung: klorampenikol 90 mg,


estradiol dipropionat 0,64 mg, vitamin D2 900 IU,
propilen glikol
 Streptomycin 1 gr dalam larutan NaCl fisiologis

 Tetes hidung paraffin

 Oestradiol dalam minyak arachis


b). Terapi bedah
 Tujuan dari terapi pembedahan yaitu,
menyempitkan rongga hidung yanglapang,
regenerasi mukosa hidung, mengurangi
pengeringan dan pembentukan krusta dan
mengistirahatkan mukosa dan meningkatkan
vaskularisasi dari kavum nasi
 Beberapa teknik operasi yang dapat dilakukan antara
lain:
 Young’s operation
 Modified Young’s operation
 Launtenschlager operation
 Young’s operation
 Teknik pada Young’s operation adalah penutupan sebagian
atau total salah satu rongga hidung dengan flap dan menjahit
salah satu hidung bergantian masing-masing selama periode
tiga tahun.
 Dengan teknik menaikkan flap intranasal 1cm dari cephalic ke
lingkaran ala nasi. Flap ini akan menutup lubang hidung tepat
ditengahnya.
 Tujuan operasi ini adalah mencegah efek kekeringan,
mengurangi krusta dan membuat mukosa dibawahnya tumbuh
kembali.
 Modified Young’s operation
 Modifikasi teknik ini dilakukan oleh El Kholy. Prinsipnya
yaitu penutupan lubang hidung dengan meninggalkan 3
mm yang terbuka.
 Pada prosedur operasi, pasien diberikan anestesi lokal.
Suntikan obat anastesi ini akan menyusup di daerah
vestibular di sisi medial rongga hidung sepanjang
septum hidung dan sisi lateral rongga hidung. Injeksi
menciptakan hydro edema pada lapisan hidung,
sehingga dapat mengurangi perdarahan dan membantu
dalam pembedahan karena juga berfungsi mengurangi
rasa sakit.
Launtenschlager operation
 Dengan memobilisasi dinding medial antrum dan bagian dari

etmoid, kemudian dipindahkan ke lubang hidung.

 Pada operasi ini, antrum maksila dibuka dengan operasi

Caldwell- Luc. Dinding medial antrum dimobilisasi kearah


medial dengan membuat potongan berbentuk U dengan
menggunakan bor, apabila mungkin, mukosa kavum nasi
yang tipis karena penyakit ini jangan sampai rusak.

 Tulang antrum medial dengan konka inferior diluksasi kearah

medial dengan bertumpu pada area etmoid.


Launtenschlager operation
prognosis
 Rinitis atrofi dapat menetap bertahun-tahun dan ada
kemungkinan untuk sembuh spontan pada usia
pertengahan.

 Pada kebanyakan kasus, meskipun dengan terapi


konservatif, keluhan masih timbul. Oleh karena itu,
dengan tindakan operasi diharapkan terjadinya
perbaikan mukosa dan keadaan penyakit pada
penderita.
kesimpulan
 Rinitis atrofi (ozaena) merupakan penyakit yang jarang
ditemukan ditemukan dibelahan dunia.

 Penyakit ini lebih banyak mengenai wanita dibandingkan


laki-laki.

 Merupakan penyakit infeksi hidung kronik, yang


ditandai dengan adanya atrofi pada mukosa dan tulang
konka, disertai sekret kental yang cepat mengering
sehingga terbentuk krusta yang berbau busuk.
 Etiologi pasti penyakit ini belum diketahui secara
pasti, namun ada beberapa faktor yang diduga sebagai
penyebab diantaranya faktor infeksi, hormonal,
keturunan, defisiensi Fe, lingkungan dan lain-lain.

 Pengobatan rinitis atrofi ditujukan untuk


menghilangkan faktor penyebab dan gejala-gejala yang
ada. Pengobatan dapat diberikan secara konservatif
maupun dengan pembedahan.

Anda mungkin juga menyukai