Anda di halaman 1dari 18

KEPANITERAAN KLINIK ILMU THT-KL

RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN UDARA DR.


ESNAWAN ANTARIKSA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
TRISAKTI

REFERAT: NEURITIS OPTIK

PEMBIMBING: DISUSUN OLEH:


DR. MOCH SOEWANDI, SP. M ANISAH SUPRIYADI
(03.015.027)
PENDAHULUAN
Papilitis atau neuritis optik intraokular adalah inflamasi pada saraf optik.1 Neuritis optik akut
merupakan neuropati optik yang paling sering terjadi pada dewasa muda.2 Neuritis optik juga
berada pada urutan kedua setelah glaukoma sebagai kelainan didapat pada saraf optik yang paling
sering ditemukan pada individu berusia dibawah 50 tahun dengan mayoritas usia 20 hingga 50 tahun
dan usia rata-rata 30 hingga 35 tahun.3 Angka kejadian neuritis optik di Eropa tengah adalah 5 kasus
per 100.000 individu per tahun dimana usia rata-rata saat onset adalah 36 tahun dan kejadian
cenderung jarang pada individu di bawah 18 tahun atau di atas 50 tahun.4 Insidens neuritis optik
unilateral di seluruh dunia berkisar antara 0.94 hingga 2.18 per 100.000 per tahun, jumlah di Jepang
(1.6 per 100.000) mirip dengan jumlah di Sweden (1.46 per 100.000) dan United Kingdom (1 per
100.000).2
ANATOMI VISUAL PATHWAY

Gambar 1. Komponen visual pathway(7)


DEFINISI

Neuritis optik atau neuropati optik inflamatorik8 merupakan


peradangan pada saraf optik.7
EPIDEMIOLOGI
Neuritis optik tipikal lebih banyak menyerang wanita, yaitu tiga kali lebih besar
dibandingkan dengan pria. Mayoritas pasien berusia 20 hingga 50 tahun dan pada
85% kasus memiliki hubungan dengan multiple sclerosis. Neuritis optik tipikal pada
anak-anak terjadi paska terjadi infeksi atau setelah dilakukan vaksinasi.8
ETIOLOGI
1. Idiopatik, pada sebagian besar kasus penyebabnya tidak diketahui
2. Hereditary optic neuritis (Leber’s disease)
3. Demyelinating disorders, merupakan penyebab paling sering, termasuk di dalamnya meliputi
multiple sclerosis
4. Parainfection optic neuritis, dapat disebabkan oleh berbagai infeksi virus seperti measles,
mumps, chickenpox, whooping cough dan glandular fever serta dapat terjadi pula setelah
imunisasi
5. Neuritis optik infeksi dapat berhubungan dengan sinus (dengan etmoidiyis akut), cat’s sratch
fever, sifilis (saat tahap primer atau sekunder), tuberculosis, penyakit lyme dan meningitis
kriptokokus pada pasien AIDS
6. Penyakit autoimun, seperti sarcoidosis, sistemik lupus eritematosus, poliarteritis nodosa, Sindrom
Guillain-Barre dan granulomatosis Wegener’s
7. Neuritis optik toksik (amblyopia toksik)7
KLASIFIKASI
Berdasakan anatomi:
1. Papilitis
2. Neuritis retrobulbar
3. Neuroretinitis

Berdasarkan klinis:
1. Tipikal
2. Atipikal
PATOFISIOLOGI
Patologi optik neuritis ditandai oleh serangan sel T autoreaktif kepada
antigen saraf optik sehingga terjadi demielinisasi, kematian sel
ganglion retina dan gangguan visual kumulatif.9 Pada teori juga
dikemukakan bahwa setelah terjadi neuritis optik dapat menimbulkan
gangguan penglihatan karena adanya demielinisasi dengan perbaikan
suboptimal pada saraf optik retrobulbar, hilangnya neuron yang
mempengaruhi sel ganglion retina, axonal injury yang yang tampak
sebagai penipisan nerve fiber layer retina atau kombinasi ketiganya.10
MANIFESTASI KLINIS
1. Hilangnya penglihatan yang bersifat akut, terjadi dalam 2-7
hari.
2. Penurunan tajam penglihatan (1/3 lebih baik dari 20/40, 1/3
lebih buruk dari 20/200).
3. Defek lapang pandang.
4. Penurunan penglihatan warna.
5. Penurunan respon pupil terhadap cahaya pada mata yang
mengalami kelainan (relative afferent pupillary defect).
6. Nyeri periokular pada 90% pasien, diperparah oleh gerakan
mata pada 50% pasien.8
ANAMNESIS

Pasien dapat datang dengan keluhan penglihatan yang menjadi gelap


secara tiba-tiba pada satu mata yang tingkat keparahannya dapat
bervariasi, dari mulai skotoma kecil hingga buta total. Hilangnya
penglihatan dapat berjalan secara cepat dan biasanya mencapai titik
maksimal pada akhir minggu ke dua. Terdapat pula rasa tidak nyaman di
belakang bola mata terutama saat mata digerakan ke superior karena
adanya keterlibatan origo m. rectus superior.6
PEMERIKSAAN FISIK

1. Visus bisa 6/60 pada atau lebih buruk, walaupun pada beberapa
pasien hanya memiliki gangguan penglihatan ringan atau visus 6/12.
2. Terdapat nyeri tekan terutama pada tempat melekatnya tendon m.
rectus superior
3. Refleks pupil bisa tampak sluggish, ill-sustained dan terdapat Marcus
Gunn’s pupil (relative afferent pupillary defect)
4. Terdapat gangguan penglihatan warna
5. Adaptasi terhadap gelap yang menjadi lambat
6. Pada lapang pandang terdapat skotoma sentral, sentrosekal atau
parasentral
PEMERIKSAAN FUNDUSKOPI
1. Pembengkakan ringan optic disc dengan obliterasi cup fisiologis pada
papilitis, sedangkan pada neuritis retrobulbar optic disc dan nerve-fiber layer
terlihat normal

2. Terdapat sedikit perdarahan pada optic disc

3. Terdapat sel radang pada vitreus

4. Eksudat retina dan cotton-wool spots tidak terjadi dan sugestif terhadap
etiologi infeksi
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Biasanya, pemeriksaan radiologi seperti X-ray kranial, CT-SCAN dan MRI


tidak perlu dilakukan pada kasus jenis tipikal. Pada beberapa kasus,
pemeriksaan penunjang tadi, terutama MRI, dibutuhkan untuk mengetahui
adanya kelainan demyelinating. Pemeriksaan tersebut juga perlu dilakukan
untuk menyingkirkan papilledema karena lesi intrakranial.6
DIAGNOSIS BANDING

Tabel 2. Diagnosis banding papilitis(7)


TATALAKSANA
1. Terapi kausal

2. Terapi kortikosteroid

- Prednisolone oral 1 – 1.5 mg / kg / hari

-Metilprednisolone i.v 1 gm per hari selama 3 hari dilanjutkan dengan prednisolone oral 1
mg / kg / hari selama 11 hari. Lalu lakukan tapering off prednisolone selama 4 hari. (untuk
risiko multiple slecosis tinggi)7

-3. Injeksi hidroksikobalamin (dalam bentuk B1, B6, dan B12).6


PROGNOSIS

Penglihatan akan terus mengalami perbaikan menjadi 20/40 atau lebih baik lagi pada 90%
kasus 1 tahun hingga 15 tahun setelah onset, bahkan hilangnya kemampuan persepsi cahaya
dapat diikuti dengan pemulihan tajam penglihatan hingga 20/20. Apabila penyakit berjalan
destruktif, optic disc akan menjadi pucat dan terlihat defek pada nerve-fiber layer retina.
Terdapat 50% risiko untuk terjadinya multiple sclerosis dalam 15 tahun setelah episode pertama
dengan stratifikasi risiko berdasarkan abnormalitas MRI otak, jenis kelamin perempuan, tidak
adanya pembengkakan optic disc dan cerebrospinal fluid oligoclonal bands.8
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 5. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2017.
2. Toosy AT, Mason DF, Miller DH. Optic neuritis. Lancet Neurol. 2014;13(1):83-99.
3. Gal RL, Vedula SS, Beck R. Corticosteroids for treating optic neuritis. Cochrane Database Syst
Rev. 2015;8(1):1-45.
4. Langer-Gould A, Brara SM, Beaber BE, Zhang JL. The incidence of clinically isolated
syndrome in a multi-ethnic cohort. J Neurol. 2014;261(7):1349-55.
5. Jenkins TM, Toosy AT. Optic neuritis: the eye as a window to the brain. Curr Opin Neurol.
2017;30(1):61-6.
6. Basak SK. Essentials of Ophthalmology. 6th edition. New Delhi: Jaypee Brothers Medical
Publishers; 2016
DAFTAR PUSTAKA
7. Khurana AK, Khurana AK, Khurana B. Comprehensive Ophthalmology. 6th edition. New Delhi:
Jaypee Brothers Medical Publishers; 2015.
8. Riordan-Eva P, Augsburger JJ. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology. 19th edition.
New York: McGraw Hill Education; 2018
9. Smith AW, Rohrer B, Wheless L, Samantaray S, Ray SK, Inoue J et al. Calpain inhibition
reduces structural and functional impairment of retinal ganglion cells in experimental optic
neuritis. J Neurochem. 2016;139(2):270-84.
10. Costello F, Pan YI, Yeh EA, Hodge W, Burton JM, Kardon R. The temporal evolution of
structural and functional measures after acute optic neuritis. J Neurol Neurosurg Psychiatry.
2015;86(12):1369-73.
11. Wilhelm H, Schabet M. The diagnosis and treatment of optic neuritis. Dtsch Arztebl Int.
2015;112(37):616-25.
12. Gabilondo I, Martinez-Lapiscina EH, Fraga-Pumar E, Ortiz-Perez S, Torres-Torres R, Andorra
M et al. Dynamics of retinal injury after acute optic neuritis. Ann Neurol. 2015;77(3):517-28.

Anda mungkin juga menyukai