PRECEPTOR :
DR. WORO TRIAKSIWI WULANSARI, M.SC., SP.A
Keluhan Utama :
Pasien mengeluh Kelemahan pada anggota gerak bawah sejak 10 hari SMRS
Ket :
Laki-laki Pasien Meninggal
Perempuan Satu atap Meninggal
RIWAYAT KEHAMILAN
Ibu usia 27 tahun saat kehamilan pertama dan hamil kedua pada saat
usia ibu 32 tahun
Kehamilan merupakan kehamilan yang diharapkan.
Usia Kehamilan 39 minggu.
Ibu melakukan ANC dan kontrol rutin di bidan setiap satu bulan sekali.
Tidak ada keluhan mual, muntah, ataupun pusing selama kehamilan.
Pada kehamilan usia 39 minggu ibu melahirkan secara spontan di
bidan.
Minum jamu/obat-obatan yang tidak diresepkan dokter/bidan
disangkal, konsumsi alkohol dan merokok disangkal.
Kenaikan berat badan 10 kg selama kehamilan.
RIWAYAT PRIBADI
Riwayat Nutrisi
Pasien mendapat nutrisi dari ASI eksklusif selama 5 bulan setelah itu
dilanjutkan ASI dan makanan tambahan berupa bubur yang dimasak sendiri
atau buah buahan yang dihaluskan sampai usia 2 tahun. Setelah usia 2 tahun
dilanjutkan dengan susu formula.
Kepala
• Mata : conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edem palpebra (-/-)
• Hidung : sekret (-), epistaksis (-) , napas cuping hidung (-/-)
• Mulut : bibir pucat (-), sianosis (-), palatum intak
Thorax
• Inspeksi : Simetris (+), retraksi (-)
• Palpasi : Pengembangan paru simetris, areola mammae penuh, 3-4 mm
• Perkusi : Sonor +/+
• Auskultasi : Pulmo : SDV +/+ , Rh (-/-), wh (+/+)
Cor : S1 > S2 Reguler, bising (-)
Abdomen
Inspeksi : tanda peradangan (-), benjolan (-)
Auskultasi : bising usus (+)
Perkusi : timpani
Palpasi : supel (+), hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas
B B 5 5 N N
Gerak : Kekuatan Otot : Tonus otot :
BT BT 2 2 ↓ ↓
SUPERIOR INFERIOR
Gerakan Bebas, spontan Bebas, terbatas
Kekuatan 5/5 2/2
Tonus Normal/normal /
Atrofi eutrofi eutrofi
• REFLEK FISIOLOGIS :
KANAN KIRI
Reflek Biceps Normal Normal
Reflek Tricep Normal Normal
Reflek ulna dan Radialis Normal Normal
Reflek patella ↑ ↑
Refleks Achilles - -
• REFLEK PATOLOGIS :
KANAN KIRI
Babinski - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gardon - -
Scaeffner - -
Mendel Bachterew - -
Rosolimo - -
Gonda - -
Hoffman Tromner - -
• FUNGSI SENSORIS :
KANAN KIRI
Sensasi tatil Normal Normal
Sensasi nyeri Normal Normal
Sensasi thermal normal Normal
• RANGSANG MENINGEAL :
Kaku kuduk -
Kernig sign -
Brudzinski I -
Brudzinki II -
Brudzinki III -
Brudzinki IV -
PEMERIKSAAN PENUNJANG
DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA
DIAGNOSIS :
Paraplegia ec Suspect Trauma Spinal dd Guilain Barre Syndrom
TATALAKSANA AWAL :
Inf. Tutofusin 20 tpm
Cernevit 3 x 1mg
Inj. Metilprednisolon 3 x 15mg
Cek Darah Rutin, Elektrolit, Ureum, Creatinin, SGOT, SGPT
TINJAUAN PUSTAKA
KELEMAHAN ANGGOTA GERAK
Trauma Spinal
Poliomyelitis
Polimiositis
Mielitis Transversa
Miastenia Gravis
Flaccid Paraplegi
Botulisme
Guillain Barre Syndrome
1. DEFINISI :
Guillain Barre Syndrome merupakan penyakit akibat rusaknya selubung myelin di
perifer karena proses autoimun sehingga terjadi kelemahan asending disertai dyskinesia
(gerakan yg tidak terkendali), hiporefleksi, dan parastesia.
2. ETIOLOGI :
Infeksi virus rx imun mediasi sel
o Epstein-Barr Virus
o Cytomegalovirus
o HIV
o Coxsackie virus
o Herpes simplex
o Hepatitis A virus
Infeksi bakteri
o Campylobacter jejuni
o Mycoplasma pneumonia
50% kasus terjadi 1-3 minggu setelah terjadi ISPA dan infeksi saluran pencernaan
MANIFESTASI KLINIS
1. Kelemahan
kelemahan yang ascending dan simetris
Kelemahan otot pernapasan dengan sesak nafas berkembang secara akut dan berlangsung
selama beberapa hari sampai minggu Keparahan dapat berkisar dari kelemahan ringan
sampai tetraplegia dengan kegagalan ventilasi.
3. Perubahan Sensorik
Gejala sensorik sering mendahului kelemahan.
Parestesia umumnya dimulai pada jari kaki dan ujung jari, berproses menuju ke atas
PENEGAKAN DIGNOSIS
1. Anamnesis :
◦ Parastesi
◦ Kelemahan otot
◦ disfagia, diplopia dan bicara tidak jelas
◦ Gagal nafas
2. Pemeriksaan fisik :
◦ kesadaran yang compos mentis
◦ suhu tubuh normal
◦ penurunan denyut nadi
◦ peningkatan frekuensi nafas
◦ tekanan darah yang ortostatik hipotensi atau tekanan darah yang meningkat
3. Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan LCS
kenaikan kadar protein (1-1,5 g/dl) tanpa diikuti kenaikan jumlah sel.
>> pasien jumlah sel pasien kurang dari 10/mm3 dan disebut dengan istilah disosiasi
albumin sitologis .
Pemeriksaan EMG
mengkonfirmasi neuropati demielinisasi
Pemeriksaan MRI
TERAPI
TRAUMA MEDULLA SPINALIS
1. DEFINISI :
Cedera atau trauma medulla spinalis adalah Suatu kerusakan fungsi
neurologis yang disebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis.
2. ETIOLOGI :
• Kecelakaan mobil
• Terjatuh, olahraga, menyelam
• Luka tusuk, luka tembak
• Tumor atau penyakit infeksi
2. Pemeriksaan Fisik : A Tidak ada fungsi motorik dan sensorik sampai S4-S5 Kompleks
• Refleks Fisiologi B Fungsi sensorik masih baik tapi motorik terganggu sampai Tidak Kompleks
segmen sakral S4-S5
• Reflek Patofisiologi C Fungsi motorik terganggu dibawah level tapi otot-otot motorik Tidak Kompleks
utama masih mempunyai kekuatan <3
• Tonus otot
D Fungsi motorik terganggu dibawah level, kekuatan otot-otot Tidak Kompleks
motorik utama >3
4. Tatalaksana :
Non-Farmakologi :
• A: Airway maintenance dengan kontrol pada vertebra spinal
• B: Breathing dan ventilasi
• C: Circulation dengan kontrol perdarahan
• D: Disabilitas (status neurologis)
• E: Exposure (environmental control)
Farmakologi :
• Berikan metilprednisolon 30 mg/KgBB, iv perlahan-lahan sampai 15 menit, 45 menit
kemudian per infuse 5 mg/KgBB selama 24 jam. Kortikosteroid mencegah peroksidasi lipid
dan peningkatan sekunder asam arakidonat
• Bila terjadi spastisitas otot, berikan ;Diazepam 3 x 5-10 mg/hari, atau Bakloven 3 x 5 mg atau
3 x 20 mg perhari
• Bila ada rasa nyeri dapat diberikan, antara lain : Analgetika, Antidepresan : amitriptilin 3 x
10 mg/hari, Antikonvulsan : gabapentin 3 x 300 mg/hari
• Bila terjadi hipertensi akibat gangguan saraf otonom (tensi >180/100mmHg) pertimbangkan
pemberian obat anti hipertensi
31
Poliomyelitis
1. DEFINISI :
Poliomyelitis adalah penyakit yang disebabkan virus polio yang tergolong dalam
Picornavirus. Virus ini menyerang sistem saraf pusat, menyebabkan nyeri atau merusak
saraf motorik, sehingga menyebabkan kelumpuhan otot (ketidakmampuan untuk
menggerakan tungkai atau bagian tubuh lain).
2. ETIOLOGI :
• Penyakit polio disebabkan oleh infeksi virus yang berasal dari genus enterovirus
dan famili picorna viridae.
• Virus ini menular melalui kotoran atau sekret tenggorokan orang yang terinfeksi
serta melaului benda benda yang terkontaminasi.
3. KLASIFIKASI :
• Non-paralisis : poliovirus telah mencapai selaput otak (meningitis aseptik),
penderita mengalami kejang otot, sakit punggung dan leher
• Paralisis : spialstrain poliovirus ini menyerang tulang belakang, menghancurkan sel
tanduk anterior yang mengatur pergerakan pada batang tubuh dan otot tungkai
• Bulbar : polio jenis ini disebabkan tidak adanya kekebalan alami sehingga batang
otak ikut terk.ena
4. GEJALA DAN TANDA KLINIK :
• Gejala awal : nyeri tenggorok, rasa tdk enak di perut, demam ringan, lemas,
nyeri kepala ringan.
• Gejala klinis yg mengarah pada polio : demam, kelumpuhan akut.
• Kelumpuhan umumnya bersifat lumpuh layuh (flaccid), terjadi pada tungkai
bawah, asimetris, lemas tanpa gangguan saraf perasa, otot dapat mengecil,
refleks negative
• Dapat disertai nyeri kepala, muntah, kekakuan leher dan punggung
5. TERAPI :
• Tdk spesifik
• Simptomatik ; meredakan gejala
• Suportif ; meningkatkan stamina
• Fisioterapi ; meminimalkan kelumpuhan dan mengurangi atrofi otot
• Ortopedik ; utk kelumpuhan yg menetap
6. PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN :
Imunisasi : Merupakan faktor terpenting dalam pemberantasan polio.
terdapat 2 jenis vaksin : OPV (oral polio vaccine) dan IPV (injection polio
vaccine).
2. ETIOLOGI :
• Gen Sex: X-linked genetic recessive disorder
• Diturunkan oleh ibu karier/sporadic mutation pada sel telur
ibu (1/3 kasus)
• Berdampak pada abnormalitas kode genetik distropin
protein yang mengakibatkan sedikitnya jumlah distropin
PATOFISIOLOGI
Distropin menghubungkan sel otot ke
matriks ekstraseluler untuk
mengstabilkan membran dan
melindungu sarkolema dari stres yang
terjadi selama kontraksi otot
Secara mekanis akan memicu
kerusakan melalui kontraksi eksentrik
sehingga menimbulkan stres yang berat
pada membran yang rapuh dan
memicu mikro-lesi yang dapat
mengakibatkan hilangnya homeostasis
kalsium, dan kematian sel
Keseimbangan antara proses nekrosis
dan regenerasi : penyakit pada fase
awal
Pada fase lanjut, kapasitas regenerasi
serat otot berkurang dan serat tersebut
secara bertahap digantikan oleh
jaringan ikat dan jaringan lemak.
GEJALA
Gejala Duchenne Muscular Dystrophy (DMD) biasanya baru
muncul pada usia anak-anak sekitar dua hingga enam
tahun. Penderita terlihat normal pada masa bayi.
Gejala DMD bervariasi, meliputi:
- kesulitan berjalan atau bahkan tidak bisa berjalan sama
sekali
- betis yang membesar
- tidak bisa belajar (terjadi pada sepertiga penderita DMD)
- kurangnya perkembangan keterampilan motorik
- kondisi fatik atau kelelahan berat
- kelemahan pada tangan, kaki, panggul, dan leher yang
memburuk secara cepat
TERAPI
Penyakit Duchenne Muscular Dystrophy (DMD) tidak dapat
disembuhkan.
Pengobatan bertujuan untuk mengurangi gejala, mencegah
semakin memburuknya kondisi penderita, dan memperpanjang
harapan hidup penderita.
Penderita DMD akan kehilangan kemampuan untuk berjalan
sekitar usia 12 tahun. Alat bantu yang dapat diberikan pada
mereka adalah penyangga kaki atau kursi roda.
Terapi fisik juga bisa dilakukan untuk menjaga otot pada kondisi
terbaiknya.
Obat-obatan steroid atau anti radang bisa diberikan untuk
memperpanjang fungsi otot.
Pada tahap akhir, kemampuan otot paru-paru pasien juga akan
berkurang sehingga penderita membutuhkan alat ventilator
untuk membantunya bernapas.
POLIMIOSITIS
1. DEFINISI :
• Polimiositis adalah suatu kondisi yang menyebabkan peradangan dan
pelemahan pada otot. Penyakit ini dapat memengaruhi kerja otot di seluruh
tubuh, namun pada umumnya menyerang otot bahu, paha, dan pinggul.
• Kelemahan simetris, otot proksimal lebih lemah dari distal
• Peninggian kadar enzim otot lurik
2. ETIOLOGI :
• Belum diketahui secara pasti penyebab polimiostitis. Namun, kondisi ini diduga
berkaitan dengan keturunan.
• Penelitian terkini menyatakan bahwa polimiositis bisa terjadi ketika sistem
kekebalan tubuh (sistem imun) menyerang jaringan otot sebagai reaksi
autoimun.
3. GEJALA DAN TANDA :
• Gejala umum polimiositis ditandai dengan pelemahan otot-otot pada kedua sisi tubuh
(kanan dan kiri). Kelemahan itu terutama dirasakan pada otot leher, bahu, punggung,
paha, dan panggul.
• Gejala-gejala lain yang bisa ditimbulkan polimiositis adalah:Nyeri dan bengkak
pada otot, Nyeri sendi, Kelelahan, Demam, Kesulitan menelan, Beberapa
orang juga mengalami kulit kemerahan pada siku, lutut, dan buku jari, serta
ruam merah pada leher dan dada bagian atas.
4. TERAPI :
• Obat antiperadangan. Kortikostreroid bermanfaat untuk meredakan
peradangan di dalam tubuh. Dokter akan menurunkan dosis kortikosteroid
secara bertahap untuk mengurangi efek samping, seiring dengan
membaiknya gejala.
• Obat imunosupresan. Obat ini berguna untuk menekan atau menghambat
sistem imun.
• Fisioterapi. Bermacam-macam bentuk latihan yang berfokus untuk
menguatkan dan meregangkan otot-otot bisa dilakukan.
MIELITIS TRANSVERSA
1. DEFINISI :
Mielitis Transversa adalah kelainan neurologi yang disebabkan oleh
peradangan sepanjang medulla spinalis baik melibatkan satu tingkat atau
segmen dari medulla spinalis. Istilah mielitis menunjukkan peradangan pada
medulla spinalis, trasversa menunjukkan posisi dari peradangan sepanjang
medulla spinalis
2. ETIOLOGI :
• infeksi langsung oleh virus, bakteri, jamur, maupun parasit, human
immunodeficiency virus ( HIV ), varicella zoster, cytomegalovirus, dan TBC.
• Komplikasi dari syphilis, campak, penyakit lyme, dan beberapa vaksinasi seperti
chikenpox dan rabies.
• Penyakit autoimmune sistemik (SLE, multiple sklerosis, Sjogren’s syndrome),
sindrom paraneoplastik, penyakit vaskuler, iskemik sumsum tulang belakang
meskipun tidak jarang tidak ditemukannya faktor penyebab ATM sehingga
disebut sebagai "idiopatik"
3. TANDA DAN GEJALA :
TERAPI
MYASTHENIA
GRAVIS
1. DEFINISI :
• Miastenia gravis (kelemahan otot yang parah) adalah merupakan suatu penyakit
gangguan autoimun yang mengganggu sistem sambungan saraf (synaps) atau
neuromuscular junction berfungsi secara tidak normal dan menyebabkan kelemahan
otot menahun.
• Pada penderita miastenia gravis, sel antibodi tubuh atau kekebalan akan menyerang
sambungan saraf yang mengandung acetylcholine (ACh), yaitu neurotransmiter yang
mengantarkan rangsangan dari saraf satu ke saraf lainnya.
2. ETIOLOGI :
• Penyebab pasti reaksi autoimun atau sel antibodi yang menyerang reseptor
acetylcholine belum diketahui. Secara teoritis, gangguan ini dapat disebabkan oleh
reaksi autoimun atau gangguan pada aktivitas neurotransmiter.
• penyebab lain adalah adanya kemungkinan peranan kelenjar thymus. Hubungan antara
kelenjar thymus dan Myasthenia Gravis masih belum sepenuhnya dimengerti. Para
ilmuwan percaya bahwa kelenjar thymus mungkin memberikan instruksi yang salah
mengenai produksi antibodi reseptor asetilkolin sehingga malah menyerang transmisi
neuromuskular
3. GEJALA DAN TANDA :
Myasthenia gravis ditandai dengan kelemahan pada otot, yang memburuk ketika digerakkan dan
membaik ketika beristirahat, Kemudian kelemahan otot menjalar ke otot-otot okular,fascial dan
otot-otot bulbar dalam rentang minggu sampai bulan, gejala ini sering menjadi gejala awal dari
penyakit ini.
• Kelopak mata turun sebelah atau layu (asimetrik ptosis)
• Penglihatan ganda
• Kelemahan otot pada jari-jari, tangan dan kaki
• Gangguan menelan
• Gangguan bicara
• Dan gejala berat berupa melemahnya otot pernapasan (respiratory paralysis),
4. TERAPI :
Myasthenia Gravis bisa dikontrol dengan beberapa terapi Yang ada, yang dirasakan
cukup efektif untuk membantu para penderita. Terapi-terapi tersebut bisa berupa :
Obat-obatan :
Anticholinesterase
Corticosteroid dan Immunosuppressant
Tindakan medis :
Immunoglobulin
Flaccid Paraplegia
• DEFINISI :
• Paraplegia adalah penurunan motorik atau fungsi sensorik dari gerak tubuh.
• Paraplegi flaksid adalah kelemahan atau kurangnya otot yang tidak memiliki
penyebab yang jelas.
2. ETIOLOGI :
Hal ini biasanya disebabkan oleh cedera sumsum tulang
belakang atau bawaan kondisi seperti spina bifida yang mempengaruhi elemen
saraf dari kanal tulang belakang.Luas kanal tulang belakang yang terpengaruh
dalam paraplegia adalah toraks, lumbal, atau wilayah vital lainnya
3. KLASIFIKASI :
Plegia pada anggota gerak dibagi mejadi 4 macam, yaitu :
• Monoplegia adalah paralisis/ kelemahan berat pada satu ekstremitas atas atau
ekstremitas bawah.
• Paraplegia adalah paralisis/ kelemahan berat pada kedua ekstremitas bawah.
• Hemiplegia adalah paralisis/ kelemahan berat pada satu sisi tubuh yaitu
satuekstremitas atas dan satu ekstremitas bawah pada sisi yang sama.
• Tetraplegia adalah paralisis/ kelemahan berat pada keempat ekstremitas.
4. DIAGNOSIS :
Mendiagnosanya dengan pemeriksaan riwayat perjalanan penyakit dan
pemeriksaan fisik dan neurologi. Karena sering sulit untuk membedakan antara
penderita idiopatik dengan penderita yang mempunyai suatu penyakit, pemeriksa
pertama sekali harus menyingkirkan penyebab tersebut.
4. TERAPI :
• Tujuan pengobatan pertama ditujukan untuk meredakan respon immun yang
disebabkan oleh trauma medulla spinalis.
• Pengobatan awal dengan pemberian steroid dosis tinggi secara intravena atau
oral. beberapa kasus,obat immunosuppresent yang sangat kuat seperti
cyclophosphamide boleh diberikan.
• Pemberian glukokortikoid atau ACTH , biasanya diberikan pada penderita yang
datang dengan gejala awitannya sedang berlangsung dalam waktu 10 hari
pertama atau bila terjadi progresivitas defisit neurologik. . Glukokortikoid dapat
diberikan dalam bentuk prednisolon oral 1 mg / kg berat badan / hari sebagai
dosis tunggal selama 2 minggu lalu secara bertahap dan dihentikan setelah 7 hari.
Bila tidak dapat diberikan peroral dapat pula diberikan metilprednisolon secara
intravena dengan dosis 0,8 mg / kg/hari dalam waktu 30 menit.
• Selain itu ACTH dapat diberikan secara intramuskular dengan dosis 40 unit dua kali
perhari (selama 7 hari), lalu 20 unit dua kali sehari (selama 4 hari) dan 20 unit dua
kali perhari (selama 3 hari) . untuk mencegah efek samping kortikosteroid,
penderita diberi diet rendah garam dan simetidin 300 mg 4 kali / hari atau ranitidin
150 mg 2 kali / hari. Selain itu sebagai alternatif dapat diberikan antasida peroral.
Paralisis Periodic Hipokalemi
1. DEFINISI :
Periodik paralisis hipokalemia (PPH) merupakan salah satu bentuk
paling sering paralisis periodik, yaitu sekelompok kelainan otot heterogen
yang ditandai dengan serangan paralisis flaksid episodik dengan intensitas
dan durasi bervariasi.
2. ETIOLOGI :
• Kurangnya asupan kalium, misalnya pada intoksikasi barium.
• Perpindahan kalium ke dalam sel, misalnya pada tirodoksikosi.
• Peningkatan kehilangan kalium, misalnya peningkatan mineralokortikoid.
3. GEJALA KLINIS :
• Kelemahan otot : Kelemahan otot bersifat intermiten dan episodik dimulai
dari tungkai menjalar kelengan. Gejala klinis akut berupa paralisis flaksid
reversibel.
• Mialgia
• Kelelahan
4. DIAGNOSIS :
• Anamnesis : gejala hipokalemia, riwayat paralisis oto episodik sebelumnya,
riwayat kelurga mengalami keluhan serupa.
• Pemeriksaan Fisik : penurunan atau hilangnya refleks tendon, tetapi tetap
sensoris intak, nadi lemah dan tak teratur, penurunan bising usus
• Pemeriksaan Penunjang : Pemeriksaan kadar kalium serum, analisis gas
darah, EKG
5. Tatalaksana :
• Penggantian kadar kalium :
• Hipokalium ringan sedang : dosis 20-30 mEq/L, setiap 15-30 menit hingga kadar
kalium normal.
• Hipokalemia berat atau pasien yang tidak bisa minum oral : koreksi dengan KCl
intravena. Infus KCl di vena perifer tidak boleh lebih dari 20 mmol/jam, kecuali jika
ada paralisis atau aritmia mengingat risiko iritasi vena, dan pada vena sentral
maksimum 40 mmol/L.7 Dosis maksimum harian KCl 200 mmol/L. Idealnya, KCl
dicampur dalam salin normal, bukan dekstrosa, karena dekstrosa menyebabkan
perpindahan kalium ke intrasel yang dimediasi insulin
Botulisme
DEFINISI DAN ETIOLOGI :
1. DEFINISI :
Botulisme adalah penyakit akut, paralitik flaksid yang disebabkan
oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh Closytrodium botulinum, atau jarang
dihasilkan oleh ekuivalen oleh strain unik C.butyricum dan C.baratii
2. ETIOLOGI :
C.botulinum termasuk bakteri yang bersifat mesophilic dengan suhu
optimum untuk tumbuh yaitu 37°C untuk strain jenis A dan B serta 30°C
untuk strain jenis E.
KLASIFIKASI :
Foodborne botulisme
Infant botulisme
Wound botulisme
• CT-Scan
Pemeriksaan • Pemeriksaan cerebro spinal (CSS)
Tamabahan • Elektromiography (EMG)
• Uji Edrofonium
Tatalaksana
Prinsip tatalaksana :
1. Pemberian makan dan pernafasan, menempatkan
pada posisi yang benar untuk melindungi jalan nafas.
Pemberian makan dengan NGT
2. Antibiotik diberikan untuk infeksi sekunder, dipilih
antibiotik golongan non-klostridiosid seperti
trimetropim/sulfametoksazol atau asam nalidiksik
3. Pada wound botulisme diberikan antitoksin botulismus
10.000-50.000 unit