Batasan
Autisme Masa Kanak (selanjutnya disebut Autisme saja)
adalah gangguan perkembangan yang kompleks, dengan
keterlambatan dalam kemampuan interaksi sosial,
komunikasi timbal-balik, serta adanya perilaku berulang
tanpa tujuan (stereotipik) disertai minat yang terbatas.
Gejala harus sudah tampak sebelum usia 3 tahun
Etiologi
Faktor psikodinamika dan keluarga
Saat ini anggapan bahwa orang tua yang “dingin” yang
menyebabkan anaknya menjadi autistik sudah tak
dianut lagi.
Faktor Neurologik dan Biologik
Komplikasi perinatal lebih banyak ditemukan
dibandingkan dengan anak normal. Sebagian kasus
mengalami “ seizure” (serangan kejang) suatu ketika
dalam hidupnya, dan sebagian menunjukan pelebaran
ventrikel pada CT scan. Berbagai kelainan EEG
ditemukan pada 10-83% anak autistik walaupun tidak
ada yang patognomonik. Pada autopsi didapatkan
kekurangan jumlah sel Purkinje, dan pada pemeriksaan
PET ditemukan peningkatan metabolisme kortikal
Faktor Genetik
2-4% saudara kandung dari anak yang autistik juga
menunjukkan gejala Autisme.
Faktor Imunologi
Adanya inkompatibilitas imunologik anatara si ibu dan embrio
atau fetus mungkin mempunyai andil untuk terjadinya
autisme.
Faktor Perinatal
Riwayat pendarahan setelah trimester satu, mekonium dalam
cairan amnion, penggunaan obat-obat oleh ibu semasa hamil,
serta kondisi hipoksia saat persalinan, lebih banyak didapat
pada anak autistik dibanding pada populasi umum.
Faktor Neuroanatomik
penelitian dengan MRI menemukan peningkatan volume
otak pada lobus oksipital, perietal dan temporal pada
kelompok anak autistik. Lobus temporalis dianggap area
yang penting dari abnormalitas otak pada Autisme. Dugaan
ini didasarkan atas laporan adanya autistic-like syndrome
pada mereka dengan kerusakan lobus temporalis. Penemuan
lain pasa Autisme adalah berkurangnya jumlah sel Purkinje di
otak kecil yang mengakibatkan gangguan perhatian, arousal
dan proses-proses sensorik.
Faktor Biokimia
pada sepertiga pasien Autisme kadar seotonin plasma
meningkat. Pada beberapa anak autistik, peningkatan kadar
homovanilic acid (metabolit dopamin) dalam cairan
serebrospinal berhubungan dengan perilaku menarik diri
serta gerakan stereotipik.
Faktor Lingkungan
sallie Bernard menemukan kumpulan gejala yang sangat mirip
antara kasus Autisme dan keracunan air raksa dan mengklaim
bahwa Autisme adalah suatu bentuk keracunan Hg. Merkuri yang
berlebihan akan mempengaruhi ketidakseimbangan immune
cells, mengakibatkan tingginya IgE, mempengaruhi respons imun
terhadap makanan (IgE dan IgG), mengganggu fungsi enzym
DPPIV (Dipeptidil Peptidase-IV), dan mempengaruhi myelinisasi
jaringan saraf. Pada banyak anak autistik terdapat logam berat
(Hg, Pb, As,Al, dan Cd) yang berlebihan pada pemeriksaan
rambut.
Teori Opioid
menurut teori Autisme muncul dari adanya opioid yang
berlebihan pada sistem saraf pusat yang berlangsung lama dan
sejak dini. Opioid tersebut dianggap bersumber pada hasil
pencernaan yang tidak sempurna dari gluten dan/atau casein
berupa morphine-like peptides yaitu casomorfin dan glidorfin.
Teori ini juga berkaitan dengan adanya leaky gut sehingga
peptida itu bisa menembuskan mukosa usus masuk ke peredaran
darah dan menembus sawar darah-otak.
Mikro organisme patogen dalam Saluran Cerna
pada umumnya autistik mengalami gangguan
pencernaan kronis, berupa diare dan/atau
konstipasi, nyeri perut atau kembung. Pada biakan
faeces, ditemukan berbagai jenis agen penyebab,
termasuk jamur, bakteri, virus dan parasit.
Defisiensi Nutrisi
pada kelompok anak autistik ditemukan defisiensi
Zn, Ca, Mg, Omega-3 fatty acid, serat (fiber), anti
oksidans dan berbagai vitamin. Konsekuensi dari
defisiensi tersebut adalah gangguan pencernaan,
fungsi imunologi dan fungsi otak.
Autoimunitas
penelitian oleh Singh V.K.et al, menunujukan adanya anti
Myelin Basic Protein (suatu autoantibodi) pada kasus
Autisme. Anne M. Connolly, et al menemukan adanya
autoantibodi terhadap sel pembuluh darah otak ,
sedangkan Singh V.K.et al juga menemukan adanya suatu
autoantibodi terhadap protein filamen neuron dan glia.
Angka Kejadian
akhir-akhir ini angka kejadian Autisme si seluruh dunia
sangat meningkat Kaplan & Sadock(1997) menyebutkan
angka kejadian 2-5 kasus per 10.000 anak (1: 2000-
5000)angka 16,8 per 10.000 untuk Autisme dan 45,8 per
10.000 untuk Gangguan Perkembangan Pervasif lainnya.
Diagnosis Pemeriksaan
Tidak diperlukan suatu pemeriksaan laboratorium ataupun
pemeriksaan tambahan lainnya seperti EEG, CTscan kepala,
MRI kepala, Brain Mapping, dll. Diagnosis didasarkan atas
anamnesis yang teliti dan observasi perilaku anak.
Anamnesis meliputiperkembangan anak sejak lahir, serta
keadan ibu sebelum dan selama hamil serta saat persalinan,
kemudian ditambah riwayat keluarga untuk berbagai
Gangguan Perkembangan serta Gangguan Jiwa.
Pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan tambahan
kadang diperlukan apabila ada indikasi untuk memastikan
faktor-faktor etiologi, diagnosis banding, atau apabila ada
kondisi/gangguan lain yang menyertainya.
Kriteria Diagnosis menurut PPDGJ-3
Penatalaksanaan
1. Terapi perilaku. Biasanya diawali dengan sistem “ satu
anak satu pelatihan”, kemudian beberapa anak bisa
digabung sesuai dengan tingkat kemampuannya.
2. Terapi Biomedis, meliputi :
Psikotropika, misalnya : risperidone 0,02-0,05 mg/kg
BB/hari, atau haloperidol dengan dosis yang sama.
Diberikan 2 kali sehari sampai gejala klinis membaik
Medikamentosa lainya sesuai kondisi masing-masing
anak, atau bila ada komorbiditas dengan gangguan
lain.
Pengaturan diet. Pada umumnya dianjurkan
menghindari makanan yang mengandung casein
(protein pada susu mamalia) dan gluten (protein pada
gandum)
Pemberian enzym pencernaan bila ada obstipasi atau
diare kronis
Pemberian vitamin A,B6,B6, Asam Folat, C dan E sesuai
kebutuhan harian
Pemberian mineral : Calcium, Magnesium, Zinc dan
Selenium sesuai kebutuhan harian
3. Terapi tambahan sesuai kondisi masing-masing kasus :
- Terapi Wicara
- Terapi Okupasi
- Terapi Sensori Integrasi
- Terapi Musik/Terapi Seni
TERIMA KASIH