Anda di halaman 1dari 39

PEMERIKSAAN

HIDUNG & SINUS PARANASAL


Nafiys Hilmy (142011101057)

Pembimbing:
dr. Nindya Shinta, Sp.THT-KL

Fakultas Kedokteran Universitas Jember


SMF/Lab. Ilmu Penyakit THT-KL
RSD dr. Soebandi Jember
2019
Sebelum menggunakan instrumen, hidung terlebih dahulu
diinspeksi dan palpasi
1. Inspeksi  bagian hidung dan sekitarnya: warna kulit,
lesi, bekas luka, deformitas, tanda inflamasi, deviasi
septum, iregularitas, massa, sekret yang keluar dari
rongga hidung
2. Palpasi  penekanan jari-jari telunjuk mulai dari
pangkal hidung sampai apeks untuk mengetahui ada
tidaknya nyeri, massa tumor atau tanda-tanda krepitasi.
RINOSKOPI ANTERIOR

• Rinoskopi anterior merupakan pemeriksaan yang mudah dan murah


untuk mendapatkan visualisasi sepertiga anterior rongga hidung
• Alat yang dibutuhkan: lampu kepala, spekulum hidung dengan ukuran
yang sesuai
• Spekulum digenggam sedemikian
rupa sehingga tangkai bawah
dapat digerakkan bebas dengan
menggunakan jari tengah, jari manis
dan jari kelingking.
• Jari telunjuk digunakan sebagai
fiksasi disekitar hidung.
Teknik pemeriksaan:
1. Spekulum dalam posisi horizontal, tangkai sebelah lateral, mulut
sebelah medial
2. Spekulum dimasukkan ke cavum nasi dalam keadaan tertutup,
setelah berada dalam cavum nasi, spekulum dibuka perlahan
3. Amati struktur yang terdapat di dalam rongga hidung. Struktur
yang terlihat pertama kali adalah konka inferior . Bila ingin
melihat konka medius dan superior pasien diminta untuk
tengadahkan kepala.
Teknik pemeriksaan:
4. Pada saat mengeluarkan lidah speculum dari rongga hidung,
lidah speculum dirapatkan tetapi tidak terlalu rapat untuk
menghindari terjepitnya bulu-bulu hidung.
5. Bila rongga hidung sulit diamati oleh adanya edema mukosa
dapat digunakan tampon kapas efedrin yang dicampur dengan
lidokain yang dimasukkan ke dalam rongga hidung untuk
mengurangi edema mukosa.
INPEKSI:
1. Penampakan mukosa (misalnya warna, kelembapan)
2. Cuping hidung (vestibulum nasi)
3. Meatus nasi inferior : normal/tidak
4. Konka inferior : normal/tidak
5. Meatus nasi medius : normal/tidak
6. Konka medius : normal/tidak
7. Keadaan septa nasi : normal/tidak, adakah deviasi septum
8. Keadaan rongga hidung : normal/ tidak; sempit/ lebar; ada pertumbuhan
abnormal: polip, tumor; ada benda asing/ tidak : berbau/ tidak
9. Adakah discharge dalam rongga hidung, bila ada bagaimana deskripsi
discharge (banyak/ sedikit, jernih, mucous, purulen, warna discharge, apakah
berbau).
10. Titik-titik pendarahan.
FENOMENA PALATUM MOLLE
• Arahkan cahaya lampu kepala ke dalam dinding belakang nasopharynx
secara tegak lurus. Normalnya, pemeriksa akan melihat cahaya lampu yang
terang benderang.
• Kemudian pasien diminta mengucapkan “iiiii”. Normalnya, dinding belakang
akan nampak lebih gelap akibat bayangan dari palatum molle yang
bergerak.
• Namun, bayangan gelap juga dapat terjadi bila cahaya lampu tidak
mengarah tegak lurus.
• Setelah pasien berhenti mengucap “iii”, bayangan gelap akan menghilang,
dan dinding belakang nasopharynx akan menjadi terang kembali.
• Bila ditemukan fenomena bayangan gelap saat pasien mengucap “iii”, dikatakan
hasil pemeriksaan fenomena palatum molle positif
• Sedangkan fenomena palatum molle dikatakan negatif bila saat pasien
mengucap ‘iii’, tidak ada gerakan dari palatum molle sehingga dinding belakang
nasopharynx tetap terlihat terang benderang.
Hal ini dapat kita temukan pada 4 keadaan yaitu :
1. Paralisis palatum molle pada post difteri
2. Spasme palatum molle pada abses peritonsil
3. Hipertrofi adenoid
4. Tumor nasofaring : karsinoma nasofaring, abses retrofaring, dan adenoid
RINOSKOPI POSTERIOR

• Rinoskopi posterior merupakan pemeriksaan yang digunakan untuk


memeriksa bagian posterior cavum nasi, seperti choanae, tekor
turbinasi, posterior end septum, rhinopharynx dan torus tubarius.
• Butuh kerjasama antara dokter dan pasien  sering tergantikan oleh
nasal endoscopy, dan posterior rhinoscopy
RINOSKOPI POSTERIOR
Ketika dilakukan dengan benar, teknik ini dapat memberikan visualisasi:
• Ukuran koana
• Penyumbatan pada nasofaring, misalnya tumor, hipertrofi adenoid, polip, kista,
angiofibroma, dll.
• Sekret hidung: jenis, penampakan
Alat yang dibutuhkan: spatula lidah (tongue spatel), cermin nasofaring, lampu
spiritus, dan lampu kepala
Teknik pemeriksaan

1. Tangan kanan memegang kaca nasofaring dan tangan kiri


memegang spatel lidah
2. Minta pasien membuka mulut lebar-lebar, lalu spatel lidah
ditekan pada 2/3 bagian dorsum lidah
3. Kaca nasofaring dimasukkan secara perlahan hingga
terlihat bayangan hidung bagian belakang (jangan sampai
menyentuh dinding posterior faring)
Teknik pemeriksaan

4. Dengan perlahan-lahan putar tangkai kaca nasofaring ke


kanan dan kiri untuk mengamati struktur dalam hidung
5. Selama pemeriksaan, lidah dijaga agar tetap berada
dalam mulut dan pasien dimina bernapas melalui hidung
Perhatikan bayangan : Fossa Rossenmuler, Torus tubarius, Muara
tuba auditiva Eustachii, Adenoid, Konka superior, Septum nasi
posterior, Choana
PEMERIKSAAN SINUS PARANASALIS

• Inspeksi  ada tidaknya pembengkakan pada wajah.


• Pembengkakan dan kemerahan pada pipi, kelopak mata bawah
menunjukkan kemungkinan adanya sinusitis maksilaris akut.
• Pembengkakan pada kelopak mata atas kemungkinan sinusitis
frontalis akut.
PEMERIKSAAN SINUS PARANASALIS

Palpasi :
• Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk pada gigi bagian atas menunjukkan
adanya sinusitis maksilaris.
• Nyeri tekan pada medial atap orbita menunjukkan adanya sinusitis frontalis.
• Nyeri tekan di daerah kantus medius menunjukkan adanya kemungkinan sinusitis
etmoidalis.
Palpasi
Regio frontalis untuk sinus frontalis:
Menekan lantai sinus frontalis ke arah medio superior menggunakan ibu jari dengan
tenaga optimal dan simetris. Dapat pula menekan dinding muka sinus frontalis ke arah
medial.
Fosa kanina untuk sinus maksilaris:
Sama seperti sinus frontalis,
jangan menekan foramen infraorbita
sebab ada n. Infraorbitalis
Prosedur pemeriksaan Transiluminasi :

Sinus frontalis:
• Dilakukan pada ruangan yang gelap
• Menggunakan sumber cahaya kuat dan terfokus, arahkan sumber cahaya di
pangkal hidung di bawah alis.
• Lindungi sumber cahaya dengan tangan kiri. Lihat bayangan kemerahan di dahi
karena sinar ditransmisikan melalui ruangan udara dalam sinus frontalis ke dahi.
• Pemeriksaan hanya mempunyai nilai bila terdapat perbedaan antara sinus kiri
dan kanan
Prosedur pemeriksaan transiluminasi :

Sinus maksilaris:
• Dilakukan pada ruangan yang gelap
• Bila pasien menggunakan gigi palsu pada rahang atas, mintalah pasien untuk
melepasnya.
• Minta pasien untuk sedikit menengadahkan kepala dan membuka mulut lebar-
lebar. Arahkan sinar dari sudut mata bagian bawah dalam ke arah bawah.
• Lihat bagian palatum durum di dalam mulut. Bayangan kemerahan di palatum
durum menunjukkan sinus maksilaris normal yang terisi oleh udara. Bila sinus
terisi cairan, bayangan kemerahan tersebut meredup atau menghilang.
• Pemeriksaan hanya mempunyai nilai bila terdapat perbedaan antara sinus kiri
dan kanan
TES FUNGSI PENGHIDU
Alkohol Sniff Test (AST)
• Sangat baik untuk skrining
• Penderita diinstruksikan untuk mengendus bau isopropil alcohol dengan mata
tertutup.
• Kapas yang telah diberi alkohol didekatkan perlahan-lahan ke hidung
penderita. Dimulai kira-kira 20 – 30 cm dari mid sternum.
• Normosmik : dapat menghidu dari jarak > 10 cm
• Hiposmik : 0 – 10 cm ( 1, 2, 3 an 4 cmm : berat )
• Anosmik : tidak dapat mencium sama sekali
TERIMAKASIH
PEMERIKSAAN
TENGGOROK DAN LEHER
Nafiys Hilmy (142011101057)

Pembimbing:
dr. Nindya Shinta, Sp.THT-KL

Fakultas Kedokteran Universitas Jember


SMF/Lab. Ilmu Penyakit THT-KL
RSD dr. Soebandi Jember
2019
PEMERIKSAAN LEHER

Inspeksi leher : simetris/ asimetris; tortikolis; tumor; limfadenopati


Palpasi leher :
• ada tumor atau limfadenopati : single/ multiple, ukuran, konsistensi (Lunak, kistik,
padat, keras), permukaan (licin, berbenjol-benjol); fiksasi (mudah
digerakkan/tidak); Nyeri tekan; tanda radang; sakit pada saat digerakkan/
tidak.
PEMERIKSAAN LEHER

• Tiroid : membesar/ tidak; bila ada pembesaran tiroid, apakah single/ multiple
Berapa ukurannya, konsistensi (lunak, kistik, padat, keras), permukaan (licin,
berbenjol-benjol); fiksasi (mudah digerakkan/ tidak); Nyeri tekan; tanda radang;
sakit pada saat digerakkan/ tidak.
• Disertai pembesaran limfonodi/tidak; ikut bergerak pada saat menelan/tidak;
disertai suara serak/tidak, adanya tanda gangguan hormon tiroid (hipertiroid/
hipotiroid).
PEMERIKSAAN FARING
Inspeksi:
• Penderita diinstruksikan membuka mulut, perhatikan struktur di dalam cavum oris
mulai dari gigi geligi, palatum, lidah, bukkal.
• Lihat ada tidaknya kelainan berupa: pembengkakan, hiperemis, massa, atau
kelainan congenital.
• Lakukan penekanan pada lidah secara lembut dengan spatel lidah.
• Perhatikan struktur arkus anterior dan posterior, tonsil, dinding dorsal faring.
Deskripsikan kelainan-kelainan yang tampak .
PEMERIKSAAN FARING

Palpasi:
• Dengan menggunakan sarung tangan lakukan palpasi pada daerah mukosa
bukkal, dasar lidah dan daerah palatum untuk menilai adanya kelainan-kelainan
dalam rongga mulut
• Periksa apakah ada rasa nyeri di sendi temporo mandibula ketika penderita
membuka mulut
PEMERIKSAAN TONSIL

Besar tonsil
Permukaan :
• halus/berbenjol-benjol, • Tonsil berlobus-lobus,
• Ulserasi, • Penebalan arcus,
• Detritus, • Besar tonsil kanan-kiri sama/tidak,
• Pelebaran kripte, • Disertai pembesaran kelenjar leher/tidak.
• Micro abses,
LARINGOSKOPI INDIREK
• Laringoskopi indirek dilakukan menggunakan kaca laring (laryngeal mirror) atau
flexible fiberoptic endoscope. Laringoskopi dapat mengidentifikasi kelainan-
kelainan laring dan faring baik akut maupun kronis, benigna atau maligna.
• Indikasi laringoskopi indirek :
• Batuk kronis • Sakit tenggorokan kronis • Merokok dan alkoholisme lama
• Dyspnea • Otalgia persisten • Skrining karsinoma nasofaring
• Disfonia • Disfagia • Kegawatdaruratan: angioedema,
• Stridor • Epistaksis trauma kepala-leher.
• Perubahan suara • Aspirasi
Teknik pemeriksaan
1. Pasien duduk berhadapan dengan dokter, posisi pasien sedikit lebih tinggi
dibandingkan dokter.
2. Tubuh pasien sedikit condong ke depan, dengan mulut terbuka lebar dan lidah
dijulurkan keluar. Supaya kaca laring tidak berkabut oleh nafas pasien,
hangatkan kaca laring sampai sedikit di atas suhu tubuh.
3. Cermin laring dihangatkan dengan api lampu spiritus agar tidak terjadi
kondensi uap air pada kaca waktu dimasukkan ke dlm mulut
4. Sebelum dimasukkan ke dalam mulut kaca yang sudah dihangatkan dicoba dulu
pada kulit tangan kiri pemeriksa apakah tidak terlalu panas
Teknik pemeriksaan
5. Pegang ujung lidah pasien dengan kassa steril supaya tetap berada di luar
mulut. Minta pasien untuk tenang dan mengambil nafas secara lambat dan
dalam melalui mulut.
6. Fokuskan sinar dari lampu kepala ke orofaring pasien.
7. Untuk mencegah timbulnya refleks muntah, arahkan kaca laring ke dalam
orofaring tanpa menyentuh mukosa kavum oris, palatum molle atau dinding
posterior orofaring.
Teknik pemeriksaan
8. Putar kaca laring ke arah bawah sampai dapat melihat permukaan mukosa
laring dan hipofaring. Ingat bahwa pada laringoskopi indirek, bayangan laring
dan faring terbalik: plika vokalis kanan terlihat di sisi kiri kaca laring dan plika
vokalis kanan terlihat di sisi kiri kaca laring.
9. Minta pasien untuk berkata “aaahh”, amati pergerakan plika vokalis (true vocal
cords) dan kartilago arytenoid.
10. Plika vokalis akan memanjang dan beraduksi sepanjang linea mediana. Amati
gerakan pita suara (adakah paresis, asimetri gerakan, vibrasi dan atenuasi
pita suara, granulasi, nodul atau tumor pada pita suara).
Teknik pemeriksaan
11. Untuk memperluas visualisasi, mintalah pasien untuk berdiri sementara
pemeriksa duduk, kemudian sebaliknya, pasien duduk sementara pemeriksa
berdiri.
12. Amati pula daerah glotis, supraglotis dan subglotis.
13. Bila pasien sangat sensitif sehingga pemeriksaan sulit dilakukan, maka dapat
diberikan obat anestesi silokain yg disemprotkan ke bibir, rongga mulut dan
lidah.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai