Anda di halaman 1dari 24

PERIKATAN &

PERJANJIAN
OLEH KELOMPOK 4
Penjelasan Mengenai Perikatan &
Perjanjian
 Perjanjian didefinisikan sebagai suatu peristiwa di mana seorang
berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling
berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.
 Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu
setuju untuk melakukan sesuatu. Dalam pasal 1313 KUHPer, yang
dimaksud dengan persetujuan adalah suatu perbuatan di mana
satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain
atau lebih. Berdasarkan pasal 1233 KUHPer, perikatan lahir karena
suatu persetujuan atau karena undang-undang. Sehingga
perjanjian adalah sumber perikatan, di samping sumber-sumber
lain.
Hapusnya Suatu
Perikatan
 Dalam pasal 1381 KUHPer, perikatan hapus karena :
 1. Pembayaran
 2. Penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
 3. Pembaruan utang
 4. Perjumpaan uang atau kompensasi
 5. Percampuran utang
 6. Pembebasan utang
 7. Musnahnya barang yang terutang
 8. Kebatalan atau pembatalan
 9. Berlakunya suatu syarat pembatalan, yang diatur dalam Bab I buku ini
 10. Lewat waktu, yang akan diatur dalam suatu bab sendiri
Pengertian Perjanjian

 Perjanjian didefinisikan sebagai suatu peristiwa di mana seorang


berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling
berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.
 Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu
setuju untuk melakukan sesuatu. Dalam pasal 1313 KUHPer, yang
dimaksud dengan persetujuan adalah suatu perbuatan di mana
satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain
atau lebih.
Syarat Sah Perjanjian
 Dalam pasal 1320 KUHPer, supaya terjadi persetujuan/perjanjian yang sah ,
perlu dipenuhi empat syarat, yaitu :
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu pokok persoalan tertentu
4. Suatu sebab yang tidak terlarang
 Dalam pasal 1329 KUHPer mengatakan bahwa tiap orang berwenang untuk
membuat perikatan, kecuali jika ia dinyatakan tidak cakap untuk hal itu.
 Dalam pasal 1330 KUHPer disebutkan siapa-siapa saja yang tak cakap untuk
membuat persetujuan/perjanjian.
 Dalam pasal 1335 KUHPer dijelaskan bahwa suatu persetujuan tanpa sebab,
atau dibuat berdasarkan suatu sebab yang palsu atau yang terlarang, tidaklah
mempunyai kekuatan.
 Dalam pasal 1337 KUHPer dijelaskan bahwa suatu sebab itu terlarang, jika
sebab itu dilarang oleh undang-undang atau bila sebab itu bertentangan
dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum.
Bentuk-Bentuk Perjanjian

 Bentuk perjanjian dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:


 tertulis dan lisan. Perjanjian tertulis adalah suatu perjanjian yang dibuat
oleh para pihak dalam bentuk tulisan, sedangkan perjanjian lisan
adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam wujud lisan
(cukup kesepakatan para pihak).

 Ada tiga jenis perjanjian tertulis:


1. Perjanjian dibawah tangan yang ditandatangani oleh para pihak yang
bersangkutan saja.
2. Perjanjian dengan saksi notaris untuk melegalisir tanda tangan para
pihak.
3. Perjanjian ynag dibuat di hadapan dan oleh notaris dalam bentuk akta
notariel. Akta notariel adalah akta yang dibuat di hdapan dan di muka
pejabat yang berwenang untuk itu.
Langkah-Langkah Penafsiran
Perjanjian
 TIDAK DIPERKENANKAN MENYIMPANG, Jika kata-kata suatu
perjanjian jelas, tidak diperkenankan menyimpang daripadanya
dengan jalan penafsiran. (Pasal 1342 KUHPer)
 JELAS, “Jelas” artinya kata-kata yang sedikit sekali memberikan
kemungkinan untuk terjadinya penafsiran yang berbeda.
 MENYELIDIKI MAKSUD, Jika kata-kata suatu persetujuan tidak jelas,
kita harus menyelidiki maksud para pihak yang membuat
persetujuan. (Pasal 1343 KUHPer)
 ITIKAD BAIK, Menafsirkan maksud para pihak harus memperhatikan
itikad baik.
Unsur-Unsur
Perjanjian
 1. Kata sepakat dari dua pihak atau lebih
 2. Kata sepakat yang tercapai harus bergantung kepada para
pihak
 3. Keinginan atau tujuan para pihak untuk timbulnya akibat hokum
 4. Akibat hukum untuk pihak yang satu dan atas beban yang lain
atau timbal balik
 5. Dibuat dengan mengindahkan ketentuan perundang-undangan
ASAS-ASAS PERJANJIAN

 KEBEBASAN BERKONTRAK
 KONSENSUALISME
 PACTA SUNT SERVANDA
 ITIKAD BAIK
 KEPRIBADIAN
ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK

 Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan


kebebasan kepada pihak untuk membuat atau tidak membuat
perjanjian, mengadakan perjanjian dengan siapapun, menentukan
isi perjanjian/ pelaksanaan dan persyaratannya, menentukan
bentuknya perjanjian yaitu tertulis atau lisan.
ASAS KONSENSUALISME

 Asas konsensualisme dapat disimpulkan melalui Pasal 1320 ayat 1


BW. Bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya
kesepakatan kedua belah pihak. Dengan adanya kesepakatan
oleh para pihak, jelas melahirkan hak dan kewajiban bagi mereka
ASAS PACTA SUNT SERVANDA

 Didasarkan pada Pasal 1338 ayat 1 BW yang menegaskan


“perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-
undang.”
ASAS ITIKAD BAIK

 Diatur dalam Pasal 1338 ayat 3 BW yang menegaskan “perjanjian


harus dilaksanakan dengan iktikad baik.”
 Asas iktikad baik merupakan asas bahwa para pihak harus
melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau
keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para pihak.
ASAS KEPRIBADIAN

 Hal ini dapat dilihat pada Pasal 1315 dan Pasal 1340 BW.
 Pasal 1315 menegaskan “pada umumnya seseorang
 tidak dapat mengadakan perjanjian hanya untuk kepentingan
dirinya sendiri.”
 Pasal 1340 menegaskan “perjanjian hanya berlaku antara para
pihak yang membuatnya.”
PENGERTIAN PERJANJIAN DALAM
ISLAM
 Menurut hukum islam perjanjian berasal dari kata "aqad" yang secara
etimologi berarti “menyimpulkan”. Menyimpulkan artinya
mengumpulkan dua ujung tali dan mengikat salah satunya dengan
yang lain sehingga bersambung, kemudian keduanya menjadi
sepotong benda.
 Menurut Abdul Aziz Muhammad kata aqad dalam istilah bahasa
berarti ikatan dan tali pengikat. Dari sinilah kemudian makna aqad
diterjemahkan secara bahasa sebagai: “menghubungkan antara dua
perkataan, masuk juga di dalamnya janji dan sumpah, karena sumpah
menguatkan niat berjanji untuk melaksanakanya isi sumpah atau
meninggalkanya. Demikan juga dengan janji halnya dengan janji
sebagai perekat hubungan antara kedua belah pihak yang berjanji
dan menguatkanya”.
 Dengan demikian definisi baik dari kalangan ahli hukum perdata dan
ahli hukum islam ada persamaan dimana titik temunya adalah
kesepakatan untuk mengikatkan diri dengan seorang lainya.
Jenis-JENIS PERJANJIAN

 Perjanjian Timbal Balik dan Perjanjian Sepihak


 Perjanjian Bernama dan Tak Bernama
 Perjanjian Obligator dan Kebendaan
 Perjanjian Konsensual dan Perjanjian Real
Perjanjian Timbal Balik dan
Perjanjian Sepihak
 Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang mewajibkan kedua
belah pihak berprestasi secara timbal balik, misalnya jual beli, sewa–
menyewa, tukar–menukar.
 Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang mewajibkan pihak yang
satu berprestasi dan memberi hak kepada pihak yang lain untuk
menerima prestasi, misalnya perjanjian hibah, hadiah.
Perjanjian Bernama dan Tak
Bernama
 Perjanjian bernama adalah perjanjian yang sudah mempunyai
nama sendiri, yang dikelompokan sebagai perjanjian–perjanjian
khusus dan jumlahnya terbatas.
 Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai
nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas.
Perjanjian Obligator dan
Kebendaan
 Perjanjian obligator adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan
kewajiban.
 Perjanjian kebendaan adalah perjanjian untuk memindahkan hak
milik dalam jual beli, hibah, tukar-menukar.
Perjanjian Konsensual dan
Perjanjian Real
 Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang terjadinya itu baru
dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja bagi pihak-
pihak.
 Perjanjian real adalah perjanjian yang terjadinya itu sekaligus
realisasi tujuan perjanjian, yaitu pemindahan hak.
PENGERTIAN CACAT KEHENDAK

 Salah satu syarat sahnya perjanjian adalah pertemuan kehendak


antara para pihak, atau yang lebih dikenal dengan kesepakatan
para pihak. Dalam syarat perjanjian, kesepakatan para pihak
merupakan syarat syubjektif, yang artinya jika syarat ini tidak
dipenuhi oleh sebuah perjanjian maka perjanjian tersebut dapat
dibatalkan.
 Dalam pernyataan kehendak, ada yang disebut dengan cacat
kehendak. Ada tiga jenis cacat kehendak yang dikenal dalam
Kitab Undang-Undang Hukum perdata (KUHPer). Tepatnya yang
dimuat dalam pasal 1321 KUHPer, yakni kekhilafan, paksaan, dan
penipuan.
 Pasal 1322 KUHPer membedakan kekhilafan menjadi dua jenis,
yakni error in personal (karena subjeknya) dan error in substantia
(karena objeknya).
 Paksaan diatur dalam pasal 1324 KUHPer. Paksaan merupakan
kekerasan jasmani atau ancaman memengaruhi kejiwaan yang
menimbulkan ketakutan pada orang lain sehingga dengan sangat
terpaksa membuat suatu perjanjian. Paksaan dapat berupa
paksaan mutlak (absolut) dan paksaan relatif.
 Penipuan diatur oleh pasal 1328 KUHPer. Penipuan merupakan tipu
muslihat yang digunakan oleh salah satu pihak untuk membuat
pihak lainnya bersedia membuat perikatan atau perjanjian
tersebut. Penipuan tidak dipersangkakan namun harus dibuktikan
oleh pihak yang merasa dirugikan.
PERBEDAAN & PERSAMAAN
PERJANJIAN & PERIKATAN
 Definisi perikatan sebagai berikut:
 “suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua
orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak
menuntut suatu hal dari pihak lain, dan pihak yang lain
berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.”
 Sedangkan perjanjian didefinisikan sebagai berikut:
 “suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji
kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji
untuk melaksanakan suatu hal”.
 Persamaannya baik persetujuan/perjanjian, perikatan maupun
kontrak melibatkan setidaknya 2 (dua) pihak atau lebih. Dasar
hukum persetujuan/perjanjian, perikatan maupun kontrak,
mengacu pada KUHPerdata.
 Pengertian perikatan lebih luas dari perjanjian, sebab hubungan
hukum yang ada dalam perikatan munculnya tidak hanya dari
perjanjian tetapi juga dari aturan perundang-undangan.

Anda mungkin juga menyukai