Anda di halaman 1dari 42

CASE REPORT

SEORANG PEREMPUAN USIA 12 TAHUN


DENGAN POLIP ANTROKOANAL

Disusun oleh:
Resi Asadillah Majid, S. Ked
J510185067
KRH. DR. H. DJOKO SHINDUSAKTI
WIDYODININGRAT, SP. THT-KL, MBA., MARS., M.
SI., AUDIOLOGIST
DR. DR. H. IWAN SETIAWAN ADJI, SP. THT-KL
DR. DIMAS ADI NUGROHO, SP. THT-KL
DAFTAR ISI

BAB I • STATUS PASIEN

BAB II • TINJAUAN PUSTAKA

BAB III • ANALISIS KASUS


BAB I

STATUS
PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. A
Umur : 12 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Karanganyar
Tanggal Masuk RS : 9 April 2019
ANAMNESIS
KELUHAN UTAMA
• Hidung kanan tersumbat
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
• Pasien datang ke Poli Klinik THT RSUD Karanganyar dengan
keluhan hidung tersumbat sejak ± 3 minggu yang lalu dan
keluhan berlanjut sampai sekarang. Hidung tersumbat tidak
pernah berganti dengan hidung kiri dan hanya dirasakan pada
hidung kanan. Keluhan dirasakan terus menerus, memberat
ketika malam, dan keluhan terasa berkurang ketika siang hari.
Keluhan juga disertai penurunan sensasi penghidu dan terasa
sesak ketika bernapas. Pasien juga mengeluhkan kadang-
kadang terasa ada dahak yang turun ke tenggorok serta saat
tidur terkadang ada dengkuran. Nyeri pada hidung (-),
mimisan (-), dan nyeri daerah pipi (-) nyeri tekan di regio colli
dextra et sinistra. Keluhan telinga (-) dan keluhan pada
tenggorokan (-).
ANAMNESIS
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
• Sakit Serupa : diakui, 3 tahun yang lalu
• Diabetes Melitus : disangkal
• Alergi : diakui, alergi terhadap debu
• Asma : disangkal
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
• Keluhan serupa : disangkal
• Hipertensi : disangkal
• Diabetes Melitus : disangkal
• Asma : disangkal
• Alergi : disangkal
PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALIS
Keadaan umum : Cukup
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign
Nadi : 78 kali/ menit
Suhu : 37,2 oC
RR : 20 kali/menit
BB : 37 kg
SpO2 : 99%
PEMERIKSAAN FISIK
GENERALIS
Kepala/Leher : normocephal,
nafas cuping hidung (-), sianosis
(-), peningkatan JVP (-)
Mata : konjungtiva
anemis(-/-), Sklera ikterik (-/-)
PEMERIKSAAN FISIK
GENERALIS
Thoraks
Paru
• Inspeksi: gerakan nafas simetris (+), retraksi interkosta (-/-)
• Palpasi : fremitus normal (+/+), ketertinggalan gerak (-/-)
• Perkusi : sonor di seluruh lapang paru (+/+)
• Auskultasi: suara dasar vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
• Inspeksi: iktus cordis tidak terlihat (+)
• Palpasi : iktus cordis teraba di SIC V linea midklavikularis sinistra (+)
• Perkusi : batas jantung tidak membesar,
• Batas kanan jantung
• Atas : SIC II dextra di sisi lateral linea parasternalis dextra
• Bawah: SIC IV dextra di sisi lateral linea parasternalis dextra
• Batas kiri jantung
• Atas : SIC II sinistra di sisi lateral linea parasternalis sinistra
• Bawah: SIC V sinistra 1 jari di sisi medial linea midklavikularis sinistra
• Auskultasi: suara Jantung I-II reguler (+), murmur (-), gallop (-)
PEMERIKSAAN FISIK
GENERALIS
Abdomen
• Inspeksi : distensi (-), massa (-)
• Auskultasi : peristaltik (+), bising usus normal
• Perkusi : timpani pada semua regio (+), pekak pada
hepar(+)
• Palpasi : supel (+), nyeri tekan (-), defans muscular (-),
hepar dan lien tak teraba
Ekstremitas
• Atas : edema (-/-), luka terbuka (-/-), akral dingin (-/-), CRT <
2 detik (+/+)
• Bawah: edema (-/-), luka terbuka (-/-), akral dingin (-/-), CRT <
2 detik (+/+)
STATUS LOKALIS
(TELINGA)
Pemeriksaan Bagian Telinga
Telinga Kanan Telinga Kiri
Inspeksi Bentuk telinga normal, Bentuk telinga normal,
deformitas (-), bekas luka deformitas (-),bekas luka
(-), bengkak (-), hiperemis (-), bengkak (-),
(-),sekret (-) hiperemis (-),sekret (-)

Palpasi Tragus pain (-) Tragus pain (-)


Otoskopi Hiperemis (-), serumen (- Hiperemis (-), serumen (-
), membrana timpani ), membrana timpani
intake, cone of light (+) intake, cone of light (+)
STATUS LOKALIS
(HIDUNG)
Inspeksi : deformitas (-), bekas luka (-), sekret (-),
edema (-)
Palpasi : krepitasi (-), nyeri tekan (-)
STATUS LOKALIS (HIDUNG)
Hidung Kanan Hidung Kiri
Pemeriksaan Hidung
Hidung Luar Bentuk normal, hiperemis Bentuk normal, hiperemis
(-), deformitas (-), nyeri (-), deformitas (-), nyeri
tekan (-), krepitasi (-) tekan (-), krepitasi (-)
Rinoskopi Anterior Mukosa hiperemis (-) Mukosa hiperemis (-)
Concha media dan inferior Concha media dan inferior
hipertrofi (-) hipertrofi (-)
Concha hiperemis(-), Concha hiperemis(-)
Secret (-), Secret (-)
Septum nasi deviasi (-), Septum nasi deviasi (-)
Udem (-), Udem (-)
Massa dirongga hidung Massa dirongga hidung (-).
(+), warna livid,
permukaan licin, dan tidak
nyeri, di cavitas nasi
dextra
Rinoskopi Posterior Muara tuba eustachii tampak tidak ada oklusi
Tidak tampak pembesaran kelenjar adenoid
Concha superior dalam batas normal
Tidak tampak ada massa
STATUS LOKALIS (RONGGA
MULUT & OROFARING)
Inspeksi : Mukosa faring hiperemis (-), tonsil T1-T1,
tonsil hiperemis (-), uvula terletak di tengah, palatum mole
dalam batas normal
Palpasi : limfadenopati (-), nyeri tekan (-), nyeri tekan
regio colli dextra et sinistra (+)
STATUS LOKALIS (RONGGA
MULUT & OROFARING)
Post OP
Pre OP
STATUS LOKALIS
(LARING)
Epiglotis : dalam batas normal
Aritenoid : dalam batas normal
Plika vokalis : dalam batas normal
Gerak plika vokalis : dalam batas normal
Subglotis : dalam batas normal
Tumor :-
PEMERIKSAAN PENUNJANG
DIAGNOSIS

DIAGNOSIS BANDING
• Keganasan nasofaringeal
• Inverted papilloma

DIAGNOSIS
• Polip Antrokoanal Nasal Dextra
TATALAKSANA
TERAPI
• Operatif:
• Polipektomi
• Terapi post operasi:
• - Inf. RL 20 tpm
• - Inj. Ceftriaxone 1 gr/24 jam
• - Inj. Santagesik ½ amp/8 jam
• - Inj. Dexametason 5 mg/12 jam

PROGNOSIS
• Quo ad vitam : Bonam
• Quo ad functionam : Dubia ad bonam
• Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
BAB II

TINJAUAN
PUSTAKA
POLIP NASI
DEFINISI

• Polip nasi adalah massa lunak yang tumbuh di dalam rongga


hidung.
• Kebanyakan polip berwarna putih bening atau keabu-abuan,
mengkilat, lunak karena banyak mengandung cairan (polip
edematosa).
• Polip yang berasal dari sinus maksila sering tunggal dan
tumbuh ke arah belakang disebut polip antrokoanal. Polip ini
berasal dari mukosa dinding posterior di daerah antrum
maksila, yang kemudian keluar dari ostium sinus dan meluas
hingga ke belakang di daerah koana posterior, membentuk
struktur bilobus.
• Satu lobus tetap berada dalam sinus, sedangkan lobus yang
satunya masuk ke dalam hidung dan terus ke nasofaring.
ANATOMI
FISIOLOGI HIDUNG
Sebagai jalan napas

Air conditioning (pengatur kondisi udara)

Sebagai penyaring dan pelindung

Indera penghidu

Resonansi suara

Proses bicara

Refleks nasal
ETIOLOGI
Polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitif
atau reaksi alergi pada mukosa hidung.
Peranan infeksi pada pembentukan polip hidung  belum diketahui
dengan pasti
Etiologi polip antrochoanal (ACP) belum diketahui pasti. Sinusitis
kronis (65%) dan alergi seperti rinitis alergi (70%) ditemukan
mempunyai hubungan dengan terjadinya ACP.
Beberapa penelitian menunjukkan kemungkinan peran aktivator dan
inhibitor urokinase plasminogen dan peran metabolit asam
arakidonat dalam patogenesis ACP. Yang dapat menjadi faktor
predisposisi terjadinya polip antara lain:
• Alergi terutama rinitis alergi
• Sinusitis kronik
• Iritasi.
• Infeksi
• Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum dan hipertrofi
konka.
PATOFISIOLOGI
Pada tingkat permulaan ada edema mukosa di daerah meatus
medius  kemudian stroma akan terisi oleh cairan
interseluler  sehingga mukosa yang sembab menjadi
polipoid  bila proses terus berlanjut  mukosa yang
sembab makin membesar dan kemudian akan turun ke dalam
rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga
terbentuk polip
PATOFISIOLOGI
KETIDAKSEIMBANGAN SARAF VASOMOTOR
• Peningkatan permeabilitas kapiler dan gangg. Regulasi
vaskuler  melepaskan sitokin-sitokin sel mast  edema 
polip
ALERGI
• Alergi dicurigai karena 3 faktor yaitu mayoritas nasal polip
mempunyai eosinofil, berhubungan dengan asma, dan
mempunyai gejala dan tanda mirip dengan alergi.
FENOMENA BERNOULLI
• Penurunan tekanan yang menyebabkan vasokonstriksi 
tekanan negatif menginduksi mukosa yang meradang pada
rongga hidung  pembentukan polip
MANIFESTASI KLINIS
Rasa sumbatan di
hidung. Sumbatan ini Hiposmia atau
tidak hilang timbul dan Epistaksis
makin lama semakin anosmia
berat keluhannya.

Nyeri pada
Mendengkur Sleep apneu
pipi

Post nasal Bernafas


Nyeri kepala
drip dengan mulut
PEMBAGIAN GRADE
POLIP NASI
Grade 1 : Polip terbatas pada meatus media
Grade 2 : Polip sudah keluar dari meatus media,
tampak di rongga hidung tapi belum memenuhi rongga
hidung
Grade 3 : Polip yang masif
HISTO-PATOLOGI

Secara mikroskopik terdiri dari:

• Epitel berlapis silindris bersila dengan sel


goblet diantaranya (epitel respiratorik) sama
dengan epitel normal hidung. Bila sering kena
trauma epitel ini mengalami metaplasia
menjadi epitel pipih.
• Membrana basalis yang menebal.
• Submukosa yang udem mengandung sel
plasma, limfosit, makrofag, eosinofil, mastosit
serta edikit pembuluh darah dan saraf.
HISTO-PATOLOGI
Menurut Mygind dibagi 2, yaitu:
• Polip Neutrofil (a)
• Polip Eosinofil (b)

(a) (b)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
NASO-ENDOSKOPI
• Naso-endoskopi memberikan gambaran yang baik dari polip,
khususnya polip berukuran kecil di meatus media. Polip stadium
1 dan 2 kadang-kadang tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi
anterior tetapi tampak dengan pemeriksan naso-endoskopi. Pada
kasus polip koanal juga dapat dilihat tangkai polip yang berasal
dari ostium asesorius sinus maksila. Dengan naso-endoskopi
dapat juga dilakukan biopsi.

CT-SCAN
• Sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di
hidung dan sinus paranasal apakah ada kelainan anatomi, polip,
atau sumbatan pada komplek osteomeatal. CT scan terutama
diindikasikan pada kasus polip yang gagal diterapi dengan
medikamentosa.

RADIOLOGI
• Kurang bermanfaat untuk kasus ini.
DIAGNOSIS BANDING

Keganasan/
Angiofibroma tumor
nasofaringeal

Hemangioma Mukokel
PENATALAKSANAAN
Untuk polip edematosa, dapat diberikan pengobatan
kortikosteroid:
• Oral, misalnya prednison 50 mg/hari atau deksametason
selama 10 hari, kemudian dosis diturunkan perlahan – lahan
(tappering off ).
• Suntikan intrapolip, misalnya triamsinolon asetonid atau
prednisolon 0,5 cc, tiap 5-7 hari sekali, sampai polipnya
hilang.
• Obat semprot hidung yang mengandung kortikosteroid,
merupakan obat untuk rinitis alergi, sering digunakan
bersama atau sebagai lanjutan pengobatn kortikosteroid per
oral. Efek sistemik obat ini sangat kecil, sehingga lebih aman.
PENATALAKSANAAN
• Untuk polip yang tidak membaik dapat
dilakukan tindakan bedah.
• Perawatan dari ACP selalu bedah.
Polypectomy sederhana dan prosedur
Caldwell Luc adalah metode sebelumnya
yang disukai untuk mengobati pembedahan
ACP.
PROGNOSIS
• Tidak ada mortalitas yang signifikan terkait
dengan polip nasal.
• Untuk morbiditas biasanya dikaitkan dengan
perubahan kualitas hidup, sumbatan hidung,
anosmia, sinusitis kronis, sakit kepala,
mendengkur, dan drainase post nasal.
• Dalam situasi tertentu, polip nasal dapat
mengubah kerangka kraniofasial karena polip
yang tidak diambil dapat meluas ke intrakranial
dan masuk ke ruang orbital.
BAB III

ANALISIS
KASUS
ANALISIS KASUS

Berdasarkan anamnesis didapatkan keluhan


utama pasien adalah hidung tersumbat yang semakin
lama semakin memberat kurang lebih 3 minggu ini.
Hidung tersumbat dirasakan pada hidung bagian kanan
dan tidak berganti. Selain itu didapatkan penurunan
sensasi penghidu pada hidung kanan, terasa ada dahak
yang turun ke tenggorok serta saat tidur terkadang
mendengkur. Sedangkan menurut berbagai sumber
keluhan yang paling sering dikeluhkan pasien adalah
hidung tersumbat yang semakin memberat dan
terkadang terasa sesak. Gejala lain yang biasa
dikeluhkan adalah hiposmia atau anosmia, post nasal
drip, mendengkur, dan bernafas dengan mulut.
ANALISIS KASUS

Pada pemeriksaan rinoskopi anterior


tampak gambaran massa berwarna livid
dengan permukaan licin. Sedangkan pada
rinoskopi posterior didapatkan gambaran
massa berwarna putih kekuningan. Pada
pemeriksaan rinoskopi anterior bisanya
didapatkan gambaran massa polip warna
keabuan atau kekuningan dan dapat
mencapai hingga nasofaring sehingga akan
terlihat pada rinoskopi posterior.
ANALISIS KASUS
Pada pasien ini direncanakan untuk dilakukan polipektomi.
Serta diberikan terapi medikamentosa pasca polipektomi
dengan kortikosteroid serta Santagesik sebagai agen
analgetik.
Polypectomy sederhana dan prosedur Caldwell Luc adalah
metode sebelumnya yang dipilih untuk mengobati ACP.
Operasi endoskopi sinus fungsional (FESS) telah menjadi
metode yang lebih banyak dipilih. Teknik ini diketahui
merupakan metode yang aman dan efektif dalam
penatalakasanaan polip antrokoanal. Tingkat rekurensi
setelah tindakan ini diketahui jauh lebih rendah.
ANALISIS KASUS
Pembedahan merupakan penatalaksanaan tahap pertama
yang membutuhkan evaluasi dan pengobatan lanjutan
dengan steroid topical maupun oral.
Tingkat rekurensi yang tinggi pada polip nasal masih menjadi
masalah yang sulit diatasi.
Pada polipektomi sederhana memiliki tingkat rekurensi yang
lebih tinggi dibandingkan metode FESS oleh karena sumber
polip masih tertinggal. Akan tetapi tingkat komplikasi pada
polipektomi sederhana lebih rendah daripada metode
Caldwell Luc.
DAFTAR PUSTAKA
• Kirtsreesakul, V., 2005. Update on Nasal Polyps: Etiopathogenesis. J Med Assoc Thai 2005; 88 (12): 1966-72
• Fabiana Valera, María S. Brassesco, Angel M.Castro-Gamero, Maria A. Cortez, Rosane G. P. Queiroz, Luiz G. Tone, Wilma T. Anselmo-
Lima., 2011. In vitro effect of glucocorticoids on nasal polyps. Braz J Otorhinolaryngol. 2011;77(5):605-10.
• Pär Stjärne., 2007. Mometasone Furoate Nasal Spray for the Treatment of Nasal Polyposis. Head, Department of Otorhinolaryngology
and Cochlear Implants, Karolinska University Hospital, and Associate Professor, Karolinska Institute.
• Necat Alatas, Fusun Baba, Imran San, Zehra Kurcer., 2006. Nasal polyp diseases in allergic and nonallergic patients and steroid
therapy. Otolaryngology–Head and Neck Surgery (2006) 135, 236-242
• Maldonado, Miguel. Martínez, Asunción. Alobid, Isam. Mullol , Joaquim. 2004. The Antrochoanal Polyp . Rhinology, 43, 178-182.
• Önerci, T, Metin. Ferguson, Berrylin, J. 2010. Nasal Polyposis : Pathogenesis, Medical and Surgical Treatment . New York : Springer-
Verlag Berlin Heidelberg.
• Yaniv Eitan, Shvero Jacob, Drusd Tamara, Tamir Rami, Hadar Tuvia., 2009. Recurrence of Nasal Polyps After Functional Endoscopic
Sinus Surgery. Nose and Sinus Institute Department of Otolaryngology Rabin Medical Center
• Franche, Guilherme, Luis, da Silva. Granzotto, Eduardo, Homrich. de Borba, Andresa, Their. Hermes, Fernando. Saleh, Cátia, de Souza.
de Souza, Person, Antunes. 2007 . Endoscopic Polipectomy with Middle Meatal Antrostomy for Antrochoanal Polyp Treatment .
Brazilian Journal Of Otorhinolaryngology 73 (5) September/October 2007.
• Sayyed Mostafa Hashemi, Farhad Mokhtarinejad, Maryam Karim, and Sayyed Hanif Okhovat. 2011. Does amphotericin B nasal
douching help prevent polyp recurrence following functional endoscopic sinus surgery?. J Res Med Sci. 2011 January; 16(1): 74–78.
• 10. Shabbir Akhtar, Mubasher Ikram, Iqbal Azam, Tariq Dahri., 2010. Factors associated with recurrent nasal polyps: A tertiary care
experience. J Pak Med Assoc 60:102.
• Soepardi, Efiaty. Iskandar, Nurbaiti. 2000. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok edisi IV cetakan I. Balai Penerbit FK-UI,
Jakarta.
• Soepardi, Efiaty. Hadjat, Fachri. Iskandar, Nurbaiti. 2000. Penatalaksanaan dan Kelainan Telinga Hidung Tenggorok edisi II. Balai
Penerbit FK-UI, Jakarta.
• Adams, George. Boies, Lawrence. Higler, Peter. 1989. Buku Ajar Penyakit Telinga Hidung Tenggorok. W.B. Saunders, Philadelphia.
• Gulati S, Wadhera R, Deco A. 2006. Efficacy of functional endoscopic sinus surgery in the treatment of ethmoid polyps. The Internet
Journal of Otorhinolaryngology. Vol 7 no. 1.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai