Anda di halaman 1dari 16

FUNGSI DAN PERAN

BAHASA INDONESIA DALAM


PEMBANGUNAN BANGSA
Oleh :
1. Hasna Zhafira Oktaviana
2. Rosita Virgia Nanda
3. Alfiana Nafiah
4. Ifayatul Islamiyah
5. Khusnul Mauidhoh
6. Martince Tigi
Bahasa Indonesia sebagai Pengembangan Karakter Pembangunan Bangsa

pengajaran bahasa Indonesia adalah


hal yang perlu diperhatikan agar
tujuan bahasa Indonesia dapat pengajaran mengenai teks berbahasa
membangun karakter kepribadian Indonesia yang meliputi mulai dari ejaan,
bangsa adalah jelasnya persepsi kosa kata, kalimat hingga wacana.
antara perbedaan pengajaran
bahasa Indonesia dan pedidikan
bahasa Indonesia.
pendidikan bahasa Indonesia adalah
fokus terhadap siswa atau mahasiswa
yang belajar bahasa Indonesia.
Di dalam Webster’s New Word Dictionary of the American Language dikatakan
bahwa “education” adalah “ the process of tranining and developing the
knowledge, skill, mind, character, etc. Especially by formal schooling”. Jika
pengertian itu dikembangkan dalam pendidikan bahasa Indonesia maka
pengertiannya adalah proses pelatihan dan pengembangan pengetahuan,
keterampilan, pemikiran, karakter, dsb. melalui pendidikan formal. Jadi
muatan pendidikan bahasa Indonesia adalah (a) pengetahuan, (b)
keterampilan, (c) pemikiran dan (d) karakter.
Tujuan

Tujuan pendidikan bahasa Indonesia adalah agar


siswa memiliki kompetensi bahasa Indonesia, tanpa
kompetensi bahasa maka kita tidak mempunyai
kecerdasan yang manusiawi (mempunyai adab dan
sopan santun)
Pendidikan bahasa Indonesia menjadikan
terwujudnya pembelajaran bahasa
Indonesia. Fuad Hassan pernah mengatakan
bahwa pendidikan terdiri dari “pembiasaan”,
“pembelajaran” dan “pembudayaan”. Tiga
istilah ini berkaitan dengan pendidikan
bahasa Indonesia sehingga kita dapat
mengatakan pendidikan bahasa Indonesia
berarti pembiasaan berbahasa Indonesia
(terutama yang baik dan benar),
pembelajaran berbahasa Indonesia (untuk
menerima (receptive) dan (productive)
menghasilkan karya) dan pembudayaan
berbahasa Indonesia (memasyarakatkan
karakter seperti kejujuran, disiplin, kerjasama,
suka menolong dsb.
Kondisi nyata yang kita hadapi berkaitan dengan pendidikan bahasa Indonesia atau
pembelajaran bahasa Indonesia di kalangan pelajar dan masyarakat Indonesia pada
umumnya adalah
(a) tidak tumbuhnya sikap positip terhadap bahasa Indonesia,
(b) kurangnya usaha-usaha terutama yang bersifat individual untuk memahiri bahasa
Indonesia,
(c) belum tumbuhnya kepercayaan diri dengan bahasa Indonesia, dan
(d) sikap merasa tidak perlu mempelajari bahasa Indonesia.
Upaya yang paling efektif untuk mengembangkan karakter adalah melalui
komunikasi yang efektif saling berbagi nilai-nilai pada tiap-tiap keluarga,
sekolah, organisasi keagamaan dan masyarakat. Dalam konteks seperti
inilah bahasa Indonesia diharapkan berperan sebagai alat transformasi dan
sebagai alat sosialiasi. Alat transformasi untuk mengetahui dan berfikir serta
alat sosialiasi untuk berkomunikasi dan saling berbagi.
Bahasa Indonesia sebagai Sastra untuk Membangun Kepribadian Bangsa

Untuk membentuk karakter atau kepribadian bangsa ini, sastra diperlakukan sebagai salah satu media atau
sarana pendidikan kejiwaan. Hal itu cukup beralasan sebab sastra mengandung nilai etika dan moral yang
berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia. Sastra tidak hanya berbicara tentang diri sendiri (psikologis),
tetapi juga berkaitan dengan Tuhan (religiusitas), alam semesta (romantik), dan juga masyarakat (sosiologis).
Sastra mampu mengungkap banyak hal dari berbagai segi.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:623) menjelaskan bahwa karakter adalah sifat atau ciri kejiwaan, akhlak,
atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain; tabiat; watak. Karakter merupakan nilai perilaku
manusia yang berhubungan dengan Tuhan yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan
kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma
agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Karakter juga merupakan cara berpikir dan berperilaku
yang menjadi ciri khas setiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat,
bangsa, maupun negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang mampu membuat suatu keputusan
dan siap mempertanggungjawabkan setiap akibat dari keputusan yang dibuatnya.
Genre Sastra

Berkaitan dengan karakter, Saryono (2009:52—186) mengemukakan bahwa


genre sastra yang dapat dijadikan sarana untuk membentuk karakter atau
kepribadian bangsa, antara lain, genre sastra yang mengandung nilai atau
aspek
(1) literer-estetis,
(2) humanistis,
(3) etis dan moral, dan
(4) religius- sufistis-profetis.
Keempat nilai sastra tersebut dipandang mampu mengoptimalkan peran
sastra dalam pembentukan karakter bangsa.
Literer-estetis

Genre sastra yang mengandung nilai literer-estetis adalah genre sastra yang
mengandung nilai keindahan, keelokan, kebagusan, kenikmatan, dan keterpanaan
yang dimungkinkan oleh segala unsur yang terdapat di dalam karya sastra
Dengan nilai literer-estetis yang termuat dalam sastra kanon tersebut, diharapkan
karakter atau kepribadian bangsa yang terbentuk adalah insan Indonesia yang
memiliki rasa keindahan, ketampanan, dan keanggunan dalam berpikir, berkata, dan
berperilaku sehari-hari.
Humanistis

Genre sastra yang mengandung nilai humanistis adalah genre sastra yang mengandung
nilai kemanusiaan, menjunjung harkat dan martabat manusia, serta menggambarkan
situasi dan kondisi manusia dalam menghadapi berbagai masalah.
Kehadiran karya sastra semacam itu diharapkan dapat membentuk kearifan budaya
bangsa Indonesia yang memiliki rasa perikemanusiaan yang adil, beradab, dan
bermartabat.
Etis dan moral

Genre sastra yang mengandung nilai etis dan moral dalam karya sastra mengacu pada
pengalaman manusia dalam bersikap dan bertindak, melaksanakan yang benar dan yang
salah, serta bagaimana seharusnya kewajiban dan tanggung jawab manusia dilakukan.
Simpanan dan rawatan norma etis dan moral tersebut dapat dijadikan wahana pembentukan
karakter atau kepribadian bangsa yang lebih mengutamakan etika dan moral dalam bersikap
dan bertindak sehari-hari.
Religius-sufistis-
profetis
Sastra religius-sufistis-profetis adalah genre sastra yang menyajikan pengalaman spiritual dan
transendental. Semua sastra pada awalnya digunakan sebagai sarana berpikir dan berzikir
manusia akan kekuasaan, keagungan, kebijaksanaan, dan keadilan Tuhan yang Maha Esa.
Kerinduan manusia kepada Tuhan, bahkan hubungan kedekatan manusia dengan Tuhan,
Kehadiran sastra tersebut dapat membentuk karakter atau kepribadian bangsa Indonesia
sebagai insan yang yang religius, penuh rasa berbakti, beriman, dan bertakwa kepada Tuhan
yang Maha Esa dalam kehidupan sehari-hari.

Apabila ada kemauan yang teguh dari seorang apresiator untuk


berapresiasi secara total dan optimal, setelah sastra dibaca, lalu
dipahami maknanya, dimengerti, dan selanjutnya dilaksanakan dalam
kehidupan sehari-hari, tentu karakter bangsa akan terbentuk sesuai
dengan nilai kebajikan yang termuat dalam sastra. Karakter atau
kepribadian bangsa yang diharapkan terbentuk adalah terjalinnya
harmoni hubungan manusia dengan Tuhan, alam semesta, makhluk
lain, dan dirinya sendiri.
Implementasi Bahasa dalam Pembangunan Bangsa
Bahasa Indonesia telah menyatukan berbagai lapisan
masyarakat ke dalam satu-kesatuan bangsa Indonesia.
Bahasa Indonesia mencapai puncak perjuangan politik
Kedudukan dan fungsi bahasa
sejalan dengan perjuangan politik bangsa Indonesia Indonesia sebagai bahasa negara telah
dalam mencapai kemerdekaan pada tanggal 17 menempatkan bahasa Indonesia
sebagai bahasa ilmu pengetahuan,
Agustus 1945. Hal ini dibuktikan dengan dijadikannya teknologi, dan seni (ipteks). Ipteks
bahasa Indonesia sebagai bahasa negara (pada pasal berkembang terus sejalan dengan
perkembangan yang terjadi dalam
36 UUD 1945, dan juga hasil amandemen UUD, Agustus kehidupan masyarakat dan bangsa
2002). Indonesia. Perkembangan ipteks yang
didukung oleh perkembangan
teknologi komunikasi dan informasi
Implementasi Bahasa dalam Pembangunan Bangsa

Di tingkat nasional sudah ada Pusat Bahasa Departemen Pendidikan


Nasional sebagai lembaga yang mendapat mandat dari pemerintah untuk
melakukan perencanaan bahasa. Pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota
dibentuk lembaga perpanjangan penyelenggaraan Pusat Bahasa berupa balai
atau kantor bahasa yang berfungsi untuk membina dan mengembangkan
bahasa dan sastra.
TERIMAKASIH 

Anda mungkin juga menyukai