Anda di halaman 1dari 122

Gangguan Tidur

Dr. dr. H. M. Faisal Idrus SpKJ


Tujuan
Tujuan Instruksional Umum (TIU) :
• Mampu melakukan diagnosis dan melakukan
penatalaksanaan secara mandiri dan tuntas
pada gangguan tidur pasien anak dan dewasa.
Tujuan Instruksional Khusus (TIK) :
• Mampu menyebutkan hasil pemeriksaan
status mental pada gangguan tidur pada
pasien anak dan dewasa.
PENDAHULUAN
• Setiap hari manusia melewati dua alam yaitu :
alam tidur dan alam jaga.
• Di alam jaga, kita berhubunrgan dengan bumi.
Sedang di alam tidur kita berhubungan dengan
langit.
• Pada saat tidur, individu tidak merasakan waktu
yang berjalan pada dirinya dan sekitarnya.
• Waktu yang berjalan pada dirinya ini disebut
waktu biologis, sedang yang berjalan disekitarnya
disebut waktu geografis
DEFINISI TIDUR
• Merupakan keadaan tidak sadar yang dialami
seseorang, dapat dibangunkan kembali dengan
rangsangan yang cukup ( Guyton 1981; 679 )
• Tidur merupakan keadaan hilangnya kesadaran
secara normal dan periodik (Lanywati, 2001)
• Serangkaian fase yang ditandai dengan perubahan
variabel fisiologis, khususnya EEG. (Puri, 2002)
• Tidur adalah proses perpindah dari kehidupan
dunia yang konkret menuju ke alam ruh yang
abstrak.(Ahmad Syawqi Ibrahim, 2004)
Tidur Fisiologis
Definisi Tidur
o Tidur didefinisikan sebagai suatu keadaan
bawah sadar saat orang tersebut dapat
dibangunkan dengan pemberian rangsang
sensorik atau dengan rangsang lainnya.
o Gangguan tidur dapat dialami oleh semua
lapisan masyarakat paling sering ditemukan
pada usia lanjut.
Tidur
• Tidur terdiri dari dua keadaan fisiologi : tidur
NREM (non-rapid eye movement) dan tidur
REM (rapid eye movement).
• Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang
terdiri dari 4 stadium, lalu diikuti oleh fase
REM.
• Keadaan tidur normal antara fase NREM dan
REM terjadi secara bergantian antara 4-7 kali
siklus semalam : NREM (75%) yaitu stadium 1:
5%; stadium 2 : 45%; stadium 3 : 12%; stadium
4 : 13%; dan REM; 25%.2
Japardi, I. (2002). Gangguan Tidur. Medan: Bagian Bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Anatomi dalam Proses Tidur

1. Hipotalamus
2. Formasio
retikularis :
-Midbrain
-Pons
-Medulla oblongata
RAS
(Reticular
Activating
Syndrome)
Fisiologi Tidur
Fase Tidur

Tidur Gelombang Lambat Tidur Paradoksal


(NREM) (REM)

Terdiri atas 4 fase dimana


fase 1-2 (tidur dangkal), dan
fase 3-4 (tidur dalam)
TAHAPAN TIDUR
Fase tidur
1. Slow-wave sleep (NREM) : Fase 1-4
2. Paradoxal/desynchronized sleep (REM- Rapid
Eye Movements)
Slow-wave NREM Sleep
• Merupakan fasa tidur pertama
• 10-30% penurunan tekanan darah, kadar
penafasan dan metabolisma basal. Mempunyai 4
fasa.
– P1: Perubahan periode diantara kesedaran dan tidur;
mengambil masa kurang lebih 1 – 15 menit.
– P2: Tahap pertama tidur sebenar; mengambil sekitar 20
menit.
: Pergerakan mata perlahan.
– P3: Separuh dari tidur lena & suhu tubuh dan tekanan
darah menurun.
– P4: Tidur lena; mengambil sekitar 30-40 menit.
REM Sleep
• Jarak masa 5-30 menit dalam 90 menit
• Pergerakan badan aktif
• Lebih sukar terjaga dengan stimulasi sensori
• 20% peningkatan metabolisma otak
• Pergerakan mata cepat
TUJUAN TIDUR
• Tidur diperlukan untuk menjaga
keseimbangan mental emosional dan
kesehatan.
• Mengistirahatkan fisik setelah seharian
beraktivitas,
• Mengurangi stress dan kecemasan,
• Meningkatkan kemampuan konsenterasi
PERUBAHAN FISIOLOGIS
• Perubahan fungsi organ tubuh saat tidur, sebagai berikut :
• Suhu tubuh menurun,.
• Tekanan darah menurun,
• Gerakan usus melambat saat tidur, tetapi terus bergerak dan tiada
berhenti. Berkurangnya pengeluaran hormon cortisol dari kelenjar
lemak
• Bertambahnya sekresi hormon pertumbuhan dan kelenjar
hypophyse,
• Aktiviras saraf simpatetik berkurang. Akibatnya, pengeluaran
adrenalin berkurang,
• Aktivitas parasimpatis, yaitu saraf non-intensional bertambah. Akan
melambatkan denyutan jantung
• Pada fase kelima tidur terjadi gerakan bola mata cepat, dan
aktivitas otak bertambah, sementara aktivitas organ gerak berhenti
Gangguan Tidur
Definisi
Gangguan Tidur adalah masalah yang
berhubungan dengan tidur yang berulang kali
dan terus menerus ada yang menyebabkan
hendaya untuk berbagai fungsi yang baik.
Klasifikasi
PERANAN NEUROTRANSMITER
• Keadaan jaga atau bangun sangat dipengaruhi
oleh sistim ARAS (Ascending Reticulary Activity
System).
• Bila aktifitas ARAS ini meningkat orang tersebut
dalam keadaan tidur.
• Aktifitas ARAS menurun, orang tersebut akan
dalam keadaan tidur.
• Aktifitas ARAS ini sangat dipengaruhi oleh
aktifitas neurotransmiter seperti sistem
serotoninergik, noradrenergik, kholonergik,
histaminergik.
Patofisiologi
• Sistem Serotonergik
• Sistem Adrenergik
• Sistem kholinergik
• Gangguan hormon
Sistem Serotonergik
• Hasil serotonergik sangat dipengaruhi oleh hasil
metabolisma asam amino trypthopan.
• Dengan bertambahnya jumlah tryptopan, maka
jumlah serotonin yang terbentuk juga meningkat
akan menyebabkan keadaan mengantuk/tidur.
• Bila serotonin dari tryptopan terhambat
pembentukannya, maka terjadi keadaan tidak bisa
tidur/jaga.
• Menurut beberapa peneliti lokasi yang terbanyak
sistem serotogenik ini terletak pada nukleus raphe
dorsalis di batang otak, yang mana terdapat
hubungan aktifitas serotonis dinukleus raphe
dorsalis dengan tidur REM.
Sistem Adrenergik
• Neuron-neuron yang terbanyak mengandung
norepineprin terletak di badan sel nukleus
cereleus di batang otak.
• Kerusakan sel neuron pada lokus cereleus
sangat mempengaruhi penurunan atau
hilangnya REM tidur.
• Obat-obatan yang mempengaruhi peningkatan
aktifitas neuron noradrenergic akan
menyebabkan penurunan yang jelas pada tidur
REM dan peningkatan keadaan jaga.
Sistem kholinergik
• Sitaram et al (1976) membuktikan dengan pemberian
prostigimin intra vena dapat mempengaruhi episode
tidur REM.
• Stimulasi jalur kholihergik ini, mengakibatkan aktifitas
gambaran EEG seperti dalam keadaan jaga.
• Gangguan aktifitas kholinergik sentral yang berhubungan
dengan perubahan tidur ini terlihat pada orang depresi,
sehingga terjadi pemendekan latensi tidur REM.
• Pada obat antikolinergik (scopolamine) yang
menghambat pengeluaran kholinergik dari lokus sereleus
maka tampak gangguan pada fase awal danpenurunan
REM.
Sistem hormon
• Pengaruh hormon terhadap siklus tidur
dipengaruhi oleh beberapa hormon seperti ACTH,
GH, TSH, dan LH.
• Hormon hormon ini masing-masing disekresi
secara teratur oleh kelenjar pituitary anterior
melalui hipotalamus patway.
• Sistem ini secara teratur mempengaruhi
pengeluaran neurotransmitter norepinefrin,
dopamin, serotonin yang bertugas menagtur
mekanisme tidur dan bangun.
INSIDENSI
• Hampir semua orang pernah mengalami gangguan
tidur selama masa kehidupannya.
• Diperkirakan tiap tahun 20%-40% orang dewasa
mengalami kesukaran tidur dan 17% diantaranya
mengalami masalah serius.
• Prevalensi gangguan tidur setiap tahun cendrung
meningkat, hal ini juga sesuai dengan peningkatan usia
dan berbagai penyebabnya.
• Kaplan dan Sadock melaporkan kurang lebih 40-50%
dari populasi usia lanjut menderita gangguan tidur.
• Gangguan tidur kronik (10-15%) disebabkan oleh
gangguan psikiatri, ketergantungan obat dan alkohol.
INSIDENSI
• Menurut data internasional of sleep disorder, prevalensi penyebab-
penyebab gangguan tidur adalah sebagai berikut:
• Penyakit asma (61-74%),
• gangguan pusat pernafasan (40-50%), kram kaki malam hari (16%),
• psychophysiological (15%),
• sindroma kaki gelisah (5-15%),
• ketergantungan alkohol (10%),
• sindroma terlambat tidur (5-10%),
• depresi (65).
• Demensia (5%),
• gangguan perubahan jadwal kerja (2-5%),
• gangguan obstruksi sesak saluran nafas (1-2%),
• penyakit ulkus peptikum (<1%),
• narcolepsy (mendadak tidur) (0,03%-0,16%)
INSOMNIA (F51.0)

Level Kompetensi 4
Pendahuluan
o Tidur didefinisikan sebagai suatu keadaan bawah
sadar saat orang tersebut dapat dibangunkan
dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan
rangsang lainnya.
o Gangguan tidur dapat dialami oleh semua lapisan
masyarakat paling sering ditemukan pada usia
lanjut.
o Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling
sering dialami oleh seluruh orang di dunia 
berdampak pada kehidupan sosial penderita,
psikologis dan fisik.
Tidur
• Tidur terdiri dari dua keadaan fisiologi : tidur
NREM (non-rapid eye movement) dan tidur
REM (rapid eye movement).
• Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang
terdiri dari 4 stadium, lalu diikuti oleh fase
REM.
• Keadaan tidur normal antara fase NREM dan
REM terjadi secara bergantian antara 4-7 kali
siklus semalam : NREM (75%) yaitu stadium 1:
5%; stadium 2 : 45%; stadium 3 : 12%; stadium
4 : 13%; dan REM; 25%.2
Japardi, I. (2002). Gangguan Tidur. Medan: Bagian Bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Definisi
Insomnia dapat didefinisikan sebagai gangguan / gejala
di mana seseorang mengalami kesulitan memulai tidur,
atau mempertahankan tidur maupun kualitas tidur
buruk dan disertai keadaan penyulit.

Sayekti, N.W. & Hendrati, L.Y. (2015). Risk Analysis of Depression, Sleep Hygiene
Level and Chronic Disease with Insomnia in Elderly. Surabaya: Departemen
Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.
Epidemiologi
o DALY (Disability Adjusted Life Year) rates from Insomnia by country (per
100.000 inhabitants )

World Health Organization. 2002. Mortality and Burden of Disease Estimates for WHO
Member States in 2002.
Epidemiologi
o 1/3 orang dewasa mengalami kesulitan memulai tidur
dan/atau mempertahankan tidur dalam setahun  17%
mengakibatkan gangguan kualitas hidup.
o Insomnia kronik mengenai sekitar 9-12% populasi di dunia
 lebih sering terjadi pada umur > 65 tahun. 40-50% usia
geriatri mengalami insomnia dan prevalensinya ♀>> ♂
(40%>> ♀)
o US Census Bureau, International Data Base tahun 2004 
dari 238,452 juta jiwa penduduk Indonesia, sebanyak
28,035 juta jiwa (11,7%) terjangkit insomnia.

Sadock, B.J. & Sadock, V.A. (2007). Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry,
10th Edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.
Larayanthi, C.I. (2014). Penatalaksanaan Insomnia pada Pasien Geriatri. Denpasar: Bagian SMF Ilmu Psikiatri Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana / Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar.
Permana, M.G. (2014). Insomnia dan Hubungannya Terhadap Faktor Psikososial pada Pelayanan Kesehatan Primer.
Etiologi

Chawla J.M. (2016). Insomnia. Didapat dari website : http://emedicine.medscape.-


com/article/1187829-overview Diakses pada tanggal 24 Juli 2016
Nabili, S.N., Stöppler, M.C. (2016). Insomnia. Didapat dari website : http://www.emedicine-
Patofisiologi
• Keadaan jaga/bangun sangat dipengaruhi
oleh sistim ARAS (Ascending Reticulary
Activity System)  aktifitas neurotransmiter
seperti sistem serotoninergik,
noradrenergik, kolinergik, histaminergik.
• Kontrol dari nukleus raphe (mensekresi
serotonin) dan locus coeruleus (mensekresi
epinephrine)
• Jika nukleus raphe dirusak atau sekresinya
dihambat  menimbulkan kondisi tidak
tidur/berkurangnya jam tidur.
• Sedangkan bila locus coeruleus yang dirusak,
akan terjadi penurunan atau hilangnya tidur
REM, sedangkan tidur non REM tak
berubah.
Schenck, C.H., Mahowald, M., Sack, R. (2003). Assesment and Management of Insomnia
JAMA. 289(19): 2475-9.
Japardi, I. (2002). Gangguan Tidur. Medan: Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universita
Klasifikasi
Menurut penyebabnya, insomnia dibagi menjadi 2 jenis yaitu :
•Insomnia primer merupakan gangguan kekurangan tidur yang
tidak ada hubungannya dengan medis, psikis, dan lingkungan.
•Insomnia sekunder (komorbid) merupakan gangguan tidur yang
disebabkan oleh beberapa penyakit dan gangguan medis yang
lain misalnya kondisi medis seperti nyeri, kecemasan,
penggunaan obat-obatan terlarang, penyalahgunaan alkohol,
efek samping obat, depresi, atau stress yang hebat.

Adeleyna, N. (2008). Analisis Insomnia pada Mahasiswa Melalui Model Pengaruh Kecemasan
Tes. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Klasifikasi
Menurut durasi dan perjalanan penyakitnya, insomnia dapat
dibagi 3 jenis yaitu :
■Transient insomnia,  terjadi dalam beberapa hari saja
(biasanya 2-3 hari), Etiologi : seperti kecemasan terhadap ujian
yang akan dihadapi, wawancara kerja, dan berangkat liburan.
■Short term insomnia  terjadi selama 2-3 minggu, Etiologi :
pekerjaan penting yang menimbulkan stress, kehilangan
pekerjaan, masalah perkawinan atau keluarga, kehilangan
seseorang.
■Chronic insomnia,  terjadi selama 3 minggu sampai
bertahun-tahun. Etiologi : depresi, penyakit lain berupa artritis,
gangguan ginjal, gagal jantung, sleep apnea, Parkinson, dan
hipertiroidisme.

Adeleyna, N. (2008). Analisis Insomnia pada Mahasiswa Melalui Model Pengaruh Kecemasan
Tes. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Klasifikasi
Menurut gangguan pola bangun-tidur, terdapat 3 jenis insomnia, yaitu :
•Insomnia awal (Initial insomnia /Difficulty Initiating Sleep (DIS) yaitu
latensi tidur yang panjang atau insomnia yang sulit masuk tidur.
•Insomnia pemeliharaan (Sleep maintenance insomnia/Difficulty
Maintaining Sleep (DMS) yaitu insomnia dimana subjek selalu
terbangun sehingga mempunyai kualitas tidur yang sangat buruk
•Insomnia akhir (Terminal insomnia / Early Morning Awakening
(EMA), yaitu insomnia dimana subjek terbangun dini hari dan sulit tidur
kembali.

Adeleyna, N. (2008). Analisis Insomnia pada Mahasiswa Melalui Model Pengaruh Kecemasan
Tes. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Gambaran Klinis
• sulit masuk tidur,
• sering terbangun di malam hari atau
mempertahankan tidur yang optimal,
atau kualitas tidur yang buruk.
• bangun tidur terlalu awal,
• kelelahan atau mengantuk pada siang
hari,
• iritabilitas,
• depresi atau kecemasan,
• konsentrasi dan perhatian berkurang,
• ketegangan dan sakit kepala,
• gejala gastrointestinal.

Ghaddafi, M. (2013). Tatalaksana Insomnia dengan Farmakologi atau Non-Farmakologi.


Denpasar: Bagian SMF Ilmu Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / Rumah Sakit
Umum Pusat Sanglah Denpasar.
Diagnosis
• Untuk mendiagnosis insomnia, dilakukan penilaian
terhadap:
• Pola tidur penderita.
• Pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat
terlarang.
• Tingkatan stres psikis.
• Riwayat medis.
• Aktivitas fisik
• Diagnosis berdasarkan kebutuhan tidur secara
individual.

Ghaddafi, M. (2013). Tatalaksana Insomnia dengan Farmakologi atau Non-Farmakologi.


Denpasar: Bagian SMF Ilmu Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / Rumah Sakit
Umum Pusat Sanglah Denpasar.
Diagnosis
Kriteria Diagnostik Insomnia Non-Organik berdasarkan PPDGJ-III :
•Kesulitan masuk tidur /mempertahankan tidur, / kualitas tidur yang buruk
•Minimal terjadi 3 kali /seminggu, selama minimal 1 bulan
•Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur dan peduli yang berlebihan terhadap akibatnya pada
malam hari dan sepanjang siang hari
•Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur menyebabkan penderitaan yang cukup
berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial dan pekerjaan
•Adanya gangguan jiwa lain seperti depresi dan anxietas tidak menyebabkan diagnosis insomnia
diabaikan.
•Kriteria “lama tidur” (kuantitas) tidak diguankan untuk menentukan adanya gangguan, oleh
karena luasnya variasi individual. Lama gangguan yang tidak memenuhi kriteria di atas (seperti
pada “transient insomnia”) tidak didiagnosis di sini, dapat dimasukkan dalam reaksi stres akut
(F43.0) atau gangguan penyesuaian (F43.2).

Maslim, R. (2013). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.
Diagnosis Banding
• Depresi
• Obstructive sleep apnea
• Restless legs syndrome
• Gangguan tidur dan ritme sirkadian

• Japardi, I. (2002). Gangguan Tidur. Medan: Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara
• Maslim, R. (2013). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.
• Antariksa, B. (2013). Patogenesis, Diagnostik dan Skrining OSA. Jakarta: Dept
Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi RS Persahabatan – Fakultas Kedokteran
Pengobatan Insomnia
• Insomnia bukan merupakan gangguan
yang tentu dapat "disembuhkan"
• Gejala diperlakukan untuk meringankan
pasien gawat
• Diobati dengan dua metode yang berbeda
– Non-Farmakologi Pengobatan
– Pengobatan farmakologis
Pengobatan Non-Farmakologi
• Ini usaha sebelum penggunaan pengobatan
farmakologis, biasanya untuk setidaknya 2-3
minggu
• Ini terutama untuk memperbaiki kebiasaan tidur
• metode yang berbeda yang digunakan adalah :
– Improving Sleep Hygiene (Meningkatkan Sleep
Hygiene)
– Stimulus Control Therapy (Stimulus Terapi Kontrol)
– Restrictive Sleep Therapy (Dibatasi Terapi Tidur)
Penatalaksanaan

Non-Farmokologi
1)Stimulus Control
2)Sleep Restriction
3)Sleep Hygiene
4)Cognitive Therapy

Ghaddafi, M. (2013). Tatalaksana Insomnia dengan Farmakologi atau Non-Farmakologi.


Denpasar: Bagian SMF Ilmu Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / Rumah Sakit
Umum Pusat Sanglah Denpasar.
Stimulus Control Therapy
(Stimulus Terapi Kontrol)
• Belajar untuk mengasosiasikan kamar tidur dengan
tidur saja
– Jangan pergi di kamar tidur kecuali akan tidur
– Jangan pergi ke tempat tidur kecuali lelah
– Tinggalkan kamar tidur jika belum tertidur dalam 15
menit
– Harus benar-benar santai saat di ranjang
• Metode ini telah dilihat menjadi sangat efektif jika
digunakan selama lebih dari jangka waktu lama
• Peningkatan khasiat kesehatan tidur juga berhasil
Stimulus Control
• Menghitung berapa banyak waktu tidur yang Anda dapatkan
pada rata-rata setiap malam, katakanlah Anda tidur rata-rata 6
jam per malam dalam minggu pertama.
• Setelah satu minggu dari pembatasan tidur, terapis Anda akan
menyarankan Anda untuk menambahkan 30 menit untuk
waktu tidur Anda.
• Setelah satu minggu kemudian tambahkan lagi 30 menit untuk
waktu tidur Anda.
• Terus menambahkan kenaikan 30 menit untuk waktu tidur
Anda setiap minggu sampai Anda mendapatkan sekitar
delapan jam tidur nyenyak per malam.
Improving Sleep Hygiene
(Meningkatkan Hygiene Tidur)

• Pada dasarnya meningkatkan


kenyamanan saat tidur
– Menurunkan kebisingan lingkungan
– Pergi ke tempat tidur dan bangun pada
waktu yang tetap
– Mengurangi pencahayaan
– Berpikir positif
Sleep Hygiene
• Hindari berolahraga dalam waktu empat jam
sebelum tidur.
• Hindari paparan cahaya terang (terutama TV atau
layar komputer) dalam waktu satu jam dari waktu
tidur.
• Menciptakan lingkungan yang nyaman,
menyenangkan, tenang tidur di kamar tidur Anda.
• Hindari menonton acara, yang dapat menyebabkan
kecemasan.
Sleep Hygiene
• Beralih kognitif dari "berusaha keras untuk tidur" untuk
"memungkinkan tidur terjadi."
• Hindari makanan yang mengandung kafein dan minuman
setelah tengah hari.
• Hindari minum obat yang mengandung kafein ketika itu
dekat waktu tidur.
• Jangan makan makanan dekat dengan waktu tidur, dan
tidak camilan di tengah malam.
• Mengurangi pada alkohol. paruh kedua malam.
• Tidak merokok menjelang tidur.
Restrictive Sleep Therapy
(Terapi pembatasan Tidur)
• Membatasi tidur siang hari
• Mengurangi tidur singkat pada malam-malam
tertentu
• Tujuannya untuk menjadi lelah ketika waktu
tidur di malam hari
• Menunjukkan hasil yang paling menjanjikan
dari semua terapi non-farmakologis dan
bahkan lebih efektif bila kebersihan tidur
ditingkatkan.
Cognitive Therapy
• Terapi perilaku kognitif untuk insomnia bertujuan untuk
meningkatkan kebiasaan tidur dan perilaku.
• Bagian kognitif dari CBT mengajarkan Anda untuk mengenali
dan mengubah keyakinan yang mempengaruhi kemampuan
Anda untuk tidur. Misalnya, ini mungkin termasuk belajar
bagaimana mengontrol atau menghilangkan pikiran negatif
dan kekhawatiran yang membuat Anda terjaga.
• Bagian perilaku CBT membantu Anda mengembangkan
kebiasaan tidur yang baik
• Tergantung pada kebutuhan Anda, terapis tidur Anda mungkin
merekomendasikan beberapa teknik CBTini:
Pengobatan farmakologis
• Ini adalah pengobatan insomnia dengan
menggunakan agen farmakologis
– Paling sering agen resep
– Beberapa suplemen digunakan
• 4 Kelas Agen Resep
– benzodiazepin
– Benzodiazepine Reseptor Agonis
– Melatonin Reseptor Agonis
– Antidepresan / Antipsikotik
• Beberapa suplemen dianggap membantu
juga
Benzodiazepin
• berusia lebih dari 45 tahun dan hipnotik ampuh dan
anxolytics
• Meningkatkan waktu tidur, tetapi tidak biasanya tidur
latency (sering salah satu efek yang lebih diinginkan)
• Mengganggu siklus tidur normal
• Cenderung menyebabkan buruk "mabuk" efek
– Sangat mengantuk keesokan harinya
– Sesekali gangguan kognisi
• potensi yang sangat tinggi karena melanggar dengan
penggunaan jangka panjang serta toleransi
• Obat dalam kelas ini adalah
– Estazolam, Flurazepam, Quazepam, Temazepam,
and Triazolam
Mekanisme Triazolam
• Berinteraksi dengan reseptor GABA untuk
mengikat pada membran pasca sinaptik dan
menginduksi permeabilitas klorida untuk
menghambat eksitasi
• Dengan demikian, efek hipnotis diinduksi, dan
mendorong tidur karena dicapai
• Meningkatkan onset tidur, tetapi tidak harus tidur
perawatan
• buruk dilaporkan Insomnia Rebound dengan
penggunaan dihentikan
Pharmacokinetics

• Ini memiliki waktu paruh yang sangat singkat,


karena banyak dari benzodiazepin lainnya,
tinggal di sistem sekitar 2-5 jam
• Jumlah dalam sistem (AUC) adalah
proporsional dosis
• Clearance dan waktu untuk penghapusan
tidak tergantung dosis
Other Benzodiazpeines
Flurazepam

Quazepam

Temezepam
Reseptor Benzodiazepine Agonis
• Lebih sedikit gejala hangover dari benzodiazepin
• Klaim amore tidur nyenyak malam
• Lebih sedikit masalah dengan ketergantungan,
meskipun masih menjadi masalah
• Jangan menunjukkan efek merusak siklus tidur
• Lagi paruh dari benzodiazepine sangat membantu
dengan pemeliharaan tidur
• Beberapa obat tergantung dosis (eszopiclone)
• Sedikit yang disetujui untuk penggunaan jangka
panjang: eszopiclone
• Obat di kelas termasuk :
– Zolpidem, Zaleplon, and Eszopiclone
Mekanisme kerja Eszopiclone (Lunesta)
• Mengikat pada subunit omega reseptor GABA untuk
meningkatkan klorida permeabilitas dan menurunkan
eksitasi neuron
• subunit ini ditemukan lebih banyak di otak yang
bertentangan dengan tulang belakang di mana kelas
lain dari reseptor GABA ditemukan
• Dianggap lebih aman daripada benzodiazepin, tetapi
masih memiliki potensi yang serius karena melanggar,
dan dilaporkan susah tidur Rebound dengan
penggunaan dihentikan
• Efektivitas obat ini tergantung dosis
Farmakokinetik
• obat ini memang memiliki relatif cepat paruh
dan eliminasi waktu tetapi dapat ditunda
setelah makan tinggi lemak
• Kedua AUC dan Cmax terlihat menjadi dosis
tergantung pada pasien yang diperiksa
• CYP 3A4 dan 2E1 terlibat dalam metabolisme
obat
• waktu pembersihan rata-rata adalah 5,8 jam
Reseptor Melatonin Agonis
• Baru obat
• Jauh lebih sedikit potensi penyalahgunaan dan
ketergantungan dan merupakan satu-satunya hipnotis
yang tidak diklasifikasikan sebagai zat yang dikendalikan
• Disetujui untuk penggunaan jangka panjang lebih
mudah daripada obat lain
• Ada mengeluh mengantuk, pusing, dan kelelahan di
hari-hari berikutnya setelah digunakan
• Hanya obat dalam kelas ini sejauh ini Ramelteon
Mekanisme Kerja Ramelteon
• kelas baru obat
• Jauh lebih sedikit potensi penyalahgunaan dan
ketergantungan dan merupakan satu-satunya
hipnotis yang tidak diklasifikasikan sebagai zat
yang dikendalikan
• Disetujui untuk penggunaan jangka panjang lebih
mudah daripada obat lain
• Ada mengeluh mengantuk, pusing, dan kelelahan
di hari-hari berikutnya setelah digunakan
• Hanya obat dalam kelas ini sejauh ini Ramelteon
Farmakokinetik
• Mengalami ekstensif pertama metabolisme
lulus
• Paruh berkisar dari 1-3 jam
• Semua sifat farmakokinetik telah terlihat
proporsional dosis
Antidepresan / Antipsikotik
• Beberapa dokter lebih memilih mode ini
pengobatan lebih benzodiazepin karena potensi
jauh lebih sedikit untuk ketergantungan
• Dapat menghasilkan efek antikolinergik jika
digunakan terlalu lama :
– Sembelit
– berat badan
• Hal ini sebagian besar digunakan pada pasien
yang menderita insomnia komorbiditas sebagai
akibat dari depresi
Suplemen non-resep
• Ada suplemen non-resep tertentu yang
berbeda yang juga menggunakan pikiran
untuk menjadi efektif
• Ini termasuk :
– antihistamin
– melatonin
– valerian
Antihistamin
• Digunakan karena banyak orang akan
mengalami tidur menginduksi efek samping
dari jenis obat
• Biasanya pada pasien dengan insomnia akut
yang membutuhkan "perbaikan cepat" untuk
malam gelisah di sana-sini
• Toleransi bisa dan paling sering akan diperoleh
jika digunakan terlalu banyak
Melatonin
• Hormon Alami diproduksi oleh kelenjar pineal
• Hormon ini membuat ritme sirkadian
• Belum ada dosis minimum yang ditetapkan
• Tidak terbukti tentu efektif
Valerian
• Ini adalah ramuan yang diduga berinteraksi
pada reseptor GABA karena itu sifat sedatif
mirip dengan obat lain yang bekerja pada
reseptor yang
• Dapat menyebabkan beberapa mual, sakit
perut, pusing, dan tahan lama kelelahan
• Disertakan pada umumnya Diakui Daftar
sebagai Aman FDA
Penatalaksanaan
Tabel. 1 Sediaan Obat Anti-Insomnia dan Dosis Anjuran
(yang beredar di Indonesia menurut MIMS Edisi 2013/2014)
No Golongan Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis
Anjuran
1 Benzodiazepin Nitrazepam DUMOLID (Actavis) Tab 5 mg 5-10
mg/malam
2 Non- Zolpidem STILNOX (Sanofi- Tab. 10 mg 10-20
Benzodiazepin Aventis) mg/malam
ZOLMIA Tab. 10 mg
(Fahrenheit)
ZOLTA (Novel Tab. 10 mg
Pharma)

3 Benzodiazepin Estazolam ESILGAN (Takeda) Tab. 1 mg 1-2


ESTALIN (Novell Tab. 2 mg mg/malam
Pharma) Tab. 1 mg
Tab. 2 mg

4 Non Ramelteon ROZEREM (Takeda) Tab. 8 mg 8-16


Benzodiazepin mg/malam

Maslim, R. (2014). Panduan Prakis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik (Psychotropic


Medication), Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.
Cara Untuk Mencegah Insomnia
1. Mengatur jadwal bangun dan tidur, tidur dan
bangun pada waktu yang sama setiap hari
2. Makan dengan baik untuk tidur yang baik, Makan
makanan seimbang sepanjang hari.
3. Hindari minuman yang mengandung kafein.
4. Melakukan yoga
5. Mencoba beberapa suplemen alami
6. Makan buah ceri.
7. Berhenti merokok
Komplikasi
■ Gangguan dalam pekerjaan
atau di sekolah.
■ Meningkatkan risiko
kecelakaan.
■ Masalah kejiwaan, seperti
kecemasan atau depresi
■ Kelebihan berat badan atau
kegemukan
■ Daya tahan tubuh yang
rendah
■ Meningkatkan resiko dan
keparahan penyakit jangka
panjang, contohnya
tekanan
Sadock, darah
B.J. & Sadock, yang
V.A. (2007). tinggi,
Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.
sakit jantung, dan diabetes.
Prognosis
• Umumnya baik dengan terapi yang adekuat
dan juga terapi pada gangguan lain seperti
depresi dan lain-lain.
• Lebih buruk jika gangguan ini disertai
skizofrenia

Sadock, B.J. & Sadock, V.A. (2007). Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.
Referensi
• Adeleyna, N. (2008). Analisis Insomnia pada Mahasiswa Melalui Model
Pengaruh Kecemasan Tes. Depok: Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia.
• Antariksa, B. (2013). Patogenesis, Diagnostik dan Skrining OSA. Jakarta:
Dept Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi RS Persahabatan –
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
• Ghaddafi, M. (2013). Tatalaksana Insomnia dengan Farmakologi atau
Non-Farmakologi. Denpasar: Bagian SMF Ilmu Psikiatri Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana / Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
Denpasar.
• Maslim, R. (2014). Panduan Prakis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik
(Psychotropic Medication), Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-
Unika Atmajaya
• Maslim, R. (2013). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas
dari PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya
• Japardi, I. (2002). Gangguan Tidur. Medan: Bagian Bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara .
• Sadock, B.J. & Sadock, V.A. (2007). Kaplan & Sadock's Synopsis of
Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition.
Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.
• Schenck, C.H., Mahowald, M., Sack, R. (2003). Assesment and
Management of Insomnia. JAMA. 289(19): 2475-
References
• Sullivan, Shannon S.; Guilleminault, Christian. Emerging drugs for
insomnia : new frontiers for old and novel targets. Expert Opinion
on Emerging Drugs (2009), 14(3), 411-422
• Passarella, Stacy; Duong, Minh-Tri. Diagnosis and treatment of
insomnia. American Journal of Health-System Pharmacy (2008), 65(10),
927-934
• Hair, Philip I.; McCormack, Paul L.; Curran, Monique P. Eszopiclone : a
review of its use in the treatment of insomnia. Drugs (2008), 68(10),
1415-1434
• Silvestri, R.; Ferrillo, F.; Murri, L.; Massetani, R.; Perri, R. Di; Rosadini, G.;
Montesano, A.; Borghi, C.; Giclais, B. De La. Rebound insomnia after
abrupt discontinuation of hypnotic treatment: Double-blind randomized
comparison of zolpidem versus triazolam. Human
Psychopharmacology (1996), 11(3), 225-233
• Nguyen, Nancy N.; Yu, Susan S.; Song, Jessica C. Ramelteon : a novel
melatonin receptor agonist for the treatment of insomnia. Formulary
(2005), 40(5), 146-150, 152-155
HIPERSOMNIA NON-
ORGANIK (F51.1)
Level Kompetensi 3A
DEFINISI
Hipersomnia adalah suatu keadaan tidur dengan
serangan tidur di siang hari yang berlebih, yang
terjadi secara teratur/rekuren untuk waktu singkat
dan menyebabkan gangguan fungsi sosial atau
pekerjaan.
EPIDEMIOLOGI
Pada kuisioner dan studi laboratorium, tidur pusing
di siang hari menyerang antara 0,3-4% populasi
(narkolepsi terjadi antara 0,01 dan 0,09% populasi
dewasa).
Suatu studi pada tahun 1981 memperkirakan
prevalensi di Inggris sebesar 4000 penderita
hipersomnolensi idiopatik.
EDS (Excessive Daytime Sleepiness) juga
bertanggung jawab pada kecelakaan pada
lingkungan kerja yakni sekitar 52,55%
ETIOLOGI
• Kurang tidur
• Faktor lingkungan
• Kerja shift
• Kondisi mental
• Obat-obatan
• Penyakit
• Perubahan zona waktu
• Gangguan tidur
GAMBARAN KLINIS DAN DIAGNOSIS
Menurut PPDGJ III, Hipersomnia Non-organic :
•Gambaran klinis di bawah ini adalah esensial untuk diagnosis pasti :
– Rasa kantuk pada siang hari yang berlebihan atau adanya serangan tidur/sleep
attacks (tidak disebabkan oleh jumlah tidur yang kurang), dan atau transisi yang
memanjang dari saat mulai bangun tidur sampai sadar sepenuhnya (sleep
drunkenness)
– Gangguan tidur terjadi setiap hari selama lebih dari 1 bulan atau berulang
dengan kurun waktu yang lebih pendek, menyebabkan penderitaan yang cukup
berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial dan pekerjaan
– Tidak ada gejala tambahan “narcolepsy” (catapelxy, sleep paralysis, hypnagonic
hallucination) atau bukti klinis untuk “sleep apnoe” (nocturnal breath cessatin,
typical intermittent snoring sounds,etc)
– Tidak ada kondisi neurologis atau medis yang menunjukkan gejala rasa kantuk
pada sang hari.
•Bila hipersomnia hanya merupakan salah satu gejala dari gangguan jiwa lain, misalnya
gangguan afektif, maka diagnosis harus sesuai dengan gangguan yang mendasarinya.
Diagnosis hiersomnia psikogenik harus ditambahkan bila hipersomnia merupakan
keluhan yang dominan dari penderitaan dengan gangguan jiwa lainnya.
Kriteria diagnosis hipersomnia
menurut DSM-V,(1)
 Dilaporkan sendiri kantuk berlebihan (hipersomnolen)
meskipun periode tidur utama berlangsung setidaknya 7
jam, dengan setidaknya satu dari gejala berikut:
• Periode berulang dari tidur atau penyimpangan dalam tidur
dalam hari yang sama.
• Berkepanjangan episode tidur utama lebih dari 9 jam per
hari yang-menyegarkan (yaitu, unrefreshing).
• Kesulitan sepenuhnya terjaga setelah kebangkitan tiba-tiba.
 Hipersomnolen terjadi setidaknya tiga kali per minggu,
selama minimal 3 bulan.
Kriteria diagnosis hipersomnia
menurut DSM-V, (2)
 Hipersomnia ini disertai dengan tekanan yang signifikan
atau penurunan kognitif, sosial, pekerjaan, atau fungsi
bidang-bidang penting lainnya.
 Hipersomnia ini sebaiknya tidak termasuk dan tidak
terjadi secara eksklusif selama kursus gangguan tidur lain
(misalnya, narkolepsi, gangguan tidur-bernapas terkait,
ritme sirkadian gangguan tidur-bangun, atau
parasomnia).
 Hipersomnia ini tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari
suatu zat (misalnya penyalahgunaan obat atau obat).
DIAGNOSIS BANDING
Kriteria Hipersomnia Narkolepsi
Durasi serangan > 1-2 jam <1 jam
Onset Gradual Mendadak
Kontrol Dapat ditahan Tidak dapat ditahan
Variasi diurnal Memburuk pada pagi hari Memburuk pada malam
hari
Tempat Jarang di tempat asing Sering pada keadaan yang
tidak biasa
Tidur di malam hari Lama, dalam Terputus
EEG Awitan non REM (REM onset tidur Awitan tidur REM yang
bila depresi atau berhenti khas
meminum obat

Gejala lain Tidak ada (kecuali bila menjadi Katapleksi, halusinasi


bagian gangguan lain) hignagogik, paralisis tidur

• Long sleeper
• Circadian rhythm sleep-wake disorders
• Obstructive Sleep Apneu (OSA)
PENATALAKSANAAN
• Farmakologi :
Modafinil, dextroamfetamin, methylphenidate,
dan sodium oxybate
• Terapi suportif : konseling, sleep hygiene
PROGNOSIS
Bila hipersomnia disebabkan oleh suatu
gangguan mood, perjalanan klinisnya
ditentukan oleh gangguan primer. Hipersomnia
idiopatik dapat berubah selama perkembangan
dan dapat membaik seiring pertambahan usia
pada beberapa pasien
Gangguan Siklus Tidur - Bangun

Level kompetensi 2
Definisi
• Gangguan siklus tidur–bangun merupakan tidur yang
terjadi secara tidak sinkron dengan “penanda waktu”
lingkungan dan sosial.
• Gangguan ini disebut juga “gangguan irama Sirkadian
yang meliputi kegagakan entrainment, hilangnya
pengaturan ritme sentral, sindrom fase tidut
tertunda dan irregularitas tidur.
• Hanya didiagnosa apabila tidak terdapat psikiatrik
atau gangguan fisik.
Epidemiologi
• Kegagalan entrainment dan sindrom fase
tertunda primer jarang terjadi.
• Ketidakteraturan pola tidur sering terjadi
karena banyak kemungkinan keterkaitan.
Diagnosis
• Kriteria diagnostik Gangguan Jadwal Tidur -Jaga
menurut PPDGJ III, sebagai berikut :
a. Tidur –jaga dari individu tidak seirama dengan pola tidur yang
normal bagi masyarakat setempat.
b. Insomnia pada waktu orang lain tidur dan hipersomnia pada
waktu kebanyakan orang lain jaga, yang dialami hampir setiap
hari untuk sedikitnya 1 bulan atau berualng dengan kurun
waktu yang lebih pendek
c. Ketidak puasan dalam kuantitas , kualitas, dan waktus tidur
menyebablkan penderitaan yang cukup berat dan
mempengaruhi fungsi sosial dan pekerjaan.
• Adanya gejala gangguan jiwa lain, seperti
anxietas, depresi, hipomania, tidak menutup
kemungkinan diagnosa diagnosa gangguan
jadwal tidur–Jaga non organik yang penting
adanya dominasi gambaran klinis gangguan
ini pada penderita. Apabila gangguan jiwa lain
cukup jelas dan menetap,harus dapatdibuat
diagnosa gangguan jiwa spesifik secara
terpisah.
Penatalaksanaan
• Setiap gangguan primer pertama-tama harus diidentifikasi.
• Kegagalan entrainment akibat ketiadaan penanda tidur bangun
pada satu modalitas (misalnya : terang gelap)
• Dapat dibantu dengan rutinitas dan penanda dengan modalitass
sensorik lain.
• Sindrom fase tidur tertunda dapat dibantu dengan
menganjurkan pasien untuk memajukan waktu tidur sebentar
setiap 24 jam.
• Pertama-tama, hal tersebut benar-benar efektif jika terdapat
motivasi untuk berubah, dan kedua jika fase tidur tertunda
bukan merupakan predileksi seumur hidup. Jika hal yang kedua
terjadi konsultasi mengenai perubahan rutinitas pekerjaan, dll.
SLEEPWALKING
(SOMNAMBULISME)
Level kompetensi 2
DEFENISI
• Somnambulisme atau biasa disebut sleepwalking
adalah gangguan tidur tipe parasomnia aurosal
dengan serangkaian tingkah laku yang kompleks
yang diawali pada sepertiga awal malam selama
tidur fase Non Rapid Eye Movement (NREM) pada
tahap 3 dan 4, hal ini sering terjadi meskipun
tidak selalu terjadi, biasanya tanpa kesadaran
penuh atau ingatan mengenai episode tersebut
untuk meninggalkan tempat tidur dan berjalan.
EPIDEMIOLOGI
• Berdasarkan American Academy of Sleep Medicine,
insidensi somnambulisme pada seluruh populasi adalah
1% sampai 15%. Gangguan tidur ini lebih sering terjadi
pada anak-anak dibandingkan pada remaja dan dewasa.
Lebih dari separuh kasus terjadi antara usia 4 dan 6
tahun, 15% anak berusia 5-12 tahun berjalan ketika
tetidur sedikitnya sekali, sedangkan 0,5% orang dewasa
yang mengalami hal tersebut.
• Beberapa studi terkait dengan riwayat keluarga
melaporkan bahwa insidensi somnambulisme sebesar
45% jika salah satu orang tua mengalami gangguan tidur
ini dan insidensi sebesar 60% jika kedua orang tua
memiliki gangguan tidur tersebut.
ETIOLOGI
Beberapa kondisi yang merupakan penyebab
somnambulisme antara lain dari beberapa faktor,
yaitu:
• Faktor Genetik
• Faktor lingkungan : Kurang tidur, Jadwal tidur yang
tidak teratur/kacau, Demam, Stress atau tekanan,
Kekurangan magnesium, Intoksikasi obat atau zat
kimia, misalnya: alkohol, hipnotik/sedatif,
antidepresan, neuroleptik, minor transquilizers,
stimulan, antibiotik, medikasi anti Parkinson,
antikonvulsan, antihistamin
• Faktor komorbiditas : aritmia, migraine, demam,
reflux gastroesofagus, asthma nocturnal, kejang
nocturnal, dan syndrome Tourette.
PATOFISIOLOGI
 Menurut hipotesis Juszczak GR dan Swiergiel AH,
somnambulisme diakibatkan oleh gangguan pada regulasi
aktivitas reseptor serotonin 5- HT (5- hydroxytryptamine)
yang meningkatkan eksitasi neuron serotonergik. Hal ini
dapat menyebabkan pergerakan motorik abnormal,
peningkatan tonus otot, dan pola bernafas yang abnormal
pada saat tidur.
 Parasomnia terjadi pada anak yang dalam keadaan
campuran transisi dari satu siklus tidur ke yang berikutnya
(misalnya, dari tidur NREM ke terjaga). Keadaan transisi ini
ditandai dengan ambang rangsangan yang tinggi,
kebingungan mental, dan persepsi yang tidak jelas.
DIAGNOSIS & GAMBARAN KLINIS
 F51.3 Somnambulisme (Sleep Walking)
Gambaran Klinis di bawah ini adalah esensial untuk
diagnosis pasti :
 Gejala yang utama adalah satu atau lebih episode bangun dari
tempat tidur, biasanya pada sepertiga awal tidur malam, dan terus
berjalan-jalan; (Kesadaran berubah)
 Selama satu episode, individu menunjukan wajah bengong (Blank,
Staring Face), relatif tak member respon terhadap upaya orang
lain untuk mempengaruhi keadaan atau untuk berkomunikasi
dengan penderita, dan hanya dapat disadarkan atau dibangunkan
dari tidurnya dengan susah payah.
 Pada waktu sadar/bangun (Setelah satu episode atau besok
paginya), individu tidak ingat apa yang terjadi;
 Dalam kurun waktu beberapa menit setelah bangun dari episode
tersebut, tidak ada gangguan aktivitas mental, walaupun dapat
dimulai dengan sedikit bingung dan disorientasi dalam waktu
singkat.
 Tidak ada bukti adanya gangguan mental organik.
DIAGNOSIS BANDING
 Sleep Terrors
Gangguan teror tidur (sleep terror) ditandai dengan pasien
mendadak berteriak, suara tangisan, dan berdiri ditempat
tidur yang tampak seperti ketakutan dan bergerak- gerak.
 Epilepsi
Epilepsi mengacu pada sekelompok dari berbagai gangguan
yang ditandai oleh aktivitas listrik abnormal di otak yang
sebagai gangguan kesadaran dan gerakan abnormal.
 Confusional arousal
Pada gangguan ini, individu mengalami disorientasi tempat
dan waktu, lambat dalam berbicara dan berpikir, lambat
merespon perintah ataupun pertanyaan. Confusional
arousal dapat dipicu oleh terbangun secara paksa, terutama
sepertiga malam.
PENATALAKSANAAN
• Psikofarmakoterapi
1. Anti Depresan Trisiklik : Amitriptyline, Nortriptyline
2. Benzodiazepine : Clonazepam
3. Stimulansia Modafinil, natrium oxybate, amphetamine,
methamphetamine, dextroamphetamine, methylphenidate, dan
selegiline pengobatan yang efektif untuk kantuk yang berlebihan
terkait dengan narkolepsi dan hypersomnias utama. tidur siang
dijadwalkan dapat bermanfaat untuk memerangi kantuk pada
pasien ini.
• pendekatan perilaku dan teknik kesehatan tidur yang
dianjurkan, meskipun mereka memiliki sedikit dampak
positif secara keseluruhan pada penyakit ini.
PENATALAKSANAAN
– Non Famakologi
 Jika faktor lingkungan atau pun faktor predisposisi
ditemukan, harus dilakukan upaya untuk
menghilangkannya
 Hindari stimulus pendengaran, sentuhan, atau visual pada
awal siklus tidur
 Instruksikan kepada orang tua atau orang di rumah untuk
mengunci jendela dan pintu, menghilangkan hambatan dan
benda- benda tajam dari ruangan
 Teknik relaksasi dan biofeedback sebagai manajemen terapi
jangka panjang.
 Anticipatory awakenings
 Terapi apnea tidur obstruktif
PROGNOSIS
Kejadian somnambulisme biasanya akan
menurun seiring dengan bertambahnya usia.
kejadian ini kerap tidak dianggap sebagai
penyakit yang serius, meskipun dapat menjadi
sebuah gejala dari penyakit- penyakit yang lain.
perhatian dan kewaspadaan harus tetap
diperhatikan untuk menghindari terjadinya
kecelakaan seperti terjatuh dari tangga dan
memanjat keluar jendela.
Nightmare (Mimpi Buruk)

Level kompetensi 2
Definisi
• Gangguan mimpi buruk merupakan proses
terjaga dari tidur secara berulang karena
mimpi yang menakutkan (mimpi buruk).mimpi
buruk biasanya melibat cerita panjang seperti
mimpi dimana terdapat “ancaman” akan
adanya bahaya fisik yang sudah dekat dengan
individu, seperti dikejar, diserang, atau dilukai.
Orang yang mengalami biasanya dapat
mengingat mimpi buruk ini dengan jelas pada
saat bangun tidur.
Epidemiologi
• Mimpi buruk seringkali dihubungkan dengan
pengalaman traumatis dan umumnya lebih sering
terjadi ketika individu berada dalm kondisi stres.
• Hubungan antara trauma dan mimpi buruk didukung
oleh peneliti yang melaporkan bahwa peristiwa mimpi
buruk lebih banyak dialami oleh orang-orang yang
selamat dari gempa bumi di San Francisco tahun 1979,
di minggu-minggu pertama setelah gempa itu.
• Peningkatan frekwensi mimpi buruk juga terjadi pada
anak-anak yang mengalami gempa bumi di Los Angeles
tahun 1994
Etiologi
• Penelitian ilmiah menunjukkan bahwa mimpi buruk
dapat memiliki banyak penyebab.
• Dalam sebuah studi yang berfokus pada anak-anak,
peneliti mampu menyimpulkan bahwa mimpi buruk
langsung berkorelasi dengan stres dalam kehidupan
anak-anak.
• Anak-anak yang mengalami kematian anggota
keluarga atau teman dekat atau mengenal seseorang
dengan penyakit kronis memiliki mimpi buruk lebih
sering daripada mereka yang hanya menghadapi stres
dari sekolah atau stres dari aspek sosial dari kehidupan
sehari-hari.
Diagnosa
Penegakkan diagnosa gangguan mimpi buruk berdasarkan kriteria
diagnostik PPDGJ III adalah sebagai berikut.
•Gambaran klinis dibawah ini adalah essensial untuk diagnosa pasti :
•Terbangun dari tidur malam atau tidur siang berkaitan dengan mimpi
yang menakutkan yang dapat diingat kembali dengan rinci dan jelas
(vivid), biasanya perihal “ancaman” kelangsungan hidup, keamanan, atau
harga diri, terbangunnya dapat terjadi kapan saja selama periode tidur.
Tetapi yang khas adalah pada paruh kedua masa tidur.
•Setelah terbangun dari mimpi yang menakutkan, individu segera sadar
penuh dan mampu mengenali lingkungannya.
•Pengalaman mimpi itu dan akibat dari tidur yang terganggu,
menyebabkan penderitaan yang cukup berat bagi individu.
•Sangat penting untuk membedakan Mimpi Buruk dari Teror Tidur dengan
memperhatikan gambaran klinis yang khas untuk masing-masing
gangguan.
Diagnosa Banding
• Terror Malam (Teror Tidur)
• Epilepsi Psikomotor Tidur
• Gangguan Panik Nocturnal
Referensi
1. Harper, Douglas. "nightmare". Online Etymology Dictionary. Retrieved July 11,
2016.
2. American Psychiatric Association (2000), Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders, 4th ed, TR, p. 631
3. Stephen,, Laura (2006). "Nightmares". Psychologytoday.com. Archived from the
original on 31 August 2007.
4. Liberman, Anatoly (2005). Word Origins And How We Know Them. Oxford: Oxford
University Press. p. 87. ISBN 978-0-19-538707-0. Retrieved 29 March 2012.
5. The Science Behind Dreams and Nightmares, Talk of the Nation, national Public
Radio. 30 October 2007.
6. Schredl, Michael, et al. "Nightmares and Stress in Children." Sleep and Hypnosis
10.1 (2008): 19-25. ProQuest. Web. 29 Apr. 2014.
7. Schredl, Michael, et al. "Nightmares and Oxygen Desaturations: Is Sleep Apnea
Related to Heightened Nightmare Frequency?" Sleep and Breathing 10.4 (2006):
203-9. ProQuest. Web. 24 Apr. 2014.
TEROR MALAM (ICD-10 F51.4)

Level kompetensi 2
Definisi
• Teror malam, juga dikenal sebagai teror tidur, adalah
gangguan tidur, menyebabkan perasaan teror atau
ketakutan, dan biasanya terjadi selama jam pertama
tahap 3-4 gerakan mata non-cepat (NREM) tidur.
• Teror malam cenderung terjadi selama periode
gelombang tidur delta, juga dikenal sebagai gelombang
tidur lambat.
• Selama paruh pertama dari siklus tidur, tidur delta
terjadi paling sering, yang menunjukkan bahwa orang
dengan aktivitas tidur delta lebih lebih rentan terhadap
teror malam.
• Namun, mereka dapat juga terjadi selama tidur siang.
Epidemiologi (1)
• Mimpi buruk bersifat universal, meskipun itu tidak mungkin
untuk membedakan dari mimpi buruk sampai gerakan mata
cepat ditemukan.
• Sementara mimpi buruk (mimpi buruk yang menyebabkan
perasaan ngeri atau takut) relatif umum selama masa kanak-
kanak,
• Teror malam jarang terjadi menurut American Academy of
Psikiatri anak dan Remaja. prevalensi episode teror tidur telah
diperkirakan 1-6% di antara anak-anak, dan kurang dari 1%
dari orang dewasa.
Epidemiologi (2)
• Teror tidur dimulai pada anak-anak antara
usia 3 dan 12, dan biasanya menghilang
selama masa remaja.
• Mimpi buruk dan teror malam lebih sering
terjadi pada wanita dibandingkan pria
• Pada orang dewasa, mereka paling sering
terjadi antara usia 20 sampai 30.
Epidemiologi (2)
• Pada orang dewasa, mereka paling sering
terjadi antara usia 20 sampai 30.
• Meskipun frekuensi dan tingkat keparahan
bervariasi antara individu, episode dapat
terjadi di interval hari atau minggu, tetapi juga
dapat terjadi selama beberapa malam
berturut-turut atau beberapa kali dalam satu
malam.
Etiologi
• Teror malam adalah fenomena sebagian besar tidak
diketahui.
• 1) Herediter, Dalam beberapa penelitian, peningkatan
sepuluh kali lipat dalam prevalensi teror malam pada
tingkat pertama keluarga biologis gen autosomal.
• 2) kurang tidur dan demam dapat meningkatkan
kemungkinan terjadi episode malam teror.
• 3) Faktor lain meliputi asma nokturnal, gastroesophageal
reflux, dan obat sistem saraf pusat . narkolepsi,
• 4)Tidak ada temuan yang menunjukkan perbedaan budaya
antara manifestasi dari teror malam, meskipun penyebab
teror malam berbeda dalam budaya.
Diagnosis
Menurut pedoman diagnostik PPDGJ – III, Teror Tidur (Night Terrors) sebagai
berikut :
Gambaran klinis dibawah ini adalah essensial untuk diagnosa pasti :
a) Gejala utama adalah satu atau lebih episode bangun dari tidur, mulai dengan
berteriak karena panik, disertai anxietas yang hebat, seluruh tubuh bergetar,
dan hiperaktivitas otonomik seperti jantung berdebar-debar, napas cepat, pupil
melebar, dan berkeringat.
b) Episode ini dapat berulang, setiap episode lamanya berkisar 1 – 10 menit dan
biasanya terjadi pada sepertiga awal tidur malam.
c) Secara relatif tidak bereaksi terhadap berbagai upaya orang lain untuk
mempengaruhi keadaan teror tidurnya, dan kemudian dalam beberapa menit
setelah bangun biasanya terjadi disorientasi dan gerakan-gerakan berulang.
d) Ingatan terhadap kejadian, kalaupun ada, sangat minimal (biasanya terbatas
pada satu atau dua bayangan-bayangan yang terpilah-pilah.
e) Tidak ada bukti adanya gangguan mental organik.
Teror tidur harus dibedakan dari mimpi buruk (F51.5) yang biasanya terjadi setiap
saat dalam tidur, mudah dibangunkan, dan teringat dengan jelas kejadiannya.
Teror tidur dan somnambulisme sangat berhubungan erat, keduanya mempunyai
karakteristik klinis dan patofisiologis yang sama
Diagnosa Banding.
1) Mimpi buruk, antara mimpi buruk harus
dibedakan dengan teror malam atau teror tidur
satu dengan lainnya.
2) Epilepsi psikomotor tidur (meskipun teror tidur
sering terjadi pada masa kanak-kanak dengan
pemeriksaan EEG yang mungkin tidak
diindikasikan pada kebanyakan kasus dengan
riwayat klinis yang jelas)
3) Gangguan panik nocturnal dapat dibedakan
karena berasal dari tidur ringan dan dalam
memori yang jelas.
Diagnosa Banding.
Perbedaan Mimpi Buruk Teror Malam
Stadium tidur REM (terjadi 1-2 Stadium 3 -4

Waktu malam Pertengahan dan akhir tidur Kebanyakan 1-2 jam setelah
tidur
Asosiasi Penghentian komsumsi Stres
hipnotik. Kurang tidur
Penghentian konsumsi
alkohol
Penyekat B
Reserpin
Depresi

Gambaran lain Juga terjadi pada siang hari Biasanya pada tidur malam
Dapat menyertai
somnaulisme
Pria > perempuan
Kadang-kadang disertai
somnabulisme
Pengobatan
• Pada kebanyakan anak, teror malam akhirnya mereda dan
tidak perlu diobati. Ini mungkin membantu untuk
meyakinkan anak dan keluarga mereka bahwa mereka akan
mengatasi gangguan ini.
• Psikoterapi atau konseling dapat membantu dalam banyak
kasus.
• Ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa teror malam
dapat hasil dari kurang tidur atau kebiasaan tidur yang
buruk. Dalam kasus ini, dapat membantu untuk
meningkatkan jumlah dan kualitas tidur yang anak semakin
• Jika ini tidak cukup, benzodiazepin (seperti diazepam) atau
antidepresan trisiklik dapat digunakan.;
• Namun, obat hanya direkomendasikan dalam kasus yang
ekstrim
Referensi
• Hockenbury, Don H. Hockenbury, Sandra E. (2010). Discovering psychology
(5th ed.). New York, NY: Worth Publishers. p. 157.
• Guzman,, C.; Wang, Y (2008). "Sleep terror disorder: A case report". Revista
Brasileira De Psiquiatria. 115 (11): 169..
• Szelenberger, W.; Niemcewicz, S.; Dąbrowska, A. (2005). "Sleepwalking and
night terrors: Psychopathological and psychophysiological correlates".
International Review of Psychiatry. 32 (12): 263–270..
• Association, published by the American Psychiatric (2000). DSM-IV-TR :
diagnostic and statistical manual of mental disorders. (4TH ed.). United
States: AMERICAN PSYCHIATRIC PRESS INC (DC).
• American Academy of Child and Adolescent Psychiatry. "Facts for Families
No. 34: Children's Sleep Problems". AACAP. Retrieved Dec 20, 2011.
• American Psychiatric Association (2000). Diagnostic and Statistical Manual
of Mental Disorders (4th ed., text revision ed.). Washington, DC.
• Oudiette, D.; Leu, S.; Pottier, M.; Buzare, M.; Brion, A.; Arnulf, I (2009).
"Dreamlike mentations during sleepwalking and sleep terrors in adults".
Sleep: Journal of Sleep and Sleep Disorders. 32 (12): 1621–1627.
• "Night Terrors Follow-up - Prognosis". Medscape reference. Retrieved
2013-05-26.

Anda mungkin juga menyukai