Anda di halaman 1dari 55

Pembinaan &

Pengembangan
Kurikulum
Tasrif akib , S.Pd., M.Pd.
2014
Prolog
Banyak definisi kurikulum yang satu dengan yang lain
saling berbeda dikarenakan dasar filsafat yang dianut
oleh para penulis berbeda-beda. Walaupun demikian
ada kesamaan satu fungsi, yaitu bahwa kurikulum adalah
alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Di Indonesia
pengertian kurikulum tertera pada Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional no. 20 Tahun 2003 Bab I
Pasal 1 ayat 19 dari Ketentuan Umum disebutkan
bahwa: Kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggara kegiatan belajar mengajar untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Pengertian Kurikulum
Bahan ajar ini membicarakan tentang pengertian kurikulum. Anda telah
terbiasa mendengar kata kurikulum. Tetapi kalau ditanya kurikulum itu
"makhluknya" seperti apa, siapa yang "menciptakan" mengapa disusun
dan lain sebagainya. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut
kadang-kadang kita butuh waktu untuk merenung. Kurikulum bukan
berasal dari bahasa Indonesia, tetapi berasal dari bahasa Latin yang kata
dasamya adalah currere, secara harfiah berarti lapangan perlombaan lari.
Lapangan tersebut ada batas start dan batas finish. Dalam lapangan
pendidikan pengertian tersebut dijabarkan bahwa bahan belajar sudah
ditentukan secara pasti, dari mana mulai diajarkan dan kapan diakhiri,
dan bagaimana cara untuk menguasai bahan agar dapat mencapai gelar.
Dulu kurikulum pernah diartikan sebagai "Rencana Pelajaran", yang
terbagj menjadi rencana pelajaran minimum dan rencana pelajaran
terurai. Dalam kenyataannya di sekolah rencana pelajaran tersebut
tidak semata-matahanya membicarakan proses pengajaran saja, bahkan
yang dibahas lebih luas lagi yiatu, mengenai masalah pendidikan. Oleh
karena itu istilah rencana pelajaran kiranya kurang kena.
lanjutan
Akibat dari berbagai perkembangan, terutama
perkembangan masyarakat dan kemajuan teknologi,
konsep kurikulum selanjutnya juga menerobos pada
dimensi waktu dan tempat. Artinya kurikulum
mengambil bahan ajar dan berbagai pengalaman belajar
tidak hanya terbatas pada waktu sekarang saja, tetapi
juga memperhatikan bahan ajar dan berbagai
pengalaman belajar pada waktu lampau dan yang akan
datang. Demikian pula tidak hanya mengambil berbagai
bahan ajar setempat (lokal), kemudian berbentuk
kurikulum muatan lokal tetapi juga berbagai bahan ajar
yang bersifat nasional, yang kemudian berbentuk
kurikulum nasional (kurnas) dan lebih luas lagi bersifat
intemasional atau yang bersifat global.
lanjutan
Kurikulum yang terdiri atas berbagai komponen yang satu
dengan yang lain saling terkait adalah merupakan satu
sistem, ini berarti bahwa setiap komponen yang saling
terkait tersebut hanya mempunyai satu tujuan, yaitu tujuan
pendidikan yang juga menjadi tujuan kurikulum.
Pada dasarnya kurikulum berisikan tujuan, metode, media
evaluasi bahan ajar dan berbagai pengalaman belajar.
Kurikulum yang disusun di pusat berisikan beberapa mata
pelajaran pokok dengan harapan agar peserta didik di
seluruh Indonesia mempunyai standar kecakapan yang sama.
Kurikulum tersebut dinamai Kurikulum Nasional (Kurnas)
atau Kurikulum Inti, sedang evaluasinya dilaksanakan dengan
UN (Ujian Nasional), Kurikulum yang lain yang disusun di
daerah-daerah disebut Kurikulum Muatan Lokal, evaluasinya
dilaksanakan secara US (Ujian Sekolah).
lanjutan
Dalam sejarah pendidikan di Indonesia yang di mulai dari
diproklamirkan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945,
maka tercatat sudah 8 kali kurikulum pendidikan nasional
mengalami pengembangan, sebagai berikut:
 Kurikulum pertama tahun 1947. Kurikulum ini disebut
sebagai rencana pelajaran 1947.
 Tahun 1964. Kurikulum ini disebut rencana pendidikan 1964.
 Tahun 1968. Kurikulum ini disebut rencana pendidikan 1968
 Tahun 1975. Dapat disebut kurikulum tahun 1975 lebih
sistematik dari kurikulum-kurikulum sebelumnya.
 Tahun 1984. Kurikulum ini adalah penyempurnaan
kurikulum tahun 1975.
 Tahun 1994 ditambah dengan suplemen tahun 1999.
lanjut
 Tahun 2004. Kurikulum ini disebut Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK). Walaupun kurikulum ini belum memiliki
landasan hukum pelaksanaan, menurut Pusat Kurikulum,
Balitbang Depdiknas dalam buku berjudul Kurikulum
Berbasis Kompetensi (2002:19) bahwa kurikulum ini telah
diuji-cobakan terhadap beberapa sekolah rintisan dan
perluasan rintisan dari bulan Juli 2001 sampai dengan Juni
2004. Kurikulum inilah yang menjadi cikal-bakal munculnya
Peraturan menteri Pendidikan Nasional (Permen Diknas)
nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi, nomor 23 tahun
2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan
nomor 24 tahun 2006 tentang pelaksanaan Permen Diknas
nomor 22 dan 23.
 Tahun 2006. Kurikukum Tingkat Satuan Pendidikan
lanjut
 Pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional
Pendidikan Pada Tanggal 16 Mei 2005, tenaga
pendorong yang sangat kuat yang memungkinkan
terjadinya perubahan kurikulum pendidikan
nasional. Pada pasal 2 ayat (1) mengungkapkan
bahwa lingkup Standar Pendidikan Nasional
meliputi 8 standar, yakni: Standar Isi, Standar
Proses, Standar Kompetensi Lululusan, Standar
Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar
Sarana-Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar
Pembiayaan, dan Standar Penilaian Pendidikan.
lanjut
 Tentang Standar Isi, bagian kesatu, pasal 5 ayat (1) demikian: Standar Isi
mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi
lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Ayat (2) Standar Isi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat kerangka dasar dan struktur
kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender
pendidikan/akademik. Pada bagian keempat tentang Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan, Pasal 17 Ayat (1) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD/MI/SDLB,
SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat
dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/karakteristik
daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik. (2) Sekolah dan
komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan
kurikulum tingkat satuan satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan
kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, di bawah supervisi
dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan untuk SD,
SMP, SMA dan SMK, dan departemen yang menangani urusan pemerintahan di
bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK. Memperhatikan uraian sebelumnya,
khususnya muatan pasal 17 ayat (2) di atas, penyusun dan mengembangkan KTSP
adalah guru, atau sekolah bersama-sama dengan komite sekolah di bawah
supervisi dinas kabupaten/kota setempat. Penyusunan KTSP tersebut harus
mengacu pada karakteristik peserta didik, sosial budaya dan daerah setempat.
lanjut
 Dengan demikian kurikulum itu merupakan program
pendidikan bukan program pengajaran, yaitu program yang
direncanakan diprogramkan dan dirancangkan yang berisi
berbagai bahan ajar dan pengalaman belajar baik yang berasal
dari waktu yang lalu, sekarang maupun yang akan datang.
Berbagai bahan tersebut direncanakan secara sistemik, artinya
direncanakan dengan memperhatikan keterlibatan berbagai
faktor pendidikan secara harmonis. Berbagai bahan ajar yang
dirancang tersebut harus sesuai dengan norma-norma yang
berlaku sekarang, diantarnya harus sesuai dengan Pancasila,
UUD 1945, UU SISDIKNAS, PP No. 27 dan 30, adat istiadat
dan sebagainya. Program tersebut akan dijadikan pedoman bagi
tenaga pendidik maupun peserta didik dalam pelakasanaan
proses pembelajaran agar dapat mencapai cita-cita yang
diharapkan sesuai dengan yang tertera pada tujuan pendidikan.
lanjut
Jadi kurikulum ialah: suatu program
pendidikan yang berisikan berbagi bahan
ajar dan pengalaman belajar yang
diprogramkan, direncanakan dan
dirancangkan secara sistemik atas dasar
norma-norma yang berlaku yang
dijadikan pedoman dalam proses
pembelajaran bagi tenaga kependidikan
dan peserta didik untuk mencapai tujuan
pendidikan.
Kedudukan dan Posisi Kurikulum dalam Pendidikan

Inti sari pendidikan adalah interaksi antara


pendidik dengan peserta didik yang dalam
pelaksanaannya bisa terjadi di lingkungan
keluarga, sekolah, atau di dalam masyarakat. Di
dalam keluarga, interaksi yang terjadi antara
orang tua sebagai pendidik dengan anak
sebagai peserta didik. Interaksi terjadi bisa
setiap saat, misalnya ketika orang tua bertemu
anaknya di meja makan, saat menjelang tidur,
atau berdialog, atau kegiatan lainnya. Semua itu
berjalan secara alamiah tanpa perhitungan dan
persiapan dengan tujuan dan target tertentu.
lanjut
Sebaliknya, pendidikan di lingkungan sekolah
lebih terencana dan sistematis. Guru sebagai
pendidik telah dipersiapkan secara formal
nelalui lembaga pendidikan guru. Mereka
dibekali dengan berbagai kompetensi seperti
kompetensi: kepribadian, sosial, profesional,
dan pedagogis yang memang sangat
diperlukan oleh seorang guru. Di sekolah
guru melaksanakan fungsi sebagai pendidik
secara sadar dan terencana berdasarkan
kurikulum yang telah disusun sebelumnya.
lanjut
 Dalam lingkungan masyarakat pun terjadi
proses pendidikan dengan berbagai
bentuk. Ada yang dilakukan secara formal
seperti kursus atau pelatihan; dan ada pula
yang tidak formal seperti ceramah-
ceramah, sarasehan, atau pergaulan hidup
seharihari. Gurunya juga bervariasi mulai
dari yang berpendidikan formal guru
sampai dengan mereka yang menjadi guru
hanya karena pengalaman.
lanjut
 Dengan demikian, dibandingkan dengan
pendidikan informal dan nonformal, pendidikan
formal memiliki sejumlah kelebihan. Dari segi isi,
pendidikan formal memiliki cakupan yang lebih
luas karena tidak hanya berkaitan dengan masalah
pembinaan moral saja, tetapi juga ilmu
pengetahuan dan keterampilan. Dari segi fungsi,
pendidikan formal memiliki peran untuk
membantu keterbatasan pendidikan anak dalam
memperseiapkan masa depan mereka. Dari sisi
penyelenggaraan, pendidikan formal memiliki
dasar, perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian hasil
yang lebih terencana, sistematis, dan jelas.
Fungsi dan Efektivitas
Kurikulum
1. Fungsi kurikulum bagi guru
Bagi guru baru sebelum mengajar hal yang
pertama harus diperoleh dan dipahami ialah
kurikulum. Lalu, kompetensi dasarnya. Setelah
itu, barulah guru mencari berbagai sumber
bahan yang relevan untuk membuat silabus
pengajaran. Sesuai dengan fungsinya kurikulum
adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan.
Karena itu, guru semestinya mencermati tujuan
pendidikan yang akan dicapai oleh lembaga
pendidikan di mana ia bekerja.
lanjut
2. Fungsi kurikulum bagi kepala sekolah
Bagi Kepala Sekolah yang baru, hal pertama yang
dipelajari adalah tujuan lembaga yang akan
dipimpinnya. Kemudian mencari dan mempelajari
sungguhsungguh kurikulum yang digunakan.
Selanjutnya, tugas kepala sekolah ialah melakukan
supervisi kurikulum.Yang dimaksud supervisi
adalah semua usaha yang dilakukan supervisor
dalam bentuk pemberian bantuan, bimbingan,
pengarahan motivasi, nasihat dan pengarahan yang
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan guru
dalam proses belajar mengajar yang pada
gilirannya dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
lanjut
3. Fungsi kurikulum bagi masyarakat
Kurikulum adalah alat produsen dalam hal
ini sekolah, sedangkan masyarakat adalah
konsumennya. Sudah barang tentu antara
produsen dan konsumen harus sejalan.
Keluaran atau output kurikulum sekolah
harus dapat link and match dengan
kebutuhan masyarakat.
lanjut
4. Fungsi kurikulum bagi para penulis buku
ajar
Penulisan buku ajar dilakukan berdasarkan
kurikulum yang berlaku. Penulis buku ajar
melakukan analisis instruksional untuk membuat
dan menjabarkan berbagai pokok dan subpokok
bahasan. Setelah itu, baru menyusun program
pelajaran untuk mata pelajaran tertentu dengan
dukungan berbagai sumber atau bahan yang
relevan. Sumber atau bahan yang digunakan dapat
berupa bahan cetak (buku, makalah, majalah, jurnal,
koran, hasil penelitian dan sebagainya, yang diambil
dari para nara sumber, pengalaman penulis sendiri
atau dari lingkungan).
Komponen Kurikulum
Ada dua tujuan yang terdapat dalam sebuah
kurikulum sekolah.
Pertama, tujuan yang ingin dicapai sekolah
secara keseluruhan.Tujuan ini disebut tujuan
institusional atau kelembagaan. Tujuan ini
meliputi aspek-aspek pengetahuan,
keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang
diharapkan dimiliki oleh para lulusan dari
suatu tingkat satuan pendidikan tertentu.
Tujuan ini sudah tercantum dalam kurikulum
pada setiap lembaga (sekolah).
lanjut
Kedua, tujuan yang ingin dicapai oleh setiap bidang studi/mata
pelajaran. Tujuan ini merupakan hasil penjabaran dari
tujuan institusional. Dalam kurikulum 1994, tujuan ini
terdiri atas tujuan kurikulum atau tujuan kurikuler dan
tujuan instruksional yang terdapat pada setiap Garis-Garis
Besar Program Pengajaran (GBPP) tiap bidang studi.
Tujuan ini mencakup aspek-aspek pengetahuan, sikap,
keterampilan, dan nilai-nilai yang diharapkan dimiliki anak
setelah mempelajari suatu bidang studi dan pokok
bahasan dalam proses pengajaran. Dalam kurikulum 2006,
tujuan bidang studi ini terdapat dalam satandar
kompetensi dan kompetensi dasar. Untuk lebih jelasnya,
berikut ini contoh tujuan bidang studi dalam kurikulum
2006 (Standar Isi):
HAKIKAT DAN PRINSIP
PENGEMBANGAN KURIKULUM
Hakikat Pengembangan Kurikulum
Kurikulum bukanlah barang mati dan juga bukan
kitab suci yang sakral dan tidak boleh diubah-
ubah. Kurikulum disusun agar dunia pendidikan
dapat memenuhi tuntutan yang berkembang
dalam masyarakat. Jika masyarakatnya berubah,
maka kurikulumnya juga harus ikut berubah. Jika
kurikulum tidak berubah, maka sebuah layanan
pendidikan hanya akan menghasilkan produk
didik yang mandul, yang pada akhirnya akan
ditinggal-kan oleh masyarakat sebagai salah satu
stakeholder pendidikan.
Peran Pengembangan
Kurikulum
Peran konservatif
Kurikulum mempunyai peran konservatif, yakni
kurikulum berperan sebagai salah satu instrumen
untuk mengkonservasikan kebudayaan suatu
bangsa. Tanpa kurikulum yang baik, kebudayaan
suatu bangsa bisa sirna dalam sekejap karena
tidak ada institusi yang melestarikannya. Dengan
mencantumkannya dalam kurikulum, kebudayaan
suatu bangsa diharapkan dapat diwariskan
kepada generasi berikutnya sehingga anak cucu
bangsa tersebut minimal mengetahui adanya
kebudayaan nenek moyangnya.
lanjut
Peran kritis dan evaluatif
Kurikulum juga memiliki peran kritis dan evaluatif.
Maksudnya, kurikulum dapat dengan kritis menilai
dan mengevaluasi keberadaan kebudayaan nenek
moyangnya untuk mengetahui nilai-nilai yang
terkandung dalam kebudayaan tersebut. Apabila
dipandang ada unsur-unsur kebudayaan yang
kurang baik, misalnya, maka generasi berikutnya
dapat memilah-milah mana unsur kebudayaan yang
dapat diterapkan dan dilestarikan, dan mana unsur
kebudayaan yang dapat diabaikan karena kurang
sesuai dengan perkembangan jaman.
lanjut
Peran kreatif
Kurikulum juga mengemban peran kreatif.
Maksudnya, kurikulum harus mampu
menciptakan kreasi-kreasi baru dalam
kaitannya, misalnya, dengan kebudayaan
yang berkembang dalam masyarakat
sehingga kebudayaan tersebut lebih sesuai
dengan perkembangan jaman dan tuntutan
masyarakatnya.
Asas Pengembangan Kurikulum
Menurut Nasution (1995), semua pertanyaan itu
menyangkut asas-asas yang mendasari setiap
kurikulum. Ada empat asas yang mendasari
pengembangan setiap kurikulum, yaitu: (1) asas filosofis,
yang berkenaan dengan tujuan pendidikan yang sesuai
dengan falsafah negara, (2) asas psikologis, yang
berkaitan dengan faktor anak dalam kurikulum yakni .
psikologi anak, perkembangan anak, psikologi belajar,
dan proses belajar anak, (3) asas sosiologis, yaitu
kedaan masyarakat, perkembangan dan perubahan-
nya, kebudayaan manusia, hasil kerja manusia berupa
pengetahuan, dan lain-lain, serta (4) asas organisatoris
yang mempertimbangkan bentuk dan organisasi bahan
pelajaran yang disajikan.
Prinsip Pengembangan
Kurikulum
Pengembangan kurikulum menunjuk pada
kegiatan yang menghasilkan kurikulum,
yaitu penyusunan, pelaksanaan, penilaian,
dan penyempurnaan kurikulum. Dengan
demikian, maka pengembangan kurikulum
dapat dikatakan sebagai desain, yaitu
proses yang disengaja untuk memikirkan,
merencanakan, dan menyeleksi bagian-
bagian, teknik, dan prosedur yang
mengatur suatu tujuan atau usaha.
lanjut
Pengembangan kurikulum hendaknya
memperhatikan sejumlah prinsip berikut:
 Prinsip relevansi
 Prinsip efektivitas
 Prinsip efisiensi
 Prinsip kesinambungan (kontinuitas)
 Prinsip fleksibilitas (keluwesan)
 Prinsip berorientasi tujuan
Proses Pengembangan
Kurikulum
Pada dasarnya, kurikulum tak pernah kunjung
sempurna dan senantiasa dapat diperbaiki. Bahan
segera usang karena kemajuan zaman. Pelajaran
pun harus memper-hatikan perbedaan individu
dan memiliki relevansi dengan kebutuhan
setempat. Oleh karena itu, bila kita ingin
memperbaiki kurikulum sekolah sehingga hasilnya
baik, harus mempertimbangan: situasi sekolah,
kebutuhan siswa dan guru, masalah yang dihadapi
sekolah, kompetensi guru, gejala sosial, serta
perkembangan dan aliran dalam kurikulum.
MODEL KURIKULUM
Sudah kita alami bersama bahwa kurikulum pendidikan dasar
dan menengah di Indonesia sudah seringkali mengalami
perubahan berkali-kali. Perubahan kurikulum itu dilakukan
dengan maksud untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu
pendidikan. Anekdot ”ganti menteri ganti kurikulum” sudah
tidak asing lagi di telinga setiap orang yang berkecimpung
dalam dunia pendidikan. Perubahan kurikulum ini berangkat
dari hal yang paling mendasar dan tradisional, yaitu yang
berorientasi pada materi (subject matter), sampai pada
perubahan kurikulum sebagai respon atas kebijakan makro
yakni desentralisasi pendidikan yang memberikan lebih
banyak keleluasaan kepada guru untuk menjabarkan
kurikulum. Hal ini dilakukan untuk memenuhi tuntutan situasi
kekinian serta mengantisipasi perkembangan kebutuhan
masyarakat penggunanya.
lanjut
Kurikulum setidaknya dapat dikelompokkan atas empat
buah model.
1. Model kurikulum subjek akademis, yaitu model
kurikulum tertua dan sangat praktis. Isinya berupa
kompilasi secara sistimatis dari berbagai disiplin ilmu
dengan memperhatikan tujuan pendidikan dan tahapan
perkembangan siswa yang akan mempelajarinya.
2. Model kurikulum humanistik, yang muncul sebagai reaksi
atas pendidikan yang lebih menekankan aspek intelektual
siswa dan dominasi guru. Model kurikulum ini
menganggap bahwa siswa adalah yang pertama dan
utama dalam pendidikan. Siswa dengan potensi,
kemampuan da kekuatannya selalu bisa dikembangkan
dari sisi intelektual, afeksi, dan sosialnya.
lanjut
3. Model kurikulum rekonstruksi sosial, yang lebih
memusatkan perhatiannya pada masalah-masalah yang
dihadapi oleh masyarakat. Melalui interaksi dan kerja
sama antara siswa, guru, orang tua, lingkungan, masalah-
masalah yang terdapat di masyarakat dapat
terselesaiakan sehingga terbentuk masyarakat yang lebih
baik.
4. Model kurikulum teknologis,yang menekankan
pemanfaatan pelbagai hasil teknologi untuk memberikan
layanan belajar kepada setiap individu siswa. Teknologi
dalam pengertian alat lebih dilihat dari sisi pen unjang
pembelajaran yang efisien dan efektif. Dari pengertian
sistem, model ini mengarah pada program yang ditunjang
alat dan media pengajaran.
Pendekatan Pengembangan
Kurikulum
1. Orientasi pada bahan pelajaran
 Orientasi pengembangan kurikulum ini sangat menitik
beratkan pada bahan atau materi yang diajarkan; sedangkan
tujuan dapat ditentukan berdasarkan bahan pengajaran.
Pertimbangan yang digunakan dalam menentukan materi yang
harus diajarkan kepada siswa ialah (1) pentingnya bahan, serta
(2) manfaat dan relevansi dengan kebutuhan masyarakat.
 Kelebihan dari orientasi ini terletak pada kebebasan dan
keluwesan dalam memilih dan menentukan materi pelajaran
karena tidak terikat oleh tujuan-tujuan tertentu. Sedangkan
kelemahannya ialah:
 bahan pelajaran kurang jelas arah dan tujuannya;
 tidak jelas dasar pemilihan menentukan metode; serta
 tidak jelas apa yang akan dinilai.
lanjut
2. Orientasi pada tujuan
 Pengembangan kurikulum yang berorientasi pada
tujuan mendasarkan pada tujuan-tujuan pendidikan
yang telah dirumuskan secara jelas, dari tujuan
nasional sampai tujuan instruksional. Dari tujuan inilah
kemudian ditetapkan bahan pelajaran.
 Tantanagan penggunaan orientasi ini ialah kesulitan
dalam merumuskan tujuan. Sementara itu,
kelebihannya terletak pada:
 tujuan yang dicapai sudah jelas dan tegas;
 mudah dalam penilaian; serta
 c. memudahkan pengembang kurikulum untuk
mengadakan perbaikan-perbaikan atau perubahan
penyesuaian yang diperlukan.
lanjut
3. Orientasi pada kegiatan belajar
mengajar.
Pengembangan kurikukum yang berorientasi
pada kegiatan belajar mengajar menitik
beratkan pada bagaimana siswa belajar, serta
cara dan langkah-langkah apa yang perlu
dilakukan agar siswa menguasai keterampilan
untuk mendapatkan pengetahuan. Kelebihan
orientasi pengembangan kurikulum sangat
mementingkan kebutuhan siswa. Sedangkan
kelemahannya sulit diukur ketercapaian hasil
belajar yang diharapkan.
ORGANISASI KURIKULUM
Salah satu hal yang penting kurikulum adalah
organisasi kurikulum itu sendiri. Organisasi kurikulum
adalah struktur program kurikulum yang berupa
kerangka umum program-program pengajaran yang
akan disampaikan kepada murid (Nurgiyantoro,
1988:111).
Melalui organisasi kurikulum ini, guru dan pengelola
pendidikan akan memiliki gambaran yang jelas tentang
tujuan program pendidikan, bahan ajar, tata urut dan
cakupan materi, penyajian materi, serta peran guru
dan murid dalam rangkaian pembelajaran. Cara
pengembang kurikulum mengorganisasikan kurikulum
akan berkaitan pula dengan bentuk atau model
kurikulum yang dianutnya.
Struktur Pengorganisasi Kurikulum
1. Struktur horizontal
Struktur horizontal dalam organisasi
kurikulum adalah suatu bentuk penyusunan
bahan pelajaran yang akan disampaikan
kepada siswa. Hal ini berkaitan erat dengan
tujuan pendidikan, isi pelajaran, dan strategi
pembelajarannya. Dalam kaitannya dengan
struktur horizontal ini terdapat tiga macam
bentuk penyusunan kurikulum. Ketiganya
ialah (1) separate-subject-curriculum, (2)
correlated-curriculum, dan (3) integrated-
curriculum.
lanjut
2. Struktur vertikal
Struktur vertikal berhubungan dengan masalah sistem pelaksanaan
kurikulum sekolah. Hal ini menyangkut: (1) apakah suatu kurikulum
dijalankan dengan sistem kelas atau tanpa kelas? (2) apakah sistem unit
waktu yang digunakan? serta (3) bagaimana pembagian waktu untuk
masing-masing bidang studi dan pokok bahasan?
Sistem kelas menuntut penjenjangan cakupan dan urutan setiap mata
pelajaran berdasarkan pertimbangan logis dan psikologis. Dalam sistem ini,
kemajuan anak ditandai dengan kenaikan kelas, yang selalu menyesuaikan
dengan teman-temannya dalam kelas.
Sistem tanpa kelas dilaksanakan dengan penyediaan tingkat-tingkat
program tertentu. Setiap anak yang telah mampu diberi kebebasan untuk
berpindah program setiap waktu tanpa harus menunggu teman yang lain.
Sistem unit waktu menyangkut bagaimana pembagian satuan waktu
belajar ditetapkan, catur wulan ataukah semester.Pengalokasian waktu
untuk tiap mata pelajaran dan pokok bahasan harus dilakukan secara
“adil” didasarkan pada bobot dan kedudukannya dalam rangka mencapai
tujuan pendidikan.
lanjut
3. Strategi Pelaksanaan Kurikulum
Strategi pelaksanaan kurikulum
merupakan cara-cara yang ditempuh
untuk melaksanakan kurikulum di sekolah.
Strategi pelaksanaan kurikulum ini
meliputi pelaksanaan pembelajaran,
bimbingan dan penyuluhan, sistem
penilaian, dan pengaturan kegiatan sekolah
secara keseluruhan.
lanjut
 Pendekatan keterampilan proses menekankan pada keterlibatan
guru dan siswa secara aktif (bersama-sama) dalam kegiatan
pembelajaran. Pendekatan ini sangat menekankan pada kemampuan
siswa untuk belajar bagaimana cara belajar (learning how to learn).
 Ada tiga kegiatan yang saling terkait dalam ucaha pencapaian tujuan
pendidikan, yaitu intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler.
 Penilaian pendidikan harus dilakukan dengan asas objektif,
menyeluruh, dan berkesinambungan.
 Administrasi pendidikan yang dilaksanakan oleh sekolah mencakup:
pengatur-an proses pembelajaran, peralatan pembelajaran,
pemanfaatan dan pemeliha-raan gedung, perlengkapan, keuangan,
dsb.
 Supervisi pendidikan merupakan bantuan yang diberikan kepada
seluruh staf sekolah untuk mengembangkan situasi pembelajaran
yang lebih baik.
PENGEMBANG DAN STRATEGI
PENGEMBANGAN KURIKULUM SEKOLAH
 Kebijakan otonomi daerah merembet juga ke
persoalan pendidikan. Semenjak digulirkannya isu
manajemen berbasis sekolah dan menjadi
puncaknya pada otonomi pendidikan, persoalan
yang berkait dengan dunia persekolahan menjadi
kian dinamis. Berkembangnya iklim demokrasi
mendorong diberlakukannya Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2003 tentang otonomi daerah.
Otonomi daerah diikuti dengan diberlakukannya
otonomi pendidikan, yang memberikan
keleluasaan kepada daerah untuk menentukan
kebijakan-kebijakan operasional penyelenggaraan
pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan
kondisinya masing-masing.
lanjut
 Dengan demikian, perubahan kebijakan pengelolaan
pendidikan dari sentralistik menjadi desentralistik,
dunia pendidikan pun menjadi “hiruk-pikuk”, semarak,
dan sekaligus semakin kompleks. Apabila pada awalnya
dunia persekolahan terkesan sebatas dunianya
pemerintah, kepala sekolah, dan guru, sekarang
menjadi dunia yang demikian terbuka dan menjadikan
banyak pihak dapat terlibat. Dalam kondisi seperti itu,
persoalan kurikulum tidak semata urusan sekolah
(kepala sekolah dan guru), melainkan pula menjadi
urusan banyak pihak lainnya seperti orang tua murid
dan masyarakat. Artinya, pengembangan sebuah
kurikulum sekolah melibatkan pelbagai pihak dengan
perannya masing-masing.
lanjut
Kurikulum yang dikembangkan oleh sekolah dan
pihak-pihak yang terkait disebut dengan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum itu
selanjutnya menjadi pedoman pelaksanaan pendidikan
pada masing-masing sekolah yang mengembangkannya.
Pemberlakuan KTSP diharapkan menjadikan sekolah
lebih berinsiatif dan bertanggung jawab dalam
merancang dan melaksanakan kurikulum sesuai
dengan kebutuhan dan perkembangan yang terjadi.
Karena KTSP dikembang-kan oleh sekolah dengan
guru sebagai salah satu elemen pengembangnya, maka
Anda perlu memiliki wawasan dan keterampilan yang
cukup dalam mengembangkan kurikulum bagi sekolah
tempat Anda bertugas.
Peran Pengembang Kurikulum
Sekolah
Peran Kepala Sekolah
Kepala sekolah merupakan tokoh kunci
dalam manajemen sekolah yang berperan
sbb:
Pertama, peran sebagai sebagai manajer.
Sebagai manajer, kepala sekolah bertanggung
jawab atas manajemen sekolah. Kepala
sekolah mengkoordinasikan kegiatan
merencanakan, mengorganisasikan,
melaksanakan, memimpin, dan mengendalikan
segenap usaha pencapaian tujuan pendidikan.
lanjut
 Kedua, peran sebagai inovator. Sebagai tokoh penting di
sekolah, kepala sekolah harus mampu melahirkan ide-
ide baru yang kreatif. Pengembangan kurikulum sering
kali bermula dari gagasan kepala sekolah. Mengingat
kedudukannya sebagai pihak yang mengemban
tanggung jawab atas sekolah yang dipimpinnya, maka
pada diri kepala sekolah cenderung muncul dorongan-
dorongan untuk terus memajukan sekolah. Karena
kewenangan yang dimilikinya, ide-ide barunya menjadi
lebih terbuka untuk diimplementasikan di sekolah.
Begitu pula dalam konteks pengembangan kurikulum
sekolah ini. Kepala sekolah harus mampu
manghadirkan inspirasi dan ide pembaharuan, sehingga
program sekolah (kurikulum) yang dijalankan
senantiasa aktual/mutakhir.
lanjut
Ketiga, peran sebagai fasilitator. Dalam
pengembangan kurikulum, pelaksana teknis
pengembangan biasanya tidak langsung oleh
kepala sekolah, melainkan oleh tim khusus
yang ditunjuk. Namun demikian, kepala
sekolah terus melakukan komunikasi dengan
tim itu dan memfasilitasinya untuk mengatasi
berbagai persoalan yang muncul. Kepala
sekolah harus membantu mengatasi
persoalan, melayani konsultasi tim, dsb.
lanjut

Peran Guru
Kalau kepala sekolah merupakan tokoh kunci dalam
manajemen sekolah, maka guru merupakan tokoh sentral
dalam penyelenggaraan layanan pendidikan sekolah. Gurulah
pemeran utama aktivitas sekolah (pendidikan dan
pembelajaran). Krena itu, tugas guru merupakan profesi yang
menuntut keahlian. Bukan sekedar ”tukang mengajar”. Dia
harus paham mengenai apa yang disampaikan, mengapa harus
disampaikan, dan bagaimana menyampaikannya. Dengan
demikian, apa yang dihadapi dan menjadi tugas profesi guru
adalah menyangkut hal yang bersifat dinamis. Juga, karena
adanya benang merah antara “apa, mengapa, dan bagaimana”
maka guru juga menjadi pusat penggerak dinamika itu.
Keberadaan guru menjadikan sesuatu bersifat dinamis.
lanjut
Peran Komite
Keberadaan komite sekolah kian bergulir dengan
diberlakukannya otonomi sekolah. Keberadaan komite
sekolah (dan dewan pendidikan) secara legal formal tertuang
dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
044/U/2002. Dalam keputusan menteri ini, komite sekolah
dimaksudkan sebagai sebuah badan mandiri yang mewadahi
peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu,
pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan
pendidikan baik pada pendidikan prasekolah, jalur pendidikan
sekolah, maupun jalur pendidikan luar sekolah. Penamaannya
sendiri disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masing-
masing satuan pendidikan. Bisa saja misalnya dengan nama
Majelis Madrasah, Majelis sekolah, Komite TK, dan sebagainya.
Peran siswa
Pada umumnya siswa kurang dipertimbangan dalam pengembangan
kuriku-lum karena memang mereka belum mempunyai kompetensi
dalam bidang itu. Namun pada tingkat kegiatan kelas, bila guru
bertanya, bagaimana pendapatnya tentang pelajaran, apa yang ingin
dipelajarinya tentang suatu topik, atau bila guru mengajak siswa
turut-serta dalam perencanaan suatu kegiatan belajar, pada
pokoknya mereka sudah dilibatkan dalam kurikulum. Di sekolah
progresif kepada murid diberikan peranan yang lebih besar lagi
tentang apa yang mereka harapkan dari pelajaran. Partisipasi murid
sama sekali tidak berarti bahwa keinginan mereka harus selalu
dituruti akan tetapi pandangan mereka dapat dimanfaatkan,
sekalipun keputusan berada di tangan guru. Memaksakan kurikulum
yang tidak mereka sukai, yang tidak disesuaikan dengan kebutuhan
mereka, akan menimbulkan rasa benci bahkan protes, sekalipun
tersembunyi, terhadap pelajaran dan sekolah yang mereka nyatakan
dalam perbuatan yang tidak diinginkan.
Strategi Pengembangan
Kurikulum
Pengembangan kurikulum bukanlah sebuah
tindakan mekanistik. Tidak serta-merta setiap guru
dapat mengembangkan kurikulum. Kegiatan itu
memerlukan strategi yang memungkinkan
kurikulum dapat dikembangkan sehingga
membuahkan hasil yang baik.
Strategi pengembangan kurikulum antara lain: (1)
mengubah sistem pendidikan, (2) mengubah
kurikulum tingkat lokal, (3) memberikan pendidikan
in-service dan pengembangan staf, (3) supervisi,
reorganisasi sekolah, (4) eksperimentasi dan
penelitian
SEKIAN DAN TERIMA
KASIH
SAMPAI JUMPA LAGI
WASSALAM
 Guru menggarisbawahi nilai-nilai inti yang
melekat dalam konten akademik mata
pelajaran (misalnya: tema-tema yang terkait
karakter, prinsip-prinsip penyelidikan ilmiah).
 Guru menyediakan kesempatan-kesempatan
kepada siswa untuk mengintegrasikan isu-isu
etika yang muncul di dalam konten akademik
mata pelajaran
 Rutinitas kelas menghargai siswa dan
melibatkan mereka sedemikian rupa,
sehingga unsur-unsur karakter seperti
tanggungjawab, keadilan, dan kepedulian
berkembang.
 Guru mendemonstrasikan penggunaan
strategi-strategi pengajaran yang
bervariasi.
 Guru meningkatkan kebiasan-kebiasan
berfikir (keinginan hendak tahu, pencari-
kebenaran, berfikir kritis, dan keterbukaan
terhadap ide-ide baru) yang mengantarkan
kepada pertumbuhan intelektual siswa.

 Guru meningkatkan kebiasan-kebiasan


terkait kerja (kegigihan, kerajinan, disiplin-
diri, dan pencari tantangan) yang
membantu siswa melakukan yang terbaik.
 Guru meningkatkan kebiasan-kebiasan sosial
(kejujuran, tanggungjawab, kerjasama) yang
membantu siswa bekerja secara harmonis
(misalnya: melalui pembelajaran kooperatif dan
proyek-proyek kelompok).
 Siswa dan guru mendemonstrasikan kesadaran
akan pentingnya motivasi moral instrinsik.
 Siswa mempersepsi bahwa jajaran pimpinan
dan guru memodelkan nilai-nilai inti.

Anda mungkin juga menyukai