Pemerintah wajib
memberikan imunisasi
lengkap kepada setiap
bayi dan anak (UU no
36/2009)
IMUNISASI
upaya untuk
menimbulkan/meningkatkan
kekebalan seseorang secara aktif
terhadap suatu penyakit, sehingga
dapat mencegah / mengurangi
pengaruh infeksi organisme alami
atau "liar"
Menggunakan vaksin
produksi dlm negeri sesuai
standar aman WHO
TUJUAN
DENGAN MASUKNYA ANTIGEN TERSEBUT
AGAR TUBUH MEMILIKI KEKEBALAN
SPESIFIK TERHADAP PENYAKIT
TERTENTU YG BERBAHAYA DAN
MENGANCAM JIWA
Tujuan Program Imunisasi
1 Bulan
2 Bulan
3 Bulan
4 Bulan
9 Bulan
- Imunisasi lanjutan
DPT/HB/Hib 4 &
Pendekatannya:
CAMPAK/MR 2
- Melalui Posyandu
- Melalui PAUD
18 Bulan 24 Bulan
Imunisasi Dasar Lengkap
& booster pertama
-DT - Td
-Campak
1 SD 2 SD 5 SD
DPT 2
Status TT1 s.d TT5 :
Dihitung Sejak Imunisasi
3 TAHUN Dasar Pada Bayi
DT K LS 1 SD
5 TAHUN
Td K LS 2 SD
10 TAHUN
TT WUS
Td K LS 3 SD
25 TAHUN
X
5
MITOS VS FAKTA
VAKSINASI
MITOS 1
ASI saja cukup
menggantikan vaksin.
ASI mengandung antibodi, terutama IgA, dan bayi mendapat
antibodi ibu (IgG) lewat plasenta. Namun, keduanya tidak
bertahan selamanya. IgG akan menghilang menjelang usia 1
tahun.
Antibodi tersebut juga tidak dapat digunakan untuk melawan
semua penyakit. Untuk penyakit yang berbeda, perlu antibodi
yang berbeda. Antibodi untuk cacar air berbeda dari antibodi
untuk pneumonia.
Jadi, meskipun ASI dapat memberikan perlindungan, tetap
saja tidak dapat menggantikan imunisasi.
MITOS 2
Vaksin MMR menyebabkan
autisme.
Gejala khas autisme biasanya mulai disadari saat anak terlambat
bicara di atas usia 1 tahun. Vaksin MMR diberikan pada usia 15 bulan.
Akibatnya, banyak orangtua mengaitkan keduanya.
Kejadian autisme meningkat sejak 1979 karena kepedulian dan
kemampuan mendiagnosisnya meningkat. Namun, tidak ada lonjakan
tidak proporsional sejak diperkenalkan vaksin MMR pada tahun
1988.
Penjelasan paling logis, vaksin MMR dan autisme bersamaan waktu
terjadinya tapi tidak terdapat hubungan sebab akibat.
Pada 2004, Institute of Medicine (IOM) menganalisis semua
penelitian yang melaporkan hubungan antara vaksin MMR dengan
autisme. Hasilnya, semua penelitian tersebut cacat secara
metodologis. Artinya, tidak terbukti ada hubungan antara vaksin
MMR dengan autisme.
MITOS 3
Vaksin menimbulkan efek samping
yang berbahaya, kesakitan, bahkan
kematian.
Vaksin sangat aman. Hampir semua efek sampingnya
ringan dan sementara, misal nyeri bekas suntikan,
bengkak, atau demam ringan.
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang mencakup
semua kejadian sakit pasca imunisasi sebagian besar
bersifat koinsidens.
Resiko yang akan ditanggung jika anak terkena penyakit
langsung tanpa imunisasi akan jauh lebih besar
dibanding manfaat vaksin.
MITOS 4
Banyak penyakit yang sudah hilang sebelum
adanya vaksin berkat meningkatnya
higienitas dan sanitasi.
Berdasar data, pernyataan ini salah. Di Canada, sanitasi dalam keadaan
baik sejak 1990, kasus meningitis Hib adalah 2000 kasus per tahun.
Setelah program imunisasi, turun menjadi 52 kasus, mayoritas pada bayi
dan anak yang tidak diimunisasi.
Tahun 1974, di Inggris, karena ketakutan pada efek samping vaksin
pertusis, cakupan imunisasi pertusis menurun drastis. Ini diikuti dengan
wabah pertusis pada tahun 1978 dengan 100.000 kasus dan 36
kematian.
Di waktu yang sama, cakupan imunisasi pertusis di Jepang menurun. Ini
menyebabkan lonjakan kasus pertusis, dari 393 kasus tanpa kematian
menjadi 13.000 kasus dengan 41 kematian pada tahun 1979.
Pengalaman ini jelas membuktikan bahwa tanpa imunisasi penyakit tidak
akan menghilang dan akan kembali lagi saat program imunisasi
dihentikan.
Mitos 5: Imunisasi tidak 100%
efektif. Mungkin sia-sia anak
disuntik imunisasi.
Jarang ada hasil 100% di dunia pengobatan.
TERIMA KASIH