Anda di halaman 1dari 24

TREMATODA USUS

1. Fasciolopsis buski
2. ECHINOSTOMATIDAE
3. HETEROPHYIDAE
Fasciolopsis buski
 Hospes : Manusia dan babi, juga anjing serta
kelinci.
 Penyakit : fasiolopsiasis

 Penyebaran Geografik : RRC, Taiwan, Thailand,


Vietnam, India dan Indonesia.
Morfologi dan Siklus Hidup
 Trematoda terbesar yang didapatkan pada manusia,
yaitu 2 - 7,5 cm x 0,8 – 2 ,0 cm.
 Bentuknya seperti daun agak lonjong dan lebar.

 Kutikulum ditutupi duri-duri kecil yang letaknya


melintang.
 Batil isap kepala ¼ batil isap perut.

 Testis sepasang, bercabang terletak agak tandem dibgn


posterior
 Vitelaria terletak lebih lateral dari sekum

 Ovarium berbentuk agak bulat & uterus berkelok-kelok


 Habitat : melekat pada dinding usus halus
 Telur : berukuran 130-140 µ x 80-85 µ, mirip
telur F. hepatica, agak lonjong, berdinding tipis
transparan, dg sebuah operculum.
 Seekor cacing dewasa dpt mengeluarkan telur
15.000-48.000 butir/hari.
 Hospes perantara I : genus Segmentina,
Hippeutis, dan Gyraulus.
– Perkembangan dlm keong : M-S-R1-R2-C
 Hospes perantara II : Trapa, Eliocharis,
Eichornia , Zizania, Nymphoea dan Ipomoea.
 Dlm Hp. II cerkaria akan menjadi Metaserkaria (btk infektif) >>>
siklus lengkap :T-M-S-R(R1-R2)-C-Ms
 Cara infeksi : memakan tumbuhan air yg
mengandung metaserkaria tanpa dimasak dgn
sempurna.
 Metaserkaria tumbuh menjadi cacing dewasa
dalam waktu 25-30 hari.
 Telur ditemukan dalam tinja setelah 3 bulan.
Patologi & Gejala Klinis
 Cacing melekatkan diri ke mukosa usus halus
(duodenum, yeyenum) melalui batil isap perut.
 Cacing memakan isi usus dan mungkin mukosa
superfisial sehingga terjadi daerah-daerah
peradangan, ulserasi dan abses.
 Cacing dlm jml besar (menyebabkan sumbatan
sehingga terjd Illeus akut)
 Gejala nyeri epigastrium, nausea dan diare,
terutama waktu pagi.
 Pada infeksi berat terjadi intoksikasi dan
sensitisasi  edema pada muka (halzoun),
dinding perut (asistes) dan tungkai bawah
 Kematian terjadi karena merana (exhaustion)
atau intoksikasi.
 Gejala klinis dini pada akhir masa inkubasi :
diare diselingi konstipasi dan nyeri ulu hati
(epigastrium).
 Diare >>> awalnya diselingi konstipasi >>>
persisten >>> warna tinja mjd hijau kuning
(busuk, sisa makanan yg tdk dicerna))
Diagnosis
 Di daerah endemik  gejala klinis

 Telur dalam tinja (diagnosis pasti)

Pengobatan
 Diklorofen

 Niklosamid

 Praziquantel
Prognosis , Epidemiologi
 Prognosis : infeksi berat †, tetapi apabila
diobati sedini mungkin >>> harapan sembuh
 Epidemiologi :
– Kebiasaan makan tumbuhan air mentah (tdk
dimasak dgn sempurna)
– Pembudidayaan ttumbuhan air di daerah yang
tercemar dengan kotoran manusia/ babi
 Di Indonesia endemis di desa Sei Papuyu,
Kalsel. Prevalensinya 27 %. Prevalensi tertinggi
ditemukan pd kel. Umur 5-14 th(56,8%), dan pd
anak sekolah 79,1 %.
Gastrodiscoides hominis

 Hospes >>>> manusia & babi


 Penyakit >>> gastrodiscoidiasis

 DISTRIBUSI : Endemik di Assam, Banglades,


Bengal dan Indocina.
 Morfologi dan daur hidup

 Telur berukuran 150-152 µ x 60 – 72 µ.


 Telur berbentuk lonjong, berbentuk kumparan
dan mempunyai operculum
 Cacing dewasa mempunyai oral sucker,
ventral sucker yang berukuran besar, dua
testis berlobus dan ovari berbentuk lobus.
 Vitelaria dibagian posterior sekitar ventral
sucker.
 Manusia terinfeksi karena menelan
metasercaria pada kulit tumbuhan air (water
caltrop)
 Daur hidup belum diketahui secara lengkap,
mungkin hampir sama dengan F. buski
 Babi merupakan hp. Reservoar di daerah
endemik
 Cacing dewasa berhabitat di usus besar
Patologi dan klinik
 Infeksi ringan tidak menimbulkan gejala
 Infeksi berat terjadi peradangan dalam
mukosa usus besar >>>>> diare

 Diagnosis >>> menemukan telur dalam tinja

 Pengobatan : Heksilresorsinol,
tetrakloroetilen, parazikuantel
(sama dgn F. buski)
HETEROPHYIDAE
 Heterophyes heterophyes
 Metagonimus yokogawai
 Haplorchis yokogawai
 Haplorchis taechui

 Penyakit : Heterophyiasis
 Hospes : manusia, kucing, anjing, rubah dan
berbagai jenis burung.
 Penyebaran geografis: Mesir, Turki, Jepang,
Korea, RRC, Taiwan, Filipina dan Indonesia.
Morfologi dan daur Hidup
 Habitat cacing dewasa bagian tengah usus halus
 Bentuk piriformis, warna keabu-abuan.
 Permukaan ditutupi duri-duri seperti sisik
 Mempunyai 3 batil isap (mulut, perut & kelamin)
 Batil isap perut besar terletak 1/3 anterior.
 Mempunyai batil isap genital pada tepi posterior kiri
batil isap perut.
 Dua testis lonjong tltk di lateral 1/5 posterior badan
 Ovarium kecil , uterus berkelok-kelokdiantara dua
sekum.
 Telur : berwarna coklat muda, mempunyai operkulum,
ukuran 26,5-30 x 15-17 µ, berisi mirasidium.
 Mirasidium keluar berenang >> Hp. I (Keong air
tawar/payau Pirenella, Cerithidia,Semisulcospira) >>> di
dlm Hp. I berubah mjd sporokista (S) >>> R (R1-R2) >>>
Serkaria >>>> Hp. II (ikan Mugil, Tilapia, Aphanius,
Acanthogobius, Clarias, dll).
 Di dlm Hp. II serkaria berubah menjd Metaserkaria
(bentuk infektif) (otot-otot ikan)
 Infeksi >>> trjd apabila memakan daging ikan mentah/yg
dimasak kurang matang yg mengandung metaserkaria
 Pd ikan jenis Plectoglossus >> metaserkaria tdk msk ke
dlm otot, tetapi hinggap di sisik & sirip.
Patologi & klinik
 Biasanya menyebabkan iritasi ringan pada usus
halus.
 Pada infeksi berat terjadi diare kronis berlendir
disertai nyeri kolik dan rasa tidak enak pada abdomen
dan nyeri tekan.
 Kadang-kadang cacing menembus dinding usus,
sehingga telurnya dapat masuk aliran limfe dan
menyangkut di katup-katup jantung payah jantung.
 Hal ini dilaporkan pada infeksi cacing Metagonimus
dan Haplorchis yokogawai.
 Telur cacing dewasa dpt bersarang di jaringan otak &
menyebabkan kelainan
 Infeksi berat tsb dpt menimbulkan mulas-mulas/kolik,
diare berlendir & nyeri tekan pd perut
Diagnosis : menemukan telur dalam tinja
Pengobatan : Prazikuantel atau tetraklor etilen
Epidemiologi: Yang merupakan sumber infeksi :
 Manusia, terutama pedagang ikan dan hewan seperti
kucing, anjing bila menderita infeksi.
 Ikan yang diproses kurang sempurna .
ECHINOSTOMATIDAE
 Echinostoma ilocanum
 E. malayanum
 E. revolutum
 E. lindoense (di Palu).
 E. recurvatum

 Penyakit : ekinostomiasis
 Hospes : Manusia, tikus, anjing, burung, ikan dan lain-lain.
 Penyebaran Geografis : Filipina, Cina, Indonesia dan India.
Morfologi dan Daur Hidup
 Habitat : usus halus (cacing dewasa)
 Ciri-ciri khas :
– Duri-duri leher (collar sines) 37-51 buah letaknya
dua baris berupa tapal kuda melingkari bagian
belakang dan samping batil isap mulut.
– Bentuk lonjong dg ukuran 2,5 mm – 15 mm x 0,4
– 3,5 mm.Warna agak merah ke abu-abuan.
– Testis agak bulat, berlekuk-lekuk tersusun
tandem di bagian posterior.
– Vitelaria sebelah lateral, 2/3 bgn hingga bgn
posterior.
Echinostoma spp.
 Telur :
– 103-137 x 59-75 µ
– Mempunyai operkulum
– Telur (dlm tinja Manusia, burung, anjing, tikus, & ikan (3
mggu) dlm air menetas >>> mirasidium >>> berenang bebas
>>> Hp.I (keong kecil: Anisus, Gyraulus, Lymnaea) >>>
sporokista >>> Redia (R1, R2) >>>> serkaria >>> Hp. II
(keong besar: Vivipara, Bellamya, Pila, Corbicula) >>>
Metaserkaria (bentuk infektif)
– Siklus lengkap dari Telur :T-M-S-R (R1-R2)-SK-MS
– Infeksi terjadi apabila manusia memakan Hp. II (keong
besar/sawah) yg tidak matang yg mengandung Metaserkaria
Patologi dan Gejala Klinis
 Kerusakan ringan pada mukosa usustidak
menimbulkan gejala
 Pada infeksi berat : radang kataral pada dinding
usus, atau ulserasi
 Pada anak-anak diare, sakit perut, anemia dan
edema.
 Diagnosis: menemukan telur dalam tinja.
 Pengobatan :
– Tetrakloroetilen
– Prazikuantel
 Epidemiologi :
– Keong sawah merupakan sumber infeksi apabila
tidak dimasak sampai matang.
– Metasercaria hidup & tumbuh >>> cacing dewasa.

Anda mungkin juga menyukai