Anda di halaman 1dari 16

SEMINAR SINDROM

KORONER AKUT (SKA)


Disusun Oleh :

KELOMPOK 1
ANNISA WIDYA PARAMITHA PO.62.20.1.17.318
ASRA’I IQRA THAHA PO.62.20.1.17.319
INDAH TRI KHOERUN NISSA PO.62.20.1.17.329

D IV KEPERAWATAN REGULER 4
POLTEKKES KEMENKES PALANGKARAYA
TAHUN AKADEMIK 2018
SINDROM KORONER AKUT (SKA)
A. Definisi Sindrom Koroner Akut

• Penyakit jantung koroner adalah kondisi di mana


terjadinya penumpukan plak pada arteri koroner
yang menyebabkan arteri koroner menjadi
menyempit.
• SKA (Sindrom Koroner Akut) adalah kondisi
dimana aliran darah menuju ke jantung
berkurang secara drastis atau tiba-tiba. SKA
terbagi menjadi tiga kelompok yaitu : infarksi
miokardial (MI), termasuk ST-segment elevation
MI (STEMI) dan non- segment elevation MI
(NSTEMI), dan angina tidak stabil.
B. Etiologi Sindrom Koroner
Akut
• Arterosklerosis
Merupakan terkumpulnya kolesterol sehigga membentuk
plak pada dinding arteri dalam jangka waktu yang cukup
lama.

• Embolus
penyumbatan pembuluh darah yang terjadi di berbagai
bagian tubuh oleh zat asing yang di bawa ke tempat
tersebut oleh aliran darah.
• Spasme
• Vasculitis
• Trauma
• Aneurisma aorta
C. Patofisiologi Sindrom Koroner Akut

• Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari


plak ateroma pembuluh darah koroner yang
koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan
perubahan komposisi plak dan penipisan tudung
brus yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini
akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan
aktivasi jalur koagulasi. Terbentuklah ildenaf
yang kaya trombosit (white thrombus).
• Pasokan oksigen yang berhenti selama kurang-
lebih 20 menit menyebabkan miokardium
mengalami nekrosis (infark miokard).
Lanjutan ...
• Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh
oklusi total pembuluh darah ildena. Obstruksi
subtotal yang disertai vasokonstriksi yang
dinamis dapat menyebabkan terjadinya iskemia
dan nekrosis jaringan otot jantung (miokard).
Akibat dari iskemia, selain nekrosis, adalah
gangguan kontraktilitas miokardium karena
proses hibernating dan stunning (setelah
iskemia hilang), distritmia dan remodeling
ventrikel (perubahan bentuk, ukuran dan fungsi
ventrikel).
D. Manifestasi Klinis
• Derajat okulasi arteri biasanya berkaitan dengan gejala yang muncul
degan variasi di penanda kardiak dan penemuan EKG. Angina atau
nyeri dada merupakan gejala klasik suatu SKA. Pada angina tidak
stabil, nyeri dada muncul saat istirahat atau aktivitas berat sehingga
menghambat aktivitas. Nyeri dada yang berkaitan dengan NSTEMI
biasanya lebih lama dalam hal durasi dan lebih berat. Pada kedua
keadaan ini, frekuensi dan intensitas dapat meningkat bila tidak
hilang dengan istirahat, nitrogliserin, atau keduanya dan dapat
bertahan selama lebih dari 15 menit. Nyeri dapat muncul dan
menjalar ke lengan, leher, dan punggung atau area epigastrium.
Sebagai tambahan dari angina, pasien SKA dapat muncul disertai
sesak nafas, keringat dingin, mual atau kepala berkunang – kunang.
Selain itu dapat terjadi perubahan tanda vital, seperti takikardi,
takipneu, hipertensi ataupun hipotensi, penurunan saturasi oksigen
(SaO2) dan abnormalitas irama jantung.
E. Pemeriksaan Penunjang
• Elektrokardiografi (EKG), membantu menentukan area jantung dan arteri
ildena mana yang terlibat;
• Ekokardiografi, menunjukkan keabnormalan pergerakan dinding ildenafil
dan mendeteksi ildena otot papiler atau septal;
• Rangkaian kadar enzim kardiak dan protein, menunjukkan kenaikan khas
pada CK – MB, protein troponin T dan I serta ildenafi;
• Sinar X dada, menunjukkan gagal jantung sisi kiri, kardiomegali atau
penyebab non kardiak lain terhadap ildena serta nyeri di dada;
• Ekokardiografi transesofageal, memperlihatkan area berkurangnya
pergerakan dinding otot jantung yang mengindikasikan iskemia;
• Scan citra nuklir menggunakan thallium 201 atau technetium 99 m, untuk
mengidentifikasi area infarksi dan sel otot yang aktif;
• Pengujian laboratoris, memperlihatkan jumlah sel darah putih yang
meningkat dan tingkat sedimentasi eritrosit berubah dalam tingkat
elektrolit yang naik;
• Kateterisasi kardiak, untuk mengetahui arteri ildena yang terlibat,
memberikan informasi mengenai fungsi ildenafil srta tekanan dan volume
didalam jantung.
Terapi Pengobatan

1. Anti Iskemi
a. penyekat beta
b. Nitrat
c. Calcium channel blockers (CCBs)

2. Antiplatelet
3. Penghambat Anti Reseptor Glikoprotein
4. Antikoagulan
5. Inhibitor ACE dan penghambat reseptor angiotensin
6. Statin
ASUHAN KEPERAWATAN
SINDROM KORONER AKUT
Pengkajian Keperawatan
a. Identitas Pasien
Biasanya identitas pasien berisi nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa,
pekerjaan, agama, pendidikan, alamat, No Registrasi, Tanggal MRS, Dx Medis,
Tanggal kajian.

b. Riwayat Keperawatan
• Keluhan Utama
Biasanya pasien yang menderita sindrom coroner akut tampak pucat, berkeringat,
dan gelisah akibat aktivitas simpatis berlebihan. Pasien juga tampak sesak nafas.
Demam derajat sedang bisa timbul setelah 12-24 jam pasca infark.
• Riwayat Penyakit Sekarang
Sesak nafas, demam derajat sedang bisa timbul setelah 12-24 jam pasca infark.
• Riwayat penyakit terdahulu
Pasien pernah mempunyai penyakit asam urat
• Riwayat Penyakit Keluarga
Lanjutan ...
c. Pemeriksaan TTV
• Suhu : Biasanya suhu akan naik
• Berat badan : Berat Badan akan naik atau obesitas
• RR : RR meningkat karena Pasien mengalami
sesak
• Tekanan Darah : Akan terjadi peningkatan tekanan
darah.
d. Pemeriksaan Fisik
• Pemeriksaan Pernafasan : RR Meningkat atau terjadi dyspnea

• Sistem kardiovaskuler
• Palpitasi
• Kulit, membran mukosa pucat
• Suara jantung murmur
Lanjutan ...
• Sistem penginderaan
• pupil isokor

• reflek cahaya
• reflek fisiologis

• Sistem persyarafan : Somnolen

• Sistem genitourinaria : Hematuria

• Sistem pencernaan
• Anoreksia
• Peningkatan berat badan
• Membran mukosa pucat

• Sistem musculoskeletal
• Nyeri tulang, sendi,
• ROM terbatas
• Perubahan pada tonus otot
Diagnosa Keperawatan

• Nyeri berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan


demand oksigen.
• Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan
penurunan perfusi miokard.

• Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan


antara suplai oksigen miokard dan kebutuhan, adanya
iskemik/nekrosis jaringan miokard ditandai frekuensi jantung,
tekanan darah dalam aktifitas dengan gangguan, terjadinya
disritmia.
Intervensi Keperawatan
1. Kaji karakteristik, lokasi, waktu, kualitas, radiasi, dan skala.
2. Anjurkan pada pasien untuk istirahat dan menghentikan aktifitas selama ada serangan.
3. Bantu pasien melakukan teknik relaksasi, misalnya nafas dalam, perilaku distraksi, visualisasi,
atau bimbingan imajinasi.
4. Pertahankan oksigenasi dengan kanul nasal, contohnya 2-4 L/ menit.
5. Monitor tanda-tanda vital (nadi & tekanan darah) tiap dua jam.
6. Kolaborasi dengan tim kesehatan dalam pemberian analgetik.
7. Pertahankan tirah baring selama fase akut.
8. Kaji dan laporkan adanya tanda–tanda penurunan cardiac output dan tekanan darah.
9. Monitor urine output.
10. Kaji dan pantau tanda-tanda vital tiap jam.
11. Kaji dan pantau EKG tiap hari.
12. Berikan oksigen sesuai kebutuhan.
13. Auskultasi pernafasan dan jantung tiap jam sesuai indikasi.
14. Pertahankan cairan parenteral dan obat-obatan sesuai terapi.
15. Berikan makanan sesuai diitnya.
16. Catat frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD sebelum, selama dan sesudah aktifitas.
17. Tingkatkan istirahat.
18. Batasi aktifitas dan berikan aktifitas sensori yang tidak berat.
19. Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas, contoh bangun dari kursi bila tidak
ada nyeri, ambulasi dan istirahat selama 1 jam setelah makan.
20. Kaji ulang tanda gangguan yang menunjukan tidak toleran terhadap aktifitas.
Implementasi Keperawatan
1. Mengkaji karakteristik, lokasi, waktu, kualitas, radiasi, dan skala.
2. Menganjurkan pada pasien untuk istirahat dan menghentikan aktifitas selama ada serangan.
3. Membantu pasien melakukan teknik relaksasi, misalnya nafas dalam, perilaku distraksi,
visualisasi, atau bimbingan imajinasi.
4. Mempertahankan oksigenasi dengan kanul nasal, contohnya 2-4 L/ menit.
5. Memonitor tanda-tanda vital (nadi & tekanan darah) tiap dua jam.
6. Mengkolaborasikan dengan tim kesehatan dalam pemberian analgetik.
7. Mempertahankan tirah baring selama fase akut.
8. Mengkaji dan melaporkan adanya tanda–tanda penurunan cardiac output dan tekanan darah.
9. Memonitor urine output.
10. Mengkaji dan memantau tanda-tanda vital tiap jam.
11. Mengkaji dan memantau EKG tiap hari.
12. Memberikan oksigen sesuai kebutuhan.
13. Meauskultasikan pernafasan dan jantung tiap jam sesuai indikasi.
14. Mempertahankan cairan parenteral dan obat-obatan sesuai terapi.
15. Memberikan makanan sesuai diitnya.
16. Mencatat frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD sebelum, selama dan sesudah aktifitas.
17. Meningkatkan istirahat.
18. Membatasi aktifitas dan memberikan aktifitas sensori yang tidak berat.
19. Menjelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas, contoh bangun dari kursi bila
tidak ada nyeri, ambulasi dan istirahat selama 1 jam setelah makan.
20. Mengkaji ulang tanda gangguan yang menunjukan tidak toleran terhadap aktifitas.
Evaluasi

1. Nyeri yang dirasakan pasien sudah berkurang.


2. Mual muntah yang dialami pasien sudah berkurang.
3. Pernafasan sudah mulai normal (sesak nafas hilang).
4. Kapillary refill.
5. TTV sudah stabil.
6. Kecemasan sudah berkurang.
7. Sebagian aktifitas sudah mampu dilakukan sendiri.

Anda mungkin juga menyukai