Anda di halaman 1dari 27

1.

Latar Belakang kedatangan Bangsa-Bangsa Barat


 Hubungan perdagangan antara Indonesia dengan bangsa Barat terbukti
dengan beredarnya 6 ton cengkih dan 1 ton pala dari Maluku pada 1930-an di
pasar Eropa.
 Para pedagang memperjualbelikan rempah-rempah di sekitar Laut Merah,
terutama wilayah Konstantinopel.
 Perdagangan terputus setelah bangsa Turki Utsmani menguasai
Konstantinopel.

a.Daya Tarik Indonesia bagi Bangsa-Bangsa Barat


 Bagi bangsa Barat, rempah-rempah digunakan untuk pengawet makanan dan
penghangat tubuh.
 Kondisi alam yang berbeda menyebabkan hasil bumi di Indonesia dan Eropa
berbeda.
 Rempah-rempah yang dibutuhkan bangsa-bangsa Barat antara lain cengkih,
pala, bunga pala, dan lada.
b. Motivasi 3G (Gold, Glory, dan Gospel)
 Merupakan semboyan yang memotivasi penjelajahan samudra bangsa-bangsa
Barat.
 Gold= emas, menggambarkan kekayaan.
 Glory= kejayaan.
 Gospel= penyebaran agama Nasrani (ajaran Injil).
 Merkantilisme adalah paham yang menganggap kejayaan negara diukur
dengan banyaknya emas yang dimiliki sebagai hasil keuntungan berdagang.

c. Revolusi Industri
 Adalah perubahan secara menyeluruh dalam proses produksi ditandai dengan
penggunaan mesian dalam kegiatan produksi.
 Penggunaan mesin menyebabkan kegiatan produksi menjadi efisien, ongkos
dapat ditekan, serta dapat diproduksi dalam jumlah besar dan waktu singkat.
 Revolusi Industri dipicu penemuan penting seperti mesin uap, kompas, dan
mesin pemintal.
d. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
 Teori yang muncul dikemukakan oleh Nicolaus Copernicus, Galileo Galilei, dan
Sir Isaac Newton.
 Bangsa-bangsa Barat membuat kapal besar untuk mengarungi samudra dan
dilengkapi kompas sehingga mengurangi resiko tersesat.
2. Kedatangan Bangsa-Bangsa Barat ke Indonesia
Proses perjalanan bangsa-bangsa Barat ke Indonesia, yaitu:
a. Bangsa Portugis
 Pada 1487 Bartholomeus Diaz memimpin rombongan pertama penjelajahan
Portugis dengan menyusuri pantai barat Afrika dan mencapai Tanjung
Harapan pada 1488.
 Pada 1497 penjelajahan dipimpin Vasco da Gama dan berhasil mencapai
daratan Kalikut,
 Pada 1511, berhasil menguasai Malaka dan menjalankan monopoli
perdagangan dipimpin Alfonso de Albuquerque.
 Pada 1512, berhasil mencapai Kepulauan Maluku dipimpin Antonio de
Abreau dan Fransisco Serrao.

b. Bangsa Spanyol
 Pada 1492, Christophorus Columbus berhasil mencapai Kepulauan Bahama.
 Pada 1499, Amerigo Vespuci berhasil menemukan Amerika.
 Pada 1519, Bangsa Spanyol mendarat di Kepulauan Filipina di bawah
pimpinan Ferdinand Magellan.
 Sebastian del Cano menggantikan Ferdinand Magellan untuk melanjutkan
penjelajahan dan berhasil mencapai Kepulauan Maluku pada 1521.
 Spanyol dan Tidore kalah dalam petempuran dan Spanyol menandatangani
Perjanjian Saragosa pada 1529.
c. Bangsa Inggris
 Bangsa Inggris berlayar ke arah barat, penjelajahan ini dipimpin oleh Francis
Drake dan Thomas Cavendis.
 Pada 1580, Bangsa Inggris berhasil mencapai Ternate.
 Pengaruh yang tidak terlalu besar disebabkan oleh persekutuan dagang Inggris
yaitu East Indian Company (EIC) terdesak Belanda dan Bangsa Inggris
menyingkir ke India dan Asia Timur.

d. Bangsa Belanda
 Bangsa Belanda mengikuti rute pelayaran bangsa Portugis karena banyak orang
Belanda yang bekerja di pelayaran Portugis.
 Buku Iti-nerario near Oos ofte Portugaels Indien (Pedoman Perjalanan ke Timur
atau Hindia Portugis) karya Jan Huygen van Lin-schoten memuat peta dan
deskripsi terperinci mengenai penemuan bangsa Portugis.
 Penjelajahan pertama dipimpin oleh Cornelis de Houtman pada 1596 dan
berhasil mendarat di pelabuhan Banten melalui Selat Sunda.
 Pada 1598 bangsa Belanda mendarat untuk kedua kalinya di Banten dipimpin
Jacob van Neck.
 Pada 1602 Belanda mendirikan Vereenigde Oost-Indische Compagnie
(VOC)/Perserikatan Maskapai Hindia Timur.
 Gubernur Jenderal VOC yang pertama adalah Pieter Both, ia menentuka pusat
perdagangan VOC di Ambon, Maluku lalu dipindah ke Jakarta.
 Pada 1615 Jan Pieterszoon Coen (J.P. Coen) diangkat sebagai gubernur jenderal
kedua.
1. Pengaruh Monopoli dalam Perdagangan
 Secara etimologi “monopoli” berasal dari bahasa Yunani, yaitu “monos” yang
berarti sendiri dan “polien” yang berarti penjual.
 secara sederhana monopoli berarti suatu kondisi hanya ada satu penjual yang
menawarkan suatu barang atau jasa tertentu.
 Secara lebih luas monopoli berarti penguasaan pasar yang dilakukan oleh
satu atau sedikit perusahaan.
 VOC menerapkan beberapa peraturan, yaitu:
a. Rakyat Maluku dilarang menjual rempah-rempah selain kepada VOC.
b. Jumlah tanaman rempah-rempah ditentukan oleh VOC.
c. Tempat menanam rempah-rempah ditentukan oleh VOC.
 Pelayaran Hongi adalah petroli dengan perahu kora-kora yang dilengkapi
senjata untuk mengawasi pelaksanaan monopoli di Maluku.
 Hak ekstirpasi adalah hak VOC untuk menebang tanaman rempah-rempah agar
tidak terjadi produksi berlebih yang dapat menyebabkan harga rempah-rempah
merosot.
 Hak oktroi terdiri atas:
a. Mencetak uang.
b. Memiliki angkatan perang.
c. Memerintah daerah yang diduduki.
d. Melakukan perjanjian dengan raja-raja.
e. Memonopoli perdagangan rempah-rempah.
 Gubernur jenderal seperti Antonio van Diemon (1635-1645), Johan
Maatsuyeker (1653-1678), Rijklof van Goens (1678-1681), dan Cornellis
Janzoon Speelman (1635-1684) merupakan tokoh peletak dasar politik
ekspansi VOC.
 Pada akhir abad XVIII VOC mengalami kemunduran karena banyak pegawai
VOC melakukan korupsi, tidak cakap, sering terlibat perang, terlilit hutang,
serta timbulnya perlawanan di berbagai daerah.
 Pemerintah Belanda mengambil ahli saham VOC dan resmi membubarkan VOC
pada 31 Desember 1799.
2. Pengaruh Kebijakan Kerja Paksa
 Kerja paksa pada zaman pemerintahan Belanda disebut kerja rodi.
 Pembangunan jalur Anyer-Panarukan sepanjang 1.000 km merupakan
kebijakan Gubernur Jenderal Herman Willen Daendels pada 1808-1811.
 Jalur tersebut dibangun untuk kepentingan militer pemerintah kolonial, selain
itu digunakan sebagai penghubung kota-kota penting di Pulau Jawa.
 Pembangunan jalur Anyer-Panarukan dilakukan dengan tangan manusia dan
melewati gunung yang terjal serta medan yang sulit dilewati.
 Selain itu, bentuk praktik kerja paksa pada masa kolonial, yaitu:
a. Pembangunan pabrik senjata di Semarang dan Surabaya.
b. Pembangunan pangkalan armada di Anyer dan Ujung Kulon.
c. Pembangunan benteng-benteng pertahanan.
d. Perbudakan di berbagai perusahaan tambang dan perkebunan.

3. Pengaruh Sistem Sewa Tanah


 Bangsa Inggris berkuasa pada 1811-1816.
 Setelah Indonesia jatu ke tangan Inggris, Gubernur Jenderal East India Company
(EIC), Lord Minto menunjuk Thomas Stamford Raffles sebagai penguasa di
Indonesia.
 Kebijakan Raffles adalah sistem sewa tanah atau landrent-system atau Landelijk
Stelsel
 Sistem tersebut memiliki atauran sebagai berikut.
a. Petani harus menyewa tanah meskipun memiliki hak kepemilikan
tanah tersebut.
b. Harga sewa tanah tergantung pada kondisi tanah.
c. Pembayaran sewa tanah dilakukan dengan uang tunai.
d. Bagi yang tidak memiliki tanah dekenakan pajak kepala.
 Penyebab kegagalan pelaksanaan sistem sewa tanah di Indonesia sebagai
berikut.
a. Sulit menentukan besar kecil pajak bagi pemilik tanah karena
tidak semua rakyat memiliki luas tanah yang sama.
b. Sulit menentukan luas dan tingkat kesuburan tanah petani.
c. Keterbatasan jumlah pegawai.
d. Masyarakat desa belum mengenal sistem uang.
 Batavia dan Parahyangan merupakan daerah yang tidak menerapkan
sistem sewa tanah.
 Sebagian besar wilayah Batavia telah menjadi milik swasta, sementara
daerah Parahyangan merupakan daerah wajib tanaman kopi yang
memberikan keuntungan besar bagi pemerintah.
4. Pengaruh Sistem Sewa Tanah
 Pada 1830 pemerintah Belanda mengalami kekosongan kas karena besarnya
biaya dalam menghadapi Perang Diponegoro (1825-1830) dan Perang Belgia
(1830-1831).
 Pada 1830 pemerintah Belanda mengirim Johannes van den Bosch ke Hindia
Belanda sebagai gubernur jenderal.
 Kebijakan tanam paksa (cultuurstelsel) memiliki aturan sebagai berikut.
a. Setiap penduduk wajib menyerahkan seperlima lahan garapannya
untuk ditanami tanaman wajib dan berkualitas ekspor (nila, kopi,
tembakau, tebu, dan kakao/cokelat).
b. Tanah yang disediakan untuk tanah wajib dibebaskan dari
pembayaran pajak tanah.
c. Hasil panen tanaman wajib harus diserahkan kepada pemerintah
kolonial. Setiap kelebihan hasil panen dari jumlah pajak yang harus
dibayarkan, dikembalikan kepada rakyat.
d. Tenaga dan waktu yang diperlukan untuk menggarap tanaman wajib
tidak boleh melebihi tenaga dan waktu yang diperlukan untuk
menanam padi atau kurang lebih 3 bulan.
e. Penduduk yang tidak memiliki tanah, wajib bekerja selama 66 hari di
perkebunan pemerintah.
f. Setiap kerusakan atau kegagalan panen menjadi tanggung jawab
pemerintah (jika bukan akibat kesalahan petani).
g. Pelaksanaan tanam paksa diserahkan sepenuhnya kepada kepala desa.
 Penguasa Belanda memberlakukan cultuurprocenten yaitu hadiah atau
persenan bagi penjabat lokal (bupati dan kepala desa) selaku pelaksana
tanam paksa yang dapat menyerahkan hasil tanaman lebih banyak.
 Kebijakan tersebut mengakibatkan para penjabat lokal semakin menekan
rakyat sehingga beban rakyat semakin menderita.
 Bentuk-bentuk penyimpangan yang terjadi selama pelaksanaan sistem
tanam paksa sebagai berikut.
a. Jatah tanah yang harus diserahkan penduduk untuk tanaman
ekspor melebihi seperlima tanah garapan.
b. Tanah yang ditanami tanaman wajib tetap ditarik pajak.
c. Setiap kelebihan hasil panen dari jumlah pajak yang telah
ditentukan ternyata tidak dikembalikan kepada rakyat.
d. Petani lebih banyak mencurahkan perhatian, tenaga, dan waktu
untuk tanaman ekspor sehingga tidak sempat mengerjakan sawah
dan ladang sendiri.
e. Petani yang tidak memiliki tanah garapan harus bekerja di pabrik
atau perkebunan lebih dari 66 hari atau seperlima tahun.
f. Kegagalan panen tanaman wajib menjadi tanggung jawab petani.
 Pada tahun 1848-1850 sekira 9/10 penduduk Grobogan meninggal akibat
kelaparan karena paceklik.
 Dari jumlah penduduk Grobogan yang berjumlah 89.000 jiwa hanya 9.000 jiwa
yang mampu bertahan.
 Penduduk Demak yang berjumlah 336.000 orang hanya tersisa sebanyak
120.000 orang.
 Orang-orang Belanda yang mengecam sistem tanam paksa antara lain Baron
van Hoevel, E.F.E. Douwes Dekker (Multatuli), dan L. Vitalis.
 Kecaman dari berbagai pihak tersebut membuahkan hasil, ditandainya dengan
penghapusan sistem tanam paksa pada 1870.
 Pada 1870 pemerintah Belanda mengeluarkan Undang-Undang Agraria
(Agrarische Wet) yang mengatur tentang prinsip-prinsip politik tanah di negeri
jajahan.
 Pemerintah Belanda mengeluarkan Undang-Undang Gula (Suiker Wet) yang
berisi larangan mengangkut tebu keluar Indonesia.
 Dikeluarkannya undang-undang agraria dan undang-undang gula
menyebabkan semakin banyak pihak swasta memasuki tanah jajahan di
Indonesia.
 Tanah jajahan di Indonesia berfungsi sebagai tempat mendapatkan bahan
mentah guna kepentingan industri Eropa dan tempat penanaman modal asing,
tempat pemasaran barang-barang hasil industri dari Eropa, serta penyedia
tenaga kerja murah.
5. Perlawanan terhadap Kolonialisme dan Imperialisme
a. Perlawanan terhadap Persekutuan Dagang
Pada awalnya persekutuan dagang bangsa-bangsa Barat didirikan dengan
tujuan mengatur kegiatan perdagangan. Kondisi tersebut mendorong kerajaan-
kerajaan di Indonesia melakukan perlawanan terhadap persekutuan dagang.
1) Sultan Baabullah Mengusir Portugis
 Pada 1512 Portugis berhasil menemukan Maluku sebagai penghasil
rempah-rempah.
 Rombongan Portugis mendarat di Ternate dipimpin oleh Antonio de Abreau.
 Sultan Bayanulah (1500-1521) mengiziznkan Portugis mendirikan pos
dagang di Ternate.
 Pada masa pemerintahan Sultan Hairun (1534-1570), rakyat Ternate
bangkit melakukan perlawanan terhadap Portugis.
 Pada 1570 Gubernur Portugis di Maluku, Lopez de Mesquita, mengajukan
perundingan damai dan mengundang Sultan Hairun ke benteng Sao Paolo.
 Perlawanan dilanjutkan oleh Sultan Baabullah (1570-1583), rakyat
menyerang pos-pos perdagangan dan pertahanan Portugis di Maluku.
 Pada 1575 Portugis meninggalkan Maluku dan Sultan Baabullah dijuluki
“penguasa 72 pulau”.
2) Perlawanan Aceh
 Dipimpin oleh Sultan Ali Mughayat Syah dan dilanjutkan Sultan Iskandar Muda
(1607-1639).
 Perang tersebut disebabkan persaingan antara Kerajaan Aceh dan Portugis dalam
memperebutkan jalur perdagangan di Selat Malaka
 Kerajaan Aceh bekerja sama dengan Demak dan meminta bantuan persenjataan ke
Turki, Inggris, Goa, dan Gujarat.
 Perang berakhir pada 1641 setelah pelabuhan Malaka jatuh ke tangan Belanda.

3) Perlawanan Kerajaan Demak


 Dipimpin oleh Pangeran Sabrang Lor atau Dipati Unus, ia menghimpun dan
mengirim pasukan dari Jawa, Makassar, dan Lampung serta kerja sama dengan
Kerajaan Aceh.
 Serangan ini gagal karena persenjataan dan pasukan Demak kalah jauh dibanding
pasukan Portugis.
 Dipati Unus tertembak dan berhasil diselamatkan sampai Jawa, ia digantikan oleh
Sultan Trenggono memperluas kekuasaan ke Jawa Barat dan Jawa Timur (kecuali
Pasuruan dan Blambangan).

4)Ketangguhan Ayam Jantan dari Timur


 Sultan Hasanuddin, Raja Makassar berani melawan Belanda karena Belanda
menghalangi pedagang Makassar membeli rempah-rempah di Maluku.
 Karena keberaniannya, beliau dijuluki “Ayam Jantan dari Timur” oleh orang Belanda.
 Sultan Hasanuddin tidak berhasil mematahkan ambisi Belanda dan pada 1667
beliau dikpasa menandatangani Perjanjian Bongaya yang isinya sebagai berikut.
a) Belanda memperoleh monopoli dagang rempah-rempah di Makassar.
b) Belanda mendirikan benteng pertahanan di Makassar.
c) Makassar harus melepaskan daerah kekuasaannya berupa daerah di
luar Makassar.
d) Aru Palaka diakui sebagai Raja Bone.

5) Serangan Mataram terhadap VOC


 Sultan Agung merupakan Raja Mataram yang gigih memerangi VOC.
 Serangan pertama pada 1628 dipimpin oleh Tumenggung Bahurekso. Namun
VOC belum dapat dikalahkan akibat kekurangan makanan dan kelelahan,
pasukan Mataran memutuskan mundur.
 Serangan kedua pada 1629 dipipmpin Dipati Puger dan Dipati Purbayan,
Mataram mengirim 80.000 pasukan ke Batavia.
 Pasukan Mataram berhasil menghancurkan benteng Hollandia dan mengancam
menerobos masuk Batavia.
 Gubernur Jenderal J.P. Coen mengirim kapal perang ke Tegal dan Cirebon untuk
membakar lumbung padi pasukan Mataram.
6) Perlawanan Rakyat Banten
 Pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1621-1683) Banten
mengungguli Makassar dan Aceh sebagai bandar perdagangan terbesar di
Indonesia.
 Ha; tersebut memicu konflik kepentingan dengan VOC di Batavia. Banten sering
merampas dan merusak kapal serta perkebunan VOC di Banten.
 Usaha perlawanan Sultan Ageng untuk menghancurkan VOC tidak didukung
putranya yaitu Sultan Haji, bahkan ia mengungguli ayahnya dari tahta kerajaan.
 VOC dan Sultan Haji melakukan perjanjian sebagai berikut.
a) Banten harus menyerahkan Cirebon kepada VOC.
b) Pedagang Tionghoa, Persia, dan India dilarang berdagang di Banten.
c) Perdagangan lada di Banten menjadi hak monopoli VOC.
d) Pasukan Banten yang menguasai daerah pantai dan pedalaman harus
ditarik.
e) Apabila Banten mengingkari persetujuan ini, wajib membayar 600.000
ringgit kepada VOC.
 VOC dan Sultan Haji berhasil mengalahkan perlawanan Sultan Ageng Tirtayasa
dan ia diasingkan ke Batavia hingga wafat di kota ini, serta takhta Kerajaan
Banten diserahkan kepada Sulta Haji.
b. Perlawanan terhadap Pemerintah Hindia Belanda
1) Perang Saparua di Ambon
 Thomas Matulessy (Pattimura), seorang tokoh yang memimpin perlawanan
rakyat Maluku.
 Pada 16 Mei 1817 Pattimura menyerang benteng Duurstede dan berhasil
merebutnya dari tangan Belanda.
 Dalam peristiwa tersebut Residen Belanda yang bernama van den Berg
terbunuh.
 Keberhasilan Pattimura menyulut perlawanan di Pulau Ambon, Hitu yang
membantu perlawanan Pattimura, Seram, dan Kepulauan Nusa Laut.
 Beliau dibantu oleh Anthonien Rhebok, Christina Martha Tiahahu, Philip
Latumahina, dan Kapitan Said Parintah serta dua raja yaitu Paulus Tiahahu
dari Nusa Lut dan Ulupaha dari Hitu.
 Belanda mendatangkan pasukan dari Jawa dan memblokade perairan
Maluku dan Belanda berhasil menduduki Hitu dan Haruku serta merebut
benteng Duurstede.
 Pada 16 Desember 1817 Pattimura, Anthonien Rhebok, Philip Latumahina,
dan Said Parintah dihukum gantung di Ambon.
 Paulus Tiahahu dihukum tembak di Nusa Laut dan Christina Martha
Tiahahu diasingkan ke Jawa.
2) Perang Padri di Sumatra Barat (1821-18380
 Pada 10 Februari 1821, kaum adat secara resmi menyerahkan Minangkabau
kepada Belanda.
 Di Jawa terjadi Perang Diponegoro sehingga kedudukan Belanda terdesak dan
Belanda menggunakan taktik damai dengan kaum Padri.
 Isi kesepakatannya adalah kedua belah pihak tidak akan saling menyerang.
 Pada 1830 Belanda mengerahkan pasukannya ke Sumatra Barat untuk
menghadapi kaum Padri.
 Belanda menerapkan sistem pertahanan benteng stelsel untuk menghadapi
perang Padri.
 Benteng Fort de Kock di Bukittinggi dan benteng Fort van der Cappelen
merupakan dua benteng pertahanannya.
 kemenangan Belanda ditandai jatuhnya benteng pertahanan terakhir kaum
Padri di Bonjol pada 16 Agustus 1837.
 Pada Oktober 1837 Tuanku Imam Bonjol ditangkap Belanda dalam
perundingan di Palupuh dan selanjutnya diasingkan ke Priangan, kemudian ke
Ambon, dan terakhir di Manado hingga wafat pada 1864.
3) Perang Diponegoro
 Pangeran Diponegoro adalah putra sulung Sultan Hamengku Buwono III dari
garwa ampeyan (selir).
 Pada 1822 Pangeran Diponegoro diangkat menjadi wakil kerajaan mendampingi
Sultan Hamengku Buwono V yang baru berusia 3 tahun.
 Belanda mengangkat Patih Danurejo untuk menjalankan Kesultanan Yogyakarta
di bawah pengawasan Residen Belanda.
 Awal perlawanan terjadi saat tanah di Tegalrejo dipatok tanpa izin oleh karena itu
ia mencabut semua patok dan mengganti dengan bambu runcing.
 Di gua Selarong Diponegoro membentuk pasukan dan mengobarkan Perang Jawa
(1825-1830).
 Diponegoro memilik 2 tokoh tangguh yaitu Kiai Mojo dan Sentot Prawirodirjo.
 Letnan H.M. De Kock menerapkan strategi benteng stelsel dan taktik tersebut
menyebabkan Pangeran Diponegoro terdesak.
 Pada 1830 Belanda mengusulkan perundingan dengan Diponegoro di kediaman
Residen Kedu di Magelang.
 Dalam perundingan, Belanda berbuat licik dan Jenderal de Kock memerintahkan
penangkapan Diponegoro selanjutnya diasingkan ke Makassar dan wafat pada 8
Januari 1855.
4) Perang Aceh
 Belanda mengutus Dr. Snouck Hurgronje yang memakai nama samaran Abdul
Gafar untuk mencari kelemahan rakyat aceh.
 Atas saran Snouck Hurgronje, Belanda memecah belah kalangan ulama dan
uleebalang (bangsawan).
 Belanda memberikan tawaran kedudukan bagi para uleebalang apabila kaum
ulama berhasil dikalahkan dan taktik ini berhasil sehingga sejak 1898 kedudukan
Aceh semakin terdesak.
 Teuku Umar gugur dalam pertempuran di Meulaboh pada 1899.
 Pada 1903 Sultan Aceh, Mohammad Daudsyah tertangkap kemudian diasingkan
hingga meninggal di Batavia.
 Panglima Polim menyerah pada 1903 dan Cut Nyak Dien ditangkap pada 1905
kemudian diasingkan ke Sumedang.
 Belanda mengumumkan Perang Aceh selesai pada 1904, namun perlawanan
sporadis rakyat Aceh masih berlangsung hingg 1930-an.
5) Perlawanan Sisingamangaraja XII di Sumatra Utara
 Perlawanan di Tapanuli dipimpin Sisingamangaraja XII yang disebabkan adanya
kecurigaan Raja Batak terhadap perluasan wilayah Belanda dengan kedok
penyebaran agama Kristen (zending).
 Pasukan Sisingamangaraja XII dapat dikalahkan setelah Kapten Christoffel
berhasil mengepung benteng terakhir di Pakpak.
 Patuan Nagari dan Patuan Anggi ikut gugur dan seluruh Tapanuli dikuasai
Belanda.
6) Perang Banjar (1859-1905)
 Perlawanan berawal ketika Belanda memperoleh hak monopoli perdagangan di
Banjar, selain itu Belanda melakukan campur tangan dalam urusan pergantian raja di
Kerajaan Banjarmasin.
 Pemberontakan dilakukan oleh Prabu Anom dan Pangeran Hidayatullah, setalah
Prabu Anom ditangkap lalu dilanjutkan oleh Pangeran Antasari pada 1859.
 Pasukan Belanda berhasil mendesak Pangeran Antasari dan ia menyerah pada 1862.
 Setelah Pangeran Hidayatullah tertangkap dan Pangeran Antasari wafat, perjuangan
di bawah pimpinan Gusti Mat Seman, Gusti Acil, Gusti Muhammad Arsyad, dan
Antung Durrahman, bahkan berlangsung sampai awal abad XX.

7) Perang Jagaraga di Bali


 Hak Tawang Karang adalah hak Raja Bali yang menganggap setiap kapal yang kandas
di wilayah perairannya merupakan milik Raja Bali.
 Pada 1841 hak ini diberlakukan termasuk kapal Belanda akan tetapi, Raja Buleleng
tidak menerima tuntutan Belanda untuk mengembalikan kedua kapal Belanda.
 Pada 1846 pasukan Belanda menyerbu Buleleng akibatnya, Raja Buleleng I Gusti
Ngurah Made menyingkir ke Jaga raga dibantu oleh Kerajaan Karangasem.
 Pada 1849 Belanda melanjutkan ekspedisi militernya, serangan tersebut diarahkan
ke Klungkung, Karangasem, dan Gianyar.
 Dalam menghadapi Belanda, rakyat Bali melakukan perang habis-habisan sampai
mati yang dikenal perang puputan Jagaraga, akhirnya pada 1906 seluruh kerajaan di
Bali dikuasai Belanda.
 Pada Ikrar Sumpah Pemuda, menjadi penanda
tekad untuk memulai jalan baru mengusir penjajah
yaitu melalui perjuangan pergerakan nasional.
 Politik Etis di Indonesia menyebabkan munculnya
kelompok yang disebut “priayi baru”.
 Kelompok tersebut merupakan anak muda dari kalangan
pangreh praja yang memanfaatkan kesempatan untuk
memeroleh pendidikan barat.
 Bagaimana peran organisasi tersebut? Mari kita simak
bersama!
 Faktor yang melatarbelakangi munculnya nasionalisme di
Indonesia sebagai berikut.
A. Perluasan Pendidikan
Pada 1901 pemerintah Hindia Belanda menerapkan Politik Etis
di Indonesia sebagai bentuk balas budi Belanda kepada bangsa
Indonesia. Pokok-pokok kebijakan Politik Etis sebagai berikut
- Irigasi
- Pendidikan
- Migrasi
Pada awal abad XX kesempatan memperoleh pendidikan bagi
masyarakat Indonesia semakin besar. Pendidikan yang diterima
masyarakat Indonesia memiliki peran besar dalam
menumbuhkan semangat nasionalisme.
B. Kegagalan Perjuangan di berbagai Daerah
Sebelum abad XX perjuangan masih bersifat kedaerahan dan
menjadi salah satu penyebab kegagalan perjuangan
masyarakat Indonesia. Mulai abab XX pola perjuangan
bangsa Indonesia mulai mengalami perubahan. Sifat-sifat
kedaerahan pun mulai dihapuskan.
Semangat perjuangan bangsa Indonesia ini ditandai dengan
momentum penting yaitu diikrarkannya Sumpah Pemuda
pada 28 Oktober 1928.
C. Rasa Senasib Sepenanggungan
Tekanan Pemerintah Hindia Belanda pada bangsa Indonesia
memunculkan rasa kebersamaan rakyat Indonesia sebagai
bangsa terjajah. Kondisi ini mendorong munculnya
semangat persatuan dalam masyarakat Indonesia untuk
mengusir kolonialisme di Indonesia.
D. Perkembangan Organisasi Etnik, Kedaerahan, dan keagaaman
Sebagian besar, organisasi etnik didirikan para pelajar perantau kota-
kota besar. Mereka membentuk sebuah perkumpulan berdasarkan latar
belakang etnik. Kaum wanita juga aktif berperan aktif dalam berbagai
organisasi, baik organisasi sosial maupun politik. Beberapa tokoh
pejuang wanita pada masa pergerakan nasional sebagai berikut.
1) R.A. Kartini
Lahir di Jepara, Jawa Tengah pada 21 April 1879. ia hanya memperoleh
pendidikan Europese Lagere School (ELS) atau tingkat sekolah dasar.
Dengan keinginan dan tekad memajukan wanita sebangsanya R.A
Kartini mendirikan sekolah untuk anak-anak gadis di daerah
kelahirannya.
2) Dewi Sartika
Lahir pada 3 Desember 1884 di Bandung, Jawa Barat. Dewi Kartika
disekolahkan tingkat dasar atau Eerste Klasse School. Dewi Sartika
memanfaatkan belakang rumahnya untuk kegiatan pengajaran kepada
sanak saudaranya. Dewi Sartika mengajar di bantu oleh Nyi Poerwa
dan Nyi Oewid. Pada tahun 1905 Dewi sartika menambah kelas dan
ppada perkembangannya sekolah tersebut dinamai Sekola Raden Dewi.
3) Maria Walanda Maramis
Lahir di Kema, Sulawesi Utara pada 1 Desember 1872. Ia disebut
sebagai pedobrak adat, serta pejuang kemajuan dan emansipasi
perempuan di dunia politik maupun pendidikan. Maria Walanda
mendirikan organisasi Percintaan Ibu dan Anak Temurunnya
(PIKAT) selain itu, ia mampu memperjuangkan hak pilih wanita
di Minahasa pada 1921.
4) Rohana Kudus
Lahir di Koto Gadang, Kabupaten Agam, Sumatra Barat pada 20
Desember 1884. ia mendirikan sekolah Kerajinan Amal Setia. Ia
juga menjadi pemimpin redaksi sebuah surat kabar khusu untuk
perempuan di Minangkabau bernama Soenting Melajoe.
Merupakan surat kabar pertama di Indonesia yang pemimpin
redaksi, redaktur, dan penulisnya adalah perempuan.
E. Berkembangnya Berbagai Paham Baru
Berbagai paham tersebut mengajarkan langkah-langkah
memperbaiki kondisi kehidupan bangsa Indonesia.
Perkembangan paham tersebut di Indonesia terlihat pada
penggunaan ideologi dalam organisasi pergerakan nasional.
Contoh : pan-islamisme, nasionalisme, liberalisme, sosialisme,
dan demokrasi.
F. Berbagai Peristiwa dan Pengaruh dari Luar Negeri

Anda mungkin juga menyukai