Anda di halaman 1dari 49

Human Immunodeficiency Virus (HIV)

(Pemeriksaan & Manifestasi Klinis Oral)

ASTUTI NOVIYANI
1731111320007

ORAL MEDICINE CLINIC


RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT PENDIDIKAN
GT. HASAN AMAN BANJARMASIN
Definisi HIV
• Human Immunodeficiency Virus atau HIV
adalah virus yang menyerang sel darah putih di
dalam tubuh (limfosit) yang mengakibatkan
turunnya kekebalan tubuh manusia.

Gunawan Yudhi Tri, dkk. 2016


Struktur HIV

Strukturnya terdiri dari:


•Lapisan luar atau envelop, terdiri atas glikoprotein gp120
•Lapisan kedua yang terdiri dari protein p17.
•Inti HIV dibentuk oleh protein p24 & terdapat komponen penting berupa dua
buah rantai RNA dan enzim reverse transcriptase.

Sapp, 2004
Mekanisme Perlekatan HIV
Faktor Resiko HIV
Perilaku berisiko tinggi
• Hubungan seksual dengan pasangan berisiko tinggi tanpa menggunakan kondom
• Pengguna narkotika intravena, terutama bila pemakaian jarum secara bersama
tanpa sterilisasi yang memadai.
• Hubungan seksual yang tidak aman : multi partner, pasangan seks individu yang
diketahui terinfeksi HIV, kontaks seks per anal.

Mempunyai riwayat infeksi menular seksual.

Riwayat menerima transfusi darah berulang tanpa penapisan.

Riwayat perlukaan kulit, tato, tindik, atau sirkumsisi dengan alat


yang tidak disterilisasi.

Sumini,2017
Virus HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia.
Cairan yang berpotensial mengandung virus HIV adalah darah, cairan
sperma, cairan vagina dan air susu ibu.
Cairan yang tidak berpotensi untuk menularkan virus HIV adalah cairan
keringat, air liur, air mata dan lain-lain.
Nasronudin. 2007
Patofisiologi

Mandal, dkk. 2008


Epidemiologi HIV/AIDS

HIV AIDS
Jumlah AIDS dari tahun 2005-2017
Dari tahun 2005-2017 mengalami
relatif stabil setiap tahun. Jumlah
kenaikan setiap tahunnya dengan jumlah
kumulatif AIDS sampai Desember 2017
280.263 orang.
sebanyak 102.667

Jumlah infeksi HIV tertinggi yaitu DKI


Pada laki-laki sebanyak 57% dan
Jakarta diikuti Jawa Timur, Papua, Jawa
perempuan 33%
Barat dan Jawa Tengah

Kemenkes, 2017
Stadium Klinis HIV

WHO, 2005
Pemeriksaan HIV
1. Uji Serologis
• Rapid test: Reagen yang sudah dievaluasi oleh institusi
yang ditunjuk Kementerian Kesehatan, dapat mendeteksi
baik antibodi terhadap HIV-1 maupun HIV-2.
• Enzyme immunoassay (EIA): Untuk mendeteksi
antibodi untuk HIV-1 dan HIV-2.
• Western Blot: Konfirmasi pada kasus yang sulit

Hongjun Li. 2014


2. Uji Virologis dengan Polymerase Chain
Reaction (PCR)
• HIV DNA kualitatif: untuk diagnosis pada bayi.
• HIV RNA kuantitatif : untuk memeriksa jumlah virus di
dalam darah (Viral Load Coun\) dan dapat digunakan
untuk pemantauan terapi ARV pada dewasa dan diagnosis
pada bayi jika HIV DNA tidak tersedia.

Hongjun Li. 2014. Radiology Of HIV/ AIDS A Practical Approach. Springer: Beijing
3. Pemeriksaan CD4
Untuk mengukur status imunodefisiensi sebagai petunjuk
dini progresivitas penyakit karena jumlah CD4 menurun
lebih dahulu dibandingkan kondisi klinis pasien.
Pemantauan CD4 dapat digunakan untuk memulai
pemberian ARV atau penggantian obat.

Hongjun Li. 2014. Radiology Of HIV/ AIDS A Practical Approach. Springer: Beijing
Strategi Pemeriksaan Laboratorium
Anti HIV
• Pemeriksaan laboratorium anti HIV bisa dilakukan untuk
tujuan skrining, surveilans dan diagnosis. Pemeriksaan
skrining dilakukan pada skrining donor darah UTD PMI.
Pemeriksaan surveilans bertujuan untuk melihat dinamika
epidemi HIV di Indonesia, sedangkan pemeriksaan
diagnosis dilakukan di rumah sakit maupun puskesmas.

a. Untuk tujuan penyaring dan produk darah serta


transplantasi digunakan strategi I.
b. Untuk tujuan surveilans digunakan strategi II
c. Untuk tujuan diagnosis digunakan strategi III

Ratih, 2012.
Strategi III
• Pemeriksaaan strategi III adalah pemeriksaan dengan
menggunakan 3 jenis tes antibodi yang berbeda sensitivitas
dan spesivisitasnya. Kombinasi 3 reagen rapid test HIV
dapat digunakan untuk tujuan diagnosis. Reagen yang
dipilih didasarkan pada sensitivitas dan spesifisitas tiap
jenis reagen. Untuk diagnosis pasien tanpa gejala harus
menggunakan strategi III dengan persyaratan reagen
sebagai berikut :

1. Sensitivitas reagen pertama ≥ 99%


2. Spesifisitas reagen kedua ≥98% dan lebih tinggi dari
spesifisitas reagen pertama
3. Spesifisitas reagen ketiga ≥99% dan lebih tinggi dari
spesifisitas reagen pertama dan kedua
4. Asal antigen atau prinsip tes dari reagen 1,2,dan 3 tidak
sama
5. Kombinasi reagen dengan hasil indeterminate ≤ 5%.

Ratih, 2012.
Ratih, 2012
Interpretasi Hasil HIV
1. Positif: A1, A2, dan A3 reaktif
• Dirujuk untuk pengobatan HIV
2. Negatif:
• A1 non reaktif
• A1 reaktif, pengulangan A1 dan A2 non reaktif
• Salah satu reaktif, tapi tidak ada risiko
• Bila berisiko, dianjurkan pemeriksaan ulang minimum 3
bulan, 6 bulan dan 12 bulan dari pemeriksaan pertama
sampai satu tahun.

Ratih, 2012
Interpretasi Hasil HIV
3. Indeterminate:
• Dua tes reaktif
• Satu tes reaktif dengan risiko atau pasangan berisiko
• Tes diulang 2 minggu lagi dengan sampel berbeda, jika
tetap indeterminate, lanjutkan dengan PCR
• Jika tidak ada PCR, rapid test diulang 3, 6, dan 12 bulan
dari pemeriksaan yang pertama. Jika sampai satu tahun
hasil tetap indeterminate dan faktor risiko rendah, hasil
dapat dinyatakan sebagai negatif

Ratih, 2012
Komplikasi HIV
• Lesi oral
• Neurologik
• Gastrointestinal
• Respirasi
• Dermatologik
• Sensorik

Dewanti I. 2010.
Lesi mulut sebagai indikator
infeksi HIV
• Lesi-lesi mulut dijumpai pada hampir 50 %
orang terinfeksi HIV dan 80% pada individu
yang terdiagnose AIDS
• Indikator awal adanya penurunan imunitas
• Prediksi perkembangan HIV ke AIDS
• Menentukan waktu untuk terapi infeksi
oportunistik dan terapi anti HIV (ARV)
• Membantu evaluasi perkembangan penyakit

Dewanti I. 2010.
Oral Manifestation 0f HIV
• Sekitar 95% penderita HIV/AIDS mengalami manifestasi
klinis pada rongga mulut dan lebih sering merupakan
tanda awal infeksi yang terjadi dalam rongga mulut:

Chatterjee S et al. 2018


Klasifikasi lesi mulut terkait infeksi HIV-AIDS

Chatterjee S et al. 2018


Klasifikasi lesi mulut terkait infeksi
HIV-AIDS
● GROUP I : lesions that are strongly associated with HIV
infection.
● GROUP II: lesions less commonly associated with HIV
infection
● GROUP III: lesion rarer than those on groups I and II

Chatterjee S et al. 2018


Lesions that are strongly associated
with HIV infection.
● Oral Candidiasis (Pseudomembranous,
Erythomatheus,
● Hairy Leukoplakia
● Kaposi’s Sarcoma
● Non-Hodgkin’s Lymphoma
● Linear Gingival Erythema
● Necrotizing Ulcerative Gingivitis
● Necrotizing Ulcerative Periodontitis

Chatterjee S et al. 2018


• Sejumlah kelainan lain yang dapat timbul dalam rongga mulut
penderita HIV/AIDS antara lain;
a. SAR (tipe Mayor)
b. Ulkus nekrotik yang meluas sampai ke fausia
c. Xerostomia
d. Idiophatic tromboctyopenia purpura
e. Addisonian mucosal hyperpigmentation
f. Limfadenopati submandibula
g. Hiperpigmentasi melanotik
h. Penyembuhan luka yang lama

Chatterjee S et al. 2018


Oral Candidiasis
Acute Pseudomembranous
Candidiasis (Oral Thrush)
• Tampak plak / pseudomembran
• Putih seperti sari susu
• Mengenai mukosa bukal, lidah dan permukaan oral
lainnya.

Pseudomembran tersebut terdiri atas kumpulan hifa dan sel


yeast, sel radang, bakteri, sel epitel, debris makanan dan
jaringan nekrolitik. Bila plak diangkat tampak dasar mukosa
eritematosa atau mungkin berdarah dan terasa nyeri sekali.

Harlina, 2011
Oral Thrush

Harlina, 2011
Erythomateus Candidiasis
• Berupa plak kemerahan halus yang biasanya ditemukan
pada palatum, mukosa bukal dan dorsum lidah.
• Permukaan eritema menunjukkan atrofi dan peningkatan
vaskularisasi.
• Lesi ini memiliki tepi yang difus, yang membantu
membedakannya dari erythroplakia, yang mempunyai
demarkasi yang lebih tajam.

Harlina, 2011
Harlina, 2011
Angular Chelitis
• Merupakan fisura yang terinfeksi dari komisura mulut,
sering dikelilingi oleh eritema atau keretakan di sudut
bibir.
• Lesi ini sering terinfeksi oleh Candida dan Staphylococcus
aureus.
• Kulit kering dapat mempercepat perkembangan fisura di
komisura sehingga memungkinkan invasi mikroorganisme.

Harlina, 2011
Harlina, 2011
Hairy Leukoplakia
• Merupakan suatu lesi spesifik pada infeksi HIV yang
disebabkan oleh virus Epstein Barr

• Secara klinis tampak sebagai plak putih atau putih keabuan


berbatas tegas dengan tekstur berombak yang asimtomatis.

• Permukaan “hairy” berukuran bermacam-macam mulai dari


beberapa milimeter hingga keterlibatan luas dari lidah hingga
mukosa kavum oris.

• Lesi ini biasanya terjadi pada lateral lidah, tetapi dapat pula
pada permukaan ventral, dorsal lidah, dan mukosa pipi.

• Penampakan khas OHL disebabkan oleh hipertrofi papila


lidah. Secara umum lesi ini bersifat tidak nyeri dan tidak
dapat dihilangkan dengan manipulasi tumpul.

Chatterjee S et al. Periodontist’ Perspective of HIV Manifestation. 2018. Vol 17: 4


Chatterjee S et al. Periodontist’ Perspective of HIV Manifestation. 2018. Vol 17: 4
Karposi Sarcoma
• Keganasan berasal dari
endhotelium vaskuler
Sepertiga KS melibatkan orofaring
dan paling sering di palatum.
• Penyebab human herpes
virus 8 (HHV-8).
• Asimptomatik
• Menifestasi oral terjadi hampir
7.5-10 % dari penderita AIDS.
• Biasa muncul bila jumlah CD4+
< 200.

Ersha Riri Febrina, 2018


Non-Hodgkin’s Lymphoma

• Orang HIV-positif memiliki


lebih dari dua kali lipat
risiko keganasan.
• NHL merupakan tumor
ganas kedua yang
menyertai HIV AIDS
setelah KS
• 3 % penderita HIV
menderita NHL.
Askinyte D, 2015.
Non-Hodgkin’s Lymphoma

• Pembengkakan padat, elastis, agak kemerahan


atau keunguan, dengan atau tanpa ulserasi.

• Cepat tumbuh
• Status imunitas menurun
• Gingiva, vestibulum bukal
area retromolar
• Nekrosis gingiva gigi
yang terlibat goyah.
Askinyte D, 2015.
Linear Gingival Erythema

• Lesi eritematous seperti


pita sepanjang tepi
gingiva
• Tidak memberi respon
terhadap perawatan
profilaksis rutin.
• Nyeri atau berdarah.
• Mungkin melibatkan
Candida.
Askinyte D, 2015.
Necrotizing Ulcerative Gingivitis

● Nekrosis satu atau


lebih papila interdental.
● Attachment loss:
nekrosis dan ulserasi
gingiva.
● Mudah berdarah
● Nyeri
● Halitosis.

Askinyte D, 2015.
Necrotizing Ulcerative Periodontitis
• Periodontitis dengan ulserasi atau nekrosis jaringan
periodontal dan tulang alveolar.

• Kerusakan lokal
• Pocket minimal
• Tidak respon terhadap
terapi konvensional
• Halitosis
• Gigi goyah

Askinyte D, 2015.
Makna klinis lesi mulut terkait
infeksi HIV
● Dalam kasus status HIV invidu tidak atau belum
diketahui; maka adanya lesi mulut memberikan
indikasi kuat adanya infeksi HIV.
● Untuk seseorang yang hidup dengan HIV+
tetapi belum mendapat terapi; adanya lesi mulut
dapat menandakan perkembangan penyakitnya.
● Sedang bagi mereka yang hidup dengan HIV+
dan mendapatkan terapi antiretroviral; adanya
lesi di mulut dapat menandakan adanya
kegagalan /efek samping terapi.
Harlina. 2011.
Tatalaksana HIV
• Penatalaksanaan HIV/AIDS termasuk terapi ARV (ART) dimaksudkan
untuk menghambat replikasi virus.Terdapat empat kelas antiretroviral
(ARV) yang tersedia untuk pengobatan HIV.
1. Nukleosida Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTIs)
Target obat golongan ini adalah enzim /reverse transcriptase.
2. Non-Nukleosida Transcriptase Inhibitors(NNRTIs)
Sama seperti nukleosida analog target obat golongan ini adalah enzim
reverse transcriptase. Namun obat ini langsung berikatan secara
nonkompetitif dengan enzim reverse transcriptase pada posisi dekat dengan
tempat berikatan nukleosida. Pada akhirnya, akan mengurangi pengikatan
nukleosida. Berbeda dengan NRTIs, NNRTIs tidak rerlu diaktivasi dalam
sel.
3. Protease Inhibitors (PIs)
HIV protease memotong polipeptida virus menjadi subunit fungsional. Jika
enzim protease dihambat maka akan terbentuk partikel virus yang tidak bisa
menginfeksi·
4. Fusion Inhibitor
Bekerja seperti gembok pada pintu gerbang pabrik yang
menghalangi HIV untuk masuk.

Nasronudin. 2007
A. Pemberian ARV jika tersedia tes CD4
• Infeksi HIV Stadium IV menurut kriteria WHO, tanpa
memandang jumlah CD4 T limfosit
• Infeksi HIV Stadium III menurut kriteria WHO dengan jumlah
CD4 T limfosit <350 sel/mm
• Infeksi HIV Stadium I atau II menurut kriteria WHO dengan
jumlah CD4 <200 sel/mm.
B. Pemberian ART jika tidak tersedia tes CD4
• Stadium IV WHO, tanpa memandang jumlah limfosit total
• Stadium III WHO, tanpa memandang jumlah limfosit total 3
• Stadium II WHO dengan jumlah limfosit total <1200 sel/mm^3

Nasronudin. 2007
NANDA International. 2015.
Nasronudin. 2007
Chatterjee S et al. 2018
Daftar Pustaka
• Chatterjee S et al. Periodontist’ Perspective of HIV
Manifestation.HIV& AIDS Review Journal 2018. Vol 17(4):
229-234
• Askinyte D, Matulionyte R, Rimkevicius A. Oral Manifestation
Of HIV Disease: A Review. Stomatologija, Baltic Dental And
Maxillofacial Journal. 2015. 17(1): 21-28
• Dewanti I D A R. Manifestasi Oral Human Imuune Deficiency
Virus (HIV)/ Aquired Immuno Deficiency Syndrome Pada
Anak. Stomatognatic (Journal KG UNEJ). 2010. 7(2): 79-84
• Sapp J P, Eversole L R, Wysocki G P. 2004. Contemporary
Oral And Maxillofacial Patology 2nd Edition. Mosby: St. Louis,
Missouri
• Nasronudin. 2007. HIV & AIDS Pendekatan Biologi
Molekuler, Klinis Dan Sosial. Surabaya: Airlangga University
Press.
Daftar Pustaka
• Ersha Riri Febrina And Ahmad Armen. Laporan Kasus:
Human Immunodeficiency Virus - Acquired
Immunodeficiency Syndrome Dengan Sarkoma Kaposi. Jurnal
Kesehatan Andalah. 2018. Vol 7(3): 131-134
• Hongjun Li. 2014. Radiology Of HIV/ AIDS A Practical
Approach. Springer: Beijing
• Harlina. 2011. Manifestasi Rongga Mulut Penderita HIV/AIDS
Dan Penaganannya. FKG UNHAS PRESS: Makasar
• Smeltzer S C, Bare B G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth Vol 2 Edisi 8. EGC: Jakarta
• NANDA International. 2015. Nursing Diagnoses: Definitions
And Classification 2015-2017. Oxford: Wiley Blackwell
• Ratih, Woro Umi. 2012. Strategi Pemeriksaan Laboratorium
Anti HIV. Jurnal Farmasi Sains dan Komunitas. Yogyakarta.
Vol. 9 No 2.
Daftar Pustaka
• Gunawan Yudhi Tri, dkk. Hubungan Karakteristik ODHA
Dengan Kejadian Loss To Follow Up Terapi ARV Di
Kabupaten Jember. Jurnal IKESMA Volume 12 Nomor 1
Maret. 2016.
• Maria Lina Rosilawati dan Budiman Bela. Teknik Reverse
Transcription – Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) dan
Hibridisasi Dot Blot dengan Pelacak DNA untuk Deteksi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam Serum
Darah Universa Medicina 2007; 26: 111–9.
• Sumini, dkk. Faktor Risiko yang Berpengaruh terhadap
Kejadian HIV/AIDS pada Pengguna Napza Suntik (Studi
Epidemiologi Di Kota Pontianak). Jurnal Epidemiologi
Kesehatan Komunitas 2 (1), 2017, 36-45.

Anda mungkin juga menyukai