Anda di halaman 1dari 21

Oleh: Rohman Budijanto SH MH

Direktur eksekutif
The Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi (JPIP)
 Pembangunan dan Pengembangan
Inovasi Daerah
 Kompetisi dan Kebijakan Replikasi

Pengembangan Sistem Inovasi


Pelayanan Publik di Era Desentralisasi
 serta Arah Strategi Inovasi Pelayanan

Publik bagi Provinsi Jawa Timur ke


Depan
 Tinggalkan pikiran, bahwa tak ada jalan pintas untuk
kemajuan.
 Kemajuan yang paling cepat bisa dicapai dengan meniru
kemajuan orang lain dan mengembangkan lebin lanjut.
 Peniruan mempersingkat waktu dan biaya, tak perlu trial
and error.
 Peniruan itu disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi
setempat (dikenal “prinsip ATM, amati-tiru-modifikasi”).
 Peniru sebaiknya meyakini bisa lebih berhasil daripada
yang ditiru (proliferasi), agar inovasi makin maju.
 Sekarang pemda relatif punya ruang kebebasan
memajukan daerahnya. Di zaman Orba, nyaris semuanya
seragam, mulai kantor hingga sepatu Pak Camat (merek
Polly).
 Waktu terbaik untuk berinovasi atau meniru inovasi
adalah saat dimulai otonomi daerah tahun 2001. Waktu
terbaik kedua adalah sekarang!
 Jatim punya sangat banyak kisah sukses inovasi, baik di level
Pemprov, Pemkab, Pemkot, SKPD, Badan, UPT, bahkan level desa.
 Jatim selalu juara umum Sinovik sejak kali pertama
diadakan, 2014.
 2014, 12 masuk Top 99 dan 7 masuk Top 33
 2015, 18 masuk Top 99 dan 8 masuk Top 25
 2016, 32 masuk Top 99 dan 10 masuk Top 35
 2017, 16 masuk Top 99 dan 7 masuk Top 40

 Dari proposal Kovablik sejak 2014 saja mencerminkan betapa


banyak inovasi yang dilakukan, terlepas dari kualitasnya. Tahun
lalu, 2016, ada 98 proposal, diseleksi 12 terbaik dan 9 baik.
Tahun 2017, ada 105 proposal, jadi top 35, diseleksi lagi jadi top
25 (3 terbaik utama, 12 terbaik, 20 baik)
 Semarak juga partisipasi untuk menyemangati daerah
dalam berinovasi.
 Sebelum Sinovik dan Kovablik, ada penghargaan Otonomi
Awards JPIP sejak 2002 yang mencatat banyak sekali
inovasi berkualitas. Acara ini bekerja sama dengan
Pemerintah Provinsi.
 Banyak awarding lain di level lokal untuk memunculkan
inovasi, seperti Otonomi Awards di Radar Malang untuk
kelurahan. Yang akan melakukan acara serupa adalah
Radar Bromo untuk 341 desa di Pasuruan. Juga Radar
Kediri mengadakan kompetisi desa.
 Jawa Timur tak kekurangan bahan pengalaman praktis dan
berkualitas untuk saling meniru, demi mempercepat
kemajuan
 Kini lawan terbesar Jatim di bidang inovasi adalah:
DIRINYA SENDIRI
 JPIP meriset 55 pemenang Otonomi Awards
2004-2013
 8 layu (14 %), 23 stagnan (42 %), dan 24
berkembang (44 %)
 Jadi sebagian besar masih hidup, yang mati

(layu) hanya sebagian kecil.


 Untuk yang stagnan mestinya bisa dibuat

lebih mekar atau berkembang.


 Antusiasme birokrasi menurun/manajemen buruk (31 %) %)
 Terhambat peraturan pusat (23 %)
 (contoh, penghentian program inovasi Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan Masyarakat/JPKM di Sidoarjo 2006, karena
kewenangannya ditarik pusat)
 Respons masyarakat rendah (15 %)
 (contoh, inovasi penerimaan siswa baru/PSB parsipatoris pada
2008 kehilangan kepercayaan masyarakat, akhirnya
dihentikan)
 Pergantian kepala daerah (16 %)
 Donor pulang/menghentikan bantuan (15 %)
 (contoh, inovasi survei dan pelayanan keluhan masyarakat di
Jombang berhenti setelah GIZ mengakhiri kontrak bantuan )
 Antusiasme birokrasi menurun/manajemen
buruk (39 %)
 Pergantian kepala daerah (30 %)
 Pergantian peraturan pusat (13 %)
 Respons masyarakat rendah (9 %)
 Anggaran terbatas (9 %)
 Respons masyarakat tinggi (27 %)
 Antusiasme kepala daerah baru (23 %)
 Birokrasi relatif stabil (21 %)
 Keberlangsungan kebijakan (13 %)
 Pendampingan lembaga donor (6 %)
 Penghargaan dari luar (4 %)
 Pemprov Jatim relatif kontinyu dalam

berinovasi karena leadership. Sejak Pakde


Karwo menjabat Sekda sudah memelopori
inovasi.
 Di lingkungan Pemprov Jatim (SKPD, UPT, Badan) sudah relatif merata
semangat berinovasi.
 Di level kabupaten/kota, masih ada beberapa yang belum antusias
berinovasi, karena persoalan leadership.
 Pemprov perlu mendorong daerah-daerah “blank spot” untuk
menggairahkan inovasi.
 Pemprov juga perlu memeratakan standar layanan. Ada kabar, menurut
standar nasional, baru ada dua puskesmas ramah anak di Jatim (yaitu,
Puskesmas Peneleh, Surabaya, dan Puskesmas Bojonegoro). Padahal
provinsi lain sudah jauh lebih banyak.
 Ini perlu intervensi, karena sudah banyak model puskesmas yang
memenuhi standar ramah anak, seperti Kota Probolinggo yang sudah
menetapkan enam puskesmas (Kanigaran, Sukabumi, Jati, Ketapang,
Wonoasih, dan Kedopok) sebagai puskesmas ramah anak di level kota
(Perwali No 59/2017). Kota Pasuruan juga sudah menginovasi, agar
puskesmas jadi ramah anak, seperti Puskesmas Karangketug. Pemprov
perlu mempercepat inisiasi dan pendataan puskesmas ramah anak ini,
karena puskesmas merupakan pelayanan langsung ke masyarakat.
 Pemprov Jatim, juga pemerintah pusat, belum memberikan tawaran
konkret dan praktis, agar daerah meniru daerah lain dalam inovasi
lewat bantuan dana dan bantuan teknis.
 Selama ini ada inisiatif dari Pemprov, Kemendagri dan KemenPANRB,
namun masih di level apresiasi dalam festival dari level daerah hingga
internasional. Apresiasinya berupa piala dan sertifikat.
 Tahun 2015 ada dua inovasi daerah di NKRI yang masuk juara dua
United Nations Public Service Awards (UNPSA) 2015 dan akan dirayakan
di Medellin, Colombia, bertepatan dengan UN Public Service Day 23
Juni depan. Lumayan, ini tahun pertama meraih juara, sejak UNPSA
diadakan 2003.
 Pemenang UNPSA 2015 dari Indonesia:
*Category 1 - Improving the Delivery of Public Services
-Second Place Winner Nomination 2947 - Fostering Partnership
between Traditional Birth Attendants and Midwives to Reduce
Maternal and Infancy’s Mortality – Indonesia (Kab. Aceh Singkil)
* Category 3 - Promoting Whole of Government Approaches in the
Information Age
-Second Place Winner Nomination 2953 - Integrated Service Unit on
Poverty Relief – Indonesia (Kabupaten Sragen)
 Sangat disayangkan kalau inovasi terbaik hanya
berhenti sampai kemenangan lomba (koleksi trofi).
 Selain terus mengembangkan inovasi baru, perlu
mulai dijaga keberlanjutan inovasi (sustainabilitas).
Perlu dicek, apakah para pemenang award inovasi
tetap terus berkembang, stagnan, atau layu.
 Praktik-praktik terbaik itu juga mesti memberkahi
Jatim sendiri dengan mendorong replikasi di antara
pemangku pemerintahan di berbagai level. Bila perlu
inovasi-inovasi terbaik disinergikan di lembaga yang
menangani urusan yang sejenis.
 Perlu “SINERPLIKASI” atau sinergi sekaligus replikasi
 Puskesmas Karangketug punya inovasi ramah anak Secercah Mentari
(SElalu CEria gembiRA, Hati, MElawaN Takut saat diedukAsi, dipeRiksa dan
diobatI)
 Puskesmas Bojonegoro punya inovasi ramah anak yang berstandar
nasional.
 Puskesmas Sempu, Banyuwangi, punya inovasi Kembali ke ASI.
 Puskesmas Bubakan, Tulakan, Pacitan punya inovasi Hamil Pintar dan Intel
HIV
 Puskesmas Blega, Bangkalan, punya inovasi Makin Sayang (Menurunkan
Angka Kematian Ibu dan Neonatus dengan Pos Sayang Bunda)
 Dari berbagai inovasi itu, bisa disinergikan dan direplikasikan, sehingga
bisa menjadi standar baru layanan puskesmas. Yakni, puskesmas yang
mewaspadai ibu dan bayi risiko tinggi, ramah anak, memprioritaskan ASI
eksklusif, serta menangani penyakit infeksi menular yang bisa
meningkatkan risiko kehamilan, seperti HIV, tuberculosis. Bahkan bisa
ditambah untuk layanan pasien gangguan jiwa (karena ini identik dengan
kemiskinan di daerah kerja puskesmas)
 Dengan demikian puskesmas kian menguat sebagai ujung tombak
pelayanan kesehatan. Dan, karena lintas kabupaten/kota, perlu
“intervensi” pemprov
 Dalam Kovablik lalu ada dua unggulan Samsat masuk final.
 Samsat Home Care (Hore) UPT Jember. Melayani pembayaran
pajak kendaraan bermotor (PKB) dengan kendaraan hingga
ke rumah-rumah berdasarkan panggilan. Sepeda motor
petugas dilengkapi printer STNK.
 Samsat Judes (Jujug Desa) UPT Jombang. Membuka lapak
Samsat di Balai Desa, jemput bola pembayar PKB. Samsat
Jombang juga punya layanan kendaraan, tapi yang
ditonjolkan judes.
 Kedua inovasi ini bisa disinergikan. Jadi, Judes dan Hore, jadi
standar pelayanan baru di setiap UPT samsat. Disesuaikan
dengan lokasi (serta jumlah tunggakan PKB yang harus
dikejar)
 Di RSUD Syaiful Anwar Malang ada inovasi sotika (soya tinggi kalori),
asupan pasien yang tak “kolu” makanan padat. Di sana juga ada
inovasi Kalisat (karet tali pusat) untuk mencegah pendarahan.
 Di RSUD Haryoto Lumajang ada inovasi ramah anak, rumah sakit
dibuat seperti arena bermain. Di sana juga diterapkan replikasi
inovasi Banyuwangi, Lahir Ceprot Dapat Akte. Juga ada layanan suami
diajak tunggui istri saat bersalin. Bila lahir prematur, ada edukasi
khusus bagi ibu untuk merawat bayi rentan ini.
 Di RSUD Ishak Tulungagung ada inovasi Instagram (Intalasi Gawat
Darurat Modern), menggolongkan kedaruratan pasien UGD dalam
kartu merah (gawat), kuning (sedang), dan ringan (hijau). Sehingga
prioritas perawatan bisa ditentukan lebih efisien demi mengurangi
risiko kefatalan. Lebih lanjut, RSUD ini juga meningkatkan inovasi jadi
TEMS (Tulungagung Emergency Medical System). Yakni tanggap cepat
untuk pasien kecelakaan dan serangan jantung dengan menyiapkan
ambulans dengan perlengkapan seperti RS mini. Demi mempercepat
waktu perawatan, mengurangi risiko kematian.
 Di RSUD Moh. Anwar Sumenep dengan menerapkan Pusat
Pantauan (Puspa) RS, memanfaatkan teknologi informasi. Ada
jejaring terbangun integratif antara RS, BPJS, Dinkes, dan Dinsos.
Sehingga penanganan pasien bisa lebih efektif dan efisien.
 Gabungan inovasi di atas bisa mewujudkan rumah sakit dengan
layanan komplet. Siap ambulans berperalatan lengkap yang sigap
menangani pasien kecelakaan atau serangan jantung di TKP.
 Standar layanan ramah anak perlu diterapkan di manapun di
RSUD. Ibu bersalin ditunggui suami. Karet tali pusat disiapkan
untuk cegah pendarahan. Bayi lahir langsung dapat akte.
 Layanan UGD-nya sudah terbagi untuk level kedaruratan hijau,
kuning, merah. Dan, para pasien mendapat asupan ala Sotika.
Semua itu terdata dengan sistematis dengan pantauan terpusat
melalui teknologi online!
 Perlu dukungan Pemprov untuk mewujudkan standar layanan
rumah sakit komplet ini, meski RS itu banyak di bawah
pemkab/pemkot
 Ada penanganan ODGJ (orang dengan gangguan jiwa) di Dinas Sosial
(pemprov) dan Puskesmas Bantur (Kabupaten Malang).
 Di Sampang, ada pula inovasi Selempang Mera atau Selamatkan
Pasien Pasung Melalui Tim Samurai ODGJ (yang masuk Top 40 Sinovik
2017).
 Pendekatan masing-masing inovasi ini hampir sama, yakni
membebaskan ODGJ dari pasung.
 Lalu memberikan obat rutin, agar mereka tenang.
 Orang-orang yang bebas pasung ini didampingi oleh pelayan sosial
untuk membantu kesembuhannya.
 Perlu sinergi dari pengembangan inovasi tiga instansi itu. Kelebihan di
masing-masing inovasi bisa jadi standar baru penanganan ODGJ.
Misal, penggalangan relawan sosial untuk pendamping ODGJ bebas
pasung dari kalangan tetangga sendiri seperti dilakukan di Bantur
perlu dijadikan contoh partisipasi publik. Perlu dikampanyekan,
sehingga jadi prosedur utama ketimbang menerjunkan petugas.
 Kekuatan data Dinsos Provinsi, yakni by name, by address, by picture,
serta riwayat medis dan keterangan lain, perlu jadi standar data ODGJ
di manapun di Jatim.
 Di sini peran pemerintah provinsi sangat penting demi meningkatkan
standar pelayanan ODGJ. Sehingga lebih mudah mencapai target
tertentu, misal Jatim Bebas Pasung 2017
 Di bidang persapian ada contoh bagaimana mengupayakan
kelahiran pedet yang sehat lewat memperlakukan induk
sapi seperti ibu hamil. Yakni dicek khusus di usia rawan
bunting, yakni 3, 6, 9 bulan.
 Inovasi ala Sigap Sratus 369 Plus dari Pamekasan ini bisa
direplikasi ke siap sentra ternak sapi. Tak hanya sapi
Madura, tapi di kabupaten pusat sapi lain seperti Pasuruan,
Malang, Blitar, Tulungagung .
 Untuk penyembelihan bisa meniru inovasi Rumah Potong
Hewan Kota Blitar. Yakni, mulai menurunkan dari truk,
mengistirahatkan, merobohkan sapi dengan lembut
menggunakan alat restraining box, menyembelih oleh
juleha (juru sembelih halal), serta memisah-misahkan
daging tanpa menyentuh tanah (higienis).
 Kenapa semua sentra sapi dan RPH di Jatim tak diterapkan
standar serupa, agar sapi Jatim melejit kualitas dan
kuantitasnya? Apalagi Jatim menjadi sentra sapi nasional.
 Gerakan siswa dan orang tua membantu siswa yang tidak
mampu untuk beli buku, alat tulis, seragam, sepatu,
sepeda, dan SPP, bisa berjalan dengan istiqamah di
Banyuwangi.
 Inisiatif inovasi Siswa Asuh Sebaya (SAS) membentuk
karakter berbagi, sudah menyentuh 100 ribu anak sejak
2011. Sangat efisien, karena dana terkumpul Rp 12 miliar.
 Bagi daerah-daerah lain yang banyak putus sekolah
(karena faktor biaya), kenapa tak juga mendayagunakan
kebaikan hati si mampu untuk membantu sebayanya?
 Pemerintah provinsi perlu mendorong replikasi model
partisipasi publik ini demi mengatasi persoalan secara
swadaya dan membangun berkarakter siswa/masyarakat.
 Masyarakat kita pemurah, apalagi bila pemberiannya bisa
langsung dirasakan oleh orang/siswa sekitar yang dikenal.
 Provinsi Jatim perlu jadi pelopor inovasi di atas inovasi
 Pemerintah pusat belum serius memberi insentif bagi
daerah yang ingin mereplikasi inovasi yang berhasil
 Untuk itu, kelemahan ini perlu diisi Provinsi Jatim untuk
memelopori pemberian insentif bagi instansi/lembaga
yang ingin mereplikasi inovasi sukses (sebagian dari
penerapan “APBD untuk Rakyat”)
 Ini mempercepat kemajuan dan efisien, karena tak perlu
biaya trial and error. Tinggal tiru dan modifikasi secara
massal sembari dievaluasi berkala.
 Perlu juga dihidupkan “pikiran besar” inovasi yang jadi
model nasional. Seperti inovasi Samsat yang kini jadi
standar pelayanan publik nasional dan terus
disempurnakan. Samsat semula hanya inovasi
mempermudah pembayaran pajak, tapi kini sangat
berkembang ke perizinan.
Monggo
Berdiskusi….

Anda mungkin juga menyukai