Anda di halaman 1dari 20

Latar Belakang

-Angka kematian ibu(AKI) sebagai salah satu


indikator kesehatan ibu,dewasa ini masih tinggi di
indonesia bila dibandingkan dengan negara ASEAN
lainnya.
-Menurut data dari survai demografi kesehatan
indonesia (SDKI)1998-2003 AKI di indonesia adalah
307 per 100.000 kelahiran hidup dan menjadi 228
per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007.

-Dari lima juta kelahiran tiap tahunnya diperkirakan


20.000 ibu meninggal akibat komplikasi kehamilan
atau persalinan.
- Sebagian besar penyebab kematian ibu secara
langsung menurut survai kesehatan rumah tangga
2001 sebesar 90% adalah komplikasi yang terjadi
pada saat persalinan dan segera setelah bersalin.
- Penyebab tersebut dikenal dengan Trias Klasik
yaitu:
- Perdarahan(28%)
- Eklamsi(24%)
- Infeksi(11%).
- Sedangkan penyebab tidak langsungnya antara
lain adalah: ibu hamil menderita kurang energi
kronis(KEK)37%,Anemia( Hb kurang dari
11gr%)40%.Kejadian anemia pada ibu hamil ini
akan meningkatkan resiko terjadinya kematian ibu
dibandingkan dengan ibu yang tidak anemia.
Selain itu beberapa sebab yang tidak langsung berkaitan
dengan masalah kesehatan ibu yaitu:
“4 Terlalu” dalam melahirkan yaitu: Terlalu muda,
terlalu tua, terlalu sering dan terlalu banyak.

“ 3 Terlambat “ yaitu: terlambat mengambil keputusan,


terlambat untuk dikirim ke tempat pelayanan
kesehatan,dan terlambat mendapatkan pelayanan
kesehatan.
Upaya untuk menurunkan angka kematian ibu telah
dicanangkan oleh badan internasional dan pemerintah
guna meningkatkan kesadaran dunia tentang
pengaruh kematian dan kesakitan ibu serta untuk
mendapatkan pemecahan masalahnya.
Upaya tersebut antara lain dibuatnya strategi yang
mengacu pada Indonesia sehat 2010 Making Pregnancy
Safer(MPS) dan di susunnya Millennium Development
Goal’s (MDG’s) yang bertujuan mengatasi
permasalahan perkembangan global dan harus
tercapai pada tahun 2015
Pada akhir tahun 1990-an secara konseptual telah diperkenalkan upaya
untuk menajamkan strategi dan intervensi dalam menurunkan AKI
yaitu making pregnancy safer(MPS) yang dicanangkan oleh pemerintah
pada tahun 2000.

Strategi ini memfokuskan pada 3 pesan kunci yaitu:

1.Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih.

2. Setiap komplikasi obstetri dan neonatal mendapat pelayanan yang


adekuat.
3. Setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap upaya pencegahan
kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplkasi
keguguran
-Pelaksanaan strategi MPS diterapkan secara desentralisasi
sehingga diharapkan dapat lebih terarah dan sesuai dengan
permasalahan setempat.

- Dengan adanya variasi antar daerah dalam hal demografi


dan geografi maka kegiatan dalam program kesehatan ibu
dan anak (KIA) juga berbeda.

- Namun agar pelaksanaan program KIA dapat berjalan


lancar ,aspek peningkatan mutu pelayanan program KIA
tetap diharapkan menjadi kegiatan prioritas baik ditingkat
puskesmas maupun ditingkat kabupaten/kota
The Millennium Development Goals terdiri dari:
1. Memberantas kemiskinan dan kelaparan
2. Mencapai pendidikan dasar universal
3. Mempromosikan kesetaraan gender dan
pemberdayaan perempuan
4. Menurunkan kematian balita
5. Meningkatkan kesehatan ibu
6. Memerangi penyakit HIV/AIDS , malaria dan
penyakitlainnya
7. Menjamin kelestarian lingkungan
8. Mengembangkan kemitraan global untuk
pembangunan
Prinsip pengelolaan program KIA

Pengelolaan program KIA bertujuan memantapkan dan meningkatkan


jangkauan serta mutu pelayanan KIA secara efektif dan efisien.
Pemantapan pelayanan KIA dewasa ini diutamakan pada kegiatan
pokok sebagai berikut:

1. Peningkatan pelayanan antenatal di semua fasilitas pelayanan


dengan mutu sesuai standar serta menjangkau seluruh sasaran
2. Peningkatan pertolongan persalinan ditujukan kepada peningkatan
pertolongan oleh tenaga kesehatan secara berangsur.
3. Peningkatan deteksi dini resiko tinggi atau komplikasi kebidanan baik
oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat oleh kader dan dukun
bayi serta penganan dan pengamatannya secara terus menerus
4. Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan secara adekuat dan
pengamatan secara terus menerus oleh tenaga kesehatan
5. Peningkatan pelayanan neonatal dan ibu nifas dengan mutu sesuai
standar dan menjangkau seluruh sasaran
a. Pelayanan Antenatal

Pelayanan antenatal selengkapnya mencangkup banyak hal


yang meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik(umum dan
kebidanan),pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi,
serta intervensi dasar dan khusus( sesuai resiko yang ada
termasuk penyuluhan dan konseling).Namun dalam
penerapan operasionalnya dikenal standar minimal “5T”
untuk pelayanan antenatal, yang terdiri atas:

1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan


2. (Ukur )Tekanan darah
3. (Ukur) Tinggi fundus uteri
4. (Pemberian imunisasi) Tetanus toksoid lengkap
5. (Pemberian) Tablet tambah darah minimal 90 tablet
selama kehamilan
- Ditetapkan pula bahwa frekuensi pelayanan
antenatal adalah minimal 4 kali selama kehamilan,
dengan ketentuan waktu sebagai berikut:

= Minimal 1 kali pada triwulan pertama


= Minimal 1 kali pada triwulan kedua
= Minimal 2 kali pada triwulan ketiga

Standar waktu pelayanan antenatal tersebut


ditentukan untuk menjamin mutu pelayanan,
khususnya dalam memberi kesempatan yang
cukup dalam menangani kasus resiko tingi yang
ditemukan.
b. Pertolongan Persalinan
Dalam program KIA dikenal beberapa jenis tenaga yang
memberikan pertolongan persalinan kepada masyarakat,
jenis tenaga tersebut adalah: dokter spesialis
kebidanan,dokter umum,bidan, perawat maternitas.

Selain itu masih ada penolong persalinan yang berasal dari


anggota keluarga dalam masyarakat terpencil seperti yang
banyak ditemukan di propensi papua, namun penolong
persalinan ini umumnya tidak tercatat dan sulit untuk di
identifikasi.
Pada prinsipnya, penolong persalinan harus memperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
1. Sterilitas atau pencegahan infeksi
2. Metode pertolongan persalinan yang sesuai dengan standar
pelayanan
3. Merujuk kasus yang memerlukan tingkat pelayanan yang
lebih tinggi
c. Deteksi dini ibu hamil beresiko

Faktor resiko pada ibu hamil diantaranya adalah:

1. Primigravida kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35


tahun
2. Anak lebih dari 4

3. Jarak persalinan yang terakhir dan kehamilan sekarang


kurang dari 2 tahun
4. Tinggi badan kurang dari 145 cm
5. Berat badan kurang dari 38 kg atau lila kurang dari 23,5
cm
6. Riwayat keluarga menderita kencing manis,hipertensi dan
riwayat cacat kongenital
7. Kelainan bentuk tubuh misalnya kelainan tulang
belakang atau panggul
Resiko tinggi atau komplikasi kebidanan pada kehamilan merupakan keadaan
penyimpangan dari normal yang secara langsung menyebabkan kesakitan dan
kematian ibu maupun bayi.

Resiko tinggi /komplikasi pada kehamilan meliputi:

- Hb kurang dari 8 gr %
- Tekanan darah tinggi ( sistole> 140mmhg, diastole > 90 mmhg)
- Oedema yang nyata
- Eklamsia
- Perdarahan pervaginam
- Ketuban pecah dini
- Letak lintang pada usia kehamilan lebih dari 32 minggu
- Letak sungsang
- Infeksi berat atau sepsis
- Persalinan prematur
- Kehamilan ganda
- Janin yang besar
- Penyakit kronis pada ibu : jantung, paru dll
- Riwayat obstretri yang buruk ,riwayat bedah sesar dan komplikasi kehamilan
d. Penanganan komplikasi kebidanan
Kejadian komplikasi kebidanan dan resiko tinggi
diperkirakan terdapat pada sekitar antara 15-20%
ibu hamil. Komplikasi pada kehamilan dan
persalinan tidak selalu dapat diduga sebelumnya,
sehingga ibu hamil harus selalu berada sedekat
mungkin dengan sarana pelayanan yang mampu
memberikan pelayanan obstetri dan neonatal
emergensi dasar(PONED)

Kebijakan Depkes dalam penyediaan puskesmas


mampu PONED adalah bahwa setiap kabupaten
atau kota harus mempunyai minimal 4 puskesmas
mampu PONED.
Untuk keperluan tersebut Depkes RI telah
menerbitkan pedoman khusus yang dapat
menjadi acuan pengembangan puskesmas
mampu PONED
Pelayanan medis yang dapat dilakukan di puskesmas
mampu PONED meliputi pelayanan obstetri
yang terdiri dari:

1. Pencegahan dan penanganan perdarahan


2. Pencegahan dan penanganan preeklamsi dan
eklamsi
3. Pencegahan dan penanganan infeksi
4. Penanganan partus lama/macet
5. Pencegahan dan penanganan abortus
Sedangkan pelayanan neonatal meliputi:

1. Pencegahan dan penanganan asfiksia


2. Pencegahan dan penanganan hipotermi
3. Pencegahan dan penaganan BBLR
4. Pencegahan dan penanganan kejang atau
ikterus
5. Pencegahan dan penanganan gangguan minum
Untuk mendukung puskesmas mampu PONED ini
maka diharapkan bahwa RSU kabupaten atau
kota mampu melaksanakan pelayanan obstetri
dan neonatal emergensi komprehensif(PONEK)
yang siap selama 24 jam.
Dalam PONEK RSU harus mampu memberikan
pelayanan operasi sesar dan transfusi darah.
Dengan adanya puskesmas mampu PONED dan RS
mampu PONEK maka kasus –kasus komplikasi
kebidanan dapat ditangani secara optimal sehingga
dapat mengurangi kematian ibu dan bayi baru
lahir.
e. Pelayanan kesehatan neonatal dan ibu nifas
Dewasa ini 2/3 kematian bayi ( 60%) terjadi pada
usia kurang dari I bulan, menurut SKRT 2001,
penyebab utama kematian neonatal adalah BBLR
29%,asfiksia27%,dan Tetanus neonaturum 10%.
Upaya yang dilakukan untuk mencegah kematian
neonatal diutamakan pada pemeliharaan
kehamilan sebaik mungkin, pertolongan sesuai
dengan standar pelayanan dan perawatan bayi
baru lahir yang adekuat termasuk perawatan tali
pusat yang higienis
Selain hal tersebut diatas dilakukan upaya deteksi dini dan
penanganan neonatal resiko tinggi agar segera dapat
diberikan pelayanan yang diperlukan

Resiko tinggi pada neonatal meliputi:

1. BBLR
2. Bayi dengan tetanus neonaturum
3. Bayi baru lahir dengan asfiksia
4. Bayi dengan ikterus neonatorum( ikterus lebih dari 10 hari
setelah lahir
5. Bayi baru lahir dengan sepsis
6. Bayi lahir denagan berat lebih dari 40oogr
7. Bayi preterm dan posterm
8. Bayi baru lahir dengan cacat bawaan
9. Bayi lahir dengan persalinan dengan tindakan

Anda mungkin juga menyukai