Anda di halaman 1dari 74

OVERVIEW

PRAKTIKUM PATOLOGI ANATOMI


BLOK XVI – PATOLOGI REPRODUKSI
DAN PAP SMEAR

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN
DUTA WACANA
SISA ABORTUS
 Abortus adalah penghentian kehamilan sebelum 20
minggu.
 Penyebab abortus berasal baik dari fetus maupun
maternal.
 Abnormalitas kromosomal seperti aneuploidi,
poliploidi, dan translokasi terjadi pada sekitar 50%
abortus awal.
 Faktor maternal yaitu defek fase luteal, diabetes
tidak terkontrol, kelainan endokrin lain yang tidak
diobati.
 Defek bentuk anatomi uterus, seperti leiomioma,
polip uteri, atau malformasi uteri menghalangi
terimplantasinya zigot ke dalam endometrium
dengan adekuat untuk mendukung perkembangan
fetus.
 Kelainan sistemik mengenai vaskulatur maternal,
seperti antiphospholipid antibody syndrome,
koagulopati, dan hipertensi, mungkin suatu
predisposisi abortus.
 Infeksi asending sering terjadi pada abortus di
trimester kedua. Pada banyak kasus mekanisme
abortus pada tahap awal kehamilan masih belum
diketahui.
SALPINGITIS INFEKSIOSA
 Salpingitis infeksiosa didefinisikan secara klinis
sebagai pelvic inflammatory disease (PID), dan ada
tiga tipe klinis yaitu akut, kronik dan granulomatosa.
 PID adalah penyakit infeksi yang khas secara
asenden menyebar dari vagina, servik dan
endoservik, satu atau kedua tuba fallopi, dan/ atau
ovarium.
 Penyakit ini dapat disebabkan karena
1. Infeksi asending oleh bakteri pathogen yang ditularkan
secara seksual atau
2. Mikroba lain yang hidup secara komensal di traktus
genitalia bawah, misalnya Neisseria gonorrhoeae,
Chlamydia trachomatis, Mycoplasma(Ureaplasma
urealyticum, Mycoplasma hominis, Mycoplasma
genitalium), bakteri aerobik dan anaerobik yang
berhubungan dengan bacterial vaginosis (Gardnerella
vaginalis), Mycobacterium tuberculosis di mana
mycobacterium masih sering menjadi penyebab PID di
Negara tertentu.
 Kondisi anatomis penting dalam pathogenesis PID
karena infeksi N. gonococcal atau C. trachomatis.
Contohnya infeksi servik oleh organisme tersebut dapat
merusak kanalis servikalis, menghancurkan jendalan
mucus dalam endoservik, dan memungkinkan menyebar
secara asenden masuk ke dalam traktus genitalia atas.
 Dan meningkatnya zona ektopi (ekstensi epitel kolumner
ke dalam ektoservik) menyebabkan epitel penghasil
glikogen lebih terpapar dan meningkatkan kemungkinan
terinfeksi gonococci atau chlamydiae, karena sel- sel
epitelial tersebut merupakan lokasi yang disukai untuk
melekat dan invasi mikrobakteria.
 Sebagian besar kasus PID terjadi 7 hari setelah
menstruasi.
 Perubahan jendalan mucus servikal disebabkan oleh
perubahan hormonal selama siklus menstruasi
memungkinkan mikroba pathogen menembus jendalan
mucus servik.
 Refluk dari darah yang terinfeksi saat kontraksi uterus
selama menstruasi juga memberikan rute masuknya
mikrobakteria kedalam tuba fallopi. Selain itu,
manifestasi infeksi chalmydia dan gonococcal sebagai
akibat respon inflamasi nonspesifik dan spesifik
terhadap invasi bakteria yang menyebabkan kerusakan
jaringan.
 Proses infeksi pada PID dapat menyebar melampaui
traktus reproduksi menyebabkan komplikasi
peritonitis pelvis, peritonitis umum, perihepatitis
atau abses pelvik (abses tuboovarial).
 Infeksi oleh gonococci dan clamydiae secara khas
menyebabkan jaringan parut atau kerusakan lain
dapat meningkatkan kemungkinan kambuh.
 Komplikasi utama PID adalah infertilitas akibat
oklusi lumen tuba. Komplikasi lainnya adalah
kehamilan ektopik dan nyeri pelvik kronik.
ABSES TUBOOVARIAL
 Pada kasus salpingitis baik akut, kronik maupun
granulomatosa dapat meluas ke dalam ovarium,
sehingga terjadi perlengketan antara tuba dan
ovarium dan terbentuk massa yang berisi abses
kondisi ini disebut abses tubo-ovarial.
 Abses tubo-ovarial mungkin unilateral atau bilateral.
KISTA DERMOID
(TERATOMA KISTIK OVARIUM)
 Teratoma mengandung jaringan dewasa/
terdiferensiasi sempurna, yang mewakili lebih dari
ketiga lapisan germinal.
 Kira-kira 90% mengalami diferensiasi ektodermal.
 Pada tahap embriogenesis ketiga lapisan germinal
tersebut adalah
Lapisan ektoderm: kulit, rambut, lensa mata, telinga
dalam dan telinga luar, hidung, sinus, mulut, anus,
enamel gigi, kelenjar hipofisis dan mamaria, dan
semua bagian sistem saraf
Lapisan mesoderm: otot, tulang, jaringan limfatik,
lien, sel- sel darah, jantung, paru- patu, sistem
reproduksi dan ekskretosius
Lapisan endoderm : jaringan yang melapisi paru,
lidah, uretra dan kelenjar yang berhubungan, vesika
urinaria, dan traktus digestuvus
 Teratoma kebanyakan jinak, hanya sedikit yang
menjadi teratoma imatur .
 Kira-kira 80% terjadi pada usia 20-30 tahun.
Biasanya unilateral, meskipun dapat juga bilateral.
Perubahan menjadi ganas biasanya satu unsur
jaringan, kebanyakan berupa karsinoma sel
skuamosa.
ENDOMETRIOSIS INTERNA
(ADENOMIOSIS)
 Endometriosis adalah terdapatnya jaringan
endometrium (kelenjar/stroma, atau keduanya) di
luar mukosa uterus.
 Endometriosis interna adalah endometriosis pada
dinding uterus (miometrium), tidak berhubungan
dengan kavum uteri.
 Endometriosis eksterna dapat terjadi pada vesika
urinaria, usus,apendik, tuba dan ovarium dan lain-
lain.
 Endometriosis dapat disebabkan oleh karena reflux
menstruasi, perubahan (secara metaplasi) pada
sistem Mullerian menjadi jaringan endometrium,
emboli jaringan endometrium lewat kelenjar limfe
atau vasa darah (terutama untuk endometriosis
eksterna).
 Umumnya adenomiosis tersusun dari lapisan basal
endometrium non fungsional, tetapi sebagian
tersusun dari lapisan- lapisan endometrium
fungsional.
 Lapisan fungsional tersebut akan berproliferasi,
menjadi lapisan endometrium sekretorik, dan
kemudian luruh pada fase menstruasi.
 Gejala ,klinis dapat berupa menoragi, dismenore,
nyeri sekitar pelvis, infertilitas.
KISTA NABOTIAN
 Kista nabotian adalah kista tersering dari servik
terjadi di daerah zona transisi karena metaplasia
skuamosa yang menutup dan menyumbat kelenjar
endoservik.
SERVISITIS
 Setelah menarche, estrogen yang diproduksi oleh
ovarium menstimulasi pematangan sel epitel
skuamosa yang melapisi servik dan vagina, dan
membentuk vakuola glikogen intraseluler dalam sel
skuamosa.
 Saat sel- sel epitel ini meluas, glikogen
mempredisposisi tumbuhnya bakteri aerob dan
anaerob endogen vagina yaitu streptococcus,
enterococcus, Escherichia coli dan staphylococcus,
lactobacillus merupakan mikrobakteria normal
terbanyak.
 Lactobacillus memproduksi asam laktat yang
memelihara pH vagina dibawah 4.5, menekan
pertumbuhan organisme patogen.
 Pada pH rendah, lactobacillus memproduksi
bacteriotoxic hydrogen peroxide (H2O2) .
 Pada pH lebih tinggi, lebih alkalis misalnya disebabkan
karena perdarahan, sexual intercourse, vaginal douching
dan selama pengobatan antibiotika, lactobacilli lebih
rendah memproduksi H2O2, memberikan kesempatan
mikroorganisme lain tumbuh, sehingga secara klinis
menyebabkan servisitis atau vaginitis.
 Tetapi infeksi karena gonococci, clamydiae,
mycoplasmas dan virus herpes simplek
mengakibatkan servisitis akut dan kronik berat, dan
penting diidentifikasi karena berhubungan dengan
penyakit traktus genitalia atas, komplikasi selama
kehamilan, dan penularan seksual.
 Inflamasi servik menimbulkan respon perbaikan dan
reaktif epithelial dan memunculkan sel- sel
skuamosa yang tampak atipik, sehingga hasil
pemeriksaan pap smear menunjukkan derajat
abnormalistas yang non spesifik.
POLIP ENDOSERVIK
 Polip endoservik adalah suatu penonjolan fokal
hiperplastik dari endoservik dengan komponen
epithelial dan lamina propria. Sering ditemukan
pada usia dekade keempat dan keenam.
KISTA GARDNER
 Kista ini berasal dari sisa duktus mesonephric
(wolffian). Berlokasi dalam dinding anterolateral
vagina. Kadang duktus menjadi terdilatasi kistik.
Kista gartner dapat dihubungkan dengan
abnormalitas system urinaria seperti ureter ektopik,
agenesis renal unilateral, dan hipoplasia renal.
KISTA BARTHOLINI
 Merupakan suatu kista retensi pada kelenjar
Bartolini, akibat sumbatan duktus yang diikuti
timbunan cairan.
 Kista berisi cairan jernih atau mukoid. Kista kadang
rekuren, dengan komplikasi infeksi.
KONDILOMA AKUMINATA
 Kondiloma akuminata adalah penyakit yang
ditularkan secara seksual.
 Kondiloma akuminata disebabkan oleh infeksi virus
onkogenik Human Papilloma Virus (HPV) risiko
rendah, yaitu tipe 6 dan 11, yang secara aktif
bereplikasi didalam sel- sel skuamosa.
 Siklus hidup virus HPV sempurna didalam sel- sel
superfisial, yang menyebabkan perubahan morfologi
seluler yang disebut koilocytotic atypia.
 Kondiloma akuminata bukanlah lesi prekanker.
KARSINOMA SERVIK UTERI
 Merupakan tumor ganas yang sering dijumpai pada
wanita.
 Frekuensi terbanyak antara umur 40-80 tahun.
 Karsinoma cervix biasanya dimulai pada “squamo-
columnar junction” dekat orificium uteri eksternum.
 Ada 2 jenis karsinoma servix, jenis fungating dan
jenis infiltrative.
 Karsinoma servik uteri disebabkan karena infeksi
Human Papilloma Virus (HPV).
 HPV adalah virus DNA, dan dibagi menjadi risiko
onkogenik rendah (tipe 6, 11) dan risiko onkogenik
tinggi (tipe 16, 18).
 HPV menginfeksi sel- sel basal imatur epitel
skuamosa dari daerah yang mengalami
pengelupasan epitel, atau sel- sel skuamosa
metaplastik imatur di daerah squamocolumnar
junction.
 HPV tidak dapat menginfeksi sel- sel skuamosa
superficial yang matur yang melapisi ekstoservik,
vagina atau vulva.
 Meskipun demikian di dalam sel- sel skuamosa
matur HPV DNA bereplikasi dan menyebabkan efek
sitopatik, atipia koilositik, tampak atipia inti sel dan
halo perinuklear.
 Untuk bereplikasi, HPV menginduksi sintesis DNA
di dalam sel inangnya.
 Karena HPV DNA bereplikasi di dalam sel- sel
skuamosa matur nonproliferatif, sehingga harus
mengaktifkan kembali siklus mitosis pada sel
tersebut.
 Efek onkogenik HPV tersebut diperantarai protein
E6 dan E7, di mana protein E7 mengikat RB dan
meningkatkan regulasi cyclin E untuk mendorong
siklus sel, sedangkan protein E6 menghentikan jalur
kematian sel dengan mengikat p53.
 Makroskopis karsinoma epidermoid dikenal dalam 3
bentuk: ekskavasi dengan ulkus, nodular-papilar
(eksofitik/”bloom kool”), dan infiltrasi mendatar
(endofitik).
 Penyebaran karsinoma servix melalui 3 cara yaitu
per continuitatum ke alat-alat tubuh di sekitarnya,
secara limfogen dan hematogen. Secara
mikroskopik, jenis epidermoid paling banyak
ditemukan (95%).
OVERVIEW
PRAKTIKUM PATOLOGI ANATOMI
BLOK XVI – TES PAPANICOALOU

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
 Pemeriksaan ini yang dikenal sebagai tes
Papanicolaou (tes Pap) sangat bermanfaat untuk
mendeteksi lesi secara dini, tingkat ketelitiannya
melebihi 90% bila dilakukan dengan baik.
 Sitodiagnosis didasarkan pada kenyataan, bahwa sel-
sel permukaan secara terus menerus dilepaskan oleh
epitel dari permukaan traktus genitalis.
 Sel-sel yang dieksfoliasi atau dikerok dari
permukaan epitel serviks merupakan mikrobiopsi
yang memungkinkan kita mempelajari proses dalam
keadaan sehat dan sakit.
 Sitologi adalah cara skrining sel-sel serviks yang
tampak sehat dan tanpa gejala untuk kemudian
diseleksi.
 Kanker hanya dapat didiagnosis secara histologik.
 Sitodiagnosis yang tepat tergantung pada sediaan
yang representatif, fiksasi dan pewarnaan yang baik,
serta tentu saja interpretasi yang tepat.
 Enam puluh dua persen kesalahan disebabkan
karena pengambilan sampel yang tidak adekuat dan
23 % karena kesalahan interpretasi.
 Supaya ada pengertian yang baik antara dokter dan
laboratorium (ahli patologi anatomi), maka
informasi klinis penting sekali.
 Dokter yang mengirim sediaan harus memberikan
informasi klinis yang lengkap, seperti usia, hari
pertama haid terakhir, macam kontrasepsi (bila
ada), kehamilan, terapi hormon, pembedahan,
radiasi, kemoterapi, hasil sitologi sebelumnya, dan
data klinis yang meliputi gejala dan hasil
pemeriksaan ginekologik.
 Sediaan sitologi harus meliputi komponen ekto- dan
endoserviks (menjangkau perbatasan squamo-
columner junction)
Pada tahun 1988 dan 1991 pertemuan para ahli
sitopatologi melahirkan sistem Bethesda sebagai
sistem pelaporan sitopatologi baru yang bertujuan:
1. menghilangkan kelas-kelas Papaniculaou
2. menciptakan terminologi seragam memakai istilah
diagnostik
3. memasukkan pernyataan adekuasi dan
4. membuat sitologi sebagai konsultasi medik antar
ahli sitologi dan klinikus.
Selain ini sistem Bethesda juga mengandung unsur:
1. komunikasi yang efektif antara ahli sitopatologi
dan dokter yang merujuk
2. mempermudah korelasi sitologihistopatologi
3. mempermudah penelitian epidemiologi, biologi
dan patologi
4. data yang dapat dipercaya untuk analisis statistik
nasional dan internasional.
Terminologi Tes Pap menurut The New Bethesda
System 2001:
1. Adekuasi spesimen
2. Kategori umum
3. Diagnosis deskriptif
4. Evaluasi hormonal
Kelebihan cara pelaporan The Bethesda System (TBS)
adalah penyederhanaan terminologi dengan
memakai terminologi diagnostik yang jelas untuk
kategori umum, yaitu:
1. dalam batas normal
2. perubahan seluler jinak dan
3. abnormalitas sel epitel.
Tabel 1. Padanan pelaporan hasil tes pap
Paranicolaou Descriptive (1968) CIN (1978) Bethesda System(1988)
Class System
(1954)
Class 1 Negative for malignant Negative Within normal limits
cells
Class 2 Inflammatory atypia Reactive and reparative changes
Squamous atypia Atypical squamous cellsof
Koilocytotic atypia undetermined significance
Low-grade SIL; includes
condyloma
Class 3 Mild dysplasia CIN 1 Low-grade SIL; includes
Moderate dysplasia CIN 2 condyloma
Severe dysplasia CIN 3 High-grade SIL
Class 4 Carcinoma in situ CIN 3 High-grade SIL
Class 5 Invasive carcinoma Invansive carcinonoma Invansive carcinonoma
CIN, cervical intraepithelial neoplasia; SIL, squamous intraepithelial lesion
GAMBARAN SITOLOGI SERVIKS

Table2. Normal epithelial cervical squamous cell type


Features Superficial cells Intermediate Parabolas cell
Cells Singly Singly Singly/sheer
loose clustered Loose clustered
Shape polyhendral Polyhendral, oval, oval, round
Cell diameter 40
<25um, 15-
~40um 15
~40um,
Nucleus 5- pyknotic
<12um, 7 vesicular
30<10um, 8
<6um,vesicular
6 Fine chromatin Fine chromatin
Cytoplasm transparent Transparent opaque
granules - -
flat Folded,flat Flat
Modified from Koss and Gompel, Introduction to Gynecologica Cytopathology, Baltimore, MD, 1999.
Tabel3. Perbandingan hasil tes pap kelas 2
REACTIVE (organism or REPAIR (typical) LSIL (HPV)
inflammation)
Cellular Single or in sheets Flat sheets and groups Single or in sheets
Presentation
Cell Type All cell types affected Endoceruical/metaplastic Mature squamrus cells
cell
Nuclei Enlarged up to 1,5 times Variable enlargement – Enlarged 3-4 times
slight to marked
Binucleaton/multinucleation Binucleaton/multinucleation Binucleaton/multinucleation
may be present may be present may be present with HPV
Nuclear membranes smooth Nuclear membranes smooth Nuclear membranes smooth
to slightly irregular
Chromatin Finely granular, evenly Finely granular, evenly Finely granular, evenly
distributed distributed distributed
Hyperchromasia not evident Hyperchromasia not evident Slightly hyperchromatic
Nucleoli Small and often multiple, Small to conspicuous and Inconspicuous or absent
uniform often multiple
Cytoplasmic Peri-nuclear halos often Vacuolated cytoplasm with Dense, polygonal shape with
Presentation present, small, multiple, loose tissue culture or without clear, we defined
vacuoles may be evident due presentation HPV cavitation and a
to degeneration peripheral dense rim of
cytoplasm
Tabel 4. Perbandingan hasil tes pap kelas 2 (lanjutan)
REACTIVE ASC-US LSIL
Nucleus Enlarged 1.5-2 times, Enlarged 2-3 times, flat to Enlarged 3-4 times, Slight
flat minimal dept of focus depth of focus
Nuclear Smooth Smooth to slightly irregular Smooth to slightly irregular
Membrane
Chromatin Finely granular, evenly Finely granular, evenly Slightly more granular,
distributed distributed evenly distributed
Nucleoli/ Small to conspicuous, Inconspicuous or absent Absent
Chromocenters sometimes multiple
Cytoplasmic Peri-nuclear halos Questionable cavitations Diagnostic HPV cavitations
Features present
Bichromasia Can be present Not present Not present
Table 5. Perbandingan LSIL dengan HSIL
Abnormality LSIL HSIL
Nucleus Enlarged + Enlarged + +
Chromatin Granular * Coarsely granular
Nuclear membrane Irregular +/- Irregular +
Mitosis Rare Frequent
N:c ratio Increased + Increased ++
Cytoplasm No abnormality** Oddly shaped, scanty
Koilocytes ++ +
*Opaque in HPV, **perinuclear balo in HPV
Table 6. Perbandingan karsinoma insitu dengan karsinoma invasive
Abnormality CIS Microinvasive* Invasive Carcinoma
Nucleus Enlarged+ Enlarged+ Enlarged++
Chromatin Irregular- Irregular+ Irregular++
Nucleoli Prominent- Prominent+ Prominent++
Diathesis - +/- ++
CLASS 0 : UNSATISFACTORY

 The factors that result in a smear being labeled


unsatisfactory for evaluation include the following:
 lack of patient identification on the slide;

 a broken,unrepairable slide;

 scant cellularity resulting in less than 10% of the


slide being covered by unobscured epithelial cells
 obscuration of 75% or more of the epithelial cells
by blood,inflammation,thick areas,air-drying
artifact, poor preservation,foreign material,or
poor technical detail.
Unsatisfactory.
The background is bloodstained and contains
proteinaceous material.
An endocervical component is present.
Numerous endocervical cells are present and these occur
both singly and in large sheets.
The sheets display a honey comb arrangement with
granular cytoplasm, palisading at the edges.
The chromatin is finely granular with occasional small
nucleoli.
There are only scant intermediate squamous cells which
are present in insufficient numbers for evaluation.
CLASS 1 : NORMAL

Normal squamous cells in Pap smear :


 Superficial cells are flattened, have abundant
cytoplasm and pyknotic nuclei.
Intermediate cells are folded, have less abundant
cytoplasm and vesicular nuclei (thin-layer;
Papanicolaoun stain; 400X).
 Normal endocervical cells appear en face as flattened
honeycombed sheets of cells with finely vacuolated
cytoplasm, round nuclei and small nucleoli. On-enge
(inset) the cells are columnar with basal ovoid nuclei
(thin-layer; papanicolaou stain; 400X)
CLASS 2: INFLAMATORRY ATYPIA/SQUAMOUS
ATYPIA/KOILOCYTOTIC ATYPIA

 Squamous cells with repair are arranged in flat


cohesive 2-dimensional sheets. Nuclear/cytoplasmic
ratio is low. Nuclei show “streaming” with prominent
nucleoli. Note intracellular nuetrophils. Cytoplasm is
usually cyanophilic (thin-layer;Papanicolaou stain;
400X).
 Reactive endocervical cells are arranged in a
honeycombed manner withould cellular overlap.
Cells are have rounded with hyperchromatic nuclei
and prominent nucleoli (thin-layer; Papanicolaou
stain; 400X).
 Atypical squamous cells of undetermined
significance (ASC-US): Mature cells with
moderately enlarged nuclei, minimal
hyperchromasia, and smooth nuclear membranes.
Binucleation may be seen (thin-layer; Papanicolaou
stain; 400X)
 Low-grade squamous intraepithelial lesion
(HPV effect): Mature squamous cells with classic
human papillomavirus cytopathic effects-enlarged
hyperchromatic, nuclei with irregular nuclear
envelop. Binucleation in common. Cytoplasm has a
sharply demarcated perinuclear halo (thin-layer;
Papanicolaou stain; 400).
CLASS 3: MILD, MODERATE AND SEVERE DYSPLASIA

 Low-grade squamous intraepithelial lesion


(mild dysplasia) : Nuclei are enlarged,
hyperchomatic with mild nuclear embrane
irregularity. The cells have “mature” cytoplasm
(thin-layer, Papanicolaou stain; 400X).
 Low-grade squamous intraepithelial lesion
(mild dysplasia) : Nuclei are enlarged,
hyperchomatic with mild nuclear embrane
irregularity. The cells have “mature” cytoplasm
(conventional smear, Papanicolaou stain; 400X).
 High-grade squamous intraepithelial lesion
(HSIL) : Cells show high n:c ratio and enlarged,
hyperchromatic nuclei with marked nuclear
membrane irregularity (thin-layer, Papanicolaou
stain; 400X).
 High-grade squamous intraepithelial lesion
(HSIL) : Cells show high n:c ratio and enlarged,
hyperchromatic nuclei with marked nuclear
membrane irregularity (thin-layer, Papanicolaou
stain; 400X).
CLASS 4: CARCINOMA INSITU

 HSIL (CIN 3 / CIS) involving endocervical


glands : Large syncytial aggregate (ill-defined cell
borders). Note loss of nuclear polarity (thin-layer,
Papanicolaou stain; 400X).
CLASS 5: INVASIVE CARCINOMA

 HSIL, r/o invasion: Keratinized dysplastic cells


with nucleoli, and angulated or ?carrot? shaped
nuclei that may raise suspicion for invasion and
qualify for an interpretation of HSIL, cannot rule out
invasion.
 HSIL with features suspicious of invasion:
cluster of basal cells with ill-defined cellular limits,
enlarged nuclei, irregular chromatin and a thickened
nuclear membrane. Inflammatory and bloody
background. (obj. 20x)
 HSIL with features suspicious of invasion:
loose cluster of cells with enlarged nuclei, coarse
chromatin and a thickened nuclear membrane and a
pale and ill-defined cytoplasm. (obj. 40x)
SEMOGA BERMANFAAT
TUHAN MEMBERKATI

Anda mungkin juga menyukai