Anda di halaman 1dari 47

KEBIJAKAN

INTRODUKSI VAKSIN DPT-HB-Hib


(Pentavalent)

PERTEMUAN AKSELERASI PENINGKATAN


PENCAPAIAN CAKUPAN IMUNISASI
BAGI PUSKESMAS DI KOTA BANDUNG

BANDUNG, 21 – 22 MEI 2013

DINAS KESEHATAN KOTA BANDUNG


“Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan
dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental,
spiritual dan sosial.” (UU no 23/2002)

Setiap anak berhak


memperoleh imunisasi dasar
sesuai dg ketentuan utk
mencegah terjadinya penyakit
yg dapat dihindari melalui
imunisasi (UU no 36/2009)

Pemerintah wajib
memberikan imunisasi
lengkap kepada setiap
bayi dan anak (UU no
36/2009)
IMUNISASI

upaya untuk
menimbulkan/meningkatkan
kekebalan seseorang secara aktif
terhadap suatu penyakit, sehingga
dapat mencegah / mengurangi
pengaruh infeksi organisme alami
atau "liar"

Vaksin adalah bahan antigenik yg


digunakan utk menghasilkan
kekebalan aktif
Tujuan Program Imunisasi

Menurunkan kesakitan & kematian


akibat Penyakit-penyakit yang Dapat
Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)
Mengapa imunisasi?
upaya pencegahan
paling cost effective

selain dapat mencegah penyakit bagi


diri sendiri tetapi juga dapat
melindungi orang disekitarnya

Menggunakan vaksin
produksi dlm negeri sesuai
standar aman WHO
Sejarah Imunisasi di Indonesia
Th. 1956  Imunisasi Cacar
Th. 1973  Imunisasi BCG
Th. 1974  Imunisasi TT pada ibu hamil
Th. 1976  Imunisasi DPT untuk bayi
Th. 1977  WHO mulai pelaksana program imunisasi sebagai
upaya Global (EPI-Expanded Program on Immunization)
Th. 1980  Imunisasi Polio
Th. 1982  Campak
Tn. 1990  Indonesia mencapai UCI Nasional
Th. 1997  Imunisasi Hepatitis.B
Th. 2004  Introduksi DPT/HB di 4 propinsi (Tahap I)
Tn. 2007  DPT/HB di seluruh Indonesia
Tn. 2007  Pilot Project IPV (Inactive Polio Vaccine) di Provinsi DIY
Th. 2010  Imunisasi Td untuk penanggulangan KLB & BIAS Kelas II & III
Tn. 2013  Introduksi Vaksin Pentavalent (DPT-HB-Hib) di 4 Provinsi
Tahap I yaitu Jawa Barat, DIY, Bali dan NTB
RPJMN 2010 – 2014  Renstra Kemenkes
• Tercapainya cakupan imunisasi dasar lengkap
kepada 90% bayi 0-11 bulan
• Tercapainya Universal Child Immunization (UCI)
di seluruh desa dan kelurahan
• Tercapainya cakupan 95% anak SD/ MI yang
mendapatkan imunisasi
Sasaran Imunisasi Berdasarkan Usia yang Diimunisasi
a. Imunisasi Rutin :
Bayi (0-11 bln)
Anak Batita
Anak usia sekolah dasar
Wanita usia subur (WUS): wanita berusia 15 – 39 tahun,
terrmasuk Ibu hamil (Bumil) dan Calon Pengantin (Catin)

b. Imunisasi Tambahan
Bayi dan anak
- BLF, Kampaye, SubPIN, PIN
Hep B /
(HB) O
-BCG
-Polio 1
-DPT/HB
-Polio 2
-DPT/HB
-Polio 3
-DPT/HB CAMPAK
-Polio 4

0-7 hr

1 Bulan

2 Bulan

3 Bulan
4 Bulan
9 Bulan
Universal Child Immunization (UCI)
Tahun 2013

• Suatu keadaan tercapainya imunisasi


dasar lengkap pada minimal 80% dari
semua bayi (usia dibawah satu tahun)

• UCI: desa/kelurahan dimana >95% dari


jumlah bayi yang ada di desa tsb sudah
mendapat imunisasi dasar lengkap

10
Imunisasi Dasar Lengkap
& booster pertama

-DT - Td
-Campak

1 SD 2 SD 3 SD

BULAN IMUNISASI ANAK SEKOLAH


DPT 1

DPT 2
Status TT1 s.d TT5 :
Dihitung Sejak Imunisasi
3 TAHUN Dasar Pada Bayi

DT KLS 1 SD

5 TAHUN

Td KLS 2 SD

10 TAHUN
TT WUS
Td KLS 3 SD

25 TAHUN
X
Strategi:
• Memberikan akses pelayanan
• Menjamin kecukupan dan ketersediaan vaksin dan
logistik
• Introduksi Vaksin Pentavalen (DPT/HB/Hib) secara
bertahap
• Pelayanan imunisasi dilaksanakan oleh tenaga
profesional
• Memanfaatkan perkembangan metoda dan teknologi
yang efektif, berkualitas, efisien.
• Memperkuat infra struktur ( kompetensi SDM, cold
chain) dan manajemen (petugas imunisasi secara
berjenjang / RS, UPS)
Introduksi Vaksin Pentavalent
(DPT-HB-Hib)
Latarbelakang
 Pneumonia menyebabkan kematian terbesar pada anak
 23% pneumonia yang serius pada anak disebabkan oleh
Haemophillus Influenzae tipe b (Hib). Penyebab lain adalah
pneumococcus, staphilococcus, streptococcus, virus, dan
jamur
 Hib dan streptococcus pneumonia juga menyebabkan
meningitis yg dpt menimbulkan kecacatan dan kematian pd
anak
 Meningitis  radang pada selaput otak dan korda spinalis
(bagian dari sistem saraf pusat)
 Gejala: demam, kaku kuduk, penurunan kesadaran dan
kejang.
Latarbelakang
 Penyebab Meningitis: virus, bakteri, dan jamur.
 Meningitis akibat bakteri umumnya sangat parah dan dapat
menyebabkan kerusakan otak dan kematian.
 Laporan CDC (2000); Hib dapat menyebabkan:
- meningitis (50%)
- epiglotitis (17%)
- pneumonia (15%)
- arthritis (8%)
- selulitis (6%)
- osteomyelitis (2%), dan
- bakteriemia (2%)
Epidemiologi
Haemophillus Influenzae type b (Hib)

 Haemophilus Influenzae type b (Hib) merupakan bakteri


gram negatif
 Hib terbagi atas jenis: berkapsul dan tidak berkapsul.
 Tipe yg tidak berkapsul  umumnya tidak ganas dan hanya
menyebabkan infeksi ringan, misalnya faringitis atau otitis
media.
 Tipe yg berkapsul  yg paling ganas dan salah satu
penyebab ygpaling sering dari kesakitan dan kematian pada
bayi dan anak kurang dari 5 tahun
 Kelompok usia paling rentan terhadap infeksi Hib adalah
usia 4 – 8 bulan
Epidemiologi
Haemophillus Influenzae type b (Hib)

Sebelum era vaksinasi Hib, penyakit akibat Hib


pada balita secara global (estimasi WHO)
menyebabkan:
 3 juta anak menderita penyakit serius per tahun
 Kematian ≥ 400.000 anak
 Penyebab kematian nomor 1
Epidemiologi
Haemophillus Influenzae type b (Hib)
 Hib hanya ditemukan pada manusia
 Penyebaran melalui percikan ludah (droplet) dari individu
yg sakit kepada orang lain ketika batuk atau bersin
 Sebagian besar orang yg mengalami infeksi tidak menjadi
sakit, tetapi menjadi pembawa kuman karena Hib menetap
di tenggorokan (kolonisasi)
 Prevalensi karier > 3% menunjukkan angka yg cukup
tinggi. Penelitian di Pulau Lombok menunjukkan
prevalensi carrier rate sebesar 4,6%. Bila prevalensi
pembawa kuman cukup banyak, kemungkinan kejadian
meningitis dan pneumonia akibat Hib, biasanya juga
tinggi.
Epidemiologi
Haemophillus Influenzae type b (Hib)

Upaya penanggulangan infeksi Hib yg dianggap efektif 


Imunisasi Hib.
Penelitian di Pulau Lombok 1998 – 2002 menunjukkan
bahwa Imunisasi Hib:
 dapat mencegah sebagian besar dari semua meningitis
klinis
 dapat mencegah salah satu penyebab pneumonia
Rekomendasi
Hasil kajian Regional Review Meeting on Immunization WHO/
SEARO di New Delhi dan Komite Ahli Penasihat Imunisasi
Nasional/ ITAGI th 2010, merekomendasikan:

“Agar Vaksin Hib diintegrasikan ke dalam


program imunisasi nasional untuk
menurunkan angka kesakitan, kematian, dan
kecacatan bayi dan balita akibat pneumonia
dan meningitis”
Hal ini selaras dengan rencana introduksi vaksin baru yg
terdapat dalam Comprehensive Multi Years Plan (cMYP) 2010-
2014  mempercepat pencapaian Millenium Development
Goals (MDGs) 4.
Vaksin Hib
 Vaksin Hib konjugasi memiliki efikasi ygbaik dan
aman sehingga dapat dimasukkan ke dalam
program imunisasi nasional
 SAGE (Strategic Advisory Group of Experts on
Immunization) merekomendasikan vaksin Hib
dikombinasi dengan DPT-HB menjadi vaksin
pentavalent (DPT-HB-Hib), sekaligus untuk
mengurangi jumlah suntikan pada bayi
Vaksin DPT-HB-Hib
 berupa suspensi homogen yg berisikan difteri
murni, toxoid tetanus, bakteri pertusis inaktif,
antigen permukaan hepatitis B (HBsAg) murni
ygtidak infeksius, dan komponen Hib sebagai
vaksin bakteri sub unit berupa kapsul
polisakarida Haemophilus Influenzae type b (Hib)
tidak infeksius ygdikonjugasikan kepada protein
toksoid tetanus. Vaksin ini dikemas dalam vial 5
dosis.
Vaksin DPT-HB-Hib
Kandungan perdosis vaksin (0,5 ml):
 Zat aktif :
- toxoid difteri murni 20 Lf (≥ 30 IU)
- toxoid tetanus murni 5 Lf (≥ 60 IU)
- bordetella pertussis inaktif 12 OU (≥ 4 IU)
- HbsAg 10 µg
- Konjugat Hib 10 µg
 Zat tambahan:
- Al³+ sebagai Aluminium phosphate: 0,33 mg
- Thimerosal : 0,025 mg

Vaksin disimpan dan didistribusikan pada suhu 2 s.d


8ºC
Keamanan Vaksin
 Penggabungan berbagai antigen menjadi satu suntikan
telah dibuktikan melalui uji klinik, yaitu bahwa kombinasi
tersebut secara materi tidak akan mengurangi keamanan
dan tingkat perlindungan.
 Beberapa penelitian yg dilakukan menunjukkan respon
antibodi untuk Hepatitis B yglebih tinggi pada vaksin
kombinasi daripada pemberian secara terpisah. Sedangkan
respon imun untuk difteri, pertusis dan tetanus
ygdihasilkan vaksin kombinasi dibandingkan dengan bila
diberikan secara terpisah tidak menunjukkan perbedaan
bermakna dan berada diatas titer proteksi. Untuk difteria
dan tetanus >= 0,01 IU/mL, untuk Hepatitis B >=
10mIU/mL, untuk pertusis kenaikan > 4x, dan Hib >=
0,15ug/mL. Di mana semua persentase proteksi untuk
masing-masing antigen > 98%
Keamanan Vaksin
 Dari segi keamanan, reaksi KIPI sistemik dan
lokal secara umum tidak terdapat perbedaan
bermakna antara pemberian secara kombinasi
dan terpisah. Reaksi lokal dialami oleh 14,9%
subjek dengan gejala terbanyak adalah nyeri.
Sedangkan reaksi sistemik terdapat pada 28%
subjek dengan gejala terbanyak adalah demam.
Keuntungan Pentavalen
• preparat tunggal (DPT/HB/Hib). == rekomendasi SAGE
(Strategic Advisory Group of Experts on Immunization)
tentang kombinasi vaksin Hib dengan DPT/HB menjadi
vaksin pentavalen (DPT/HB/Hib) untuk mengurangi jumlah
suntikan pada bayi.
• Efikasi tinggi 90-99%, tingkat kekebalan yg protektif akan
terbentuk dg 3 ds DPT/HB/Hib, namun antibodi ini
menurun pada usia 15-18 bulan. Oleh karena itu,
dibutuhkan booster untuk mempertahankan tingkat
kekebalan tersebut dengan pemberian imunisasi lanjutan
DPT/HB/Hib pada usia 18 bulan *WHO Position paper on Hib vaccine,
2006
.
Indikasi dan Kontra Indikasi
Indikasi :
• Untukpencegahan terhadap difteri, tetanus, pertusis (batuk
rejan), hepatitis B, & infeksi Hib secara simultan.
Kontra indikasi
• Hipersensitif thdp komponen vaksin, atau reaksi berat
thdp dosis vaksin kombinasi sebelumnya atau bentuk-
2 reaksi sejenis lainnya, mrpkn kontraindikasi absolut
thdp dosis berikutnya.
• Kejang atau gejala kelainan otak pd bayi baru lahir atau
kelainan saraf serius lainnya merpknn kontraindikasi thdp
komponen pertusis. Dalam hal ini vaksin tidak boleh
diberikan sebagai vaksin kombinasi, tetapi vaksin DT
harus diberikan sebagai pengganti DTP, vaksin Hepatitis B
dan Hib diberikan secara terpisah.
Vaksin tidak akan membahayakan individu yg sedang atau sebelumnya telah
terinfeksi virus hepatitis B.
Efek Simpang
• Jenis dan angka kejadian reaksi simpang yg berat tidak berbeda secara
bermakna dgn vaksin DTP, Hepatitis B dan Hib yg diberikan secara
terpisah.
• Beberapa reaksi lokal sementara seperti : bengkak, nyeri dan kemerahan
pada lokasi suntikan disertai demam dapat timbul dalam sejumlah besar
kasus. Kadang-kadang reaksi berat seperti demam tinggi, irritabilitas
(rewel), dan menangis dengan nada tinggi dapat terjadi dalam 24 jam
setelah pemberian. Episode hypotonic-hyporesponsive pernah dilaporkan.
Kejang demam telah dilaporkan dengan angka kejadian 1 kasus per 12.500
dosis pemberian. Pemberian asetaminofen pada saat dan 4-8 jam setelah
imunisasi mengurangi terjadinya demam. Studi ygdilakukan oleh sejumlah
kelompok termasuk United States Institute of Medicine, The Advisory
Committee on Immunization Practices, dan asosiasi dokter spesialis anak di
Australia, Kanada, Inggris dan Amerika, menyimpulkan bahwa data tidak
menunjukkan adanya hubungan kausal antara DPT dan disfungsi sistem
saraf kronis pada anak. Oleh karenanya, tidak ada bukti ilmiah bahwa
reaksi tersebut mempunyai dampak permanen pada anak.
Efek simpang
• Vaksin hepatitis B dapat ditoleransi dengan baik. Dalam studi
menggunakan plasebo sebagai kontrol, selain nyeri lokal, dilaporkan
kejadian seperti myalgia dan demam ringan tidak lebih sering dibandingkan
dengan kelompok plasebo. Laporan mengenai reaksi anafilaksis berat
sangat jarang. Data ygada tidak menunjukkan adanya hubungan kausalitas
antara vaksin hepatitis B dan sindroma Guillain-Barré, atau kerusakan
demyelinasi termasuk gangguan sklerosis multipel, dan juga tidak ada data
epidemiologi untuk menunjang hubungan kausal antara vaksinasi hepatitis B
dan sindroma fatigue kronis, artritis, kelainan autoimun, asma, sindroma
kematian mendadak pada bayi, atau diabetes.
• Vaksin Hib ditoleransi dengan baik. Reaksi lokal dapat terjadi dalam 24 jam
setelah vaksinasi dimana penerima vaksin dapat merasakan nyeri pada
lokasi penyuntikkan. Reaksi ini biasanya bersifat ringan dan sementara.
Pada umumnya, akan sembuh dengan sendirinya dalam dua atau tiga hari,
dan tidak memerlukan tindakan medis lebih lanjut. Reaksi sistemik ringan,
termasuk demam, jarang terjadi setelah penyuntikkan vaksin Hib. Reaksi
berat lainnya sangat jarang; hubungan kausalitas antara reaksi berat
lainnya dan vaksin belum pernah ditegakkan.
Tujuan & Strategi Pelaksanaan
Tujuan Umum:
Terselenggaranya pelayanan imunisasi DPT-HB-Hib pada bayi
dan imunisasi lanjutan pada anak batita sesuai prosedur
Tujuan Khusus:
 Dipahaminya tahapan kegiatan imunisasi DPT-HB-Hib pada
bayi, dan imunisasi lanjutan pada batita
 Meningkatnya pengetahuan petugas pada pemberian
imunisasi DPT-HB-Hib pada bayi, dan imunisasi lanjutan
pada batita
 Terlaksananya pencatatan dan pelaporan imunisasi DPT-HB-
Hib pada bayi, dan imunisasi lanjutan pada batita
 Terpantaunya pelaksanaan imunisasi DPT-HB-Hib pada bayi,
dan imunisasi lanjutan pada batita
 Terpantaunya KIPI dan tatalaksananya sesuai standar
Strategi Pelaksanaan
 RJP Program imunisasi 2010-2014 (cMYP), menetapkan
bahwa introduksi vaksin DPT-HB-Hib dilaksanakan bertahap
 Pemberian imunisasi DPT-HB-Hib dan Campak Lanjutan
dilaksanakan sesuai tahapan introduksi DPT-HB-Hib
 Tahap pertama dimulai Juli 2013 di 4 provinsi, yaituJawa
Barat, DI Yogyakarta, Bali, dan Nusa Tenggara Barat
 Tahap kedua pada Maret 2014 di 10 provinsi, yaitu DKI
Jakarta, Banten, Jateng, Jatim, Sumut, Sumsel, Babel,
Jambi, Lampung, dan Sulsel
 Tahap ketiga pada Juli 2015, di seluruh provinsi
Sasaran dan Jadual Pemberian
Sasaran
 Imunisasi dasar : Bayi
 Imunisasi lanjutan : Batita

Jadual Pemberian (imunisasi dasar)


Umur Jenis Imunisasi
0 bulan Hepatitis B 0
1 bulan BCG, Polio 1
2 bulan DPT-HB-Hib 1, Polio 2
3 bulan DPT-HB-Hib 2, Polio 3
4 bulan DPT-HB-Hib 3, Polio 4
9 bulan Campak
Sasaran dan Jadual Pemberian
Jadual Pemberian (imunisasi lanjutan)
Umur Jenis Imunisasi Interval minimun
setelah imunisasi
dasar
18 bulan (1,5 tahun) DPT-HB-Hib 12 bulan dari DPT-
HB-Hib 3
24 bulan (2 tahun) Campak 6 bulan dari Campak
dosis pertama
Tahapan Kegiatan
1. Persiapan
 Advokasi dukungan (melalui; penetapan kebijakan,
penyediaan anggaran: sarana dan operasional)
 Diseminasi penyebarluasan informasi (melalui;
pertemuan koordinasi dengan LS, LP, Organisasi Profesi,
Organisasi Agama, Organisasi Masyarakat, maupun melalui
media massa dan media KIE
 Pelatihan peningkatan pengetahuan dan keterampilan
petugas (melalui; pelatihan yang terstruktur, on the job
training, pendampingan teknis, maupun pembinaan yang
intensif
Tahapan Kegiatan
2. Pelaksanaan
2.1 Penyiapan Logistik vaccine carrier, coolpack, vaksin
dan pelarut, ADS (0,5 ml dan 5 ml), safety box (5 liter
untuk 100 sasaran atau 2,5 liter untuk 50 sasaran, serta
format pencatatan dan pelaporan)
2.2. Penyiapan Sasaran 
- identifikasi usia sasaran
- identifikasi jenis dan jumlah dosis imunisasi yang
sudah diterima
- menentukan jenis vaksin yang akan diberikan
- kontra indikasi
Tahapan Kegiatan
2. Pelaksanaan (lanjutan)
2.3 Pemberian Imunisasi 
 Pastikan vaksin masih baik, dengan indikator:
- VVM A atau B
- belum kadaluarsa
- label kemasan vaksin masih ada, dan terbaca
- vaksin DPT-HB-Hib tidak pernah beku
- belum melewati masa pakai
 Gunakan alat suntik sekali pakai (Auto Disable Syringe /
ADS)
Tahapan Kegiatan
2. Pelaksanaan (lanjutan)
 Dosis dan Cara Pemberian Imunisasi DPT-HB-Hib
- Dosis pemberian; 0,5 ml
- Cara penyuntikan; intramuskular pada paha
anterolateral
- Bayi/ Anak dipangku menghadap ke depan
- Pegang lokasi suntikan dengan ibu jari dan jari
telunjuk
- Suntikkan dg posisi jarum suntik 90º terhadap
permukaan kulit
- Tekan seluruh jarum sehingga masuk ke dalam oto
- Suntikkan pelan2 untuk mengurangi rasa sakit
Tahapan Kegiatan
2. Pelaksanaan (lanjutan)
 Dosis dan Cara Pemberian Imunisasi Campak
- Dosis pemberian; 0,5 ml
- Cara penyuntikan; subkutan pada lengan kiri atas,
pertengahan M. Deltoideus
- Bayi/ Anak dipangku dengan posisi miring
- Pegang lengan seperti mencubit dengan ibu jari dan
jari telunjuk
- Suntikkan dg posisi jarum suntik 45º terhadap
permukaan kulit, dengan kedalaman jarum tidak
lebih dari 0,5 inchi
- Suntikkan pelan2 untuk mengurangi rasa sakit
Tahapan Kegiatan
2. Pelaksanaan (lanjutan)
 Langkah-langkah Penyuntikan
- Bersihkan kulit dg kapas yg sdh dibasahi air matang
- Tunggu hingga kering
- Penyuntikan diberikan di lokasi yg sdh dibersihkan
- Setelah vaksin masuk, jarum dicabut
- ADS bekas pakai, dimasukkan ke safety box (tanpa
ditutup)
- Pada lokasi suntikan , ditekan dengan kapas baru yg
kering (jangan memijat daerah bekas suntikan)
- Jika terjadi perdarahan, kapas tetap ditekan pada
lokasi bekas suntikan, sampai darah berhenti
Tahapan Kegiatan
2. Pelaksanaan (lanjutan)
 Penyuluhan
- Dapat dilakukan sebelum/ sesudah pelayanan
imunisasi
- Materi tentang alasan pemberian imunisasi, manfaat
pemberian imunisasi, keluhan yg mungkin terjadi dan
cara penanggulangannya, serta jadual pemberian
imunisasi berikutnya.
Tahapan Kegiatan
3. Pemantauan dan Evaluasi
Untuk menilai apakah pelaksanaannya sudah
sesuai dengan prosedur
Pemantauan secara rutin dilakukan dengan
instrumen pencatatan dan pelaporan cakupan
imunisasi dan logistik, PWS, Surveilans KIPI
Pemantauan secara periodik dengan instrumen
DQS, EVM, dan Supervisi Suportif
Pencatatan dan Pelaporan
Komitmen dalam Pencatatan dan Pelaporan:
Pencatatan dan Pelaporan imunisasi di tingkat
pelayanan dilaksanakan secara terpadu dengan
program lain
Puskesmas merupakan pusat pengiriman laporan
dari unit pelayanan
Hasil imunisasi dapat menggambarkan data ril
pencapaian UCI Desa/ Kelurahan
Alur pengiriman pelaporan disesuaikan menurut
jenjang adminitrasi yang ada
Keberhasilan Imunisasi
• Eradikasi penyakit cacar tahun 1974
• Eliminasi Maternal dan Neonatal Tetanus di 3
regional (Jawa, Sumatera, Sulawesi,
Kalimantan dan Nusa Tenggara)
• Tidak dijumpainya lagi kasus polio sejak tahun
2006
• Menurunnya angka kematian campak (reduksi
campak)
Rojudin, Campang
Way Handak, lumpuh
tgl 28-05-05
Foto 03-07-’05
Peluang
Akselerasi kegiatan imunisasi

 Dukungan pembiayaan pusat dalam penyediaan vaksin


melalui APBN dan tersedianya produsen vaksin di
Indonesia (Bio Farma bandung).
 Adanya dukungan dana melalui BOK utk operasional
Puskesmas
 Integrasi kegiatan Imunisasi dengan program lain
(Malaria, KIA, PDBK, UP4B dan Gizi)
 Komitmen International (seperti MDGs) dan Nasional
(INPRES 1 dan 3 TAHUN 2010) serta dukungan dana
dari donor internasional (WHO, UNICEF dll).
 Pemerintah Daerah diharapkan memberikan dukungan
dana operasional kegiatan imunisasi termasuk
pemeliharaan sarana penyimpanan vaksin, distribusi
maupun pelayanan imunisasi.
KESIMPULAN
• Imunisasi adalah hak anak.
• Imunisasi adalah untuk kepentingan anak.
• Imunisasi merupakan upaya paling efektif
mencegah dan memutuskan rantai
penularan penyakit berbahaya.
• Imunisasi tidak hanya berguna untuk diri
sendiri tetapi juga berguna bagi orang lain
disekitarnya.

Anda mungkin juga menyukai