Anda di halaman 1dari 55

TUBERKULOSIS PARU

Dipresentasikan oleh:
Puji Yunisyah Rahayu
1608437723

Pembimbing:
dr. Zarfiardy Aksa Fauzi, Sp.P (K)

KEPANITERAAN KLINIK PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU
2018
LATAR BELAKANG
Laporan World Health Organization (WHO) tahun 2013:

2011
• Terdapat 8,6 juta kasus TB di dunia dimana 1,1 juta
(13%) diantaranya adalah pasien TB dengan HIV positif.
• Sekitar 75% dari pasien tersebut berada di Afrika

2012 • Diperkirakan terdapat 450.000 menderita Tuberkulosis


Multi Drug Resistant (TB MDR) dan 170.000 orang
diantaranya meninggal dunia

2012 • Separuh dari orang dengan HIV positif yang meninggal


karena TB adalah wanita, yaitu 160.000 dari 410.000
kasus.
Prevalensi TB di Indonesia
• Sumatera menempati peringkat ke-dua
2004 tertinggi angka prevelansi TB BTA positif di
Indonesia yaitu 90 per 100.000 penduduk.

Global TB Report • Terdapat 680.000 kasus TB, dengan 460.000


diantaranya adalah kasus baru atau 272 per
2014 100.000 penduduk.

Profil kesehatan • jumlah seluruh kasus TB semua tipe berjumlah


kota Pekanbaru 1.723 kasus, sementara jumlah kasus baru TB
paru BTA+ berjumlah 1.180 kasus
pada tahun 2015
DEFINISI


Tuberkulosis paru (TB) adalah suatu penyakit yang menyerang
jaringan paru yang disebabkan infeksi basil Mycobacterium
tuberculosis.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) mendefinisikan TB
Paru sebagai penyakit yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium tuberculosis complex.
Etiologi
Mycobacterium tuberculosis :
o Batang
o Panjang 1-4 mikron
o Tebal 0,3-0,6 mikron
o Tahan terhadap asam pada pewarnaan
o Mati dengan sinar matahari langsung
o Bertahan hidup beberapa jam  lembab dan gelap
o Dapat dorman beberapa tahun
Faktor Risiko

Imunitas tubuh Infeksi HIV/ AIDS.


Kurang gizi/
yang rendah. malnutrisi.

Tidak ada/ Padatnya


kurangnya penduduk di Perilaku dan
ventilasi dalam daerah tempat gaya hidup.
ruangan. tinggal / di rumah.
Cara penularan
Sumber Penularan:
Penderita TB Paru BTA positif

Ditularkan melalui droplet (percikan dahak) oleh penderita


TB BTA positif pada waktu batuk, bersin atau meludah.

Droplet terhirup ke dalam saluran pernafasan


orang lain di sekitarnya
Patogenesis
Lokasi Riwayat Hasil
pengobatan pemeriksaan uji Status HIV
anatomi sebelumnya kepekaan obat

Mono resistan Pasien TB


TB paru Pasien baru
(TB MR) dengan HIV
TB
positif
Poli resistan (TB
TB ekstra paru Pasien yang Pasien TB
PR)
pernah dengan HIV
diobati TB negatif
Multi drug
Pasien yang resistan
riwayat (TB MDR)
pengobatan
sebelumnya
tidak diketahui. Extensive drug
resistan
(TB XDR)
Klasifikasi TB Resistan
Rifampisin
(TB RR)
Gejala Klinis

• Batuk ≥2minggu
Gejala • Dahak
• Batuk darah
Respiratorik • Nyeri dada
• Sesak nafas

• Demam
Gejala • Malaise dan nafsu makan ↓
• BB ↓
Sistemik
Diagnosis Pasien TB
Berdasarkan hasil konfirmasi pemeriksaan bakteriologis
Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah:
a. Pasien TB paru BTA positif
b. Pasien TB paru hasil biakan M.tb positif
c. Pasien TB paru hasil tes cepat M.tb positif
d. Pasien TB ekstraparu terkonfirmasi secara bakteriologis, baik dengan BTA, biakan
maupun tes cepat dari contoh uji jaringan yang terkena.
e. TB anak yang terdiagnosis dengan pemeriksaan bakteriologis.

Berdasarkan diagnosis klinis


Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah:
a. Pasien TB paru BTA negatif dengan hasil pemeriksaan foto toraks mendukung TB.
b. Pasien TB ekstraparu yang terdiagnosis secara klinis maupun laboratoris dan
histopatologis tanpa konfirmasi bakteriologis.
c. TB anak yang terdiagnosis dengan sistem skoring.
Pemeriksaan Fisik
Konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, demam,
badan kurus dan berat badan turun

Apabila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas, maka didapatkan


perkusi yang redup dan auskultasi suara napas bronkial

Ronkhi basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila infiltrat ini diliputi oleh
penebalan pleura, suara nafas menjadi vesikuler yang melemah

Kavitas besar  perkusi memberikan suara hipersonor atau timpani


dan auskultasi memberikan suara amforik
Pemeriksaan Laboratorium
• Darah : Anemia ringan dengan gambaran normokrom normositer, gama
globulin meningkat.
• Sputum :
a. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung : diagnosis dilakukan dengan
mengumpulkan 3 contoh uji dahak yang dikumpulkan dalam dua hari
kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS):
S (sewaktu): dahak ditampung pada saat terduga pasien TB datang
berkunjung pertama kali ke fasyankes. Pada saat pulang, terduga pasien
membawa sebuah pot dahak untuk menampung dahak pagi pada hari kedua.
P (Pagi): dahak ditampung di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di fasyankes.
S (Sewaktu): dahak ditampung di fasyankes pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi.
b. Pemeriksaan biakan
Pemeriksaan biakan untuk identifikasi Mycobacterium tuberkulosis (M.tb)
dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis pasti TB pada pasien tertentu,
seperti :
• Pasien TB ekstra paru.
• Pasien TB anak.
• Pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis langsung BTA negatif.

• Tes Tuberkulin
Dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis tuberkulosis terutama pada
anak anak (balita). Biasanya dipakai tes Mantoux yakni dengan menyuntikkan
0,1 cc tuberkulin P.D.D (Prurified Protein Derivative) intrakutan.
Foto Toraks
• Bayangan berawan/nodular di segmen apikal
dan posterior lobus atas paru dan segmen
superior lobus bawah.
• Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi
bayangan opak berawan atau nodular.
• Bayangan bercak milier
• Efusi pleura unilateral (umumnya) atau
bilateral (Jarang)
Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan TB:
– OAT kombinasi beberapa jenis obat dalam jumlah cukup ,dosis
tepat dan sesuai kategori.

– Tidak boleh diberikan OAT tunggal (monoterapi).

– Dianjurkan pemberian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (KDT).

– Ditunjuknya Pengawas Menelan Obat (PMO).

– Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap yaitu tahap intensif dan


lanjutan.
Kategori OAT

Kategori I: 2(HRZE)/ Kategori II: 2(HRZE)S/


4(HR)3 HRZE/ 5(HR)3E3.
pada pasien: pada pasien:
1. TB paru dengan 1. TB kambuh
bakteriologis + 2. TB gagal pd OAT
2. TB paru klinis Kategori I
3. TB ekstra paru 3. TB putus obat
Dosis obat
• Isoniazid (INH) dosis 5 mg/kg BB, maksimal 300 mg, 10 mg/kgBB 3 x
seminggu atau 15 mg/kgBB 2 x seminggu, bersifat bakterisid, dapat
membunuh 90% populasi kuman dalam beberapa hari pertama
pengobatan.

• Rifampisin dosis 10 mg/ kg BB, maksimal 600 mg 2-3X/ minggu,


Rifampisin, bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi dorman
yang tidak dapat dibunuh INH.

• Pirazinamid fase intensif 25 mg/kg BB atau 35 mg/kgBB 3 x seminggu


atau 50 mg/kgBB 2 x seminggu, bersifat bakterisid, dapat membunuh
kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam.

• Streptomisin 15mg/kgBB atau BB > 60 kg: 1000 mg, BB 40-60 kg: 750 mg,
BB < 40 kg sesuai dosis, bersifat bakterisid.

• Ethambutol fase intesif 15 mg /kg BB dan fase lanjutan 15 mg/kgBB atau


30mg/kgBB 3 x seminggu, bersifat bakteriostatik.
Evaluasi
Evaluasi pengobatan
• Evaluasi klinis (Keluhan, BB, PF, respon, efek
samping, komplikasi)
• Evaluasi bakteriologik (0-2-6/8 bulan
pengobatan)
• Evaluasi radiologi (0-2-6/8 bulan pengobatan)
• Evaluasi pasien yang telah sembuh
EVALUASI PENGOBATAN
Evaluasi klinik
 Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1
bulan pertama pengobatan selanjutnya setiap
1 bulan
 Evaluasi : respons pengobatan dan ada
tidaknya efek samping obat serta ada tidaknya
komplikasi penyakit
 Evaluasi klinis meliputi keluhan, berat badan,
pemeriksaan fisis.
Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6 /9 bulan pengobatan)·
• Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak
• Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik
- Sebelum pengobatan dimulai
- Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)
- Pada akhir pengobatan
• Bila ada fasilitas biakan : dilakukan pemeriksaan
biakan dan uji resistensi
Evaluasi radiologik (0 - 2 – 6/9 bulan pengobatan)
• Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan
pada:
- Sebelum pengobatan
- Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada
kasus yang juga dipikirkan kemungkinan
keganasan dapat dilakukan 1 bulan pengobatan)
- Pada akhir pengobatan
Evaluasi efek samping secara klinik
• Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan
darah lengkap.
• Fungsi hati: SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan gula
darah , serta asam urat untuk data dasar penyakit penyerta atau efek
samping pengobatan.
• Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid.
• Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol (bila
ada keluhan).
• Pasien yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan dan
audiometri (bila ada keluhan).
• Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan
awal tersebut. Yang paling penting adalah evaluasi klinis kemungkinan
terjadi efek samping obat. Bila pada evaluasi klinis dicurigai terdapat efek
samping, maka dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk
memastikannya dan penanganan efek samping obat sesuai pedoman.
Evalusi keteraturan berobat
 Yang tidak kalah pentingnya adalah evaluasi keteraturan
berobat dan diminum / tidaknya obat tersebut. Dalam hal ini
maka sangat penting penyuluhan atau pendidikan mengenai
penyakit dan keteraturan berobat. Penyuluhan atau pendidikan
dapat diberikan kepada pasien, keluarga dan lingkungannya.
 Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya
masalah resistensi.
Kriteria Sembuh
- BTA mikroskopis negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan
akhir pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan yang
adekuat
- Pada foto toraks, gambaran radiologi serial tetap sama/
perbaikan
- Bila ada fasilitas biakan, maka kriteria ditambah biakan
negatif.
Evaluasi pasien yang telah sembuh
 Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh
sebaiknya tetap dievaluasi minimal dalam 2
tahun pertama setelah sembuh, hal ini
dimaksudkan untuk mengetahui kekambuhan.
 Hal yang dievaluasi adalah mikroskopis BTA dahak
dan foto toraks. Mikroskopis BTA dahak 3,6,12
dan 24 bulan (sesuai indikasi/bila ada gejala)
setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto toraks
6, 12, 24 bulan setelah dinyatakan sembuh (bila
ada kecurigaan TB kambuh).
Komplikasi
Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar
akan menimbulkan komplikasi, yang dibagi atas:

• Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, empiema, dan


laringitis

• Komplikasi lanjut: obstruksi jalan napas (SOPT: Sindrom


Obstruksi Paska Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat,
fibrosis paru, kor-pulmonal, sindrom gagal napas, yang
sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.

• Komplikasi sistemik : menigitis TB, tamponade jantung,


kerusakan Ginjal dan Hepar
Laporan Kasus
IDENTITAS
Nama pasien : Tn. BN / 981394
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 42 tahun
Pekerjaan : Tukang ojek
Alamat : Tenayan Raya, Pekanbaru
Tanggal masuk RS : 16 Maret 2018
Tanggal keluar RS : 20 Maret 2018
Keluhan Utama:
Sesak nafas yang memberat 1 minggu SMRS
1 minggu SMRS 2 bulan SMRS

• Pasien merasakan sesak • Pasien sudah


napas yang semakin mengeluhkan batuk
memberat. Sesak berdahak (+) berwarna
dirasakan tidak berkurang putih. Pasien juga
dengan istirahat dan tidak merasakan nyeri dada (+)
dipengaruhi oleh cuaca, saat batuk, tidak menjalar
debu atau makanan. ke lengan ataupun
Batuk berdahak (+) punggung, demam (+),
berwarna putih, namun hilang timbul disertai
tidak ada darah. Demam keringat malam (+), BAK
(+), keringat malam (+), dan BAB tidak ada
badan terasa lemas, nafsu keluhan. Kemudian pasien
makan dirasakan dibawa ke klinik dokter 24
menurun, berat badan jam, dokter menyarankan
turun dari 55 kg menjadi pasien untuk dilakukan
40 kg dalam 2 bulan pemeriksaan dahak.
terakhir. Mual (+) muntah Tetapi pasien menolak
(+) setiap selesai makan. dan hanya minum obat
Atas keluhannya, pasien yang diberikan oleh
dibawa ke IGD RSUD AA. dokter tersebut.
Riwayat Sosek dan
RPD RPK
Kebiasaan
• Riwayat dengan • Riwayat TB (-) • Pasien merupakan
keluhan yang sama (-) • Riwayat asma (-) seorang supir ojek,
• Riwayat konsumsi • Riwayat hipertensi (-) saat ini aktivitas
OAT (-) terbatas di rumah.
• Riwayat diabetes
• Riwayat asma (-) melitus (-) • Rumah mempunyai
• Riwayat diabetes pencahayaan dan
melitus (-) ventilasi yang cukup.
• Riwayat hipertensi (-) • Kebiasaan merokok
(+) sejak 20 tahun
yang lalu, 24 batang /
hari, IB= 504
(sedang), kebiasaan
minum alkohol (-).
• Tetangga rumah tidak
ada yang mempunyai
keluhan serupa
Pemeriksaan fisis
• Keadaan umum : tampak sakit sedang
Status • Kesadaran : komposmentis
• BB : 40 kg
generalis • TB
• IMT
: 160 cm
: 16,1 kg/m2 (underweight)

• TD : 110/60 mmhg
• Napas : 28 kali / menit
Vital sign • Nadi : 98 kali / menit
• Suhu : 37,8 ͦ C

• Mata : konjungtiva pucat (-/-),


Kepala leher • sklera ikterik (-/-), napas cuping hidung (-)
• Leher : pembesaran KGB (-)
Pemeriksaan fisik

Paru Jantung

• Inspeksi : Normochest, pergerakan • Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat


dinding dada simetris kiri dan • Palpasi : iktus kordis teraba di SIK V
kanan, retraksi (-), otot pernapasan linea midclavicularis sinistra
tambahan (-) • Perkusi :
• Palpasi : Vokal fremitus kiri dan • Batas jantung kanan : Linea
kanan meningkat parasternal dekstra
• Perkusi : Sonor di kedua lapangan • Batas jantung kiri: Linea
paru Miclavicula sinistra SIK V
• Auskultasi : Vesikuler (+/+), Suara • Auskultasi : BJ: S1 dan S2 reguler,
tambahan: ronkhi (-/-), wheezing (- BJT: gallop (-), murmur (-)
/-)
Pemeriksaan fisik

Abdomen Ekstremitas
Inspeksi : Bentuk
datar, distensi (-), Akral hangat
scar (-), venektasi
(-)
Palpasi : Supel,
nyeri tekan (+), CRT ≤ 2 detik
hepar dan lien
tidak teraba
Perkusi : Timpani
Edema (-)
Auskultasi : Bising
usus (+) normal
Pemeriksaan penunjang
Darah Rutin (16/03/2018) Kimia Darah (16/03/2018)
• HGB : 12,7 gr/dl • GDS : 93 g/dL
• HCT : 39,5 % • Ureum : 9 mg/dL
• RBC : 4,48x 106 /uL • Kreatinin : 0,66 mg/Dl
• WBC : 7.600 /ul • SGOT : 25 U/L
• PLT : 403.000 /ul
• SGPT : 27 U/L

• Elektrolit (16/03/2018)
• Na+ : 135 mmol/L
• K+ : 3,3 mmol/L
• Cl : 98 mmol/L
Pemeriksaan Penunjang
Foto Toraks Interpretasi:
• Identitas sesuai
• Marker R
• Foto thorak posisi PA
• Foto simetris
• Kekerasan cukup
• Tulang dan jaringan lunak baik
• Kedua sudut kostofrenikus lancip
• Trakea di midline
• Cor : CTR <50%
• Pulmo : Tampak gambaran infiltrat di
seluruh lapang paru kanan dan kiri
• Kesan : TB Paru
Resume
• Tn BN, 42 tahun masuk via IGD dengan keluhan sesak napas yang
memberat 1 minggu SMRS. Sesak dirasakan terus menerus, tidak
berkurang dengan istirahat dan tidak dipengaruhi oleh cuaca, debu
atau makanan. Terdapat batuk yang sudah dirasakan dalam 2 bulan
terakhir. Batuk berdahak, warna putih. Riwayat batuk berdarah (-
).Terdapat nyeri dada (+).Terdapat demam yang hilang timbul sejak 2
bulan disertai keringat pada malam hari. Pasien juga merasakan
penurunan nafsu makan, penurunan berat badan 15 kg dalam 2 bulan
terakhir. Pasien merasakan badan terasa semakin lemas. Mual (+)
muntah (+) setiap selesai makan. Dari pemeriksaan fisis didapatkan
frekuensi napas 28x/menit, suhu tubuh 37,8oC, IMT= 16,1 Kg/m2
(underweight). Pada pemeriksaan fisis paru ditemukan vokal fremitus
kanan dan kiri meningkat, Pada pemeriksaan fisis abdomen
didapatkan nyeri tekan (+). Pemeriksaan penunjang pada pemeriksaan
elektrolit didapatkan hipokalemia. Pada foto toraks didapatkan adanya
gambaran infiltrat di seluruh lapang paru kanan dan kiri, kesan TB
paru.
Diagnosis kerja
TB paru BTA (?) kasus baru HIV ?

Anjuran Pemeriksaan:
• Sputum BTA I,II,III
• GeneXpert

Daftar Masalah:
• Hipokalemia
• Sindrom dispepsia
Tatalaksana
Non Farmakologi Farmakologi
• Tirah baring • IVFD NaCl 0,9 % 500 cc/ 8 jam
• O2 3L/menit nasal kanul • PCT tab 3x500 mg
• Edukasi : • Ambroxol syr 3x2 cth
– Anjuran untuk menutup mulut
jika batuk dan tidak
• Ranitidine inj 2x50 mg
membuang dahak • Curcuma tab 3x200 mg
sembarangan. • KSR tab 2x1 mg
– Makan makanan yang sehat
terutama yang mengandung
karbohidrat, serat dan protein.
Hindari konsumsi alkohol dan
merokok.
Follow up
Sabtu, 17 Maret 2018
S : Sesak napas (+), batuk berdahak (+), nyeri dada (-), demam (-)

O : TD : 110/90 mmHg RR : 28 x/mnt sat O2: 96%


HR : 86x/mnt T : 36,8 C

Pem. Toraks paru : Simetris, penggunaan otot bantu pernapasan (-)


VF kanan kiri meningkat, sonor kedua lapangan paru
Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

A : Tb paru BTA ? kasus baru status HIV (?)

P : O2 3L/mnt nasal canul


IVFD NaCl 0,9 % 500 cc/ 8 jam
PCT tab 3x500 mg
Ambroxol syr 3x2 cth
Ranitidine inj 2x50 mg
Curcuma tab 3x200 mg
KSR tab 2x1 mg
Follow up
Minggu, 18 Maret 2018
S : Sesak napas (+) sudah berkurang, batuk berdahak (+), nyeri dada (-), demam (-)

O : TD : 110/80 mmHg RR : 24 x/mnt sat O2: 98%


HR : 92x/mnt T : 36,6 C

Pem. Toraks paru : Simetris, penggunaan otot bantu pernapasan (-)


VF kanan kiri meningkat, sonor kedua lapangan paru
Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

A : Tb paru BTA ? kasus baru status HIV (?)

P : O2 3L/mnt nasal canul


IVFD NaCl 0,9 % 500 cc/ 8 jam
Ambroxol syr 3x2 cth
Ranitidine inj 2x50 mg
Curcuma tab 3x200 mg
KSR tab 2x1 mg
Follow up
Senin, 19 Maret 2018
S : Sesak napas (-), batuk berdahak (+), nyeri dada (-), demam (-)

O : TD : 110/90 mmHg RR : 22 x/mnt sat O2: 98%


HR : 86x/mnt T : 36,3 C

Pem. Toraks paru : Simetris, penggunaan otot bantu pernapasan (-)


VF kanan kiri meningkat, sonor kedua lapangan paru
Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

A : Tb paru BTA ? kasus baru status HIV (?)


P:
IVFD NaCl 0,9 % 500 cc/ 8 jam
Ambroxol syr 3x2 cth
Ranitidine inj 2x50 mg
Curcuma tab 3x200 mg
KSR tab 2x1 mg

Pemeriksaan sputum BTA I (+)


Follow up
Selasa, 20 Maret 2018
S : Sesak napas (-), batuk berdahak (+) sudah berkurang, nyeri dada (-),demam (-)

O : TD : 110/90 mmHg RR : 20 x/mnt sat O2: 97%


HR : 86x/mnt T : 36,5 C

Pem. Toraks paru : Simetris, penggunaan otot bantu pernapasan (-)


VF kanan kiri meningkat, sonor kedua lapangan paru
Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

A : Tuberkulosis paru bakteriologis kasus baru status HIV ? on OAT kategori I fase intensif
P:
IVFD NaCl 0,9 % 500 cc/ 8 jam
OAT 4FDC 1x3 tab
Edukasi :
Ambroxol syr 3x2 cth - Pasien perlu dijelaskan tentang pengobatan
Ranitidine inj 2x50 mg TB paru yang berlangsung selama 6 bulan.
Curcuma tab 3x200 mg Obat harus diminum secara teratur dan tidak
Pemeriksaan sputum BTA II (+) boleh putus obat.
- Kontrol ke poli paru RSUD AA ±2 minggu
PASIEN PULANG kemudian.
PEMBAHASAN

Anamnesis:
Sesak nafas 1 minggu, batuk
berdahak 2 bulan, demam,
penurunan berat badan, badan
lemas, penurunan nafsu makan.
Tuberkulosis paru BTA
PF : (?) kasus baru
Vesikuler (+/+), Vokal Fremitus
kiri kanan meningkat

PP
Radiologik: Lesi aktif
Pembahasan
Pada pasien
Teori – Gejala respiratorik
• Gejala respiratorik – batuk >3 minggu
– batuk >3 minggu – Sesak nafas
– batuk berdarah
– Nyeri dada
– sesak nafas
– nyeri dada • Gejala sistemik
• Gejala sistemik – Demam
– Demam – Malaise
– Malaise – Keringat malam
– keringat malam – Anoreksia
– Anoreksia – Berat badan menurun
– berat badan menurun
Pembahasan

• Batuk kronik  Mycobacterium tuberculosis


berkembang dalam paru + perlawanan dari
sistem pertahanan tubuh sehingga 
peningkatan produksi mukosa dan inflamasi
pada sal. Nafas  produksi sputum 
menyumbat saluran nafas  sesak nafas.
Pembahasan
• Diagnosis TB  gejala klinis TB + ditemukan kuman
tuberkulosis  Dahak SPS
• lnterpretasi 
– ++-  mikroskopik positif
– +--  periksa ulang BTA 3 kali
– +--  mikroskopis positif
– ---  mikroskopik negatif
• Radiologik  tuberkulosis aktif  jika BTA +-- tidak perlu
ulang BTA  sudah bisa ditegakkan TB
• Pada pasien ini  gejala klinis TB + 1 kali pemeriksaan
sputum BTA I dan II (+) + radiologis menunjukkan gambaran
tuberkulosis  TB paru bakteriologis kasus baru
Pemberian FDC (Fixed Drugs Combination) bertujuan
agar memudahkan pasien dalam minum OAT, sehingga
kepatuhan pasien dalam minum obat dapat ditingkatkan
dibandingkan pemberian OAT dalam tablet yang terpisah.
Selain itu, dosis FDC disesuaikan dengan berat badan
pasien dan jumlah komponen obat yang harus diminum
pasien, sehingga dapat meminimalisasi efek samping OAT.
Penatalaksanaan TB pada pasien ini berupa OAT kategori
1 yaitu 4FDC dengan dosis 1x3 tablet.

Pemberian ambroxol bertujuan untuk mengencerkan


dahak dan Paracetamol untuk menurunkan panas tubuh
pasien.
• Pasien juga mengalami sindrom dispepsia, hal ini didasari
dari anamnesis pasien yang mengeluhkan mual dan
muntah setiap kali selesai makan, berisi makanan disertai
penurunan nafsu makan. Pemeriksaan fisik ditemukan nyeri
tekan epigastrium (+). Pasien diberikan injeksi Ranitidin
2x50 mg untuk mengatasi keluhan dispepsia.
• Pada pemeriksaan elektrolit juga didapatkan hipokalemia
(K+= 3,3 mmol/L). koreksi kalium pada pasien adalah
Δkalium x BBx 1/3 = (3,5 -3,3 mmol/L) x 40 kg x 1/3 = 13,3.
Pasien diberikan KSR 2x1 mg tablet.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai