Anda di halaman 1dari 36

+ Jurnal Reading

Immunoteraphy and Probiotic Treatment for Allergic


Rhinitis in Children

Preceptor :
dr. Riona Sari, M.Sc, Sp.A

Oleh :
Echa Putri Anjani
Nadhia Khairunnisa
Ramadirga Thio Saba
Tassya Fatimah Taufik
ABSTRAK
Latar belakang

• Rhinitis alergi adalah masalah kesehatan global yang prevalensinya meningkat. Banyak
jenis terapi yang telah dicoba, seperti antihistamin, probiotik, dan imunoterapi.
Imunoterapi dapat mengembalikan kekebalan normal pasien terhadap alergen tertentu,
sementara probiotik dapat memodifikasi proses alamiah alergi.

Objektif
• Untuk mengevaluasi probiotik dan imunoterapi dalam memperbaiki gejala klinis rhnitis
alergi.
ABSTRAK

Metode
• Percobaan uji kontrol secara acak (RCT) yang melibatkan 64 pasien, usia 3-18 tahun, dan
didiagnosis dengan rhinitis alergi persisten di Departemen Kesehatan Anak, Rumah Sakit
Umum Sardjito dari April 2016 sampai Mei 2017

• Pasien secara acak diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok terapi : kelompok A (terapi
standar / cetirizine saja), kelompok B (standar dan terapi probiotik), dan kelompok C
(terapi standar dan imunoterapi).

• Gejala klinis dari rhinitis alergi termasuk bersin, rhinorrhea, dan hidung gatal, dievaluasi
selama 7 minggu dan dikategorikan terdapat perbaikan atau tidak ada perbaikan. Secara
signifikan data dianalisis menggunakan uji proporsi.
ABSTRAK

Hasil
• Enam puluh empat pasien menyelesaikan 7 minggu terapi, 15 pasien di kelompok A, 26 di
kelompok B, dan 23 di kelompok C. Grup C menunjukkan secara signifikan lebih banyak
perbaikan dari gejala bersin dan rhinorrhea, dibandingkan dengan kedua kelompok A (Z
= 5,71; Z = 7.57, masing-masing) dan kelompok B (Z = 2,82; Z = 6,90, masing-masing).

• Namun, gejala hidung gatal tidak meningkat secara signifikan pada kelompok C
dibandingkan dengan kelompok B (Z = 0,50), tetapi meningkat secara signifikan pada
kelompok C dibandingkan dengan kelompok A (Z = 10,91). Grup B memiliki peningkatan
yang signifikan dari bersin, rhinorrhea, dan hidung gatal dibandingkan dengan kelompok
A (Z = 3,81, Z = 2,86, dan Z = 10,91, masing-masing).
ABSTRAK
Kesimpulan
• Kelompok gabungan antara standar-imunoterapi memiliki peningkatan signifikan lebih
unggul dibandingkan dengan kelompok gabungan standar-probiotik dan kelompok terapi
standar, dalam gejala bersin dan pilek pada anak-anak dengan rinitis alergi persisten.

Kata Kunci
• Rhinitis Alergi, Imunoterapi, Probiotik
Rhinitis alergi didefinisikan sebagai reaksi alergi
hipersensitivitas tipe I yang melibatkan sel Th2 yang
ditandai dengan kadar IgE yang tinggi. Terapi standar
untuk rinitis alergi adalah antihistamin generasi kedua,
tetapi terapi tambahan akan diperlukan untuk
menangani kasus yang berat atau persisten.
Pengobatan dengan menggunakan prebiotic memiliki
mekanisme yang unik yaitu memodifikasi efek dari
penyakitnya, dimana flora normal pada traktus
intestinal dimanipulasi yang akhirnya menyebabkan
stabilisasi dari respon imun khususnya Th1 dan Th2,
serta menstimulasi T-regulator untuk memnghambat
pengeluaran Th1 dan Th2 secara berlebihan.
Suplementasi probiotik menunjukan efek yang baik
untuk menurunkan persentase nasal eosinophil pada
anak dengan rhinitis alergi.

Imunoterapi diberikan dengan tujuan memodifikasi


patogenesis rinitis alergi. Dengan meningkatkan
jumlah alergen untuk memodifikasi respons
biologis, yang diharapkan dapat memicu toleransi
jangka panjang, bahkan setelah perawatan berakhir.
Imunoterapi telah terbukti sangat efektif baik dalam rinitis alergi musiman
dan tahunan. Perawatan imunoterapi dengan alergen tungau debu telah
banyak digunakan di negara maju untuk mengobati rinitis alergi dan asma,
tetapi jarang digunakan di Indonesia. frekuensi dari gejala dapat digunakan
sebagai prediktor dari efektivitas imunoterapi pada penderita asma.
Imunoterapi dan pemberian probiotik sebagai adjuvan dapat
meningkatkan kualitas hidup pada anak-anak penderita asma. Perawatan
ini dapat meningkatkan rasio sel T CD4 + / CD8 + serta perbaikan yang
signifikan dari gejala klinis pada anak-anak penderita asma.14 Penelitian ini
bertujuan untuk mengevaluasi probiotik dan imunoterapi untuk
memperbaiki gejala klinis rinitis alergi.
RCT ini dilakukan dari April 2016 hingga Mei 2017, pada subjek yang didiagnosis rinitis alergi
persisten dan dirawat sebagai pasien rawat jalan di Divisi Alergi dan Imunologi, Departemen
Kesehatan Anak, Dr. Rumah Sakit Umum Sardjito. Kriteria inklusi penelitian ini adalah anak-anak
berusia 3-18 tahun dengan rinitis alergi persisten, setidaknya satu hasil tes tusukan positif, dan
izin tertulis orang tua. Diagnosis didasarkan pada klasifikasi Allergic Rhinitis and Its Impact on
Asthma (ARIA) 2016, dengan kriteria gejala yang muncul setidaknya 4 hari/minggu dinilai selama
4 minggu. Kami mengeksklusi pasien yang tidak tuntas dalam 7 minggu pengobatan, mereka yang
memiliki hasil skin prick test yang tidak biasa (lesi kulit yang lebar atau dermatografi parah),
pasien yang tidak memiliki riwayat ketergantungan antihistamin, dan pasien terlihat tidak
kooperatif.
Subjek dibagi dalam tiga kelompok yang di rancang secara acak dan dilakukan follow up selama 7
minggu pemberian terapi. Tindak lanjut sampai minggu ke-7 terapi. Tiga kelompok itu adalah
kelompok A (terapi standar / cetirizine saja), kelompok B (standar dan terapi probiotik), dan
kelompok C (terapi standar dan imunoterapi). Kami menggunakan cetrizin 10mg sebagai terapi
standar, satu saset Protexin untuk probiotik dan alergen debu rumah dengan bentuk konsentrasi
0,001 menurut bagian Farmasi di Dr. Rumah Sakit Umum Soetomo. Perkembangan setiap gejala
klinis dievaluasi sebelum dan setelah 7 minggu terapi. Signifikansi data dianalisis menggunakan uji
proporsi. Protokol penelitian telah disetujui oleh Komite Etika Penelitian Medis dari Universitas
Gadjah Mada Medical, Health Public, dan Nursing School.
Dari total 64 subjek yang berumur 18 tahun di bagi menjadi 3
kelompok secara acak yang terdiri dari 15 responden grup A
(10), 26 responden grup B (16), 23 responden grup C (16).
Kebanyakan responden adalah laki-laki. Pada grup A sejumlah
12 orang dengan usia 3-12 tahun dan pada grup B 20 orang ,
sedangkan pada grup C rata-rata usia adalah >12 tahun- 18
tahun. Pada responden memiliki riwayat rhinitis alergi dengan
gejala seperti; bersin, rhinore, hidung gatal. Data karakteristik
dari responden dapat dilihat dari tabel 1
Perbaikan pada masing-masing gejala di evaluasi berdasarkan frekuensi gejala
tibul pada sebelum dan sesudah minggu ke 7 pada masa terapi, perbandingkan
pada masing-masing kelompok dapat dilihat pada tebel 2. Tabel 2 menunjukan
bahwa grup B meiliki perbaikan gejala klinis yang signifikan dibandingkan
dengan grupA. Gejala klinis bersin membaik pada 18/26 dari responden grup B
berbandingkan dengan 9/15 pada grup A (Z=3,81). Gejala klinis rhinore
membaik pada 19/26 responden di frup B, berbanding dengan 10/15 grup A.
Hidung gatal membaik pada 19/26 dari grup B berbanding dengan 7/15 pada
grup A.
Tabel 3 menunjukan bahwa gejala klinis bersin dan
rhinore secara signifikan lebih baik dibandingkan dengan
grup B, Bersin : 17/23 pada grup C berbanding 18/26
pada grup B (Z=2,82); rhinore; 19/23 pada grup C
berbanding 19/26 pada grup B (Z=6,90). Walaupun gejala
klinis hidung gatal menunjukan perbaikan yang besar
pada kedua grup, namun tidak ada perbedaan signifikan
pada kedua grup (17/23 grup C berbanding 19/26 grup B
(Z=0,50) ).
Tabel 4 menunjukan gejala klinis pada grup A dan C. grup C menunjukan
perbaikan gejala klinis lebih baik dari grup A ( bersin; 17/23 pada grup C,
berbanding 9/15 pada grup A (Z=5,71); rhinore 19/23 pada grup C
berbanding 10/15 pada grup A (Z=7,7); hidung gatal: 17/23 pada grup C
berbanding 7/15 grup A (Z=10,91)).
Anak dengan rhinitis alergi persisten yang mendapatkan terapi standar (antihistamin) dan dikombinasikan
dengan imuno terapi menunjukan adanya perbaikan yang signifikan pada grjala klinis bersin dan rhinore
dibandingkan dengan mereka yang mendapatkan terapi standar yang dikombinasikan dengan probiotik, dan
yang menerima terapi standar saja. hal tersebut didukung dengan CRT oleh Karakoc-aidiner et al. Yang
menyatakan bahwa tungau rumah yang disensitisasi pada anak dengan asma dan rhinitis yang di terapi dengan
cara subkutan imunoterapi atau sublibgual imunoterapi menunjukan perbaikan hasil klinis yang baik
dibaningkan anak yang mendapatkan terapi histamin. Penitian lain oleh smit et al pada tahun 2004 juga
menunjukan perbaikan yang signifikan pada penurunan rhinore dan bersin yang dibandingkan antara
imunoterapi dan plasebo.
Penelitian serupa telah dilaksanakan oleh Palma-Carlos et al. Yang menunjukan bahwa terdapat perbaikan
rhinore, bersin, dan cojungtivitis secara signifikan yang dibandingkan plasebo setelah satu tahun terapi.
Prebiotik merupakan mikroba yang meberikan keuntungan pada host seperti menormalisasi disbiotik
mikrobiota yang dapat berasosiasi dengan imunopatologi. Hal ini dijelaskan pada sebuah review oleh Hardy
et al. Pada 2013 yaitu probiotik memiliki kemampuan sebagai imunomodulator pada sel, meolekul dan
respon imun pada mukosa usus.injeksi subkutan imunoterapi telah menujukan respon positif pada
penangnana rhinitis alergi dan asma bahkan pada situasi multi alergen terapi ini effektif pada pencegahan
sensitisasi dan perkembangan rhinitis menjadi asma imunoterapi bekerja pada sel T-hellpe aksisr tipe 1
(TH1-2).
Untuk merubah sel T-penotype dari sel T2 alergen penotype kemudian
beberapa penelitian telah menyatakan bahwa imunoterapi dapat meningkatkan
aksi regulasi sel-T pada gejala kelemahan alergi. Dari penelitian inidapat
disimpulkan bahawa imunoterapi yang dikombinasikan dengan anti histamin
memiliki perbaikan yang lebih signifikan dibandingkan dengan penggunanaa
anti histamin saja atau penggunaan anti histamin yang dikombinasikan dengan
prebiotik
Judul Penelitian

0 Penulisan Judul: Pengobatan Imunoterapi dan Probiotik untuk Rhinitis Alergi


pada Anak. Adengan judul asli “Immunotherapy and Probiotic Treatment
for Allergic Rhinitis in Children Judul pada penelitian ini terdiri dari 9 kata.
Pada judul tidak terlalu panjang kurang dari 15 kata sehingga lebih menarik
minat pembaca. Tidak terdapat singkatan pada judul sehingga sesuai dengan
kaidah jurnal.
0 Nama Penulis: Sumadiono, Cahya Dewi Satria, Nurul Mardhiah
0 Alamat Penulis: Sumadiono, Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Universitas
Gadjah Mada/Dr. Sardjito Hospital. Jalan Kesehatan No. 1, Sinduadi, Mlati,
Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta 55281.
Abstrak
0 Penulisan abstrak telah dibagi berdasarkan komponen-komponen isi
jurnal seperti latar belakang, tujuan, metode, hasil, kesimpulan dan kata
kunci sehingga pembaca dapat memahami isi jurnal secara mudah dan
mempermudah pencarian. Abstrak tersebut sudah memaparkan isi
jurnal secara keseluruhan sehingga pembaca dapat mengetahui
gambaran isi penelitian.
Pendahuluan
0 Dalam penelitian ini terdapat 3 paragraf, terdapat latar belakang
penelitian dan terdapat tujuan penelitian pada akhir paragraf. Akan
tetapi tidak terdapat hipotesis pada penelitian ini.
METODE
Lokasi Penelitian Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan di - Metode : kontrol acak atau randomized controlled trial
(RCT) melibatkan 64 pasien, yang berusia 3-18 tahun
Rumah Sakit Umum Dr. yang memiliiki rinitis alergi persisten di Departemen
Sardjito Sinduadi, Mlati, Kesehatan Anak, Rumah Sakit Umum Sardjito dari April
Kabupaten Sleman, Provinsi 2016 hingga Mei 2017.
Daerah Istimewa Yogyakarta - Signifikansi dari hasil data kemudian dianalisis
yang merupakan rumah sakit menggunakan uji proporsi, dimana uji proporsi adalah
uji hipotesis yang masing-masing proporsi berasal dari
kelas A, yang menjadi rumah populasi yang berbeda serta independen. Pengujian
sakit pelayanan, pendidikan, proporsi digunakan ketika akan membandingkan
penelitian dan rumah sakit apakah proporsi pada populasi pertama lebih kecil,
rujukan. sama atau lebih besar dibandingkan proporsi pada
populasi kedua.
Pengumpulan Data

Data yang didapat merupakan data primer, yang langsung mendapatkan intervensi kemudian
datanya dicatat dan diolah. Pengambilan data dimulai dari pemilihian pasien secara acak ke
dalam kelompok terapi, yaitu: kelompok A (terapi standar / setirizin saja), kelompok B (terapi
standar dan probiotik), dan kelompok C (terapi standar dan imunoterapi).
• Gejala klinis rinitis alergi termasuk bersin, rinore, dan hidung gatal kemudian dievaluasi selama 7 minggu dan
diklasifikasikan kedalam kelompok yang belum membaik dan sudah membaik, menggunakan 10mg terapi standar,
Protexin® untuk probiotik dan alergen tungau rumah dengan konsentrasi 0,001.

Kriteria inklusi adalah anak-anak berusia 3-18 tahun dengan rinitis alergi persisten, dengan
setidaknya satu hasil prick test positif. Diagnosis didasarkan pada 2016 Allergic Rhinitis and Its
Impact on Asthma (ARIA) yang setidaknya menetap slama 4 hari / minggu selama setidaknya 4
minggu.
• Responden yang menjadi eksklusi adalah mereka yang tidak dapat menyelesaikan 7 minggu terapi, mereka yang memiliki
hasil prick test dengan lesi yang luas, responden yang tidak tergantung antihistamin, dan tidak responden yang tidak
kooperatif.
0 Hasil dan Pembahasan
0 Pada penyajian tabel sudah diberikan tanda titik (.) setelah kata “table” tetapi
pemberian judul pada setiap tabel kurang tepat seharusnya pemberian judul
tabel berada ditengah atas tabel
0 Pada setiap tabel dicantumkan semua hasil deskripsi karakteristik yang diteliti
0 Penjabaran hasil dalam setiap tabel dijelaskan secara terperinci pada hasil
penelitian
0 Menjelaskan hal-hal yang relvan dengan penelitian
0 Tidak membandingkan dengan penelitian sebelumnya
0 Pada penelitian ini tidak mencantumkn kekurangan penelitian serta saran
untuk penelitian selanjutnya.
0 Kesimpulan
0 Dari penelitian ini, disimpulkan bahwa imunoterapi dikombinasikan
dengan antihistamin memiliki perbaikan yang lebih baik dibandingkan
dengan antihistamin saja atau antihistamin dengan probiotik.
0
0 Daftar Pustaka
0 Mengacu pada sistem vancouver
0 Ditulis sesuai dengan kaidah penelitian
Analisis Pico

0 Problem: Alergi yang mengenai saluran pernafasan adalah masalah


kesehatan utama pada populasi anak-anak karena prevalensi dan
kronisitasnya yang tinggi, begitu juga dengan biaya perawatan dan
pengaruhnya pada kualitas hidup. Akibat tingginya dari angka kejadian
alergi pada anak, maka dilakukan penelitian mengenai pemberian
imunoterapi dan suplementasi probiotik sebagai terapi tambahan dari
terapi standar. Imunoterapi diberikan dengan tujuan memodifikasi
patogenesis rinitis alergi. Dengan meningkatkan jumlah alergen untuk
memodifikasi respons biologis. Sedangkan Suplementasi probiotik
menunjukan efek yang baik untuk menurunkan persentase nasal
eosinophil pada anak dengan rhinitis alergi.
Intervension: pada jurnal ini diberikan intervensi yang dibagi
menjadi tiga kelompok terapi, yaitu: kelompok A (terapi standar /
setirizin saja), kelompok B (terapi standar dan probiotik), dan
kelompok C (terapi standar dan imunoterapi).

Comparison: pada jurnal ini tidak membandingkan angka pasti


dari penelitian lain atau penelitian sebelumnya mengenai perbaikan
gejala dari rhinitis, namun untuk menyokong pendapat pada data
yang disajikan, penulis membandingkan dan menyokong pendapat
tersebut dengan beberapa literatur dari jurnal lain.
Outcome: pada penelitian ini ditujukan untuk mengevaluasi hasil perbandingan
antara penggunaan pengobatan standar, pengobatan dengan tambahan
imunoterapi dan tambahan untuk probiotik, dengan hasil enam puluh empat
pasien menyelesaikan 7 minggu terapi, 15 subjek pada kelompok A, 26 pada
kelompok B, dan 23 pada kelompok C. Kelompok C menunjukkan perbaikan pada
gejala bersin dan rhinoric secara signifikan lebih baik dibandingkan dengan
kelompok A (Z = 5,71; Z = 7.57, dan grup B (Z = 2.82, Z = 6.90). Namun, rasa gatal
pada hidung tidak mengalami suatu perbaikan yang signifikan pada kelompok C
dibandingkan dengan kelompok B (Z = 0,50), tetapi mengalami perbaikan secara
signifikan pada kelompok C dibandingkan dengan kelompok A (Z = 10,91).
Kelompok B mengalami perbaikan yang signifikan pada bersin, rinore, dan
hidung gatal dibandingkan dengan kelompok A (Z = 3,81, Z = 2,86, dan Z = 10,91).
VIA
• Penelitian ini sesuai dengan tujuan penelitian
Validity

• Penelitian ini penting karena dari penelitian ini kita dapat mengetahui bahwa pada rhinitis alergi terapi
berupa antihistamin yang dikombinasi dengan imunoterapi memiliki efektivitas yang lebih baik pada
Importance kasus ini, dibandingkan menggunakan terapi antihistamin saja atau antihistamin dengan probiotik.

• Hasil dari penelitian ini dapat diterapkan pada setiap pasien di Rumah Sakit Abdoel Moeloek dengan
riwayat rhinitis alergi. Dengan pemberian terapi kombinasi antara antihistamin dengan imunoterapi
diharapkan mengalami perbaikan yang signifikan dari gejala seperti rhinorrhe, bersin, dan
Applicabality konjungtivitis.

Anda mungkin juga menyukai