Anda di halaman 1dari 107

Infeksi Paru non TB

PNEUMONIA

Oleh:
dr. Wisuda Moniqa Silviyana, Sp.P, MKes
PNEUMONIA

DEFINISI :

Peradangan paru disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri,


virus, jamur, parasit).

Tidak termasuk Pneumonia yang disebabkan Mycobacterium


tuberculosis.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pneumonia :
1. Mekanisme pertahanan paru
2. Kolonisasi bakteri di saluran napas
3. Pembersihan saluran napas terhadap bahan infeksius
Penyebab
• Penyebab pneumonia Bakteri, virus, jamur, parasit
• M tuberculosis  Tuberculosis, bentuk khusus pneumonia
• Sedangan bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-
obatan dan lain-lain pneumonitis.
PATOGENESIS
• Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan
mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan
epitel saluran napas.
• Cara mikroorganisme mencapai permukaan epitel saluran
napas. :
1.Inokulasi langsung
2.Penyebaran melalui pembuluh darah
3.Inhalasi bahan aerosol
4.Kolonisasi dipermukaan mukosa
KLASIFIKASI PNEUMONIA
1. Berdasarkan klinis dan epideologis ( tatalaksana) :
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
b. Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia / nosocomial pneumonia)
c. Pneumonia aspirasi
d. Pneumonia pada penderita Immunocompromised

2. Berdasarkan bakteri penyebab


a. Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri
mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya Klebsiella pada penderita
alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.
b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia
c. Pneumonia virus
d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi pasien
immunocompromised

3. Berdasarkan predileksi infeksi


a. Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi dan orang tua.
Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder
disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya : pada aspirasi benda asing atau proses
keganasan
b. Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak -bercak infiltrat pada lapangan paru.
Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua. Jarang
dihubungkan dengan obstruksi bronkus
c. Pneumonia interstisial
Pneumonias – Classification
PNEUMONIA KOMUNITI
Pneumonia komuniti
• Pneumonia yang didapat di masyarakat
• 1. Etiologi
• Menurut kepustakaan penyebab pneumonia komuniti banyak disebabkan bakteri
Gram positif dan dapat pula bakteri atipik. Laporan dari beberapa kota di
Indonesia  bakteri Gram negatif.

• Beberapa pusat paru di Indonesia (Medan, Jakarta, Surabaya, Malang, dan


Makasar) dengan cara pengambilan bahan dan metode pemeriksaan
mikrobiologi yang berbeda didapatkan hasil pemeriksaan sputum sebagai berikut
:
• Klebsiella pneumoniae 45,18%
• Streptococcus pneumoniae 14,04%
• Streptococcus viridans 9,21%
• Staphylococcus aureus 9%
• Pseudomonas aeruginosa 8,56%
• Steptococcus hemolyticus 7,89%
• Enterobacter 5,26%
• Pseudomonas spp 0,9%
Diagnosis
• Foto toraks terdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif
ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini :
• Batuk-batuk bertambah
• Perubahan karakteristik dahak / purulen
• Suhu tubuh > 38 C / riwayat demam
• Pemeriksaan fisis : ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara
napas bronkial dan ronki
• Leukosit > 10.000 atau < 4500
Laboratorium
• Darah lengkap, hitung jenis leukosit
• LED
• Gula darah
• Ureum, creatinin
• ALT, AST
• Analisis gas darah
• Elektrolit
• Pemeriksaan bacteriologi
Cara mendapatkan kuman penyebab
pneumonia :
• Dahak, Darah (8% to 20%) , Cairan pleura
• Melalui bronkoskopi
⁻ sikatan bronkus - BAL
⁻ bilasan bronkus
• Transtorakal aspirasi
• Transtrakeal aspirasi
Dengan cara invasif pun hanya ditemukan kuman
penyebab 50%
Derajat keparahan
• Patient Outcome Research Team (PORT)
Berdasar kesepakatan PDPI, kriteria yang dipakai untuk
indikasi rawat inap pneumonia komuniti adalah :

1. Skor PORT lebih dari 70


2. Bila skor PORT kurang < 70 maka penderita tetap perlu
dirawat inap bila dijumpai salah satu dari kriteria
dibawah ini.
• Frekuensi napas > 30/menit
• Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg
• Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
• Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
• Tekanan sistolik < 90 mmHg
• Tekanan diastolik < 60 mmHg
3. Pneumonia pada pengguna NAPZA
Kriteria perawatan intensif
Minimal 1 gejala mayor atau 2 gejala minor

MAYOR
1.membutuhkan ventalasi mekanik
2.membutuhkan vasopressor > 4 jam [syok septik]
MINOR
1.Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg
2.foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
3.tekanan sistolik < 90 mmHg
Faktor modifikasi yang dapat meningkatkan risiko
infeksi oleh patogen tertentu pada pneumonia
komunitas (ATS 2001)
Pneumokokus resisten terhadap penisilin
•Umur lebih dari 65 tahun
•Memakai obat-obat golongan B laktam selama tiga bulan terakhir
•Pecandu alkohol
•Penyakit gangguan kekebalan
•Penyakit penyerta yang multipel

Bakteri enterik Gram negatif


•Penghuni rumah jompo
•Mempunyai penyakit dasar kelainan jantung paru
•Mempunyai kelainan penyakit yang multipel
•Riwayat pengobatan antibiotik

Pseudomonas aeruginosa
•Bronkiektasis
•Pengobatan kortikosteroid > 10 mg/hari
•Pengobatan antibiotik spektrum luas > 7 hari pada bulan terakhir
•Gizi kurang
Terapi empirik
Pengobatan pneumonia atipik

• Antibiotik masih tetap merupakan pengobatan utama pada


pneumonia termasuk atipik.
• Antibiotik terpilih pada pneumonia atipik yang disebabkan
oleh M.pneumoniae, C.pneumoniae dan Legionella adalah
golongan :
• Makrolid baru (azitromisin, klaritromisin, roksitromisin)
• Fluorokuinolon respirasi
• Doksisiklin
Terapi Sulih (switch therapy)

• Perubahan obat injeksi ke oral


• Perubahan ini dapat diberikan secara sequential (obat sama,
potensi sama), switch over (obat berbeda, potensi sama) dan
step down (obat sama atau berbeda, potensi lebih rendah).
• Contoh terapi sekuensial: levofloksasin, moksifloksasin,
gatifloksasin
• Contoh switch over : seftasidin iv ke siprofloksasin oral
• Contoh step down amoksisilin, sefuroksim, sefotaksim iv ke
cefiksim oral.
PNEUMONIA NOSOKOMIAL
Definitions
• HAP: Pneumonia that occurs 48 hours or more after admission and did not
appear to be incubating at the time of admition.
• Early and Late onset

• VAP: A type of HAP acquired at 48-72 hours after intubation.


• Early and Late onset

• HCAP: Non hospital patient with healthcare contact


• IV therapy, wound care, chemotherapy within 30 days
• Nursing home or long term care facility (Nursing Home Pneumonia)
• Hospitalization >2 days ore more in past 90 days
• Attendance at hospital or HD within 30 days

• Family member with a MDR pathogen

ATS/IDSA Am J Respir Crit Care Med. 2005;171: 388-416


Diagnosis
Infiltrate progressive pada pencitraan paru disertai karakteristik
klinis seperti:
•Demam
•sputum purulen
•Leukositosis
•Penurunan oksigenasi
Temuan radiografi ditambah dua dari temuan klinis.
sensitivitas 69% dan 75% spesifisitas untuk pneumonia (otopsi
sebagai referensi)
Epidemiology
• HAP adalah infeksi
Study of 4543 pts. with Culture Positive Pneumonia:
nosokomial Incidence (%)
yang paling umum kedua di AS
• HAP meningkatkan lama
tinggal di rumah sakit rata-
rata 7-9 hari per pasien
• Perkiraan terjadinya 5-10 kasus
per 1.000 admisi rumah sakit
• Pembiayaan HAP hingga 25%
dari semua infeksi ICU dan
lebih dari 50% antibiotik yang Kolle MH, et al. Epidemiology and outcomes of healthcare
associated pneumonia: results from a large US database of
diresepkan culture positive pneumonia. Chest 2005;128:3854 62
Outcome

• Kematian terkait HAP masih


P<.0001

menjadi penyebab utama


kematian akibat infeksi dapatan di P>.05
rumah sakit
• Angka kematian kasar HAP
P<.0001

adalah 30-70%
• Out come lebih buruk pada pasien
dengan bakteremia, penyakit
medis non bedah, yang tidak
respon dengan antibiotik

Kollef MH, et al. Chest.


2005;128:3854-62.
Mortality dan onzet HAP
P<.001

50 P<.001 P = .504
*
Hospital Mortality (%)

*
40

30

20

*
10

0
None Early Onset Late Onset
*Upper 95% confidence interval Nosocomial Pneumonia

Ibrahim, et al. Chest. 2000;117:1434-1442.


MRSA infection

Crit Care 2006:10(3):R97.


Etiology

• Aerobik gram negatif bakteri:


P. aeruginosa, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, dan
Acinetobacter spesies
• Cocci gram positif
S. Pneumonia, H. Influenzae, Staphylococcus aureus (50% pasien
ICU karena MRSA)
Umumnya pada pasien Diabetes mellitus, trauma kepala dan pasien
ICU
• Commensals orofaringeal (streptokokus viridans, Staph coag-
negatif, Neisseria sp dan Corynebacterium sp) pada pasien sebagian
besar immunocompromised.
Hasil, waktu infeksi

• HAP:
• Early onset (0-4 days): S. pneumoniae, H. influenzae
• Late onset (5+ days): oxacillin resistant S. aureus, P. aeruginosa
• VAP:
• Early onset (0-4 days): oxacillin susceptible S. aureus, S.
pneumoniae, Hemophilus sp.
• Late onset (5+ days): Acinetobacter sp. and S. maltophilia
Occurrence (%)
0.0 10.0 20.0 30.0

MSSA

MRSA

Kollef MH,et al. Chest .2005;128:3854-62.


S.pneumo

CAP
HCAP
Haemophilus
spp
HAP

Pseudomonas
VAP

spp

Klebsiella
spp
Patogen pada pneumonia

Acinetobacter
spp
Etiology

Jamur pathogen : Candida dan Aspergillus ( paling umum)


Paling sering pada transplantasi organ atau immunocompromised,
pasien neutropenia.
Etiology

• Viral Patogen: insiden rendah pada host


imunokompeten.
• Influenza A adalah penyebab virus yang paling umum
dari HAP dan HCAP pada orang dewasa.
• Risiko untuk infeksi bakteri sekunder "super-infeksi"
Streptococcus, H. influenza, Grup A Streptococcus, S.
aureus
Colonization Aspiration

HAP
M
Pasien yang mana yang beresiko?
• Pasien penyakit hati sebelum dan selama transplantasi
• Chronic kidney yang menjalani hemodialisis
• Cardiovaskuler disease yang menjalani operasi
• Abdominal cancer, head and neck cancer
• Leukemia
• COPD
• Cerebral palsy
• Asma, stroke, bronkitis kronis, faringitis, infeksi HIV, diabetes,
alkoholisme, penyakit Parkinson
• Dirawat di rumah sakit, orang lanjut usia di panti jompo
Admisi rumah sakit
• Keputusan admisi rawat inap tergantung klinisi
• Skor Severity dapat membantu.

• Kriteria CURB-65 (> 2, perlu terapi intensif)


 Confusion (GCS <8)
 Urea 7 mmol / L (20 mg / dL)
 Respirasi rate > 30
 Blood presure (SBP <90 atau DBP <60)
 Usia > 65

• Pneumonia Severity Index (PSI)


• Menggunakan demografi, comorbid yang ada, temuan
pemeriksaan fisik, tanda vital dan laboratorium penting
PSI Score
Terapi awal antibiotik yang tepat

A Study by Kollef and Colleagues Evaluating the Impact of Inadequate Antimicrobial Therapy on Mortality

60 *P<.001
52*
50
Hospital Mortality (%)

42*
40

30 24
18
20

10

0
All-Cause Mortality Infection-Related Mortality
Inadequate antimicrobial treatment Adequate antimicrobial treatment
(n=169) (n=486)

ATS=American Thoracic Society; IDSA=Infectious Diseases Society of America.


Adapted from Kollef MH et al. Chest. 1999;115:462-
474.
Treatment
Pedoman terapi empiris tergantung pada apakah HAP early atau
late onset (> 4 hari) dan adanya faktor risiko patogen MDR.

Faktor risiko untuk patogen Multi-Drug Resistant


1.Terapi antibiotik dalam 90 hari sebelumnya
2.Pneumonia setelah 5 hari dirawat di rumah sakit
3.Resistensi antibiotik di masyarakat / rumah sakit tinggi
4.Durasi perawatan ICU dan ventilasi mekanik
5.Keadaan immunocompromised
American Thoracic Society, Infectious Diseases Society of America. Guidelines for the
management of adults with hospital-acquired, ventilator-associated, and healthcare-
associated pneumonia. Am J Respir Crit Care Med 2005; 171:388.
American Thoracic Society, Infectious Diseases Society of America. Guidelines for the
management of adults with hospital-acquired, ventilator-associated, and healthcare-
associated pneumonia. Am J Respir Crit Care Med 2005; 171:388.
Ditambah

Ditambah
PNEUMONIA ASPIRASI
Pneumonia aspirasi
• Aspirasi merupakan proses terbawanya bahan yang ada di
orofaring maupun isi lambung pada saat respirasi ke saluran
napas bawah dan dapat menimbulkan kerusakan parenkim
paru
• Pneumonia Aspirasi sering dijumpai pada anak- anak dan
lansia.
• orang yang lemah & keracunan alkohol /obat atau tidak sadar
memiliki resiko untuk menderita pneumonia aspirasi
Predisposis
Kondisi yang memudahkan aspirasi pneumonia antara lain:
•Penurunan kesadaran
•Kelainan esofagus
•Penyakit neurologis
•Kondisi mekanis, seperti nasogastric tube (NGT) , intubasi
endotrakeal, trakeostomi, endoskopi saluran cerna,
bronkoskopi, gastrostomi atau Post pyloric feeding tube
•Penggunaan obat -obatan yang menekan asam lambung.
•Kondisi lain, seperti muntah hebat, posisi telentang lama, dan
penyakit kritis.
•Usia tua
TIPE ASPIRASI PNEUMONIA
1. Aspirasi asam lambung mendelson's syndrome.
2. Aspirasi bacteria dari orofaringieal
3. Aspirasi minyak exogenous lipoid pneumonia
4. Aspirasi benda asing  akut respirasi distres
Diagnosis
• Pasien dengan faktor risiko
• Bukti radiografis adanya infiltrat sugestif aspirasi pneumonia.
• Lokasi infiltrat pada foto toraks tergantung pada posisi pasien
ketika aspirasi terjadi.
Terapi

• Infectious Diseases Society of America (IDSA 2011) 


Manajemen infeksi MRSA termasuk pengobatan pneumonia
[19]:
• Terapi empiris untuk MRSA sambil menunggu hasil kultur
untuk pasien dengan komunitas-pneumonia (CAP) dan salah
satu (1) pasien perawatan ICU; (2) Necrotizing atau infiltrat
dengan cavitas ; atau (3) Empiema
• vankomisin intravena atau linezolid 600 mg PO / IV dua kali
sehari atau clindamycin 600 mg PO / IV tiga kali kali sehari,
• jika sesuai, untuk 7-21 hari, tergantung pada tingkat
keparahan
bronkiectasis
• Bronkiektasis (BE) adalah penyakit saluran napas kronik ditandai
dengan dilatasi abnormal yang permanen disertai rusaknya dinding
bronkus.
Gambaran patologi
• BE lebih sering ditemukan di paru kiri daripada kanan, karena
diameter bronkus utama kiri lebih kecil
• Kelainan lebih sering ditemukan di lobus bawah khususnya segmen
basal.
• Lynne Reyd membagi BE menjadi 3 bentuk berdasarkan pelebaran
bronkus dan derajad obstruksi, sebagai berikut:
• 1. Bentuk silindrik (tubular)
• 2. Bentuk varikosa (fusiform)
• 3. Bentuk sakuler (kistik)
Gambaran klinis
• Batuk kronik
• Dahak purulen terutama pagi hari
• Panas
• Lemah
• berat badan menurun.

• Secara makroskopik dapat dijumpai sputum 3 lapis yaitu lapisan


busa, lapisan purulen (hijau, kuning) dan lapisan mukoid.
1. BE ringan (volume dahak <10 ml/hari)
2. BE sedang (10-150 ml/hari)
3. BE berat (>150 ml/hari)
• Gejala sesak napas banyak ditemukan pada BE luas yang
telihat pada gambaran foto toraks.
• Kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik tergantung
pada luas, derajat dan ada tidaknya obstruksi saluran napas.
• Pada auskultasi sering dijumpai ronki basah, biasanya pada
basal paru dan sering dijumpai jari tabuh.
Kelainan Faal Paru
• Tergantung pada luas dan beratnya penyakit.
• Fungsi ventilasi dapat masih normal bila kelainannya ringan.
• Pada penyakit yang lanjut dan difus, kapasitas vital (KV) dan
kecepatan aliran udara ekspirasi satu detik pertama (FEV1)
terdapat tendensi penurunan, karena terjadinya obstruksi
aliran udara pernafasan.
Diagnosis
Diagnosis klinis dibuat berdasarkan
•Anamnesis
•Pemeriksaan fisik
•Sputum secara makroskopi

Diagnosis pasti
•CT scan paru
•Foto thorax ( minimal)
Diagnosis Banding
1. Bronkitis kronis
2. Tuberkulosis paru (penyakit ini dapat disertai kelainan anatomis
paru berupa bronkiektasis)
3. Abses paru (terutama bila telah ada hubungan dengan bronkus
besar)
4. Penyakit paru penyebab hemoptisis, misalnya : karsinoma paru,
adenoma paru dan sebagainya
5. Fistula bronkopleural dengan empiema
tatalaksana
1. Pengelolaan Umum
1.Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien.
2.Memperbaiki drainase postural.
3.Mencairkan sputum yang kental.
4.Mengatur posisi tempat tidur pasien.
5.Mengontrol infeksi saluran nafas

2. Pengelolaan Khusus
Kemoterapi pada bronkiektasis
 (1) secara kontinyu untuk mengontrol infeksi bronkus (ISPA), (2) Untuk
pengobatan eksaserbasi infeksi akut pada bronkus / paru, (3) Atau
keduanya.
Harus berdasarkan hasil uji sensitivitas kuman terhadap antibiotik secara
empirik.
Antibiotik diberikan selama 7-10 hari, selama eksaserbasi
Antibiotik tunggal atau kombinasi sampai kuman penyebab infeksi
terbasmi atau sampai terjadi konversi warna sputum.
Drainase sekret dengan bronkoskop
• 3. Pengobatan Simptomatik
• Pengobatan obstruksi bronkus
• Pengobatan hipoksia
• Pengobatan hemoptisis
• Pengobatan demam
• Pemberian antibiotik sesuai dosis, dan obat antipiretik
komplikasi
• Hemoptisis ( bisa masif)
• Hipertensi portal
• Gagal napas
• Gagal jantung kanan
Pencegahan

• Mencegah infeksi pada paru


ABSES PARU
ABSES PARU
Abses paru adalah
infeksi destruktif
berupa lesi nekrotik
pada jaringan paru yang
terlokalisir sehingga
membentuk kavitas
berisi nanah (pus)
dalam perenkim paru
ABSES PARU

Etiologi
1. Bakteri anaerob
2. Bakteri aerob
3. Jamur,parasit, amoeba
ABSES PARU
 Patofisiologi
Mikroorganisme

mekanisme pertahanan saluran
nafas atas dan bawah

parenkim paru

rongga berisi nanah (abses paru)
ABSES PARU

• GEJALA  TANDA
- Deman - Suhu 
- Menggigil
- Nyeri tekan
- Batuk produktif
- Perkusi redup
dengan sputum
berbau amis - Suara nafas bronchial
- Sputum kuning - Ketinggalan gerak
kehijauan sampai tempat lesi
kecoklatan - VF menghilang
- Perkusi redup/pekak
- Bunyi nafas hilang
ABSES PARU

• Pemeriksaan laboratorium
- Hitung jenis leukosit 
- PMN banyak ditemukan
• Penyebab abses 
pemeriksaan sputum
ABSES PARU
• Foto posisi lateral
ABSES PARU
• Foto posisi AP
ABSES PARU
• CT SCAN
EFUSI PLEURA
EFUSI PLEURA

Nyeri pleura = pleuritic pain

Pleuritis :
- pleuritis eksudativ (efusi pleura)
- pleuritis fibrinosa (Sicca)
EFUSI PLEURA EFUSI ?
PLEURA

 Pl. Parietalis
 PL. Viseralis
 Pars Mediastinalis
 Pars diafragmatica
 Pars Intercostalis

Membran serosa yang kuat berasal dari mesoderm


PENYEBAB EFUSI PLEURA
I. Peningkatan pembentukan cairan pleura
 Peningkatan cairan interstitial di paru :
 gagal jantung kiri
 pneumonia
 emboli paru
 Peningkatan tekanan intravaskuler di pleura:
 gagal jantung kanan atau kiri
 sindrom vena cava superior
PENYEBAB EFUSI PLEURA

Peningkatan kadar protein cairan pleura


 atelektasis paru atau
 peningkatan “elastic recoil” paru
Peningkatan cairan dalam rongga peritoneal asites atau
dialisis peritoneal
Sumbatan duktus torasikus
PENYEBAB EFUSI PLEURA

II. Penurunan absorbsi cairan pleura


 Obstruksi saluran limfe parietal
 Peningkatan tekanan vaskuler sistemik
 sindrom vena cava superior atau
 gagal jantung kanan
CAIRAN PLEURA

Transudat Eksudat
- Warna Jernih (Serous) Keruh
- Uji Rivalta - +
- Lokalisasi Bilateral Unilateral
- Protein C.P ≤ 0.5  0.5
Prot. serum
- LDH C.P ≤ 0.6  0.6
LDH serum
PENYEBAB

Transudat Eksudat

Gagal jantung (Kongestif) TB (Tuberkulosis)


Hipoproteinemia Infark paru
Pneumonia Bakteriel
Keganasan
Infeksi sub diafragma
Transudat Eksudat

Perikarditis konstriktif Infeksi jamur (jarang)


Sindrom Meig Tumor pleura primer
Myxoedema Sindrom postinfark
Pankreatitis
EFUSI PLEURA MASIF

 Sering oleh keganasan


 Jumlah cairan banyak dan produksinya berlangsung cepat

Penatalaksanaan
• Pasang WSD
• Sitostatika intrapleura (bila sel ganas positif)
EFUSI PLEURA

• Paling sering oleh tuberkulosis


• Eksudat
• Terjadi karena
1. perkontinuitatum
2. penyebaran limfogen
3. penyebaran hematogen
4. reaksi hipersensitif
EFUSI PLEURA

Radiologis
> 75 ml sinus kostofrenikus tumpul
> 300 ml gambaran efusi pleura
Garis Ellis Domessau
 pemeriksaan lateral dekubitus

Diagnostik Fisis
- Fremitus melemah - suara napas melemah/
- Redup menghilang
EFUSI PLEURA

• BTA (+) < 20%


• Biopsi pleura
• Lesi TB di paru
• Orang muda : 15-35 th
• Klinis TB
- malaise - 4 L - nafsu makan 
- BB  - keringat malam
PLEURITIS FIBRINOSA (Kering)

Penyebab
* trauma dinding dada
* penyakit primer di paru
- TB paru - reumatoid artritis
- pneumonia - SLE (<<)
- infark paru - uremia (<<)
- Ca. bronkus
- abses paru
EFUSI PLEURA TUBERKULOSIS

Penatalaksanaan
• pemeriksaan cairan untuk diagnosis
• drainase bila sesak
• obat anti TB
• kortikosteroid
- mencegah perlekatan
- mempercepat absorpsi
EFUSI PLEURA MASIF
• pleurodesis - talk
- tetrasiklin
- sitostatik
• pleurektomi

Adriamicin 40 - 60 mg
Bleomisin 15 - 30 mg
EMPIEMA

• Pleuritis eksudativa supuratif


• Kuman aspesifik, spesifik, jamur
• Penyebaran - langsung
- limfogen
- hematogen
EMPIEMA
Penatalaksanaan
• drainase cairan : punksi, WSD
• obat sesuai penyebab
• lama pengobatan
- aspesifik 2 minggu - 2 bulan
- spesifik 6 bulan - 9 bulan
• pengobatan gagal : operasi
- aspesifik - 2 mg
- spesifik - 2 bln
JAMUR PARU
Infeksi jamur paru semakin banyak ditemukan seiring
meningkatnya keperdulian dan teknik pemeriksaan yang
semakin baik.
1.Predisiposis antibiotik jangka panjang
2.Pemakaian kortikosteroid lama,
3.TB paru dengan lesi kavitas
4.Pemakaiaan imunosupresif dan sitostatika
5.Pasien HIV/ AIDS.
Kasusnya relatif masih jarang,
keterlambatan terapi berakibat fatal.
PATOGENESIS
• Jamur terdapat di mana-mana dan pajanan terhadap saluran
napas sulit dihindarkan
• jamur oportunistik hanya menginfeksi pejamu dengan
gangguan iimunitas atau terdapat faktor predisposisi.
• Umumnya spora terinhalasi dan masuk ke saluran napas
bawah kecuali kandidiasis dan sporotirokosis.
• Selanjutnya jamur dapat masuk dalam peredaran darah lalu
menyebar secara limfogen ke dalam hilus dan mediastinum
kemudian secara hematogen ke organ lain sehingga terjadi
kelainan pada organ tersebut
KLASIFIKASI

Secara umum jamur yang menginfeksi paru dibagi


menjadi dua kelompok
1.jamur pathogen (histoplasmosis, blastomikosis,
koksidioidomikosis, parakoksidioidomikosis,
spoorotrikosis dan kriptokokosis)
2.jamur oportunistik (aspergilosis, mukormikosis
dan kandidiasis).
GEJALA KLINIK
Gambaran klinis infeksi jamur paru bisa simtomatik atau
asimpomastik.
•batuk kronik dengan dahak mukoid atau purulen,
•batuk darah,
•kadang disertai sesak napas,
•nyeri dada
•demam akut.

•Gambaran foto toraks dapat berupak infiltrat terlokalisis atau


difus, konsolidasi, bentuk nodul, massa atau berbentuk fungus
ball dan kadang dapat disertai kaviti atau adenopati hilus.
Gambar A) Sebuah cavitas tuberkulosis berdinding tipis di lobus kanan
atas : terdapat fungus ball dalam cavitas, dikonfirmasi CT scan (B)
DIAGNOSIS
• umumnya didapatkan secara kebetulan atau terdapat
kecurigaan yang tinggi terhadap jamur.
• Specimen bahan pemeriksaan didapatkan dari sputum, cairan
serebrospinal, bilasan bronchus, cairan BAL, transbronchial
lung biopsy, transthoracal biopsy atau open lung biopsy.
• Pemeriksaan sputum langsung tidak terdapat gambaran yang
pasti, berbeda bila pemeriksaan ini dilakukan pada
blastinomikosis dan koksidiomikosis.
• Pemeriksaan sputum pada aspergilosis, kandidiasis dan
kriptokokosis kurang memberikan manfaat.
• Uji serologi yang sering digunakan untuk pemeriksaan jamur
paru adalah uji imunodifusi dan uji fiksasi komplemen.
PENATALAKSANAAN
• Anti jamur sistemik
• Amfoterisin-B dosis 2,5 mg/kgBB selama 12-16 minggu
efektivitas tinggi tapi efek sampingnya serius.
• flusitosin dan golongan azole seperti flukonazol,
itrakonazol dan ketokonazol.
• Pada infeksi jamur sistemik yang berat dan mengancam
jiwa, amfoterisin-B dianjurkan sebagai obat utama dan
dilanjutkan dengan flukonazol atau itrakonazol.
• Penderita histoplasmosis bisa diberikan itrakonazol
dengan dosis 200-400 mg/hari selama 2 – 6 minggu.
• Ketokonazol 400 mg/hari juga efektif (lebih murah)
• Blastinomikosis dan koksidiomikosis bisa diberikan
ketokonazol oral 400 mg/hari sebelum makan.
• Koksidiomikosis disertai meningitis ringan bisa dberikan
flukonazol 400 mg/hari.

Anda mungkin juga menyukai