Anda di halaman 1dari 65

HIV dan IMS (Sifilis)

dalam kehamilan
Pendahuluan

 Penyakit HIV, sifilis dan hepatitis B→PMS yang dapat


berakibat kecacatan serta pembiayaan tinggi
 Penularan HIV, sifilis dan hepatitis B dari ibu ke anak di
Indonesia cukup tinggi
 HIV pertama kali di Indonesia dilaporkan tahun 1987
 Resiko penularan dari ibu HIV ke bayi 45%
 Resiko penularan dari ibu sifilis ke bayi 67-97% (abortus,
lahir mati, sifilis kongenital)
 Resiko penularan dari ibu hepatitis B 95%
 Tahun 2012 tercatat 21.511 kasus baru dan 57,1% usia 20-39 tahun
 Sumber penularan tertinggi (58,7%)→hubungan seksual tidak aman,
heteroseksual
 Ibu rumah tangga 18,1%
 >90% bayi HIV tertular dari ibu HIV (+)
 Penularan terjadi pada masa kehamilan, persalinan, selama menyusui
 Tanpa pengobatan yang tepat dan dini separuh anak yang terinfeksi HIV
meninggal sebelum ulang tahun kedua
 PPIA atau PMTCT merupakan intervensi yang sangat efektif mencegah
penularan
 Sifilis meningkatkan resiko tertular HIV
 Pada ODHA sifilis meningkatkan daya infeksi HIV (3-5x)
 Bumil sifilis yang tidak diobati dengan adekuat → 67% berakhir dengan
abortus, lahir mati, atau sifilis kongenital
 Screening sifilis bersamaan dengan PPIA dalam paket layanan antenatal
terpadu sangat cost efektif
 Ini penting untuk mencapai tujuan program nasional pengendalian
HIV/AIDS dan IMS serta mencapai target eliminasi ganda HIV dan sifilis
kongenital
HIV (Human Immunodeficiency Virus)

 HIV : retrovirus golongan RNA yang menyerang sistem


imun/kekebalan tubuh manusia
 AIDS : kumpulan gejala/tanda klinis pengidap HIV akibat
infeksi tumpangan (oportunistik), karena penurunan
sistem imun
 Kebanyakan orang yang terinfeksi HIV berlanjut menjadi
AIDS bila tidak diobati dengan ARV
 Kecepatan perubahan HIV → AIDS tergantung jenis dan
virulensi virus, status gizi, cara penularan
 3 tipe infeksi HIV :
1. Rapid progressor (berlangsung 2-5 tahun)
2. Average progressor (7-15 tahun)
3. Slow progressor (>15 tahun)

 SEL LIMFOSIT, CD4 dan VIRAL LOAD


 Leukosit → sel imun utama (disamping sel plasma, makrofag dan sel
mast)
 Limfosit → salah 1 jenis leukosit dalam darah dan jaringan getah bening
 Ada 2 jenis limfosit :
1. Limfosit B →proses di bursa omentalis→ respon imun humoral (IgG, IgA,
IgM, IgD, IgE)
2. Limfosit T→proses di kelenjar timus → respon imun seluler
menghancurkan sel yang terinfeksi kuman pathogen
memiliki kemampuan memori, evolusi, aktivasi, replikasi cepat
bersifat sitotoksik terhadap Ag guna mempertahankan kekebalan
tubuh
CD (Cluster of Differentiation)

 Reseptor tempat melekat virus pada dinding limfosit T


 Infeksi HIV, virus melekat pada reseptor CD4
 Merupakan petunjuk tingkat kerusakan sistem kekebalan
tubuh karena rusaknya limfosit T
 Nilai normal CD4 8.000-15.000 sel/ml
 Bilajumlah menurun → kekebalan tubuh rendah → infeksi
oportunistik
Viral Load

 Kandungan atau jumlah virus dalam darah


 Diukur dengan alat tertentu misalnya tehnik PCR
 Semakin besar jumlah viral load HIV semakin besar kemungkinan
penularan HIV pada orang lain
Penularan HIV
Cairan Genital
 Cairan sperma dan cairan vagina pengidap HIV → jumlah virus cukup banyak untuk
memungkinkan penularan. Terlebih jika ada IMS lain

Kontaminasi darah/jaringan
 Tranfusi darah dan produknya (plasma, trombosit)
 Transplantasi organ yang tercemar HIV
 Penggunaan alat medis yang tidak steril

Perinatal
 Kehamilan → plasenta yang terinfeksi
 Bayi → melalui darah atau cairan genital saat persalinan dan melalui asi pada masa laktasi
Resiko penularan HIV dari ibu ke anak
 Tanpa upaya pencegahan/intervensi resiko penularan 20-50%
 Dengan pelayanan pencegahan resiko penularan HIV <2%
 Masa kehamilan → plasenta melindungi janin dari HIV
 Bila terjadi peradangan, infeksi, atau kerusakan barrier plasenta → HIV
menembus plasenta → penularan dari ibu ke anak
 Penularan HIV dari ibu ke anak lebih sering terjadi pada saat persalinan
dan masa menyusui
3 faktor resiko penularan HIV dari ibu ke anak
 Ibu
 Kadar HIV dalam darah ibu (viral load) : semakin tinggi kadarnya semakin besar
kemungkinan penularannya (khususnya saat/menjelang persalinan dan masa
menyusui)
 CD4 : rendah (<350 sel/mm3) → daya tahan tubuh rendah
Kadar CD4 tidak selalu berbanding terbalik dengan viral load
Fase awal : CD4 dan VL bisa tinggi
Fase lanjut : CD4 dan VL bias rendah kalau penderita mendapat terapi ARV
 Status gizi selama hamil : berat badan yang rendah dan kekurangan zat gizi
(protein, vitamin, mineral) selama kehamilan meningkatkan resiko ibu untuk
mengalami penyakit infeksi dan meningkatkan kadar HIV darah ibu→resiko
penularan ibu ke bayi bertambah
 Penyakit infeksi selama kehamilan beresiko meningkatkan
kadar HIV dalam darah ibu → resiko penularan ke bayi
semakin besar
 Masalah payudara → mastitis, puting lecet, abses→
meningkatkan resiko penularan HIV
 Bayi
 Usia kehamilan, BBL bayi (premature dan BBLR) rentan tertular HIV
 Pemberian ASI, resiko penularan bila tanpa pengobatan 5-20%
 Luka dimulut bayi penularan lebih besar ketika bayi diberi ASI
 Tindakan obstetrik. Resiko penularan terbesar saat persalinan karena tekanan pada
plasenta meningkat, menyebabkan terjadi hubungan antara darah ibu dan darah bayi.
Juga bayi terpapar darah dan lendir ibu di jalan lahir.
 Jenis persalinan. Pervaginam > SC tapi SC memberi banyak resiko lain untuk
ibunya.
 Lama persalinan
 Ketuban pecah lebih dari 4 jam sebelum persalinan
 Tindakan episiotomi, ekstraksi vakum, forsep
Perjalanan Alamiah dan Stadium Infeksi HIV

• Fase I : masa jendela


• Tubuh sudah terinfeksi HIV, pemeriksaan darah belum ditemukan
antibody anti-HIV
• 2 minggu-3 bulan infeksi awal
• Sangat mudah menularkan HIV kepada orang lain
• 30-50% orang mengalami gejala infeksi akut (demam, nyeri tenggorok,
pembesaran KGB, ruang kulit, nyeri sendi, sakit kepala, batuk)
• Fase flu like syndrome
 Fase II : masa laten
 Bisa tanpa gejala/tanda (asimtomatik) – gejala ringan
 Tes darah HIV positif
 Dapat menular kepada orang lain
 Berlangsung 2-3 tahun (tanpa gejala)
 5-8 tahun gejala ringan (radang kulit : ketombe, folikulitis hilang timbul biarpun
diobati)
 Fase III : masa AIDS
 Fase terminal infeksi HIV
 Kekebalan tubuh menurun drastis
 Timbul infeksi oportunistik (radang mukosa, infeksi TB, diare kronis)
 Penurunan berat badan (>10% berat badan awal)
Sifilis

 Penyebab : Bakteri spirochaeta : treponema pallidum


 Dibedakan atas sifilis kongenital (ditularkan dari ibu ke janin selama dalam
kandungan) dan sifilis akuisita (didapat) yang ditularkan melalui hubungan sex
dan produk darah yang tercemar
 Penularan sifilis :
 Melalui hubungan seksual dengan pasangan pengidap sifilis
 Penularan dari ibu ke bayi (=penularan infeksi HIV) pada masa hamil,
kontak saat persalinan, kontak dengan lesi sifilis setelah persalinan
 Penularan dari ibu ke bayi dapat terjadi pada minggu ke-9 kehamilan
(biasanya pada minggu ke-16 dan 28)
 Bila tidak diobati dapat menyebabkan keguguran, prematuritas, BBLR,
lahir mati, sifilis kongenital
Risiko penularan sifilis dari ibu ke anak
 Faktor Ibu
 Adanya infeksi lain selama kehamilan memperbesar risiko penularan
sifilis
 Penularan baru sifilis pada bumil meningkatkan risiko penularan ke
anak
 Faktor tindakan obstetrik
 Berbeda dengan penularan HIV dari ibu ke anak
 Risikopenularan pada masa kehamilan lebih besar dibanding pada
saat persalinan karena bakteri dapat menembus barrier plasenta
Perjalanan alamiah infeksi sifilis
 Window period :
 Infeksi pertama kali→ tubuh mengaktivasi system kekebalan→timbul antibody anti-
sifilis (10-45 hari)
 Gejala fisik pertama dapat diketahui 10-90 hari setelah terinfeksi (rata-rata 21
hari)
 Muncul lesi tunggal (chancre) pertama kali → mulai stadium primer infeksi sifilis →
lesi/luka kenyal, keras, bulat dengan dasar bersih dan tidak terasa nyeri
 Lesi bertahan 3-6 minggu→sembuh dengan atau tanpa diobati
 Pengobatan adekuat (-)→berlanjut ke stadium sekunder
 Stadium Sekunder :
 Ruang kulit (pada 1 atau lebih bagian tubuh) tidak gatal, tampak bercak merah kotor atau
coklat kemerahan ditelapak tangan kaki
 Gejala lain : demam, pembengkakan KGB, radang tenggorok, kerontokan rambut
berkelompok, nyeri kepala, nyeri otot, mudah lelah, BB turun
 Gejala hilang sendiri tanpa pengobatan
 Pengobatan yang tepat (-) → lanjut stadium laten (akhir)

 Stadium Laten
 Mulai saat gejala sekunder primer hilang
 Dapat berlangsung bertahun-tahun tanpa gejala/tanda klinis
 15% penderita berlanjut ke stadium akhir (10-30 tahun sejak infeksi pertama)
 Gejala koordinasi gerakan otot sulit, kelumpuhan, mati rasa, rasa tebal, kebutaan bertahap,
demensia
 Akhirnya bakteri merusak organ dalam (otak, saraf, mata, jantung, pembuluh darah, hati,
tulang, persendian)
Kegiatan Komprehensif Pencegahan
Penularan HIV & Sifilis dari Ibu ke Anak
Penyebarluasan KIE tentang pencegahan infeksi HIV dan Sifilis
 Meningkatkan kesadaran masyarakat
 Sasaran wanita usia reproduksi

Tes HIV dan konseling


 Tes Inisiatif dari pemberi layanan kesehatan (TIPK)
 Konseling pasien untuk kepentingan kesehatan dan pengobatannya
 Prinsip 3C 2R (confidential, consent, counseling, recording-reporting dan referal)
 Dilakukan saat antenatal atau menjelang persalinan bersama pemeriksaan rutin lainnya
 Bila ibu menolak→buat secara tertulis
 Langkah-langkah TIPK
 Pemberian informasi, pengambilan darah, penyampaian hasil tes, konseling
Pemberian informasi sebelum tes, meliputi
 Risiko penularan penyakit tertentu
 Keuntungan diagnosa dini pada kehamilan bagi ibu dan bayi
 Layanan yang tersedia dan pengobatan bila hasil positif
 Informasi bahwa hasil tes diperlakukan secara konfidensial
 Hak pasien untuk menolak menjalani tes→buat tertulis
 Penolakan pemeriksaan lab tidak mempengaruhi layanan selanjutnya
bagi ibu hamil
 Kesempatan bertanya pasien kepada petugas kesehatan
Pengambilan darah dan tes HIV
 Diagnosa HIV asimptomatik→strategi 3 serial (daerah prevalensi
HIV<10%)
 3 reagen→beda sensitivitas, spesifisitas, dan preparasi antigen
 Dilakukan tenaga medis dan atau teknisi lab terlatih
 Dilakukan sekaligus untuk tes lainnya
Penyampaian hasil tes
 Petugas kesehatan tahu hasil tes lebih dulu, periksa nama pasien sesuai,
sampaikan hasil pemeriksaan, rencana tata laksana
 Catat hasil pemeriksaan→rekam medis
 Formulir hasil pemeriksaan diberi kepada pasien
 Formulir disimpan di fasyankes atas permintaan pasien
 Beri kesempatan pasien bertanya
 Bila ada keraguan→ pasien dirujuk
Konseling
 Pada setiap bumil
 Tatap muka individual
 Isi konseling berdasarkan hasil tes
Pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada wanita HIV
 Prinsip : setiap wanita perlu merencanakan kehamilannya
 Wanita HIV→lebih hati-hati/matang→resiko penularan pada bayi
 Kondom→cara terbaik untuk pencegahan penularan IMS → gunakan
secara disiplin, terus menerus dan benar
 Wanita HIV juga menggunakan metode kontrasepsi lain (perlindungan
ganda)
Pencegahan dan penundaan kehamilan pada ibu HIV
 Harus segera dibicarakan
 Pilihan kontrasepsi berdasarkan urutan prioritas :
 Kontap

 Kontrasepsi jangka panjang : AKDR→bila risiko IMS rendah, hormonal


(PKK dan pil progesteron →ARV menurunkan efektivitas PKK, suntikan
progesteron), DMPA→ARV tidak mempengaruhi metabolism, implant
→ efektif dan aman untuk wanita HIV tidak dalam terapi ARV
Perencanaan kehamilan meliputi :
 Aspek medis :
 viral load tidak terdeteksi→kemungkinan penularan HIV dari ibu ke bayi rendah
 Kadar CD4 > 350 sel/mm3→kadar yang tinggi→kekebalan ibu cukup baik layak
untuk hamil
 Aspek sosial :
 Direncanakan bersama pasangan
 Pemahaman risiko dan konsekuensi kehamilan, persalinan dan pengasuhan anak
 Kesepakatan/persetujuan keluarga untuk menghindari penelantaran pengasuhan
anak dikemudian hari
Persiapan wanita HIV yang ingin hamil
 Periksa CD4 dan viral load
 CD4 < 350 sel/mm3, minum ARV teratur minimal selama 6 bulan, tetap gunakan
kondom selama sanggama

Persiapan pasangan dari wanita HIV yang ingin hamil :


 Pastikan serologis HIV non reaktif/negatif→ boleh sanggama tanpa kondom setelah
pihak wanita dipastikan layak untuk hamil
 Bila serologis reaktif/positif→periksa VL untuk tahu risiko penularan
 Bila VL tidak terdeteksi sanggama tanpa kontrasepsi dapat dilakukan pada masa subur
pasangan
 Bila VL terdeteksi/CD4 < 350 sel/mm3→tunda rencana kehamilan
 Pemberian ARV pada ibu hamil dengan infeksi HIV
 Semua bumil HIV→terapi ARV seumur hidup
 Periksa CD4→untuk memantau pengobatan, bukan acuan untuk mulai terapi

 Untuk memulai terapi ARV pertimbangkan :


 Persiapan klien (fisik, mental, edukasi pra-pemberian ARV)
 Bila infeksi oportunistik positif→obati dulu
 Terapi ARV diberikan setelah infeksi diobati dan stabil (kira-kira 2 minggu-2 bulan
pengobatan)
 Profilaksis kotrimoksasol→pada stadium klinis 2,3,4 dan atau CD4 < 200
 Pada bumil dengan TB, OAT diberikan sampai kondisi klinis memungkinkan, dan
fungsi hati baik
 Syarat pemberian ARV pada bumil→SADAR yaitu :
 Siap : menerima ARV, mengetahui benar efek ARV
 Adherence : kepatuhan minum obat
 Disiplin : minum obat dan kontrol dokter
 Aktif : bertanya dan diskusi dengan dokter
 Rajin : memeriksakan diri bila ada keluhan
Perencanaan persalinan aman bagi ibu dengan HIV
 Tujuan :
 menurunkan risiko penularan HIV ibu ke bayi, risiko terhadap ibu, tim
penolong dan pasien lainnya.
 Risikopenularan persalinan pervaginam dapat diperkecil dan cukup
aman bila pengobatan ARV setidaknya 6 bulan dan atau VL < 1000
kopi/mm3 pada minggu ke 36
Penatalaksanaan nifas bagi ibu HIV
 Bila tidak menyusui→penghentian produksi ASI
 Pengobatan, perawatan dan dukungan berkelanjutan diberikan.
Tatalaksana infeksi oportunistik, dukungan edukasi nutrisi
 Pelayanan kontrasepsi pasca salin→tidak terjadi kehamilan tidak
terencana
 Edukasi cara membuang bahan yang berpotensi menimbulkan infeksi
(lokia dan pembalut)
Pencegahan penularan sifilis dari ibu ke bayi
 Tatalaksana sifilis pada ibu hamil sbb:
 Tiap bumil mendapat pelayanan antenatal terpadu
 Pada kunjungan pertama dilakukan tes darah (termasuk HIV dan
sifilis, sebaiknya dilakukan sebelum hamil 16 minggu)
 Screening tetap dilakukan walaupun kunjungan pertama diatas 16
minggu
 Tiap bumil dengan tes serologi positif→harus diobati untuk cegah
sifilis kongenital
 Obati pasangan seksual perempuan/bumil seropositif tersebut
Diagnosis sifilis pada ibu hamil, terdiri atas :
Tes non-treponema : (RPR=Rapid Plasma Reagen/rapid test atau
VDLR=Venereal Diseases Research Laboratory)
 Jika hasil tes positif→konfirmasi dengan tes treponema
TPHA(Treponema Pallidum Haemaglutination Assay), TP-PA(Treponema
Pallidum Particle Aglutination Assay), FTA ABS(Fluorescent Treponemal
Antibody Absorpsion) dan TP rapid
 Dipakai untuk screening deteksi infeksi dan reinfeksi dan memantau
keberhasilan terapi
 Relatif murah
 Jika tes positif konfirmasi dengan tes spesifik treponema
Tes treponema
 Deteksi antibody spesifik treponema
 Jarang positif palsu
 Dapat menunjukan hasil positif/reaktif seumur hidup walaupun terapi
sifilis telah berhasil
 Tidak dapat membedakan antara infeksi aktif dan infeksi yang telah
diterapi secara adekuat
 Rapid test sifilis/TP rapid→lebih sederhana, cepat, menggunakan darah
lengkap, membutuhkan sedikit pelatihan petugas tidak perlu peralatan
dan penyimpanan khusus, penggunaan sangat mudah, memberi hasil
dalam waktu relatif singkat (10-15 menit), sensitivitas 85-98%
spesifisitas 93-98%
 Karena risiko penularan bayi dapat bermanifestasi sebagai sifilis
kongenital, semua bumil dengan hasil tes non-treponema positif atau
treponema positif harus segera diobati
 1 dosis benzatin penisilin 2,4 juta unit sudah dapat mencegah penularan
infeksi pada janin
 Karena punya masa jendela, hasil tes negatif belum tentu menyatakan
seseorang bebas sifilis
 Tes pada bumil perlu diulang kembali sebelum melahirkan
Konseling setelah tes
 Hasil tes sifilis non-reaktif atau negative :
 Penjelasan tentang masa jendela/window period
 Pencegahan untuk tidak terinfeksi dikemudian hari
 Hasil tes sifilis reaktif atau positif :
 Penjelasan tentang aspek kerahasiaan
 Penjelasan tentang rencana pemberian obat
 Informasi sehubungan dengan kehamilan (gizi termasuk Fe dan asam folat)
 Konseling hubungan seksual selama hamil (abstinensia, saling setia, penggunaan
kondom secara benar dan konsisten)
 Pemberian informasi bahwa pasangan harus diobati
 Kesepakatan tentang jadwal kunjungan lanjutan
Terapi sifilis pada ibu hamil
 Bila tidak ditemukan obat benzatin benzyl penisilin, bisa gunakan
procain benzyl penisilin dosis 600.000 IU/hari selama minimal 30 hari
berturut-turut (dosis total 18 juta IU)
 Perlu dilakukan skin test
 Azitromisin dan ceftriakson tidak direkomendasikan karena
meningkatkan resistensi
 Eritromisin bila memang tidak ada pilihan obat lain
Diagnosis sifilis kongenital
 Pada bayi umur <15 bulan diagnosa tidak mudah
 Tes sirologi IGG tidak bermanfaat, karena ada transfer pasif antibody
ibu
 Tes treponema tidak dianjurkan
 Sifilis kongenital→asimptomatis lebih dari 50% kasus terutama pada
minggu pertama kehidupan
 Gejala muncul pada bulan pertama, manifestasi klinis terlihat sampai 2
tahun kehidupan
Pencegahan penularan infeksi di fasilitas kesehatan

 Pencegahan umum
 Untuk memutus mata rantai transmisi infeksi
 Kewaspadaan standard meliputi :
 Kebersihan tangan
 Pemakaian alat pelindung diri
 Pengelolaan limbah dan benda tajam
 Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai
 Pengelolaan lingkungan
 Pengelolaan linen
 Penempatan pasien
 Etika batuk
 Praktek penyuntikan yang aman
 Praktek pencegahan infeksi untuk prosedur lumbal pungsi
 Perlindungan dan kesehatan karyawan
 Tatalaksana pasca pajanan dan ketersediaan
profilaksis pasca pajanan (PPP) dapat mengurangi
risiko penularan HIV pada petugas kesehatan dan
meningkatkan motivasi petugas kesehatan untuk
bekerja dengan orang yang terinfeksi HIV
Pertolongan pertama pasca pajanan

 Untuk mengurangi waktu kontak dengan darah, cairan tubuh dari sumber
pajanan
 Untuk membersihkan dan dekontaminasi tempat pajanan
 Jika terjadi luka pada kulit (akibat jarum/benda tajam) dianjurkan :
 Jangan memijat, memencet atau menggosok daerah luka
 Cuci segera dengan sabun/larutan disinfektan ringan
 Jika tidak ada air mengalir bersihkan daerah luka dengan gel atau
larutan pembersih tangan lainnya
 Jangan gunakan larutan disinfektan kuat seperti yodium ( dapat
mengiritasi dan memperburuk daerah luka)
Jika kena percikan darah atau cairan tubuh dianjurkan untuk :
 Mengenai kulit yang utuh
 Cuci dengan air mengalir
 Jika tidak ada air mengalir, bersihkan dengan gel atau larutan pembersih tangan
lainnya
 Jangan gunakan larutan disinfektan kuat

 Mengenai mata
 Basuh dengan air mengalir (irigasi), posisi kepala miring kearah mata yang terpecik
 Jika menggunakan lensa kontak, lepaskan sebelum membasuh mata
 Jangan gunakan sabun atau disinfektan di mata
 Mengenai mulut
Buang atau ludahkan cairan di mulut dengan
segera, kumut-kumur menggunakan air atau larutan
garam faali dan buang kembali, ulangi beberapa
kali
Jangan gunakan sabun/disinfektan di mulut
Laporkan kepada petugas berwenang (atasan langsung,
komite PPI atau kesehatan dan keselamatan kerja (K3))
Penetapan pemenuhan syarat untuk PPP HIV
 Waktu terpajan : secepat mungkin setelah pajanan (4 jam -
<72 jam)
 Status HIV orang terpajan : bila infeksi HIV (+) →PPP tidak
diberikan
 Jenis dan risiko pajanan : pajanan dikaji untuk menentukan
risiko penularan (membrane mukosa, kulit tidak utuh, cairan
tubuh atau status tidak diketahui)
 Status HIV sumber pajanan
Pemberian obat untuk PPP HIV

 Diberikan selama 28 hari


 Efek samping : mual dan lelah
 Untuk mengurangi efek samping dianjurkan untuk minum obat bersama
makanan
 Paduan 2 obat ARV dianjurkan untuk PPP HIV : tenofovir (TDF) +
lamivudin (emtricitabine) (3 TC/FTC) atau zidovudin (AZT) + lamivudin
(3 TC)
 Follow-up tes HIV 3-6 bulan setelah pajanan
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai