Anda di halaman 1dari 35

“AIRWAY

MANAGEMEN
T”
Bimantara Cakra Aditama

KEPANITERAAN KLINIK ANESTESIA


DAN REANIMASI
RSUD dr SOESELO SLAWI
Definisi

Airway Management ialah memastikan


jalan napas tetap terbuka. Tindakan
paling penting untuk keberhasilan
resusitasi adalah segera melapangkang
saluran pernapasan. yaitu dengan cara
Triple airway maneuver.
Pada Triple Airway Manuever terdapat tiga perlakuan
yaitu:
 Kepala ditengadahkan dengan satu tangan berada di
bawah leher, sedangkan tangan yang lain pada dahi.
Leher diangkat dengan satu tangan dan kepala
ditengadahkan ke belakang oleh tangan yang lain
 Menarik rahang bawah ke depan, atau keduanya, akan
mencegah obtruksi hipofaring oleh dasar lidah. Kedua
gerakan ini meregangkan jaringan antara larings dan
rahang bawah.
 Menarik / mengangkat dasar lidah dari dinding
pharyinx posterior.
Anatomi Jalan Napas

Ada dua gerbang untuk masuk ke jalan nafas pada


manusia yaitu hidung yang menuju nasofaring (pars
nasalis), dan mulut yang menuju orofaring (pars oralis).
Kedua bagian ini di pisahkan oleh palatum pada bagian
anteriornya, tapi kemudian bergabung di bagian posterior
dalam faring. Faring berbentuk U dengan struktur
fibromuskuler yang memanjang dari dasar tengkorak
menuju kartilago krikoid pada jalan masuk ke esofagus.
Bagian depannya terbuka ke dalam rongga hidung,
mulut, laring, nasofaring, orofaring dan laringofaring
(pars laryngeal). Nasofaring dipisahkan dari orofaring
oleh garis imaginasi mengarah ke posterior.
Pada dasar lidah, secara fungsional epiglotis
memisahkan orofaring dari laringofaring (atau
hipofaring). Epiglotis mencegah terjadinya
aspirasi dengan menutup glotis- gerbang
laring- pada saat menelan. Laring adalah
suatu rangka kartilago yang diikat oleh
ligamen dan otot. Laring disusun oleh 9
kartilago (gambar 5-2) : tiroid, krikoid,
epiglotis, dan (sepasang) aritenoid,
kornikulata dan kuneiforme (Morgan, 2006).
Indikasi Bantuan Jalan Napas
Obstruksi jalan napas
1. Sumbatan di atas laring
a. Lidah yang jatuh ke hipofaring:
Pasien tidak sadar atau dalam keadaan anastesi
posisi terlentang. Pada pasien tidak sadar, tonus
otot penyangga lidah menurun sehingga lidah jatuh
ke arah posterior dan menempel pada dinding
posterior faring dan menyebabkan obstruksi jalan
nafas baik total atau parsial. Terutama pada pasien
gemuk, leher pendek, lidah besar pada bayi.
b. Benda asing
1) Lendir
2) Bekuan darah
3) Gigi palsu yang terlepas
4) Muntahan
5) Makanan
c. Penyakit infeksi atau tumor jalan nafas
bagian atas
1) Pembesaran tonsil
2) Polip pada rongga hidung
3) Tumor rongga mulut dan dasar lidah
d. Trauma di daerah muka
Trauma kepala yang mengenai daerah
maksilo-fasial, yang dapat merusak
anatomi regio tersebut sehingga
mengganggu pasase udara melalui jalan
napas atas
2. Sumbatan pada laring
a. Benda asing menyumbat rima glottis
b. Reaksi alergi anafilaktik
c. Tumor laring
d. Trauma laring
e. Paralisis pita suara
f. Spasme laring ,yaitu karena pita suara menutup sebagian atau
seluruhnya. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh anastesi ringan
dan mendapat rangasangan sekitar faring. Terapi yang dapat
diberikan :
1) Triple Airway Maneuver
2) Ventilasi positif dengan oksigen 10 %
3) Bila tidak perbaikan diberikan pelumpuh otot suksinil 0,5 mg/kg iv, im
deltoid, sublingual 2-4 mg/kg.
3. Sumbatan di bawah laring
a) Tumor mendesak trakea
b) Benda asing bronkus
c) Spasme bronkus’tumor bronkus
Tanda- tanda obstruksi jalan nafas
a. Stridor (mendengkur)
b. Pernafasan cuping hidung
c. Retraksi trakea
d. Retraksi torak (Latief, 2009).
Lanjutan indikasi bantuan
jalan nafas
 Henti nafas : depresi pusat nafas,
kelumpuhan otot pernafasan
 Pembedahan: durasi lama, posisi khusus
 Pencegahan terhadap regurgitasi dan
aspirasi
 Mempermudah ventilasi positif dan
oksigenasi: saat resusitasi
 Tak terasa ada udara ekspirasi (latief,
2009).
Pengelolaan Jalan Nafas Tanpa Alat

Membuka jalan nafas dengan metode :


a. Head Tilt (dorong kepala ke belakang)
b. Chin Lift Manuver (perasat angkat
dahu)
c. Jaw Thrust Manuver (perasat tolak
rahang)
Membersihkan jalan nafas
a. Finger Sweep (sapuan jari)

Dilakukan bila jalan napas tersumbat


karena adanya benda asing dalam rongga
mulut belakang atau hipofaring (gumpalan
darah, muntahan, benda asing lainnya)
dan hembusan napas hilang.
b. Abdominal Thrust (Gentakan Abdomen)

c. Chest Thrust (Pijatan Dada)


d. Back Blow (Tepukan Pada Punggung)
Pengelolaan Jalan Nafas Dengan Alat
a. Faringeal airway
 Jika manuver triple airway kurang berhasil, maka dapat dipasang
jalan napas mulut-faring lewat mulut dengan Oropharyngeal
airway atau jalan napas hidung-faring lewat hidung dengan
Nasopharyngeal airway.
 Nasopharyngeal airway (NPA) : berbentuk pipa bulat berlubang
tengahnya dibuat dari bahan karet lateks lembut. Pemasangan
harus hati-hati dan menghindari trauma mukosa hidung pipa
diolesi dengan jelly.
 Oropharyngeal airway (OPA) : Berbentuk pipa gepeng lengkung
seperti huruf C berlubang ditengahnya dengna salah satu
ujungnya bertangkai dengan dinding lebih keras untuk mencegah
kalau pasien menggigit, lubang tetap paten, sehingga aliran udara
tetap terjamin. OPA juga dipasang bersama pipa trakea atau
sungkup laring untuk menjaga patensi kedua alat tersebut dari
gigitan (Latief, 2009).
b. Face mask
 Fase mask (sungkup muka) yaitu untuk
mengantar udara/gas anestesi dari alat
resusitasi atau sistem anestesi ke jalan
napas pasien. Bentuk sungkup muka sangat
beragam bergantung usia dan pembuatnya.
Ukuran 03 untuk bayi baru lahir, ukuran
02,01,1 untuk anak kecil, ukuran 2 dan 3
untuk anak besar dan ukuran 4 dan 5 untuk
dewasa (Latief,2009).
c. Laringeal mask airway
 Laringeal mask airway (sungkup laring)
adalah alat jalan napas berbentuk
sendok terdiri dari pipa besar berlubang
dengan ujung menyerupai sendok yang
pinggirnya dapat dikembang-kempiskan
seperti balon pada pipa trakea.
Dikenal dua macam sungkup laring :
1. Sungkup laring standar dengan satu
pipa napas
2. Sungkup laring dengan dua pipa yaitu
satu pipa napas standar dan lainnya
pipa tambahan yang ujung distalnya
berhubungan dengan esofagus (Latief,
2009).
Ukuran LMA
Ukuran Usia Berat (kg)
1.0 Neonatus <3

1.3 Bayi 3-10

2.0 Anak Kecil 10-20

2.3 Anak 20-30

3.0 Dewasa kecil 30-40

4.0 Dewasa normal 40-60

5.0 Dewasa besar >60


d. Endotracheal tube
 Endotracheal tube yaitu mengantar gas anestetik
langsung ke dalam trakea dan biasanya dibuat dari
bahan standar polivinil-klorida. Ukuran diameter lubang
pipa trakea dalam milimeter. Karena penumpang trakea
bayi, anak kecil dan dewasa berbeda, penampang
melintang trakea bayi dan anak kecil dibawah usia 5
tahun hampir bulat, sedangkan dewasa seperti huruf D,
maka untuk bayi dan anak digunakan tanpa cuff dan
untuk dewasa dengan cuff supaya tidak bocor.
 Endotracheal tube dapat dimasukkan melalui mulut
(orotracheal tube) atau melalui hidung ( nasotracheal
tube) (Latief, 2009).
e. Laringoskop dan Intubasi
 Laringoskop ialah alat yang digunakan
untuk melihat laring secara langsung
supaya kita dapat memasukan pipa
trakea dengan baik dan benar
a) Intubasi
 Intubasi adalah memasukan suatu
lubang atau pipa trakea melalui mulut
ataupun hidung menuju trakhea dengan
tujuan untuk menjaga jalan napas
(Latief, 2009).
b). Indikasi Intubasi
 Secara umum, intubasi adalah indikasi untuk pasien yang
memiliki resiko untuk aspirasi dan untuk prosedur operasi
meliputi rongga perut atau kepala dan leher. Ventilasi dengan
face mask atau LMA biasanya digunakan untuk prosedur operasi
pendek seperti cytoskopi, pemeriksaan dibawah anestesi,
perbaikan hernia inguinal dan lain lain
Indikasi dibagi menjadi :
 Menjaga patensi jalan napas oleh sebab apapun
 Kelainan anatomis, bedah khusus, bedah posisi khusus,
pembersihan sekret jalan napas dan lain-lain.
 Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi
 Misalnya saat resusitasi dan ventilasi jangka panjang.
 Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi (Latief, 2009).
Komplikasi Intubasi
a.Selama intubasi:
1. Trauma gigi-geligi
2. Laserasi bibir, gusi, laring
3. Merangsang saraf simpatis (hipersekresi dan
takikardia)
4. Intubasi bronkus
5. Intubasi esofagus
6. Aspirasi
7. Spasme bronkus
b. Setelah ekstubasi
1. Spasme laring
2. Aspirasi
3. Gangguan fonasi
4. Edema glotis-subglotis
5. Infeksi laring, faring trakea
(Latief,2009).
Difficult Airway
Definisi
 Difficult airway (Kesulitan Jalan Napas),
menurut The American Society of
Anesthesiology (ASA) 2003 adalah
adanya situasi klinis yang menyulitkan
baik ventilasi dengan masker atau
intubasi yang dilakukan oleh dokter
anestesi yang berpengalaman dan
terampil.
Jenis Kesulitan Jalan Napas
Menurut ASA jenis kesulitan jalan napas dibagi menjadi 4 :
 Kesulitan ventilasi dengan sungkup atau supraglottic airway
(SGA)
Ketidakmampuan dari ahli anestesi yang berpengalaman untuk
menjaga SO2 > 90 % saat ventilasi dengan menggunakan masker
wajah dan O2 inspirasi 100%, dengan ketentuan bahwa tingkat
saturasi oksigen pra ventilasi masih dalam batas normal.
 Kesulitan dilakukan laringoskopi

Kesulitan untuk melihat bagian pita suara, setelah dicoba


beberapa kali dengan laringoskop sederhana.
 Kesulitan intubasi trakea

Dibutuhkannya lebih dari 3 kali usaha intubasi atau usaha intubasi


yang terakhir lebih dari 10 menit
 Kegagalan intubasi

Penempatan ETT gagal setelah beberapa kali percobaan intubasi


(ASA, 2013).
Kesimpulan
 Airway Management ialah memastikan jalan napas tetap
terbuka. Tindakan paling penting untuk keberhasilan
resusitasi adalah segera melapangkang saluran pernapasan.
 Indikasi Bantuan Jalan Napas :

1. Obstruksi jalan napas


2. Henti nafas : depresi pusat nafas, kelumpuhan otot
pernafasan
3. Pembedahan: durasi lama, posisi khusus
4. Pencegahan terhadap regurgitasi aspirasi dan regurgitasi
5. Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi: saat
resusitasi
6. Tak terasa ada udara ekspirasi (latief, 2009).
Pengelolaan jalan nafas ( airway management ) terdiri atas :
1. Airway management tanpa alat
2. Airway management dengan memakai alat
 Difficult airway (Kesulitan Jalan Napas), menurut The American
Society of Anesthesiology (ASA) 2003 adalah adanya situasi klinis
yang menyulitkan baik ventilasi dengan masker atau intubasi yang
dilakukan oleh dokter anestesi yang berpengalaman dan terampil.
 Penilaian difficult airway yaitu dengan menilai : anamnesis,
pemeriksaan fisik :menilai kesulitan ventilasi dan menilai kesulitan
intubasi. Penanganan Difficult Airway dapat menggunakan
algoritma penanganan difficult airway menurut ASA.
 Dampak dari kegagalan jalan nafas dapat menyebabkan kerusakan
otak bahkan mencapai kematian, karena itu penilaian secara dini
terhadap adanya obstruksi jalan nafas dengan penilaian keadaan
pasien secara baik.
terimakasih

Anda mungkin juga menyukai