Bangunan asli -Sejarah,fungsi,gaya bangunan -Data lokasi,deskripsi bangunan -Pendekatan konsep (metode) -Karakteristik bangunan : ,Bentuk,material,entrance
Desain tugas kontras
-Konsep desain -Fungsi bangunan -Prespektif bangunan SEJARAH BANGUNAN
Pada zaman pendudukan Jepang, gedung ini
dijadikan Kantor Berita Domei. Dari tempat ini, Jepang menyampaikan propaganda poliriknya dalam usaha mempengaruhi opinimasyarakat. Namun peran ini beralkhir setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dikumandangkan di Jakarta. Berita itu dengan cepat berhasil diterima wartawan-wartawan bangsa Indonesia yang bekerja di Domei. Akan tetapi karena dilarang para pejabat Jepang yang menjadi penanggung jawab kantor berita tersebut, berita yang sangat penting itu tidak bisa segera disiarkan. Begitu pula Surat Kabar “Tjahaja” yang dijadikan terompet Jepang mengalami kesulitan memuat berita tersebut. Namun serapat-rapatnya penguasa Jepang menutupi usaha penyebar-luasan berita tersebut, akhirnya berhasil juga dijebol. Selain dipancar-luaskan melalui Radio Hoshokyoku, berita proklamasi disampaikan ke masyarakat luas dengan cara sederhana. Para wartawan yang bekerja di Kantor Berita Domei menuliskan pengumuman di atas papan tulis. Isinya pemberitahuan bahwa kemerdekaan Bangsa Indonesia sudah diproklamirkan. Papan itu kemudian dipasang di depan gedung, sehingga bisa dibaca oleh khalayak. Sejak itu, masyarakat kota Bandung datang berbondong-bondong, sehingga berita kemerdekaan bangsa Indonesia dengan cepat tersebar dari mulut ke mulut. FUNGSI BANGUNAN
Bangunan ini banyak dipengaruhi oleh
aliran Nieuw Bouwen- gaya arsitektur yang berkembang di Hindia Belanda pada akhir tahun 1930 yang memperlihatkan garis-garis stream line. Gaya ini mengutamakan kesederhanan tanpa banyak ornamen dekoratif. Tampak bahwa pengutamaan kesederhanan ini menunjukkan perbedaannya dari gaya art deco, yang menonjolkan unsur dekoratif. GAYA BANGUNAN
Bangunan ini banyak dipengaruhi oleh aliran
Nieuw Bouwen- gaya arsitektur yang berkembang di Hindia Belanda pada akhir tahun 1930 yang memperlihatkan garis-garis stream line. Gaya ini mengutamakan kesederhanan tanpa banyak ornamen dekoratif. Tampak bahwa pengutamaan kesederhanan ini menunjukkan perbedaannya dari gaya art deco, yang menonjolkan unsur dekoratif. DATA LOKASI
Jl. Insinyur H. Juanda No.8,
Tamansari, Bandung Wetan, Kota Bandung, Jawa Barat 66274 Mirip dengan bentuk kue tart raksasa yang terdiri dari tiga lapis, gedung tiga lantai ini dinamakan Drie Kleur (tiga warna) karena warna- warna berbeda yang menghias. Salah satu hasil rancangan arsitek AF Aalbers pada tahun 1937 tersebut memiliki bentuk yang melengkung mengikuti pola sudut simpang tiga antara Jalan Ir H Djuanda di sebelah barat dengan Jalan Sultan Agung di sebelah selatan. Dalam dunia arsitektur, peletakan bentuk bangunan seperti dianggap sebagai pengunci bagi bangunan-bangunan di sekitarnya. Walaupun secara keseluruhan bangunan gedung tersebut tergolong miskin ornamen dekoratif, namun tampilannya menjadi menonjol berkat garis-garis lengkung (streamline) yang menghias setiap batas luar lantainya. Keadaan ini menjadikan bangunan tersebut nampak lebih menonjol sehingga memiliki daya tarik tersendiri bagi mereka yang datang berasal dari arah selatan Jalan Ir H Djuanda. Gedung De Drie Kleur (Tiga Warna) adalah salah satu bangunan cagar budaya peninggalan kolonialBelanda didirikan tahun 1938 berdasarkan rancangan arsitek AF. Aalbers, bergaya modern “ Nieuwe Bouwen ”. Selubung bangunan berbentuk bidang-bidang horizontal lurus-lengkung adaptif terhadap bentuk- posisi tapaknya membuat bangunannya sebagai tengeran. Di a wal tahun 2011 masih tampakmodern dan kokoh, mewadahi fungsi sebuah bank nasional.Tampilan masa kini tersebut dituntut oleh bank BTPN yang diwadahinya, dan tetap mengacu sebagaiBangunan Cagar Budaya. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan arsitektur yang menggunakanBentuk-fungsi- makna sebagai elemen arsitekturnya. Gedung De DrieKleur (Tiga Warna) di sudut Jl. Ir. H. Juanda (Dago) dan Jl. Sultan Agung Gedung De DrieKleur (Tiga Warna) di sudut Jl. Ir. H. Juanda (Dago) dan Jl. Sultan Agung dibangun pada tahun 1938 berdasarkan rancangan arsitek Belanda A.F. Albers. Bangunan ini banyak dipengaruhi oleh aliran Nieuw Bouwen- gaya arsitektur yang berkembang di Hindia Belanda pada akhir tahun 1930 yang memperlihatkan garis-garis stream line. Gaya ini mengutamakan kesederhanan tanpa banyak ornamen dekoratif. Tampak bahwa pengutamaan kesederhanan ini menunjukkan perbedaannya dari gaya art deco, yang menonjolkan unsur dekoratif.