Anda di halaman 1dari 34

PENGETAHUAN DAN ILMU

Pengertian Ilmu
• Pengetahuan ilmiah atau ilmu (bah. Inggris
Science dan Latin Scientia yang diturunkan
dari kata scire), memiliki makna ganda, yaitu;
mengetahui (to know), dan belajar (to learn).
• To know menunjuk pada aspek statis ilmu,
yaitu sebagai hasil, berupa pengetahuan
sistematis.
• To Learn menunjuk pada hakikat dinamis ilmu,
sebagai sebuah proses (aktivitas-metodis)
• Tegasnya, pengertian ilmu, dalam hal ini,
menunjuk pada tiga hal, yaitu;
– pertama; ilmu sebagai proses berupa aktifitas
kognitif-intelektuali (aktivitas penelitian),
– kedua; ilmu sebagai prosedur berupa metode
ilmiah,
– ketiga;. Ilmu sebagai hasil atau produk berupa
pengetahuan sistematis.
Ilmu Sebagai Aktifitas
• Menggambarkan hakikat ilmu sebagai sebuah
rangkaian aktivitas pemikiran rasional, kognitif,
dan teleologis (tujuan).
• Rasional artinya, proses aktifitas yang
menggunakan kemampuan pemikiran untuk
menalar dengan tetap berpegang pada kaidah-
kaidah logika,
• Kognitif artinya; aktivitas pemikiran yang
bertalian dengan; pengenalan, pencerapan,
pengkonsepsian, dalam membangun pemahaman
pemahaman secara terstruktur guna
memperoleh pengetahuan
• Teleologis artinya; proses pemikiran dan
penelitian yang mengarah pada pencapaian
tujuan-tujuan tertentu, misalnya; kebenaran
pengetahuan, serta memberi pemahaman,
penjelasan, peramalan, pengendalian, dan
aplikasi atau penerapan. Semua itu dilakukan
setiap ilmuwan dalam bentuk penelitian,
pengkajian, atau dalam rangka pengembangan
ilmu.
Ilmu Sebagai Prosedur
• Menunjuk pada pola prosedural, tata langkah,
teknik atau cara, serta alat atau media.
– Pola prosedural, misalnya; pengamatan, percobaan,
pengukuran, survei, deduksi, induksi, analisis, dan
lainnya.
– Tata langkah, misalnya; penentuan masalah,
perumusan hipotesis (bila diperlukan), pengumpulan
data, penarikan kesimpulan, dan pengujian hasil.
– Teknik atau cara, misalnya; penyusunan daftar
pertanyaan, wawancara, perhitungan, dan lainnya.
– Alat dan media, timbangan, meteran, perapian,
komputer, dan lainnya.
Ilmu Sebagai Hasil atau Produk
• Berupa pengetahuan sistematis, ilmu dipahami sebagai
seluruh kesatuan ide yang mengacu ke obyek (dunia
obyek) yang sama dan saling berkaitan secara logis.
• Karena itu, Ilmu dipandang sebagai sebuah koherensi
sistematik, dengan prosedur, aksioma, dan lambang–
lambang yang dapat dilihat dengan jelas melalui
pembuktian-pembuktian ilmiah.
• Ilmu memuat di dalam dirinya hipotesis-hipotesis
(jawaban-jawaban sementara) dan teori-teori
(hipotesis-hipotesis teruji) yang belum mantap
sepenuhnya. Ilmu sering disebut pula sebagai konsep
pengetahuan ilmiah karena ilmu harus terbuka bagi
pengujian ilmiah (pengujian keilmuan).
• Ilmu cenderung dipahami sebagai pengetahuan
yang diilmiahkan atau pengetahuan yang
diilmukan, sebab tidak semua pengetahuan itu
bersifat ilmu atau harus diilmiahkan.
– Sebagai hasil kegiatan ilmiah, ilmu merupakan
sekelompok pengetahuan (konsep-konsep) mengenai
sesuatu hal (pokok soal) yang menjadi titik minat bagi
permasalahan tertentu.
– Sebuah pengetahuan ilmiah memiliki 5 (lima) ciri
pokok, yaitu; empiris, sistematis, obyektif, analitis, dan
verifikatif. Ilmu, dalam hal ini, cenderung dilihat dalam
hubungan dengan obyek keilmuan (obyek material
dan formal) dan metode keilmuan tertentu. Kesatuan
ilmu bersumber di dalam kesatuan obyeknya.
• Ketiga unsur dimaksud menggambarkan
sebuah pengertian yang lengkap dan utuh
mengenai ilmu itu sendiri. Ketiganya,
sesungguhnya bukan saling bertentangan,
tetapi merupakan sebuah kesatuan, di mana
manusia lah yang menjadi pelaku (subyek)
ilmu itu sendiri. Alasannya, hanya manusia
sajalah yang memiliki kemampuan rasional,
melakukan aktivitas kognitif (menyangkut
pengetahuan), dan mendambakan berbagai
tujuan yang berkaitan dengan ilmu.
• Ilmu sebagai aktivitas kognitif harus mematuhi
berbagai kaidah pemikiran logis, sementara,
disebut pengetahuan sistematis karena ilmu
merupakan hasil dari pelaksanaan proses-
proses kognitif yang terpercaya, dan
sistematis, Ilmu disebut metodik karena ilmu
sebagai aktivitas kognitif (intelektual) sampai
perwujudannya sebagai pengetahuan
sistematis, terjalin dalam sebuah langkah atau
prosedur ilmu yang disebut metode.
• Ilmu adalah rangkaian aktivitas manusia yang
rasional kognitif, dengan berbagai metode
berupa anek prosedur dan tata langkah,
sehingga menghasilkan kumpulan
pengetahuan yang sitematis mengenai gejala-
gejala kealaman, kemasyarakatan, dan
keorangan untuk tujuan mencapai kebenaran,
memperoleh pemahaman, memberikan
penjelasan, atau penerapan.
Obyek Pengetahuan ilmiah atau Ilmu
• secara filsafati, sebuah pengetahuan ilmiah
atau ilmu, memiliki perbedaan dengan bentuk
pengetahuan yang umum (common sense).
Alasannya, bila sebuah jenis pengetahuan
umum tidak memiliki obyek, bentuk
pernyataan, serta dimensi dan cirri yang
khusus maka sebaliknya, sebuah pengetahuan
ilmiah atau pengetahuan keilmuan (ilmu)
selalu mengendaikan adanya; obyek keilmuan,
bentuk pernyataan, serta dimensi dan ciri
yang khusus.
• Para filsuf, karenanya, membagi obyek
keilmuan itu dalam dua golongan besar, yaitu;
obyek material dan obyek formal keilmuan.
– Obyek material meliputi: ide abstrak, benda-
benda fisik, jasad hidup, gejala rohani, gejala
sosial, gejala kejiwaan, gejala alam, proses tanda,
dan sejenisnya.
– Obyek formal, meliputi; sudut pandang, minat
akademis, atau cara kerja yang digunakan untuk
menggali, menggarap, menguji, menganalisis, dan
menyusun berbagai pemikiran yang tersimpan
dalam khasanah kekayaan obyek material di atas
dan menyuguhkannya dalam bentuk ilmu.
Hubungan Pengetahuan dan Ilmu
• Pengetahuan pada dasarnya adalah keseluruhan
keterangan dan ide yang terkandung di dalam
pernyataan-pernyataan yang dibuat mengenai
sesuatu gejala atau peristiwa, baik yang bersifat
alamiah, keorangan, atau kemasyarakat.
• Pengetahuan dapat dibagi atas dua bentuk, yaitu
pengetahuan biasa dan pengetahuan ilmiah.
Pengetahuan biasa adalah bentuk pengetahuan
yang biasa ditemui dalam pikiran atau pandangan
umum (common sense) dalam kehidupan harian
• Pengetahuan ilmiah adalah jenis pengetahuan
yang telah diolah secara kritis menurut
prinsip-prinsip keilmuan untuk menjadi ilmu.
Pengetahuan ilmiah (Scientific knowledge)
adalah pengetahuan yang disusun
berdasarkan azas-azas yang cocok dengan
pokok soal dan dapat membuktikan
kesimpulan-kesimpulannya.
• Pengetahuan ilmiah melukiskan suatu obyek
khusus tentang jenis pengetahuan yang
khusus mengenai obyek dimaksud.
• Ilmu merupakan pengetahuan yang tersusun
secara sitematis. Jadi, pengetahuan merupakan
isi substantif yang terkandung dalam ilmu.
Pengetahuan, karenanya, merupakan dasar
bangunan sebuah ilmu. Tanpa pengetahuan,
sukar disadari, ditemukan, atau dikembangkan
sebuah ilmu dalam bentuk apa pun.
• Pengetahuan yang merupakan isi substatif ilmu,
dalam dunia keilmuan disebut fakta (fact),
kebenaran, azas, nilai, dan keterangan) yang
diperoleh manusia. Ilmu bukan sekedar fakta,
tetapi ilmu mengamati, menganalisis, menalar,
membuktikan, dan menyimpulkan hal-hal yang
bersifat faktawi (faktual) yang dihimpun dan
dicatat sebagai data (datum).
• Jadi, bila ilmu berbeda dari filsafat berdasarkan
ciri empiris ilmu maka ilmu berbeda dari
pengetahuan biasa karena ciri sistematis dari ilmu
itu sendiri. Hal-hal berupa pokok soal dimaksud,
di dalam filsafat disebut obyek material ilmu,
sementara fokus minat atau sikap terhadap hal
pokok dimaksud disebut obyek formal ilmu, yang
menunjuk pada sudut pendekatan atau tata cara
khusus yang dilakukan dalam menghadapi obyek
materi ilmu dimaksud.
Konsep Ilmu
• Sasaran ilmu adalah pembentukan konsep
(pengertian), baik untuk kepentingan
pengembangan ilmu secara murni (misalnya;
untuk menyusun teori dan dan menghasilkan
dalil-dalil, atau azas), maupun untuk kepentingan
praktis bagi tindakan penerapan nyata. Konsep
merupakan ide umum yang mewakili sesuatu
himpunan hal yang biasanya dibedakan dari
pencerapan atau persepsi mengenai suatu hal
khusus. Konsep merupakan alat penting untuk
pemikiran terutama dalam hal penelitian ilmiah
atau penelitian keilmuan.
• Konsep ilmu adalah bagan, rencana, atau pengertian,
baik yang bersifat abstrak maupun operasional, yang
merupakan alat penting untuk kepentingan pemikiran
dalam ilmu atau pengetahuan ilmiah.
• Setiap ilmu harus memiliki suatu atau beberapa konsep
kunci atau konsep tambahan yang bertalian. Beberapa
contoh konsep ilmiah, misalnya; konsep bilangan di
dalam matematika, konsep gaya di dalam fisika, konsep
evolusi di dalam biologi, stimulus di dalam psikologi,
kekuasaan atau strata sosial di dalam ilmu-ilmu sosial,
simbol di dalam linguistik, keadilan dalam ilmu hukum,
keselamatan dalam ilmu teologi, atau lingkungan di
dalam ilmu-ilmu interdisipliner.
• Konsep ilmu, di sisi lain, bersifat abstrak untuk
kepentingan melakukan penyimpulan atau
membuat keterangan-keterangan ilmiah yang
berlaku secara umum. Konsep-konsep ilmu
tersebut kadang-kadang begitu abstrak
sehingga hampir berupa khayalan. Misalnya;
konsep ketakterhinggaan matematika
(mathematical infinity), manusia ekonomis
(the economic man), atau negara ideal (the
ideal state).
Ciri Pokok Ilmu
1. Sistematis
para filsuf dan ilmwan sepaham bahwa ilmu adalah
pengetahuan atau kumpulan pengetahuan yang
tersusun secara sistematis. Ciri sistematis ilmu
menunjukkan bahwa ilmu merupakan berbagai
keterangan dan data yang tersusun sebagai kumpulan
pengetahuan tersebut mempunyai hubungan-
hubungan saling ketergantungan yang teratur
(pertalian tertib). Pertalian tertib dimaksud
disebabkan, adanya suatu azas tata tertib tertentu di
antara bagian-bagian yang merupakan pokok soalnya
2. Empiris
Bahwa ilmu mengandung pengetahuan yang
diperoleh berdasarkan pengamatan serta percobaan-
percobaan secara terstruktur di dalam bentuk
pengalaman-pengalaman, baik secara langsung
ataupun tidak langsung. Ilmu mengamati,
menganalisis, menalar, membuktikan, dan
menyimpulkan hal-hal empiris yang bersifat faktawi
(faktual), baik berupa gejala atau kebathinan, gejala-
gejala alam, gejala kejiwaan, gejala kemasyarakatan,
dan sebagainya. Semua hal fakta dimaksud dihimpun
serta dicatat sebagai data (datum) sebagai bahan
persediaan bagi ilmu. Ilmu, dalam hal ini, bukan
sekedar fakta, tetapi fakta-fakta yang diamati dalam
sebuah aktivitas ilmiah melalui pengamalan.
3. Obyektif;
bahwa ilmu menunjuk pada bentuk
pengetahuan yang bebas dari prasangka
perorangan (personal bias), dan perasaan-
perasaan subyektif berupa kesukaan atau
kebencian pribadi. Ilmu haruslah hanya
mengandung pernyataan serta data yang
menggambarkan secara terus terang atau
mencerminkan secara tepat gejala-gejala
yang ditelaahnya..
4. Analitis;
Ilmu berusaha mencermati, mendalami, dan
membeda-bedakan pokok soalnya ke dalam bagian-
bagian yang terperinci untuk memahami berbagai
sifat, hubungan, dan peranan dari bagian-bagian
tersebut. Upaya pemilahan atau penguraian sesuatu
kebulatan pokok soal ke dalam bagian-bagian,
membuat suatu bidang keilmuan senantiasa tersekat-
sekat dalam cabang-cabang yang lebih sempit
sasarannya. Melalui itu, masing-masing cabang ilmu
tersebut membentuk aliran pemikiran keilmuan baru
yang berupa ranting-ranting keilmuan yang terus
dikembangkan secara khusus menunju spesialisasi
ilmu.
5. Verifikatif;
Ilmu mengandung kebenaran-kebenaran
yang terbuka untuk diperiksa atau diuji
(diverifikasi) guna dapat dinyatakan sah
(valid) dan disampaikan kepada orang lain.
Kemungkinan diperiksa kebenaran (verifikasi)
dimaksud lah yang menjadi ciri pokok ilmu
yang terakhir. Pengetahuan, agar dapat diakui
kebenarannya sebagai ilmu, harus terbuka
untuk diuji atau diverifikasi dari berbagai
sudut telaah yang berlainan dan akhirnya
diakui benar.
Dimensi khusus Ilmu
• Dimensi ilmu menunjuk pada perwatakan,
peranan, serta kepentingan yang sepatutnya
yang dianggap termasuk dalam ilmu. Berbagai
pandangan filsuf, sebagaimana ditunjukkan
oleh The Liang Gie (1996: 131-133),
menunjukkan beberapa dimensi ilmu yang
secara khusus atau spesifik dapat dijumpai
dari ilmu-ilmu yang bersangkutan, yaitu:
1. Dimensi ekonomi, ilmu memiliki dimensi ekonomis,
dalam arti, ilmu dilihat sebagai salah satu faktor
utama dalam mempertahankan dan mengembangkan
produksi.

2. Dimensi linguistik, bahwa ilmu dipahami sebagai


suatu bahasa buatan. Ilmu, dalam hal ini, dilihat
sebagai suatu konstruksi kebahasaan (a construction
of language), dengan seperangkat tanda dan
hubungan-hubungan spesifik tertentu serta antara
obyek-obyek, dan dengan praktek.
3. Dimensi matematis, ilmu berdimensi matematis
dalam hal menekankan segi-segi kuantitatif dan
proses-proses kuantifikasi dalam ilmu. Ilmu, dalam hal
ini, mencakup penalaran matematis dan analisis data
atas fenomena alamiah.
4. Dimensi politik, bahwa ilmu memiliki dimensi
kekuasaan (power) sebagaimana ditunjukkan oleh
Francis Bacon: knowledge is power. Ilmu, dalam hal
ini cenderung dipahami sebagai kekuatan dalam hal
membangun dan menyelenggarakan pemerintahan
atau kekuasaan serta mempertahankannya.
5. Dimensi psikologis; bahwa ilmu bukanlah kumpulan
keajaiban, melainkan suatu sikap terhadap dunia
dengan kreativitas kejiwaan yang penuh daya seni
serta keindahan yang tinggi.
6. dimensi sosiologis, bahwa ilmu, dalam hal ini,
cenderung dipahami sebagai sebuah lembaga sosial
(social institution), mendorong aktivitas sosial (social
aktivity), serta membangun jaringan-jaringan yang
menghimpun, menguji, serta menyebarkan
pengetahuan, dan menciptakan sebuah masyarakat
ilmuwan.
7. dimensi nilai, bahwa ilmu bukan sekedar untuk
menjejerkan ide-ide atau gagasan-gagasan, tetapi lebih
daripada itu merupakan sebuah nilai (value) pada dirinya,
dan karenanya, ilmu tidak dapat membebaskan diri dari
nilai-nilai yang diembannya sejak awal proses
pembentukan maupun penerapannya.
8. dimensi sejarah, ilmu, dalam hal ini, dipahami sebagai
bagian dari perkembangan sejarah manusia dan
kebudayaan. Ilmu, karenanya, merupakan sebuah
kekuatan sejarah yang sangat besar peranannya bagi
setiap generasi manusia di dalam periodenya masing-
masing. Ilmu sebagai kekuatan sejarah, selalu
membangun eksistensi sosial manusia dalam arahnya
yang selalu baru.
9. dimensi kultur, bahwa ilmu sebagai produk budaya
manusia yang sekaligus ditempatkan menjadi kekuatan
budaya (cultural force) dalam membangun peradaban
manusia dan dunia sebagai pribadi dan dunia yang
berbudaya..
10. Dimensi kemanusiaan; ilmu adalah produk daya cipta,
rasa, dan karsa manusia yang bertautan langsung
dengan nilai rasa (cita rasa) manusia dan kemanusiaan
itu sendiri. Manusia adalah obyek sekaligus subyek
bagi ilmu itu sendiri, dan ilmu selalu berorientasi pada
manusia sebagai kausa ontologis (penyebab ada) bagi
ilmu itu sendiri. Manusia lah yang mengembangkan
ilmu, tetapi sekaligus mendapatkan keuntungan
(benefit) dari ilmu itu sendiri.
11. Dimensi rekreatif, bahwa ilmu memiliki dimensi
permaianan yang dilombahkan dan dilakukan dengan
kegembiraan. Ilmu, dalam hal ini, dilihat sebagai suatu
permainan yang ditimbulkan oleh keingintahuan
untuk menemukan alam semesta dan dirinya sendiri,
serta memperluas atau memperbesar kesadaran
manusia akan dunia tempat ia hidup dan berkarya
12. Dimensi sistem; ilmu, dalam hal ini, merupakan suatu
kebulatan sistem yang terdiri dari unsur-unsur yang
berada dalam keadaan yang saling berinteraksi. Jadi,
ilmu dipahami sebagai pengetahuan sistematis yang
memiliki ciri sistematis, sistim penjelasan (a system of
explanation), dan terpola atau terstruktur, serta
menjadi suatu sistim keyakinan tentang alam, kaidah-
kaidah alam, kaidah-kaidah pembilangan, serta
hubungannya dengan manusia.
13. Dimensi logic, bahwa ilmu konsistensi proposisi-
proposisi ilmu dalam membangun sebuah penalaran
yang sehat dan lurus guna mencapai kesimpulan-
kesimpulan keilmuan yang bersifat valid dan obyektif.
Melalui itu, ilmu, secara formal, dapat diterima
sebagai sebuah ilmu yang resmi, valid, dan obyektif.
Bentuk Pernyataan dan Ragam Proposisi Ilmiah (Keilmuan)
1. Deskripsi, merupakan bentuk pernyataan ilmiah (pernyataan
keilmuan) berupa uraian terpeinci, baik mengenai bentuk,
susunan, peranan, serta hal-hal terperinci lainnya dari
fenomena atau obyek keilmuan yang bersangkutan. Bentuk
pernyataan deskriptif ini, biasanya terdapat pada cabang-
cabang ilmu khusus yang bersifat deskriptif, misalnya; ilmu
anatomi, biologi, astronomi, dan sebagainya.
2. Perskripsi, merupakan bentuk pernyataan ilmiah yang
berupa petunjuk-petunjuk atau ketentuan-ketentuan
mengenai apa yang perlu berlangsung atau sebaliknya
dilakukan dalam hubungan dengan suatu obyek keilmuan.
Bentuk pernyataan perskripsi dimaksud, banyak dijumpai
dalam cabang-cabang ilmu sosial. Misalnya; ilmu-ilmu
pendidikan yang memuat petunjuk-petuntuk mengenai cara-
cara mengajar yang baik di dalam kelas.
3. Eksposisi Pola; merupakan bentuk pernyataan ilmiah yang
memaparkan pola-pola dalam sekumpulan sifat, ciri,
kecenderungan, atau proses lainnya dari fenomena atau
obyek keilmuan yang ditelaah. Misalnya, dalam
Antropologi, dipaparkan pola-pola kebudayaan berbagai
suku bangsa, atau dalam Sosiologi, diungkapkan pola-pola
perubahan masyarakat dari tahap kehidupan pedesaan
menjadi masyarakat perkotaan.
4. Rekonstruksi historis; merupakan bentuk pernyataan
ilmiah yang berusaha menggambarkan atau
menceriterakan sesuatu hal pada masa lampau dengan
berusaha memberikan penjelasan atau menunjukkan
alasan yang diperlukan bagi pertumbuhan hal dimaksud,
baik secara alamiah maupun secara budaya melalui
campur tangan manusia, dengannya orang akan berusaha
memberikan petunjuk-petunjuk atau penyiasatan hidup
ke depan. Bentuk pernyataan ilmiah ini dapat dijumpai
dalam ilmu-ilmu khusus, seperti; Historiografi atau Ilmu
purbakala.
5. Azas ilmiah (azas keilmuan); merupakan ragam proposisi
ilmiah yang mengandung prinsip-prinsip kebenaran umum
berdasarkan fakta-fakta yang telah diamati. Azas ilmiah,
dalam ilmu-ilmu sosial, sering dipahami sebagai prinsip yang
memadai untuk dijadikan pedoman di dalam melakukan
tindakan-tindakan. Misalnya; azas peredaran planet
berdasarkan pengamatan astronomi, yang menyatakan;
makin dekat sesuatu planet kepada matahari, makin pendek
masa putarannya.
6. Kaidah ilmiah (kaidah keilmuan); merupakan ragam proposisi
yang mengungkapkan keajegan (keteraturan) atau hubungan
tertib yang dapat diperiksa kebenarannya di antara
fenomena-fenomena. Melalui itu, ia digeneralisasikan
sebagai hal yang secara umum berlaku bagi fenomena yang
sejenis. Misalnya; Hukum gaya berat dari Ishak Newton atau
Kaidah Boyle di dalam ilmu-ilmu kimiah bahwa volume suatu
gas berubah secara terbalik dengan tekanan bila suhu yang
sama tetap dipertahankan. Kaidah, ilmiah, karenanya,
seringkali diartikan sebagai suatu pernyataan prediktif dan
universal.

Anda mungkin juga menyukai