Anda di halaman 1dari 37

Strategi dan Kebijakan Program

Malaria di Jawa Barat

Oleh:
Dr. drg. Marion Siagian., M.Epid
Sistematika

1. Kebijakan dan Strategi


2. Situasi, Capaian Program
3. Tantangan
4. Kesimpulan
Kebijakan dan Strategi
KEWAJIBAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

Salah satu Kewajiban Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah :


(pasal 67 UU No. 23 Tahun 2014)

“Melaksanakan Program Strategis Nasional”

Yang dimaksud dengan “Program Strategis Nasional” adalah


program yang ditetapkan presiden sebagai program yang memiliki sifat
strategis secara nasional dalam upaya meningkatkan pertumbuhan
dan pemerataan pembangunan serta menjaga pertahanan dan
keamanan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

4
KEBIJAKAN UMUM PROGRAM MALARIA

Eliminasi malaria
Promosi kesehatan merupakan
diimplementasikan melalui
bagian sangat penting dalam
penguatan Sistem Kesehatan di
pemberdayaan masyarakat
daerah yang terintegrasi

Kerja sama lintas sektor memegang


Sistem Kesehatan Nasional peranan penting dalam eliminasi
mengacu pada kebijakan malaria. Diharapkan sektor yang terkait
dengan sektor kesehatan membuat
desentralisasi yang titik beratnya kebijakan yang mempromosikan atau
pada tingkat kabupaten/kota meningkatkan kesehatan (Health in All
Policies)

Pemerintah dan pemerintah


daerah bertanggung jawab Penelitian dasar dan operasional
penuh untuk mencapai eliminasi serta pengembangan teknologi
malaria mengingat sifat dari tepat guna untuk menunjang
eliminasi malaria adalah public eliminasi malaria perlu ditingkatkan
goods (komoditas umum)

Dukungan seluruh jajaran pemerintah dan masyarakat sangat menentukan


5
keberhasilan pencapaian eliminasi malaria
KEBIJAKAN TEKNIS PROGRAM
MALARIA
Penemuan dan Tatalaksana kasus malaria dilakukan secara
terintegrasi dalam sistem pelayanan kesehatan dengan penguatan
jejaring kemitraan pemerintah dan swasta;

Penemuan kasus dilaksanakan dengan diagnosis berbasis


laboratorium, dengan mikroskopis atau tes diagnosis cepat (Rapid
Diagnostic Test /RDT);

Pengobatan menggunakan kombinasi berbasis Artemisin (Artemisinin


Based Combination Therapy /ACT) setelah konfirmasi laboratorium,
dengan penguatan pemantauan pengobatan dan pencegahan
resistensi obat anti malaria;

Penguatan sistem informasi dan surveilans dalam rangka


pencegahan dan penanggulangan KLB

Perlindungan populasi berisiko dengan pemanfaatan kelambu


berinsektisida, pengendalian vektor dan tatalaksana lingkungan 6
perindukan vektor;
SKEMA PENTAHAPAN ELIMINASI MALARIA
MASUK TAHAP MASUK TAHAP
MASUK TAHAP
INTENSIFIKASI PEMBEBASAN
PEMELIHARAAN
(dh. Pra Eliminasi) (dh.ELIMINASI)

Kasus
Indigenous 0
1) < 1 kasus per 1000
API : 1 – 5 per
penduduk berisiko
1000 penduduk 3 Tahun
2) SPR < 5%

AKSELERASI INTENSIFIKASI PEMBEBASAN


(dh.Pemberantasan) (dh.Pra Eliminasi) (dh.Eliminasi) PEMELIHARAAN
API > 5 per 1000 pddk API: 1-5 per 1000 pddk API < 1 per 1000 pddk

Reorientasi Reorientasi
program menuju program menuju 7
eliminasi pemeliharaan
Milestone Eliminasi Malaria di Indonesia
Kasus Semua Indonesia
indigenous provinsi mencapai
terakhir thn Semua
mencapai eliminasi
2021 kab/kota
eliminasi
mencapai
300 eliminasi 2030
kab/kota 2027
mencapai 2025
eliminasi
Perlu strategi
percepatan
285 kab/kota 2019
mencapai
penurunan
eliminasi endemis tinggi
2018 2020 : tidak ada lagi
kab/kota endemis
tinggi
2017
266 kab/kota
mencapai eliminasi Smp tahun
2016 2018 masih
247 kab/kota ada 39
mencapai eliminasi kab/kota dgn
endemsitas 8
tinggi
REGULASI
• PP No 66/2014 tentang Kesehatan Lingkungan : peran LP & LS dalam pencegahan
Malaria
• Pasal 27 :Keluarga, Masyarakat, Pemda, Swasta wajib mewejudkan lingkungan yang
sesuai dengan standar baku mutu lingkungan & persyaratan kesehatan
– Pasal 28 :sanksi administratif
• Permenkes no. 41 tahun 2018 tentang pelaksanaan deteksi dini dan pemberian obat
anti malaria oleh kader malaria pada daerah dengan situasi khusus
• Permenkes No.50 tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu Lingkungan dan
Persyaratan Kesehatan untuk Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit.
• Peraturan Menteri Dalam Negeri No.52 Tahun 2015 tentang Pedoman penyusunan
APBD,Pasal 34 : Pemerintah daerah mensinergikan penganggaran program dan kegiatan
dalam penyusunan APBD
• Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 68 Tahun 2015 tentang Pedoman Jejaring Dan
Pemantapan Mutu Laboratorium Malaria
• Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 5 Tahun 2013 tentang pedoman tata Laksana
Malaria
• Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 293 tahun 2009 tentang Eliminasi Malaria
• Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 275 Tahun 2007 tentang surveilans malaria
• Surat Edaran Menteri Kesehatan No HK.02.01/Menkes/584/2018 tentang
Percepatan Penurunan Malaria di Wilayah Endemis Malaria
• Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 443.41/465/SJ Tahun 2010 tentang
pelaksanaan Program Eliminasi Malaria di Indonesia 9
Komitmen Regional Untuk Eliminasi Malaria

Asia Pacific Leadership Malaria Alliance (APLMA)


At the 13th East Asia Summit Regional Leaders Reaffirm Resolve to End Malaria
“We reaffirmed our commitment to the goal of an Asia-Pacific free of malaria by 2030, and
welcomed ongoing efforts to implement proposed actions in the endorsed Asia Pacific Leaders’
Malaria Elimination Roadmap. We also reaffirmed the importance of promoting sustainable and
resilient health systems and global achievement of the 2030 Agenda for Sustainable Development.
We recognized the public health challenges caused by infectious diseases and emerging threats
including antimicrobial resistance, which can potentially lead to greater lives lost as well as higher
10
socio-economic costs if left unaddressed.”
Usulan Sertifikasi Eliminasi Malaria-WHO
Per Wilayah Regional

JUMLAH BELUM
INDIGENOUS JUMLAH KAB % BELUM
Regional DINILAI WHO ELIMINASI SD
TERAKHIR KOTA ELIMINASI
TAHUN 2018
Jawa Bali 2019 2023 128 12 9%
Sumatera, Sulawesi, NTB 2021 2025 245 99 40%
Maluku Utara, Kalimantan 2023 2027 66 43 65%
Maluku, NTT 2024 2028 33 33 100%
Papua, Papua Barat 2025 2029 42 42 100%
Total 514 229 45%
Kab/Kot
a
2030
Sertifikat
Nasional 11
Strategi Spesifik Eliminasi Malaria

Tahapan Tujuan Sasaran Kegiatan utama


Strategi
Akselerasi Menurunkan Kab/kota - Kampanye kelambu massal
jumlah kasus endemis - IRS di desa dg API > 20 dan pengendalian vektor lain sesuai
secepat mungkin tinggi bukti lokal
- Perluasan diagnosis dini dan pengobatan tepat
- Promosi dengan pemberdayaan masyarakat
- Skrining malaria pada semua Bumil pada K1
- MTBS  semua balita sakit diperiksa malaria

Intensifikasi Menghilangkan Kab/kota - Pembagian kelambu untuk populasi berisiko/fokus


daerah fokus endemis - IRS pada situasi peningkatan kasus dan pengendalian vektor
sedang lain sesuai bukti lokal
- Penemuan kasus aktif
- Promosi dengan pemberdayaan masyarakat

Eliminasi Menghentikan Kab/kota - PE dan respons 1-2-5 pada setiap kasus positif
/Pembebasan penularan endemis - Penemuan dini dan pengobatan tepat serta jejaringnya
setempat/kasus rendah - Pengamatan daerah reseptif dan pengendalian vektor sesuai
indigenus bukti lokal
- Penemuan kasus aktif

Pemeliharaan Mencegah Kab/kota - Surveilans migrasi


munculnya endemis - PE 1-2-5
penularan malaria yang sudah - Penguatan jejaring tatalaksana kasus
kembali eliminasi - Pengamatan daerah reseptif dan pengendalian vektor sesuai
bukti lokal
FAKTOR RISIKO MUNCULNYA KEMBALI
PENULARAN MALARIA

Reseptivitas Vulnerabilitas

Kemungkinan parasit Mobilisasi penduduk tinggi :


masuk ke daerah bebas pekerja, pelajar, wisatawan dll
Situasi, Capaian Program
KASUS MALARIA DI
JAWA BARAT Situasi dan Capaian Program
2013 S.D JANUARI 2019
0.7
DATA KASUS MALARIA INDIGENOUS DAN IMPORT DI JAWA BARAT ANNUAL PARACYTE INCIDENCE
TAHUN 2013 - 2019 0.6 0.598 DI PROVINSI JAWA BARAT
NO
KABUPATEN/
2013 2014 2015 2016 2017 2018
JAN S.D
JUNI
0.5
0.495 TAHUN 2013 – 2018
KOTA
2019 0.4
1 Kab. Bogor 6 1 5 1
2
3
Kab. Sukabumi
Kab. Cianjur
216 181
4
131
5
72 69
2
60
1
5 0.3
0.257
4
5
Kab. Bandung
Kab. Garut 203
4
75 17
2
3
4
10
10 1
3
0.2 0.211
6
Kab.
Tasikmalaya 159 123 79 54 32 27 9
0.1 0.067
7 Kab. Ciamis 24 3 12 6 3 8 3
0
0.006
8 Kab. Kuningan 3 2 1 3 1
9 Kab. Cirebon 5 7 4 12 5 18 3
10
11
Kab. Majalengka
Kab. Sumedang
15
1 7 2
5
4
27
10 8
2013 2014 2015 2016 2017 2018
12 Kab. Indramayu 4 1 2 5
13
14
Kab. Subang
Kab. Purwakarta 18
1
10
20
1
3
5
3
4
2
2
3
• API di Jawa Barat Tahun
15
16
Kab. Karawang
Kab. Bekasi
4
3
1
1
0
1
2013 – 2017 < 1 per
Kab Bandung 1000 penduduk
17 Barat 2 1 4 3 3
Kab. Cenderung menurun.
18 Pangandaran 9 10 10 11 14 23
19 Kota Bogor 2 3 15 14 13
20
21
Kota Sukabumi
Kota Bandung 6
8
19
6
24
1
63
3
44
9
41
2
6 • Kasus indigenous di
22
23
Kota Cirebon
Kota Bekasi
5
9
2
8 16
9
26
0
10
daerah endemis malaria
24
25
Kota Depok
Kota Cimahi 22 10
17
4
18
14
8
18 11
cenderung menurun sejak
Kota
2 8 11 24 1 4 1
tahun 2013 - 2017.
26 Tasikmalaya
27 Kota Banjar 4 0
JUMLAH KASUS 663 501 344 317 330 251 95
DATA KASUS MALARIA INDIGENOUS DAN
IMPORT DI JAWA BARAT TAHUN 2019
25
23
23
JUMLAH KASUS
MALARIA DI JAWA 20
20 BARAT : 95 KASUS

15
13
13

11
11
10
10
10 99

66
55
5
33 33 33 33
22
11 11 11 11
00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00
0

Import Indigenous Positif yang diobati PE


PENEMUAN KASUS IMPORT DAN INDIGENOUS DI JAWA
BARAT

INDIGENOUS

BEKASI
KT BEKASI KARAWANG IMPORT

KT DEPOK
INDRAMAYU
SUBANG
BOGOR
KT BOGOR PURWAKARTA
MAJALENGKA CIREBON
KT CIREBON

BANDUNG BARAT SUMEDANG

KT CIMAHI
KT SUKABUMI
KT BANDUNG
KUNINGAN

SUKABUMI BANDUNG
CIANJUR

CIAMIS

GARUT KT BANJAR
KT TASIKMALAYA

TASIKMALAYA

PANGANDARAN
Data Kab/Kota yang Mencapai Eliminasi Malaria s.d 2015
NO KABUPATEN/ KOTA TAHUN
1 Kabupaten Subang 2014
2 Kabupaten Purwakarta 2014
3 Kabupaten Bandung 2014
4 Kabupaten Sumedang 2014
5 Kabupaten Majalengka 2014
6 Kabupaten Cirebon 2014
7 Kabupaten Kuningan 2014
8 Kota Bogor 2014
9 Kota Sukabumi 2014
10 Kota Bandung 2014
11 Kota Cirebon 2014
12 Kota Cimahi 2014
13 KabupatenBogor 2014
14 Kabupaten Bekasi 2014
15 Kota Bekasi 2014
16 Kota Depok 2014
17 Kota Banjar 2014
18 Kota Tasikmalaya 2014
19 Kabupaten Indramayu 2014
20 Kabupaten Karawang 2014
21 Kabupaten Ciamis 2015
22 Kabupaten Cianjur 2015
23 Kabupaten Bandung Barat 2015
19
, HAKLI

20
LALU….
APA YANG AKAN
DILAKUKAN
TAHUN 2019-2020 ?
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MALARIA

HOST PARASITE

Intervensi : hilangkan parasit pada


manusia dengan obat efektif
Intervensi :
Cegah gigitan nyamuk,
penemuan dini kasus &
Intervensi :
pengobatan sampai tuntas
Bunuh larva, kurangi populasi nyamuk
NYAMUK  manajemen lingkungan, kelambu
insektisida, penyemprotan dinding
rumah, dll

23
pemetaan pemetaan pemetaan
endemisitas reseptivitas kapasitas
desa desa fasyankes
1. Lakukan MBS di desa
merah pada waktu/bulan 1. Petakan tempat
perindukan 1. Cek/petakan fasyankes
puncak kasus dan diikuti
(puskesmas, pustu, RS) yang
penemuan kasus aktif 2. Lakukan pengendalian
mampu melakukan
selama 1 bulan, jika positif vektor di daerah reseptif
pemeriksaan Lab (mikr/RDT)
obati dan pantau minum sesuai tempat perindukan
nyamuk. Libatkan lintas 2. Cek/petakan fasyankes
obat sampai tuntas. Dapat swasta/praktek mandiri yang
sektor terkait. bentuk
memberdayakan forum koordinasi di bawah banyak menemukan kasus
masyarakat/kader untuk pimpinan pemda (kesra?). malaria atau berada di desa
membantu penemuan dan endemis dan reseptif malaria
3. Berikan edukasi kepada
pemantauan minum obat masyarakat ttg malaria 3. Perkuat kapasitas fasyankes
2. Identifikasi faktor risiko : (pencegahan, pengobatan (SDM,logistik, sistem
penggunaan kelambu, dll) termasuk tanam pencatatan pelaporan)
kebiasaan penduduk tanaman pengusir 4. Buat kemitraan dengan
keluar malam (berkumpul/ nyamuk di sekeliling fasyankes swasta/praktek
kongkow2, jamban, air rumah penduduk. mandiri terutama di desa
bersih, dll). Kemudian 4. Pastikan penemuan kasus endemis agar membantu
secara dini dan menemukan dan mengobati 
Intervensi Faktor risiko
pengobatan tepat-tuntas siapkan logistik dan mekanisme
termasuk IRS. Jika ada pelaporan kasus
di daerah tersebut.
desa merah yang belum
dibagi kelambu, maka
dapat direncanakan untuk
dibagi.
DAERAH ENDEMIS RENDAH:
1. Kab.Tasikmalaya
2.Kab.Pangandaran
3. Kab.Sukabumi
4. Kab.Garut
PEMETAAN DI KABUPATEN/KOTA ENDEMIS RENDAH

• Pemetaan Puskesmas melakukan pelaporan


E-sismal.
• Pemetaan desa dengan kasus positif malaria.
• Pemetaan desa dengan jumlah kasus
indigenus malaria
• Pemetaan desa dengan fokus aktif malaria.
• Pemetaan desa dengan penduduk yang
sering migrasi.
PEMETAAN DI KABUPATEN/KOTA ENDEMIS RENDAH

• Setiap penderita positif malaria di fasilitas


kesehatan Pemerintah, swasta wajib
dilaporkan ke Puskesmas dan Dinkes
Kabupaten/Kota dalam waktu 24 jam.
• Cara pelaporan dapat dilakukan dengan
sms, WA dll dimana akhir bulan dilaporkan
dalam E-Sismal.
PEMETAAN DI KABUPATEN/KOTA ENDEMIS RENDAH

• Puskesmas dan atau Dinkes Kab/Kota wajib


melakukan Penyelidikan Epidemiologi dan
respons Kasus 1-2-5 pada setiap kasus positif,
termasuk kontak survey dll untuk menentukan
klasifikasi kasus dan bila ditemukan kasus
indigenous dilakukan penyelidikan ke lokasi
penularan (fokus).
• Di lokasi fokus penularan malaria aktif harus
dilakukan penanggulangan fokus paling lambat hari
ke 5 berupa distribusi Kelambu berinsektisida (LLIN),
IRS atau pengendalian larva yang mencakup > 80 %
sasaran.
DAERAH PEMELIHARAAN
1. Kabupaten Bogor 15. Kota Bogor
2. Kabupaten Cianjur 16. Kota Sukabumi
3. Kabupaten Bandung 17. Kota Bandung
4. Kabupaten Ciamis 18. Kota Cirebon
5. Kabupaten Kuningan 19. Kota Bekasi
6. Kabupaten Cirebon 20. Kota Depok
7. Kabupaten Majalengka 21. Kota Cimahi
8. Kabupaten Sumedang 22. Kota Tasikmalaya
9. Kabupaten Indramayu 23. Kota Banjar
10.Kabupaten Subang
11.Kabupaten Purwakarta
12.Kabupaten Karawang
13.Kabupaten Bandung Barat
14.Kabupaten Bandung Barat
pemetaan Jejaring
Surveilans
daerah tatalaksana
Migrasi
reseptif kasus
1. Petakan tempat perindukan 1. Identifikasi mobilitas 1. Cek/petakan fasyankes
penduduk (pekerja kebun, (puskesmas, pustu, RS) yang
2. Lakukan pengendalian vektor mampu melakukan
tambang, mahasiswa,
di daerah reseptif sesuai pemeriksaan Lab (mikr/RDT)
wisatawan dll)
tempat perindukan nyamuk.
2. Identifikasi daerah reseptif 2. Buat jejaring, misal tunjuk
Libatkan lintas sektor terkait,
bbrp fasyankes (puskesmas,
bentuk forum koordinasi di 3. Skrining atau pantau orang RS) untuk menjadi rujukan
bawah pimpinan pemda yang pergi ke- dan pulang malaria dan infokan ke semua
(kesra?). dari daerah endemis. fasyankes/praktek mandiri ttg
3. Berikan edukasi kepada Kerjasama dengan program jejaring/rujukan ini dan
masyarakat ttg malaria dan sektor terkait seperti mekanisme rujukannya.
(pencegahan, pengobatan dll) KKP, kemenaker, pariwisata,
termasuk tanam tanaman pendidikan tinggi, 3. Perkuat kapasitas fasyankes
perusahaan perkebunan dll. tsb (SDM, logistik, sistem
pengusir nyamuk di sekeliling
pencatatan pelaporan)
rumah penduduk. 4. Berikan edukasi kepada
4. Pastikan penemuan kasus pelaku perjalanan ttg 4. Buat jejaring klinisi dan dinkes
malaria (pencegahan, seperti WA group untuk
secara dini dan pengobatan
pengobatan dll) mempermudah komunikasi,
tepat-tuntas di daerah
koordinasi, konsultasi
tersebut.
tatalaksana kasus.
Daerah pemeliharaan harus ada/bisa mengakses buffer stock (Kelambu/LLIN,
insektisida, larvasida, obat, RDT dll) segera jika terjadi KLB
KESIMPULAN RENCANA TINDAK LANJUT PERTEMUAN
ADVOKASI PERCEPATAN ELIMINASI MALARIA
TANGGAL 15 – 16 OKTOBER 2018

1. Pelaksanaan Eliminasi Malaria di Daerah dilakukan


secara terencana, menyeluruh dan terpadu bersama
mitra kerja pembangunan dan masyarakat
Lintas sektor terkait berperan secara penuh dan
sinergitas mulai dari Pemerintah Provinsi, Pemerintah
Kabupaten, Rumah Sakit Swasta, Rumah Sakit TNI,
organisasi Profesi dan lain-lain dalam eliminasi malaria
public private mix (PPM) dengan melakukan advokasi,
sosialisasi, promosi Kesehatan (KIE) dan kampanye
percepatan eliminasi malaria daerah
KESIMPULAN RENCANA TINDAK LANJUT PERTEMUAN
ADVOKASI PERCEPATAN ELIMINASI MALARIA
TANGGAL 15 – 16 OKTOBER 2018

2. Dinas Kesehatan kabupaten melaporkan kasus


malaria konfirmasi kepada Bupati melalui Bagian
Kesejahteraan Masyarakat terkait kemajuan eliminasi
Malaria setiap 3 bulan sekali. Tembusan ke Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Barat.
3. Menemukan semua penderita Malaria dengan
konfirmasi Mikroskopis baik secara pasif (PCD) di unit
pelayanan Kesehatan pemerintah dan swasta, maupun
penemuan penderita secara aktif (ACD). Kasus Malaria
indigenus harus dilakukan MassBlood Survey (MBS),
dan melaksanakan peningkatan kapasitas Juru Malaria
Desa (JMD).
KESIMPULAN RENCANA TINDAK LANJUT PERTEMUAN
ADVOKASI PERCEPATAN ELIMINASI MALARIA
TANGGAL 15 – 16 OKTOBER 2018

4. Pengobatan adekuat bagi semua penderita Malaria


konfirmasi sesuai dengan tatalaksana yang ditetapkan
oleh kementerian Kesehatan RI. DHP selama 3 hari
untuk semua Plasmodium dan minum Primaquin selama
14 hari untuk Plasmodium vivax, sesuai golongan
umur/berat badan pasien.
5. Melakukan Follow UP pengobatan penderita Malaria
Falcifarum pada hari ke- 7, 28 dan 3 bulan setelah
pengobatan. Setiap Kabupaten wajib mempunyai buffer
stock obat malaria; DHP, Primaquin terutama artesunat
injection.
KESIMPULAN RENCANA TINDAK LANJUT PERTEMUAN
ADVOKASI PERCEPATAN ELIMINASI MALARIA
TANGGAL 15 – 16 OKTOBER 2018

6. Melakukan penyelidikan epidemiologi terhadap semua


kasus malaria konfirmasi untuk menentukan asal
penularan penderita dan klasifikasi focus dan
melaksanakan surveilans migrasi untuk mencegah
masuknya kasus import. Mengaktifkan tim monitoring
Pusat /Prov/Kab.
7. Pemantauan tatalaksana malaria konfirmasi sesuai
standar prosedur operasional. Setiap slide positif malaria
harus dilakukan uji silang 100 % dan yang slide negative
sebanyak 5 %. Kabupaten harus mempunyai tenaga
crosscheker, Puskesmas harus mempunyai tenaga
analis laboratorium yang kompeten (tatalaksana apus
darah tipis dan tebal).
KESIMPULAN RENCANA TINDAK LANJUT PERTEMUAN
ADVOKASI PERCEPATAN ELIMINASI MALARIA
TANGGAL 15 – 16 OKTOBER 2018

8. Melakukan pemetaan daerah reseptif & pengendalian


vector malaria sesuai dengan local spesifik di daerah.
9. Melakukan pemeriksaan genotip isolate parasite
secara rutin.
10. Penguatan system pencatatan dan pelaporan kasus
malaria konfirmasi ditingkat Puskesmas/Rumah Sakit
dan Dinas Kesehatan Kabupaten menggunakan
elektronik system informasi surveilans malaria (e-Sismal)
online dan SKDR Surveilans online.
KESIMPULAN

 Eliminasi Malaria memerlukan keterlibatan


berbagai sektor terkait

 Sektor kesehatan, khususnya pemerintah,


memiliki keterbatasan sumber daya

 Sektor lain [pihak swasta, LSM, masyarakat] memiliki


potensi untuk berkontribusi dan perlu dilibatkan: Private-
Public Mix Layanan Malaria

36
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai