Antraks adalah penyakit menular akut yang disebabkan oleh
bakteri Bacillus anthracis. Penyakit ini dapat menyerang hewan domestik maupun liar, terutama hewan herbivora, seperti sapi, domba, kambing, beberapa spesies unggas dan dapat menyerang manusia (zoonosis). Sinonim Etiologi
Malignant carbuncle Bacillus anthracis
Wolslrters’ disease Radang kura Radang limfa Distribusi Geografis
Penyakit ini tersebar luas di seluruh dunia, kejadiannya di beberapa
daerah bersifat enzootik dan sporadik. Di Indonesia antraks pertama kali diberitakan oleh Javasche Courant terjadi pada kerbau di Telukbetung (Sumatra) pada tahun 1884. Koran KolonialVerslag memberitakan antraks terjadi di Buleleng (Bali), Rawas (Palembang), dan Lampung pada tahun 1885. Daerah endemis antraks di Indonesia tercatat ada 11 provinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, JawaTengah,Yogyakarta, NTB, NTT, Sumatra Barat, Jambi, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, dan Papua (DEPdKES RI, 2004). Gejala Pada Manusia Pada Hewan
Antraks Kulit Antraks
Antraks bentuk perakut Pencernaan Antraks Antraks bentuk akut Pernapasan Antraks bentuk kronis Kejadian dan Penyakit pada Manusia dan Hewan Kejadian pada Manusia Terjadinya infeksi pada manusia terkait erat dengan munculnya kejadian penyakit pada hewan peliharaan. Antraks pada manusia umumnya terjadi di daerah enzootik di antara negara-negara berkembang yang berhubungan dengan peternakan, memakan makanan yang kurang cukup dimasak dari hewan terinfeksi, atau bekerja pada perusahaan di mana wol, kulit kambing, dan bulunya disimpan dan diproses. Kejadian pada Hewan Antraks pada hewan umumnya terjadi di daerah enzootik yang belum ditunjang oleh adanya program control yang memadai. Penyakit pada Manusia Masa inkubasinya pada manusia berkisar antara 2-5 hari. Bentuk klinisnya ada 3 bentuk kutaneus, pulmonary atau respiratorius, dan bentuk gastrointestinal. Penyakit pada Hewan Penyakit pada hewan terdapat dalam 3 bentuk yaitu, bentuk perakut, bentuk akut dan sub-akut, serta bentuk kronis. Sumber Infeksi Pada manusia infeksi biasanya berawal dari hewan terinfeksi, produk hewan yang terkontaminasi, atau dari lingkungan yang terkontaminasi oleh spora antraks. Antraks bentuk kulit dikaitkan dengan inokulasi bakteri pada saat pengulitan atau pemotongan hewan atau akibat adanya kontak dengan kulit atau wol. Adanya kerusakan dari kulit akan mempercepat terjadinya penularan. Adanya produk yang berasal dari bulu yang terkontaminasi misalnya : sikat, tepung tulang, mungkin merupakan sumber penularan selama bertahun-tahun. Penularan dari binatang ke manusia dapat pula akibat dari gigitan insekta yang bertindak sebagai vektor mekanik, namun kasus sejenis belum banyak dilaporkan. Pada hakekatnya antraks adalah "penyakit tanah", yang berarti bahwa penyebabnya terdapat di dalam tanah, kemudian bersama makanan atau minuman masuk ke dalam tubuh hewan. Pada manusia infeksi dapat terjadi lewat kulit, mulut atau pernafasan. Antraks tidak lazim ditularkan dari hewan yang satu kepada yang lain secara langsung.
Cara Penularan Spesimen Diagnosa
Untuk pemeriksaan antraks kulit, bahan diambil dari lesi
yang baru dengan usap kapas. Jika lesi telah menjadi eschar, tepi lesi diangkat dan bahan diambil dari bawah lesi. Eksisi eschar tidak diperbolehkan karena mempermudah terjadinya antraks sistemik. Untuk antraks intestinal, bahan yang diambil berupa feses. Jika diperlukan, bahan dapat berupa darah. Namun untuk bahan berupa darah, seharusnya diambil sebelum pemberian antibiotik. Selain untuk pembiakan, darah atau serum dipakai untuk pemeriksaan serologi. Untuk itu diperlukan serum berpasangan yang diambil dengan interval waktu paling sedikit 10 hari. Untuk bahan post mortem, bahan berupa darah, cairan berdarah dari hidung, anus atau mulut harus diambil. Jika perlu dapat pula diambil cairan peritoneal, limfa dan kelenjar getah bening mesenterik dengan cara aspirasi. Pemeriksaan atau pengujian spesimen di laboratorium adalah untuk meneguhkan diagnosa yang dibuat berdasarkan gejala klinis. Pengujian yang dilakukan pada dasarnya merupakan deteksi agen penyakit dan deteksi antibodi. Pengiriman spesimen dari suatu tempat ke laboratorium pemeriksaan juga perlu diperhatikan karena dapat mempunyai resiko penyebaran agen penyakit. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan dalam pencegahan penyakit anthraks (Ditjen PKH 2016) diantaranya :
Hewan/ternak divaksin secara rutin setiap tahun sesuai rekomendasi instansi
berwenang. Hindarkan kontak langsung dengan hewan yang dicurigai terinfeksi antraks. Apabila akan menambah jumlah ternak baru, Standard Operasional Prosedur (SOP) dan aturan dari instansi berwenang harap dipatuhi. Daging hendaknya dimasak hingga benar-benar matang. Ketika menjumpai daging berlendir, berbau dan berwarna kusam harap dilaporkan. Ketika seseorang mengalami gejala abnormal yang kuat mengarah gejala antraks segera memeriksakan diri di fasilitas kesehatan/rumah sakit terdekat. Hewan ternak yang diduga terjangkit penyakit antraks harus dipisah dari hewan- hewan yang sehat. Apabila hewan yang diduga terjangkit antraks sudah mati dan menjadi bangkai tidak boleh dilakukan autopsi ataupun pembedahan. Bangkai hewan dibakar atau dikubur yang dalam.
Pencegahan Antraks Pengobatan Antraks
Pengobatan penyakit antraks dapat dilakukan dengan
pengobatan intravena (IV) pada dewasa dengan Ciprofloxacin 400 mg IV bd (dua kali sehari) atau doksisiklin 100 mg IV bd ditambah 1 atau 2 antibiotik lainnya lalu beralih ke pengobatan oral bila sesuai secara klinis, ciprofloxacin 500 mg bd atau doksisiklin 100 mg bd untuk melengkapi 60 hari. Pada anak yaitu dengan pemberian Ciprofloxacin 10-15 mg IV bd dan Doksisiklin > 8 tahun > 45 kg: 100 mg IV bd 8 tahun < 45 kg atau < 8 tahun: 2,2 mg / kg bd +1 atau 2 antibiotik lainnya lalu beralih ke antibiotik oral bila sesuai secara klinis. Ciprofloxacin 10-15 mg / kg bb atau doksisiklin (rejimen dosis yang sama) sampai selesai 60 hari.