Anda di halaman 1dari 12

JURNAL READING RSJD Amino Gondohutomo

DELIRIUM Provinsi Jawa Tengah

PEMBIMBING :
d r. R I H A D I N I , S p . K J

DISUSUN OLEH :
FEBRI YUDHA ADHI KURNIAWAN
114170022

K E PA N I T E R A A N K L I N I K I L M U K E S E H ATA N J I W A

RU M A H S A K I T J I W A DA E R A H A M I N O G O N D O H U TO M O
P ROV I N S I JA W A T E N G A H

FA K U L TA S K E D O K T E R A N

U N I V E R S I TA S S W A D AYA G U N U N G J AT I C I R E B O N

2019
Pendahuluan

 Delirium ditandai dengan gangguan kesadaran


disertai dengan gangguan atensi, kognitif, persepsi,
daya ingat, perilaku psikomotor, emosi, dan
gangguan siklus tidur yang terjadi secara akut dan
fluktuatif. Intensitasnya adalah variabel dan mereda
dalam 4 minggu atau lebih awal pada sebagian besar
pasien, tapi kadang-kadang bisa sampai 6 bulan dan
sering mengancam jiwa risiko tinggi beberapa
komplikasi.
Epidemiologi

 Prevalensi delirium dirumah sakit 10–15%.


 Delirium terjadi pada 30-50% pasien tua
pasca operasi dan 70 – 87% dari mereka
dalam perawatan intensif
 Angka kematian di antara pasien yang dirawat
di rumah sakit 30-60% dari delirium tidak
terdiagnosis.
Karakteristik klinis
Etiologi dan Faktor Resiko

 Penyebab delirium biasanya multifaktorial.


 Delirium termasuk dalam hubungan yang
komplek antara kerentanan pasien dengan
faktor pencetus
Patofisiologi

 Patofisiologi delirium belum diketahui pasti.


 Perkembangan delirium dikaitkan dengan generalisasi
gangguan mekanisme oksidatif, energik metabolisme,
homeostasis (ketidakseimbangan elektrolit,
osmolaritas, kesetimbangan asam basa), gangguan
pada struktural dan fungsional otak, sintesis,
termasuk neurotransmitter, neuromodulator dan
ketidakseimbangan neurohumoral
 Beberapa penulis menyatakan untuk patogenesis
delirium berfokus pada peran neurotransmisi, akibat
penyakit , dan faktor iatrogenic .
Evaluasi

 Pengaturan pencegahan didasarkan pada deteksi


dan koreksi faktor risiko, terutama yang rentan.
 Riwayat medis harus cermat diperoleh untuk
mendeteksi alkoholik atau pengguna
benzodiazepine, yang dapat berkontribusi untuk
delirium
 EEG sangat penting dalam mendiagnosis non-
konvulsif status epilepticus (NCSE), juga dapat
membantu dalam diagnosa ensefalopati difus
(misalnya demensia), tetapi memiliki peran yang
terbatas dalam diagnosis delirium
Pencegahan

 Pencegahan pada deteksi dan koreksi faktor risiko,


terutama yang rentan pasien
 pemantauan fungsi vital, manajemen nyeri,
kegelisahan dan depresi, mobilisasi dini, stabilisasi
penyakit kronis, optimalisasi obat-obatan
 Lingkungan harus lingkungan yang tenang dan
nyaman aman bagi pasien
 Perawatan selanjutnya psikoterapi, mencegah
perasaan depresiasi, rasa bersalah dan meningkatkan
integrasi pasien.
Pengobatan
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai