Risiko fiskal adalah kemungkinan penyimpangan dalam
variabel-variabel fiskal dari apa yang diharapkan pada saat penyusunan anggaran maupun perkiraan lainnya. Dalam Nota Keuangan dan APBN Tahun 2013, risiko fiskal didefinisikan sebagai potensi tambahan defisit APBN yang disebabkan oleh sesuatu di luar kendali Pemerintah. Secara garis besar risiko fiskal meliputi : • Risiko Sensitivitas APBN, • Risiko Utang Pemerintah Pusat, • Risiko Kewajiban Kontingensi, • Risiko Desentralisasi Fiskal. Risiko Sensitivitas APBN • Dalam penyusunan APBN, indikator-indikator ekonomi makro yang digunakan sebagai dasar penyusunan adalah pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 3 bulan, nilai tukar rupiah, harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Oil Price/ICP), dan lifting minyak. • Indikator-indikator tersebut merupakan asumsi dasar yang menjadi acuan penghitungan besaran-besaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam APBN. • Apabila realisasi variabel-variabel tersebut berbeda dengan asumsinya, maka besaran-besaran pendapatan, belanja dan pembiayaan dalam APBN juga akan berubah. • Ketidakpastian dari indikator ekonomi makro merupakan faktor risiko yang akan mempengaruhi APBN. Risiko Utang Pemerintah Pusat Risiko utang Pemerintah sangat mempengaruhi kesinambungan fiskal Pemerintah pada tahun berjalan dan masa yang akan datang. Risiko utang Pemerintah dapat diklasifikasikan dalam 3 (tiga) jenis, yaitu: • risiko tingkat bunga (interest rate risk), • risiko pembiayaan kembali (refinancing risk), • risiko nilai tukar (exchange rate risk). Risiko Kewajiban Kontijensi Risiko fiskal yang terkait dengan proyek pembangunan infrastruktur, seperti yang berasal dari dukungan dan/atau jaminan yang diberikan oleh Pemerintah terhadap berbagai proyek. Pemberian jaminan ini membawa konsekuensi fiskal bagi Pemerintah dalam bentuk peningkatan kewajiban kontijensi Pemerintah. Ketika risiko-risiko yang dijamin Pemerintah tersebut terjadi dan Pemerintah harus menyelesaikan kewajiban kontijensi dimaksud, maka kondisi ini kemudian dapat menjadi tambahan beban bagi APBN. Risiko Desentralisasi Fiskal • Dalam implementasi otonomi daerah terdapat beberapa kebijakan yang berpotensi menjadi sumber risiko fiskal seperti kebijakan pemekaran daerah, pinjaman daerah, dan pengalihan pajak pusat menjadi pajak daerah. • Risiko fiskal yang berasal dari kebijakan pemekaran daerah ditransmisikan melalui beberapa hal, yaitu pengurangan alokasi DAU, peningkatan penyediaan DAK bidang prasarana Kebijakan pengelolaan risiko fiskal Menghadapi berbagai kemungkinan dan risiko fiskal maka dibentuk pusat pengelolaan risiko fiskal (PPRF). Kebijakan strategis dalam pengelolaan risiko fiskal antara lain: • Mengontrol kontijensi liabilities layaknya direct liabilities, dan mengontrol implicit liabilities layaknya explicit liabilities. • Meningkatkan koordinasi PPRF dengan Kementerian dan Lembaga (termasuk BUMN) • Menyediakan payung hukum untuk sumber-sumber risiko untuk menjamin proses pengelolaan risiko bisa berjalan efektif. • Memonitor implementasi pengelolaan risiko fiskal yang sudah dilakukan oleh Kementerian/Lembaga. Untuk berjaga-jaga terhadap dampak yang ditimbulkan oleh risiko fiskal, Pemerintah juga telah membentuk cadangan risiko fiskal. Pengelolaan risiko terkait perubahan asumsi makro ekonomi • Pengelolaan risiko kurs • Pengelolaan risiko inflasi • Pengelolaan risiko suku bunga • Pengelolaan risiko harga dan lifting minyak • Pengelolaan risiko pertumbuhan ekonomi