Anda di halaman 1dari 60

Mengenal Badan Hukum:

(Dalam Penyidikan Tindak Pidana Lingkungan Hidup)


Dalam memahami:
terjadinya suatu pelanggaran hukum,
 penting untuk lebih dahulu untuk memahami
beberapa hal diawal penyidikan;

diantaranya:
 upaya memastikan “siapa” yang bertanggung
jawab untuk suatu perbuatan hukum tertentu?;

intuisi dan pengetahuan anda:


 mengenai hubungan hukum antara pelaku
ataupun konstruksi “siapa” pelakunya
menjadi krusial
sebelum memulai penyidikan
BADAN HUKUM

Pengertian Badan Hukum


 himpunan dari orang sebagai perkumpulan, baik
perkumpulan itu diadakan atau diakui oleh pejabat
umum, maupun perkumpulan itu diterima sebagai
diperolehkan, atau telah didirikan untuk maksud tertentu
yang tidak bertentangan dengan undang-undang dan
kesusilaan yang baik
(Pasal 1653 KUH Perdata);

Pengertian badan hukum:


 dari segi kewenangannya
dibagi menjadi 2 macam:
a. kewenangan atas harta kekayaan;
b. kewenangan untuk mempunyai hak dan
mempunyai kewajiban;
Unsur-unsur badan hukum:
a. mempunyai tujuan tertentu;
b mempunyai harta kekayaan;
c. mempunyai hak dan kewajiban, baik
untuk menggugatmaupun digugat;
d. mempunyai organisasi;
Dasar Hukum Badan Hukum:

KUH Perdata
Ketentuan tentang badan hukum di dalam KUH Perdata sangat
sederhana. Dalam KUH Perdata hanya terdapat 13 pasal yang
mengatur tentang badan hukum yang dimulai dari Pasal 1653 sampai
dengan Pasal 1665 KUH Perdata;

KUH Dagang;

NBW Belanda;

Undang-Undang Perseroan Terbatas


UU No: 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas;
diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas: - 16 Agustus 2007;
UU Nomor 40 Tahun yang paling update sehingga anda wajib
merujuk secara konsisten kepada UU tsb;
Badan Hukum:

 Pemisahan kekayaan antara pendiri dan badan hukum;

 Pembatasan dan membedakan antara tanggung jawab


pendiri dan tanggung jawab badan hukum;

 Membutuhkan pengesahan dari Menteri Hukum &


HAM mengenai legalitas dan keabsahan badan hukum
tersebut;
Bentuk-bentuk Badan Hukum:
Pilihan badan hukum Negara dlm menjalankan usaha:

Perjan (Perusahaan (Negara) Jawatan) – TVRI, RRI.

Perum (Perusahaan (Negara) Umum) – Pegadaian

Perusahaan Negara Perseroan


(PTP, Indosat, Telkom, Angkasa Pura, Pelindo, Bank Pemerintah
Perjan (Perusahaan (Negara) Jawatan) – TVRI, RRI.

• menjalankan public services atau pelayanan kpd


masyarakat
Usaha berbentuk Perjan ini dititik beratkan pada pelayanan
masyarakat, sehingga semata-mata tidak untuk mencari
keuntungan

• menjadi bagian dari Departemen/ Direktorat Jenderal/ Direktorat/


Pemerintah Daerah tertentu.
Modal Perjan termasuk bagian dari anggaran belanja yang
menjadi hak departemen yang bersangkutan

• tidak dipimpin oleh suatu Direksi


tetapi oleh seorang kepala yang merupakan bawahan suatu bagian
dari Departemen/ Direktorat Jenderal/ Direktorat/ Pemerintah
Daerah

• Pengawasan dilakukan secara hirarki dan fungsional


Perum (Perusahaan (Negara) Umum) – Pegadaian
 Melayani kepentingan umum sekaligus mencari keuntungan
 Berstatus badan hukum dan diatur berdasarkan UU
 Pada umumnya bergerak di bidang jasa-jasa vital (public utilities)
 Mempunyai nama dan kekayaan sendiri serta kebebasan bergerak
seperti perusahaan swasta, untuk mengadakan atau masuk ke dalam
suatu perjanjian, kontrak-kontrak dan hubungan-hubungan dengan
perusahaan lainnya
 Dapat dituntut dan menuntut, serta hubungan hukumnya diatur
secara hubungan hukum perdata
 Modalnya seluruhnya dikuasai oleh negara dan dapat menerima
dana atau kredit dlm dan luar negeri atau obligasi dari masyarakat
 Dipimpin oleh suatu Direksi
 Policy management ada pada direksi akan tetapi kebijaksanaan
keuangan ada pada menteri yang membawahi
 Pegawainya adalah pegawai perusahaan negara yang diatur secara
tersendiri di luar ketentuan yang berlaku bagi PNS atau perusahan
swasta atau Usaha Negara Perseroan
Perusahaan Negara Perseroan
(PTP, Indosat, Telkom, Angkasa Pura, Pelindo, Bank Pemerintah.

 Berstatus sebagai badan hukum swasta ;


 Hubungan-hubungan usahanya diatur menurut hukum perdata ;
 Makna usahanya untuk mencari keuntungan ;
 Modalnya secara keseluruhan atau sebagian dikuasai oleh negara
dan dengan demikian dapat melakukan join dengan pihak swasta
(nasional atau asing) ;
 Sebagai suatu usaha yg berdiri sendiri, dalam arti tidak memperoleh
fasilitas dari negara ;
 Dipimpin oleh suatu direksi yang mempunyai keahlian tertentu ;
 Pengangkatan direksi berdasarkan keahlian, bukan berdasarkan
jabatan dalam pemerintahan ;
 Peranan pemerintah hanya sebagai pemegang saham ;
Koperasi
UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
Hal-hal yang diatur dalam undang-undang ini meliputi:
1) ketentuan umum;
2) landasan, asas, dan tujuan;
3) fungsi, peran, dan prinsip koperasi;
4) pembentukan;
5) perangkat organisasi;
6) modal;
7) lapangan usaha;
8) sisa hasil usaha;
9) pembubaran koperasi;
10) lembaga gerakan koperasi;
11) pembinaan;
12) ketentuan peralihan;
13) penutup.
Koperasi – Lihat UU No 25/1992 dan UKM UU No 9/1995
 Koperasi
merupakan suatu badan usaha berbentuk badan hukum yang
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya.

 Tanggungjawab;
ada pada semua anggota koperasi.

Tanggungjawab ini bisa terbatas dan tidak terbatas,


ketentuannya sebagaimana diatur dalam anggaran dasar.

Bagi anggota yang tanggungjawabnya terbatas, maka kerugian yang


terjadi hanya dapat dibebankan pada kekayaan koperasi.

 Status : Badan Hukum


PERSEKUTUAN

Pengertian Persekutuan :

 Diatur dalam
Buku III KUH Perdata  Pasal 1618 s/d Pasal 1652 KUH Perdata.

 persetujuan dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan dirinya


untuk memasukkan sesuatu dalam persekutuan, dengan maksud
untuk membawa keuntungan karenanya (Pasal 1618 KUH Perdata)

 Unsur-unsur :
a. adanya konsensus antara dua orang atau lebih;
b. memasukkan sesuatu dalam persekutuan;
c. maksudnya untuk membagi keuntungan yang terjadi karenanva;
 Segala persekutuan harus mengenai usaha yang halal dan harus
dibuat untuk keuntungan bersama. Hal-hal yang dapat dimasukkan
oleh para sekutu, yaitu:
 Uang, barang lain, atau kerajinannya dalam perusahaan.
Jenis-Jenis Persekutuan

 dua macam:
a. persekutuan penuh, dan
b. persekutuan khusus (Pasal 1620 KUH perdata).

 Persekutuan penuh:
suatu persekutuan yang penuh mengatur keuntungan yang akun
diperoleh para pihak dengan nama apa pun, selama berlangsungnya
persekutuan sebagai hasil kerja sama mereka.
Persekutuan penuh yang dilarang, yaitu:
segala persekutuan, baik dari semua kekayaan maupun dari
sebagian dari kekayaan seseorang secara percampuran pada
umumnya.

 Persekutuan khusus:
persekutuan yang hanya mengenal barang tertentu saja, atau
pemakaiannya, atau hasil-hasil yang akan didapatnya dari barang itu,
atau mengenai sesuatu perusahaan maupun dalam hal menjalankan
sesuatu perusahaan atau pekerjaan tetap.
Momentum Berlakunya Persekutuan
 diatur  dalam Pasal 1621 KUH Perdata.
persekutuan mulai berlaku sejak saat terjadinya persesuaian
pernyataan kehendak antara para sekutu kecuali para sekutu
menentukan yang lain.

Hak dan Kewajiban Para Sekutu


 diatur  dalam Pasal 1625 - Pasal 1641 KUH Perdata;
Masing-masing sekutu berutang kepada persekutuan tentang segala
apa yang disanggupinya.

Masing-masing sekutu diwajibkan untuk memasukkan sejumlah uang


kepada persekutuan.

Diwajibkan memberi perhitungan kepada perusahaan tentang


keuntungan yang di peroleh dengan kerajinan.

Masing-masing sekutu diwajibkan memberikan ganti rugi kepada


persekutuan tentang kerugian yang diderita persekutuan yang
disebabkan karena salahnya dari sekutu.

Hak para sekutu yang utama adalah berhak untuk mendapatkan


keuntungan dari hasil para sekutu berdasarkan besar kecilnya yang
telah dimasukkan ke persekutuan.
Hubungan antara Para Sekutu dengan Pihak Ketiga
Pada dasarnya tidak semua sekutu terikat pada pihak ketiga.
Yang terikat hanyalah sekutu yang telah melakukan hubungan atau
perbuatan hukum tersebut dan tidaklah mengikat sekutu yang lainnya,
kecuali sekutu yang lain telah memberikan kuasa kepada orang/sekutu
yang tidak ada hubungannya.

Berakhirnya Persekutuan
ditentukan secara tegas dan rinci  Pasal 1646 KUH Perdata.

Persekutuan berakhir, karena:


a. telah lewat waktunya yang telah ditentukan oleh para sekutu;
b. musnahnya barang atau diselesaikannya perbuatan yang menjadi pokok
persekutuan
c. atas kehendaknya semata-mata dari beberapa orang atau sekutu untuk
membubarkannya;
d. meninggalnya salah seorang sekutu atau ditaruh di bawah pengampu
atau dinyatakan pailit;
e. salah satu dari sekutu sakit secara terus-menerus.
Yayasan
UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
diamandemen dengan UU No.25 Tahun 2004
 pendirian yayasan di Indonesia selama ini dilakukan berdasarkan
kebiasaan dalam masyarakat, karena belum ada UU yang jelas;
 Yayasan di Indonesia telah berkembang dalam berbagai kegiatan,
maksud, dan tujuan.
 UU No 16/2001 terdiri atas 16 bab dan 73 pasal
mengatur hal-hal berikut:
1) ketentuan umum (Pasal 1 s/d Pasal 8);
2) pendirian (Pasal 9 s/d Pasal 16);
3) perubahan anggaran dasar (Pasal 16 s/d Pasal 23):
4) pengumuman (Pasal 24 s/d Pasal 25);
5) kekayaan (Pasal 26 s/d Pasal 27);
6) organ yayasan (Pasal 28 s/d Pasal 47);
7) laporan tahunan (Pasal 48 s/d Pasal 52);
8) pemeriksaan terhadap yayasan (Pasal 53 s/d Pasal 56)
9) pengabungan (Pasal 57 s/d Pasal 61);
10) pembubaran (Pasal 62 s/d Pasal 68);
11) yayasan asing (Pasal 69);
12) ketentuan pidana (Pasal 70);
13) ketentuan peralihan (Pasal 71);
14) ketentuan penutup (Pasal 72 s/d Pasal 73).
Organ yayasan:
a. pembina (pendiri);
b. pengurus;
c. pengawas;

Pembina
 Pembina
organ yang mempunyai kewenangan yang tidak diserahkan kepada Pengurus
atau Pengawas oleh Undang-undang ini atau Anggaran Dasar;
 Yang dapat diangkat menjadi pembina:
pendiri yayasan ataupun mereka yg diputuskan oleh rapat anggota pembina;

 Kewenangan Pembina:
- keputusan mengenai perubahan anggaran dasar;
- pengangkatan dan pemberhentian pengurus dan pengawas;
- penetapan kebijakan umum yayasan;
- pengesahan program kerja dan anggaran tahunan;
- keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran yayasan.
Pengurus
• melaksanakan kepengurusan Yayasan;
• diangkat pembina berdasarkan keputusan rapat pembina untuk jangka
waktu 5 tahun & dapat diangkat kembali untuk 1 kali masa jabatan;
• tidak boleh merangkap Pembina atau Pengawas;
• Susunan pengurus:
minimal terdiri dari ketua, sekretaris, dan bendahara;
• bertanggung jawab penuh atas kepengurusan;
yayasan untuk kepentingan dan tujuan yayasan serta berhak mewakili
yayasan baik di dalam maupun diluar pengadilan;
• dapat mengangkat/memberhentikan pelaksana kegiatan;
• tidak berwenang:
mengikat Yayasan sebagai penjamin utang,
mengalihkan kekayaan Yayasan kecuali dgn persetujuan Pembina, atau
membebani kekayaan Yayasan untuk kepentingan pihak lain;
• Dilarang:
mengadakan perjanjian dengan organisasi yang terafiliasi dengan
Yayasan, Pembina, Pengurus, dan/atau Pengawas Yayasan, atau
seseorang yang bekerja pada Yayasan kecuali perjanjian tersebut
bermanfaat bagi tercapainya maksud dan tujuan Yayasan;
• Setiap pengurus:
bertanggung jawab penuh secara pribadi bila ybs dalam menjalankan
tugasnya tidak sesuai dengan ketentuan AD yang mengakibatkan
kerugian yayasan atau pihak ketiga;
Pengawas

• organ Yayasan
yang bertugas melakukan pengawasan serta memberi nasihat kepada
Pengurus dalam menjalankan kegiatan Yayasan;

• diangkat dan sewaktu-waktu dapat diberhentikan berdasarkan keputusan


rapat Pembina;

• diangkat Pembina berdasarkan keputusan rapat Pembina untuk jangka


waktu selama 5 (lima) tahun & dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali
masa jabatan;

• dapat memberhentikan sementara anggota Pengurus untuk kemudian


ditindaklanjuti oleh pembina. (wajib melaporkannya secara tertulis dalam
tempo 7 hari sejak pemberhentian sementara kepada pembina);
-- Pembina wajib memanggil & memberikan waktu untuk
membela diri dan memberi keputusan untuk mencabut atau
-- memberhentikan anggota Pengurus;
Bila pembina tidak melaksanakan, maka pemberhentian gugur demi
hukum;
Yayasan:
dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian
maksud dan tujuannya dengan cara mendirikan badan usaha
dan/atau ikut serta dalam suatu badan usaha  Pasal 3:1

• dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai dengan


maksud dan tujuan yayasan  Pasal 7:1

• dapat melakukan penyertaan dalam berbagai bentuk usaha yang


bersifat prospektif dengan ketentuan seluruh penyertaan tersebut
paling banyak 25 % (dua puluh lima persen) dari seluruh nilai
kekayaan Yayasan  Pasal 7:2

• Anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas Yayasan


dilarang merangkap sebagai :
Anggota Direksi atau Pengurus dan Anggota Dewan
Komisaris atau Pengawas dari badan usaha
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2).
(Pasal 7:3);
VI. Firma

 Di dalam peraturan Per UU an tidak disebutkan secara tegas tentang


kedudukan hukum firma maupun komanditer.

 Ada dua pandangan yang mengemuka, yaitu:


a. bahwa firma merupakan badan hukum, dan
b. bahwa firma bukan merupakan badan hukum.

 Firma sebagai badan hukum:


karena:
"Perseroan firma yang dianggap sebagai bentuk khusus
dari maatshap/venootshap telah mula-mula diragukan
apakah ia merupakan badan hukum, karena meskipun
ia mempunyai kekayaan sendiri namun para peseronya
masih juga dapat dipertanggungjawabkan untuk utang-
utang firma.
Sekarang:
pada umumnya firma dianggap sebagai badan hukum
dan adanya para pesero dapat dipertanggungjawabkan
dianggap sbg suatu tanggungjawab cadangan
(subsidair)
Rusdi Hardijan:

berpendapat bahwa:
"Dalam kenyataannya firma itu secara hukum dianggap ada dan
karena itu, dapat melakukan perbuatan hukum dan ini berarti
bahwa firma adalah badan hukum.
Persoalan modal pribadi para pemodal firma terikat atas perikatan
firma tidaklah merupakan penentu bahwa firma itu bukanlah badan
hukum, tetapi tidak dapatnya suatu badan hukum melakukan
perbuatan hukumlah yang merupakan penentu bahwa badan
tersebut bukan badan hukum"
Pandangan yang berpendapat:
firma, persekutuan perdata, persekutuan
komanditer bukan merupakan badan
hukum

yang merupakan badan hukum:


Perseroan terbatas,
Koperasi;
H.M.N. Purwosutjipto.

"Perbedaan esensial antara badan hukum dan bukan badan hukum


terletak pada prosedur mendirikanbadan-badan tersebut.

Untuk mendirikan suatu badan hukum mutlak diperlukan


pengesahan dari pemerintah, misalnva perseroan terbatas, koperasi,
dan perkumpulan saling menanggung.

Untuk mendirikan perkumpulan yang bukan badan hukum maka


pengesahaan akta pendirian oleh pemerintah itu tidak diperlukan,
misalnya :
a. untuk mendirikan persekutuan perdata, tidak perlu adanya
formalitas sedikitpun, cukup dengan adanya kesepakatan para
pihak, tanpa pendaftaran dan tanpa pengumuman;
b. untuk mendirikan persekutuan firma, biasanya didirikan dengan
akta notaris, didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri
setempat atau diumumkan dalam Berita Negara RI;
c. untuk mendirikan persekutuan komanditer, cukup bila
dilakukan sebagai halnya mendirikan persekutuan firma.”
Pandangan I:
firma, persekutuan perdata, dan komanditer merupakan badan
hukum, karena dalam kenyataan badan itu ada dan melakukan
perbuatan hukum. Dengan demikian firma, persekutun perdata, dan
komanditer digolongkan sebagai badan hukum.

 Pandangan II:
pembagian badan hukum dan bukan badan adalah dari aspek
prosedur dalam pengesahan badan hukum. Firma, persekutuan
perdata, dan komanditer bukan badan hukum karena tidak disahkan
oleh pejabat yang berwenang.

 Pada dasarnya banyak yang sependapat dengan pandangan


yang kedua ini, bahwa badan hukum baru dapat melakukan
perbuatan hukum secara mandiri apabila akta pendiriannya
telah disahkan oleh pejabat yang berwenang. Firma,
persekutuan perdata, dan komanditer para anggotanya
melakukan perbuatan hukum secara tanggung renteng dan
tanggung jawab bersifat individual. Jadi, firma, persekutuan
perdata, dan komanditer adalah sama dengan manusia atau
orang secara individual dalam melakukan perbuatan hukum,
tetapi sebagai subjek hukum, yang bukan badan hukum.
 Firma;:
tiap-tiap persekutuan perdata yang didirikan untuk menjalankan
perusahaan dengan nama bersama (Pasal 16 KUHD)

 Biasanya nama Firma:


diambil dari salah satu nama peserta persekutuan,
misalnya Fa. Salim Bersaudara, dll.
Pemakaian nama ini tidak mengikat, yang terpenting
adalah tidak bertentangan dengan hukum, ketertiban
umum dan kesusilaan ;

 Pertanggungjawaban :
disamping harta kekayan persekutuan Firma, harta kekayaan
masing-masing peserta persekutuan firma bertanggungjawab dan
dapat dipakai untuk memenuhi kewjiban-kewajiban persekutuan
firma terhadap pihak ketiga;

 Status hukum:
KUHD tidak memberikan keterangan yang jelas tentang status hukum
Firma. Dalam praktek umumnya Firma diktegorikan bukan sebagai
badan hukum. Hal ini karena pendiriannya tidak memerlukan
pengesahan dari pemerintah (cq Menteri Kehakiman)
VII. CV (Commanditer Venootschap)

Persekutuan Komanditer:
persekutuan secara melepas uang yang juga dinamakan persekutuan
komanditer didirikan antara satu orang atau lebih sekutu yang
secara tanggung menanggung bertanggungjawab untuk seluruhnya
kepada pihak satu, dan satu orang atau lebih sebagai pelepas uang
kepada pihak lain (Pasal 19 ayat (1) KUHD)

Status hukum :
KUHD tidak memberikan keterangan yang jelas tentang status
hukum Persekutuan Komanditer. Dalam praktek umumnya
dikategorikan bukan sebagai badan hukum. Hal ini karena
pendiriannya tidak memerlukan pengesahan dari pemerintah (cq
Menteri Kehakiman).

Pendirian CV :
tidak mewajibkan menggunakan akta notaris tetapi saat ini pada
umumnya untuk menjadi bukti adanya perjanjian tersebut maka
para pihak melakukannya dengan Akta Notaris untuk lebih
memastikan keabsahan perjanjian diantara mereka.
Persekutuan komanditer  dibagi atas 2 bagian

 Sekutu Komplementer
sekutu aktif atau sekutu yang mengurus persekutuan (sekutu
pengurus, sekutu pemelihara). Sekutu ini aktif menjalankan
perusahaan serta bertanggungjawab terhadap pihak ketiga.
Tanggungjawab sekutu ini adalah tanggungjawab pribadi untuk
keseluruhan (termasuk harta pribadi bertanggung jawab untuk
kewajiban persekutuan) ;

 Sekutu Komanditer
Sekutu ini hanya menyerahkan uang. Sekutu komanditer tidak ikut
mengurus persekutuan dan tidak boleh mencampuri tugas sekutu
komplementer (Pasal 20 KUHD). Tanggungjawab sekutu ini hanya
sebatas modal yang disetor ke persekutuan. Apabila sekutu
komanditer mencampuri urusan sekutu komplementer, maka
tanggungjawabnya diperluas menjadi tanggung jawab pribadi
seperti sekutu komplementer (Pasal 21 KUHD) ;

Perubahan:
tidak mewajibkan adanya mekanisme seperti RUPS di PT yang wajib
meminta persetujuan pemegang saham yang lainnya.
VIII. Perusahaan Terbatas

Dasar Hukum Perseroan Terbatas :


 Pasal 36-56 Buku I Titel III KUHD;
 Diubah dengan UU No.4/1971;
 Diubah dengan UU No.1/1995 pada tanggal 7
Maret 1995;
 Diamandemen kembali dengan UU No.40/2007
dalam Penjelasan dalam Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4756 pada
tanggal 16 Agustus 2007’
Pengertian :

 Badan Hukum (rechtspersoon)

 PT sebagai Persona standi in judicio:subjek


hukum mandiri & memiliki hak dan kewajiban

 Atas Dasar Perjanjian

 Melakukan Kegiatan Usaha

 Modal Dasar Terdiri Atas Saham

 Memenuhi Persyaratan Dalam UU

 BUMN dikecualikan, boleh 1 Pemegang Saham


Prinsip Prinsip Dalam Hukum Perusahaan
 Prinsip Fiduciary Duty:
- suatu doktrin yg berasal dari sistem hukum Common Law.
- Prinsip ini mengajarkan bahwa antara direktur dengan
perseroan terdapat hubungan fiduciary, sehingga pihak direktur
bertindak seperti seorang trustee atau agen semata yang
mempunyai kewajiban mengabdi sepenuhnya dan sebaik-
baiknya kepada perseroan. duty of care, duty of loyalty, duty of
diligence atau bagian dari fiduciary duty dari seroang Direktur

- UUPT tidak secara tegas menganut prinsip fiduciary duty


karena adanya Dewan Komisaris yang dapat sewaktu-waktu
memberhentikan Direksi.
dalam UU PT No. 40 tahun 2007 yg mengandung
prinsip fiduciary duty:
Pasal 97 ayat (1) berbunyi :
 “ (1) Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1).”
Pasal 98 ayat (1) berbunyi :
 ” (1) Direksi mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar
pengadilan.”
 Corporate Opportunity :
- mengajarkan bahwa direktur harus lebih mengutamakan
kepentingan perseroan daripada kepentingan pribadi terhadap
transaksi yang menimbulkan conflict of interest.

- Prinsip ini adalah konsekuensi dari berlakunya prinsip fiduciary


duty.
di atur dalam:
Pasal 97 ayat (2) yang berbunyi :
” (2) Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan
iktikad baik dan penuh tanggung jawab.”
Pasal 99 ayat (1) yang berbunyi :
” (1) Anggota Direksi tidak berwenang mewakili
Perseroan apabila :
 terjadi perkara di Pengadilan dengan anggota
Direksi yang bersangkutan yang bersangkutan ;
 anggota Direksi yang bersangkutan
 Self Dealing:
- artinya setiap transkasi yang dilakukan antara direktur
perseroan dengan perseroan itu sendiri, baik yang
dilakukan oleh direktur sendiri secara lagsung atau tidak
secara langsung (melalui saudara-saudaranya misalnya).
- Hukum perseroan di negara-negara Anglo Saxon pada
awalnya melarang sama sekali self dealing ini, akan tetapi
lambat laun diperbolehkan sepanjang direktur yang
bersangkutan dapat membuktikan bahwa transaksi
tersebut berjalan fair dan tidak terjadi kerugian atau
penghamburan aset perseroan.
- Diatur antara lain dalam:
Pasal 97 ayat (5) huruf c yang berbunyi :
” (5) Anggota Direksi tidak dapat dipertanggung jawabkan atas
kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat
membuktikan :
tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung
maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang
mengakibatkan kerugian;
 Business Judgement Rule
- mengandung makna bahwa seorang direktur tidak
dapat dimintakan tanggung jawabnya secara pribadi
atas tindakan yang dilakukannya dalam
kedudukannya sebagai direktur yang dia yakini
sebagai tindakan terbaik buat perseroan dan
dilakukan secara jujur, beritikad baik dan tidak
bertentangan dengan hukum yang berlaku.

- UUPT mengatur tentang prinsip ini dimana UUPT


mengakui pembagian organ-organ perseroan dan
alokasi kewenangan masing-masing organ.
Business Judgement Rule

 Dalam UU PT No. 40 tahun 2007 antara lain di atur


dalam Pasal 97 ayat (5) yang berbunyi :
” (5) Anggota Direksi tidak dapat dipertanggung
jawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) apabila dapat membuktikan:
- kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
- telah melakukan pengurusan dengan iktikad baik dan kehati-hatian
untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan
Perseroan;
- tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun
tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan
kerugian;
- telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau
berlanjutnya kerugian tersebut.
 Piercing the Corporate Veil
- Dalam hukum perseroan, diterima bahwa
masing-masing pemegang saham tidak
bertanggungjawab secara pribadi terhadap pihak
ketiga. Tanggungjawab pemegang saham terbatas
sebesar jumlah saham yang dimilikinya.

- Menurut prinsip piercing the corporate veil dalam keadaan


tertentu pemagang saham dapat bertanggung jawab
secara pribadi.
 Ketentuan dalam UU PT No. 40 tahun 2007 yang
mengandung prinsip ini adalah Pasal 3 ayat (2)
bahwa pemegang saham bertanggung secara pribadi
dalam hal :
 Persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum
atau tidak terpenuhi;
 Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung
maupun tidak langsung dengan iktikad buruk
memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi;
 Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam
perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh
Perseroan; atau
 Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung
maupun tidak langsung secara melawan hukum
menggunakan kekayaan Perseroan, yang
mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak
cukup untuk melunasi utang Perseroan.
 Ultra Vires
 Perseroan tidak dapat melakukan kegiatan ke luar
dari kekuasaan perseroan. Kekuasaan Perseroan
dimuat dalam Anggaran Dasar. Jadi oleh karena itu
perseroan tidak boleh melakukan kegiatan di luar
kekuasaan yang dirinci dlam Aanggaran Dasarnya.
 Ketentuan dalam UUPT yang mengandung prinsip ultra
vires Pasal 97 ayat (3) berbunyi :
 “Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh
secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang
bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya
sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2).”
 Selain itu prinsip ini juga diatur dalam Pasal 114 ayat (3)
berbunyi :
 ”Setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung
jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila
yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan
tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2).”
 Derivative Action adalah gugatan yang
dilakukan seorang atau lebih pemegang saham
yang mewakili perseroan. Artinya gugatan yang
seharusnya dilakukan oleh dan atas nama
perseroan, dilakukan seorang atau lebih pemegang
saham saja atas nama perseroan. Dalam hal ini yang
digugat direktur ataupun pihak ketiga. Jika gugatan
ini berhasil, maka hasil gugatan untuk perseroan
bukan pemegang saham yang bersangkutan.
 Dalam Pasal 61 ayat (1) menyebutkan :
 “ Setiap pemegang saham berhak mengajukan
gugatan terhadap Perseroan ke Pengadilan negeri
apabila dirugikan karena tindakan perseroan yang
dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat
keputusan RUPS, Direksi, dan/atau Dewan Komisaris.”

 Dalam pasal 97 ayat (6) disebutkan :


 “Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili
paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah
seluruh saham dengan hak suara dapat mengajukan gugatan
melalui pengadilan negeri terhadap anggota Direksi yang
karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan
kerugian pada Perseroan.”
 Perlindungan Minoritas
 Prinsip ini mengajarkan bahwa ketentuan-
ketentuan tentang perseroan harus melindungi
pemegang saham minoritas dalam perseroan.
Jika tidak ada perlindungan kepada pemegang saham
minoritas maka senantiasa mereka dapat dirugikan.
 Dalam pasal 97 ayat (6) disebutkan :
 “Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili
paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah
seluruh saham dengan hak suara dapat mengajukan gugatan
melalui pengadilan negeri terhadap anggota Direksi yang
karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan
kerugian pada Perseroan.”
 Corporate Ratification
 Prinsip ini mengandung makna perseroan dapat
menerima tindakan yang dilakukan oleh organ lain
dalam perseroan tersebut, sekaligus mengambil alih
tanggungjawab organ lain dimaksud.
 Penerapan prinsip ini dapat dilihat dalam Pasal 13 ayat
(1) yang berbunyi :
 ”Perbuatan hukum yang dilakukan calon pendiri untuk
kepentingan Perseroan yang belum didirikan, mengikat
Perseroan setelah Perseroan menjadi badan hukum
apabila RUPS pertama Perseroan secara tegas
menyatakan menerima atau mengambil alih semua hak
dan kewajiban yang timbul dari perbuata hukum yang
dilakukan oleh calan pendiri atau kuasanya.”
Organ Dalam Perusahaan:
UU No.40/2007 Bab I Pasal 1
4. Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya
disebut RUPS, adalah Organ Perseroan yang mempunyai
wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan
Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-
Undang ini dan/atau anggaran dasar. Pasal 75 -91

5. Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan


bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk
kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan
Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun
di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
Pasal 92 -107

6. Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas


melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus
sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada
Direksi. Pasal 108 - 121
Kemungkinan terjadinya jabatan rangkap melalui
Perusahaan Kelompok (Consern/Group Company)

 Beberapa materi UU No. 1 tahun 1995 sebelumnya ada


menyinggung tentang perusahaan kelompok atau kegiatan-
kegiatan kearah terbentuknya perusahan kelompok, seperti
merger, akuisisi dan peleburan perseroan. Beberapa pasal dapat
disebutkan, antara lain :

 Pasal 30 ayat (1) tentang anak perusahaan dan Pasal 56 tentang


neraca gabungan dari perseroan yang tergabung dalam satu
grup disamping neraca dari masing-masing perseroan tersebut ;
Pasal 102-109 tentang merger, akuisisi dan peleburan;

 Meskipun dalam pasal-pasal tsb disebutkan istilah anak


perusahaan dan perusahaan kelompok tapi tidak ada ketentuan
yang jelas dan lengkap tentang perusahaan kelompok dalam
perundang-undangan tentang perseroan di Indonesia;
Perusahaan kelompok dapat dikategorikan
menjadi terintegrasi secara vertikal melalui melalui
rangkaian usaha yang membentangi seluruh proses
produksi. Satu grup itu menangani mulai dari bahan
baku ,perolehan dan pengangkutannya, produksi, bahan
setengan jadi sampai produk akhir ditangani masing-
masing perseroan secara berurutan menurut proses – lihat
Pasal 14 UU No.5/1999;

 Secara horizontal adalah bila tidak menangani hanya satu


jenis usaha/produksi – konglomerasi;

 Pengertian: perusahaan Kelompok adalah satuan ekonomi


dalam mana badan-badan hukum atau perseroan -
perseroan secara organisatoris terikat sedemikian rupa
sehingga mereka berada di bawah satu pimpinan;
Ada 2 unsur dalam pengertian tersebut, yaitu :
a. terdapat beberapa perseroan yang dalam aspek yuridis
masing-masing perseroan tersebut berdiri sendiri ;
b. adanya kesatuan dari aaspek ekonomi dari beberapa
perseroan tersebut menjadi satu kesatuan yang secara
organisatoris dipimpin oleh satu pimpinan sentral;

 Apakah badan-badan usaha diluar PT (CV, Firma, ) dapat menjadi


anggota Perusahaan Kelompok. Kesulitannya adalah masalah
pertanggungjawaban, dimana Firma misalnya dikenal
tanggungjawab bersifat pribadi;

 Di Belanda pengertian anak perusahaan termasuk tidak berbentuk


badan hukum (CV/Firma). Perusahaan induk bertanggungjawab
penuh terhadap perusahaan anak & diminta pertanggung
jawabannya terhadap pihak ke 3. Berbeda dengan anak perusahan
yang berbentuk badan hukum (PT), masing-masing perusahaan
(anak dan induk) adalah badan hukum mandiri - . jadi induk
tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban secara langsung atas
perbuatan anak terhadap pihak ketiga;
Umumnya disebut “perusahaan induk” (parents
company/mother company), dan yang lain “perusahaan
anak” (daughter company). Kaitan antara perusahaan
anak satu sama lain biasa disebut “sister company”;

 Yang terpenting adalah “ikatan organisatoris sedemikian rupa


sehingga pengurus perseroan-perseroan dalam kelompok
tersebut harus mematuhi instruksi dari satu pimpinan pusat”

 Bahwa sebuah perusahaan anak menjadi anggota kelompok


kalau perusahaan induk dapat menjalankan pimpinan di
dalamnya. Umumnya keadaan seperti ini tercipta bila induk
menguasai lebih dari 50 % saham dengan hak suara yang sah
pada perusahaan anak. Namun dapat juga terjadi bahwa
kepemilikan lebih dari 50 % saham tidak menciptakan
kedudukan berkuasa, dalam arti bahwa yang satu memang
benar menjadi induk dari yang lain, namun keduanya tidak
otomatis berada dalam satu kelompok;
Beberapa Sebab Terjadinya Hubungan Anak dan Induk
a. penguasaan saham: perusahaan induk menguasai
sebagian besar saham dalam perusahan anak. Perusahaan
induk mendirikan suatu perusahaan anak atau perusahaan
induk memperoleh saham dari perusahaan lain sehingga
penguasaan saham sebagian besar dikuasai oleh perusahaan induk,
perusahaan induk menentukan kebijakan pada perusahaan anak;

b. karena perjanjian: suatu perseroan menjadi perusahaan induk


bukan karena menguasai mayoritas saham dalam perusahaan anak,
tetapi perseroan tersebut memiliki sebagian besar suara dalam
RUPS berdasarkan perjanjian dengan satu atau beberapa pemegang
saham yl, sehingga kenyataannya perseroan yang menerima hak
menggunakan suara tersebut menentukan kebijakan perusahaan;

c. karena fakta unipersonal: hubungan induk & anak terjadi karena


sebagian besar anggota Dewan Direksi perusahaan anak adalah
anggota Dewan Direksi perusahaan induk, sehingga kebijakan
dalam menjalankan perseroan ada pada perusahaan induk;
Cara terbentuknya perusahan kelompok:
adalah akibat pembesaran, a.l karena merger,
akuisisi, konsolidasi, pemisahan atau join venture;

 Dapat juga secara kontraktual: contoh praktek dapat


disebutkan adalah hubungan antara Shell Koninklijk
Maatschapij Petrolium (KMP Netherland) dengan Sehell
Transport and Trading Co. dari Inggris. Atas dasar
kontraktual mereka membentuk perusahaan kelompok
(terjadi hubungan induk dan anak) dan kedua perusahaan
tersebut sama-sama duduk di puncak perusahaan
kelompok. Lima direksi dari KMP Belanda dan tiga General
Manager dari Shell Inggris duduk sebagai Direksi dalam
Perusahaan Kelompok. Oleh karena itu semua perseroan
dari Shell yang termasuk dalam Cabang Nederland dan
Inggris merupakan satu grup yang berada di bawah
pimpinan dua perusahaan induk;
Cara lain terbentuknya perusahaan kelompok adalah
melalui memecah diri menjadi beberapa perseroan
(spin off);

 Alasan pembenaran: lebih baik memecah perseroan ke dalam


beberapa perseroan. Masing-masing perseroan berdiri sendiri
dan berusaha pada bidang-bidang tertentu. Tujuannya
mencegah resiko bagi perusahaan. Jika perusahaan tunggal,
maka jika terjadi kerugian pada perusahaan, maka
perusahaan itu sendirilah yang akan menanggungnya. Jika
perusahaan dipecah, maka masing-masing menjadi berdiri
sendiri secara hukum (secara organisatoris tetap dalam satu
grup). Jika salah satu perusahaan mengalami kerugian maka
resiko usaha ditanggung sendiri oleh perseroan tersebut;.

 Pertanyaannya: apakah dengan alasan satu group maka


dapat dikatakan memiliki kontrol oligarkhi melalui direktur
atau saham?;
Hubungan Perusahaan Induk & anak terhadap pemenuhan
perjanjian yang dibuat anak perusahaan: apakah
perusahaan induk secara langsung terikat oleh perjanjian
kontrak yang dibuat perusahaan anak pada pihak 3;

 Perseroan dalam satu kelompok adalah badan yuridis mandiri.


Hubungannya organisatoris bukan hubungan hukum. Perusahaan
anak adalah badan hukum yang mandiri, maka perusahaan induk
tidak bertanggungjawab secara penuh terhadap perikatan/kontrak
yang dibuat oleh perusahaan anak dengan Pihak Ketiga.
Demikianpun, perusahaan induk dapat memberi bantuan solider
kepada perusahaan anak, akan tetapi bantuan ini bukan
tanggungjawab hukum perusahaan induk;

 Ada kemungkinan pihak induk dapat dipertanggungjawabkan


terhadap pihak ketiga berdasarkan suatu perjanjian. Bila perusahaan
induk dalam suatu perjanjian menjadi penjamin perusahaan anak,
maka dapat diminta pertanggungjawaban hukumnya jika perusahan
anak tidak memenuhi kewajibannya;
IX. Upaya membantu dalam penyidikan:
a. Pastikan anda mengetahui bentuk badan hukum
tersebut (apakah CV, Yayasan, PT, dll);
b. Membuat check list dari bentuk badan hukum yang
akan diperiksa;
c. Sesudah itu urutkan mulai dari hal-hal yang umum
sampai ke khusus menuju pokok penyidikan anda,
misalnya dimulai dengan AD dan
perubahan/pengesahannya, Akta RUPS;
d. Periksa mengenai Surat Kuasa yang umumnya
merupakan delegasi baik dari Komisaris kepada Direksi,
Direksi kepada Manager dan lainnya untuk
melaksanakan suatu perbuatan tertentu dari perseroan
tersebut;
Beberapa langkah awal dalam penyidikan:
e. Cek siapakah pelaku usahanya: dapat berupa
orang perorangan dan badan hukum usaha baik
yang badan hukum maupun bukan badan
hukum; misalnya: Perseroan Terbatas; BUMD, BUMN,
Perum;, Yayasan; Koperasi; CV; Firma;

f. Perbuatan pelaku usaha: kontrak, lingkungan hidup,


perizinan, perpajakan, ketenagakerjaan, persaingan usaha,
penanaman modal, pasar modal, dll;

g. Aset pelaku usaha: Harta kekayaan pelaku bisnis dapat


berupa benda tetap, benda tidak tetap dan hak kekayaan
intelektual;

h. Permodalan (Pembiayaan): perbankan, pembiayaan non


perbankan, antara lain: hukum tentang leasing dll;
Upaya membantu dalam penyidikan:
i. Pertanyaan mengenai Direktur memberikan Kuasa
Direksi untuk melakukan tindakan pengurusan;
Dapat dilakukan dengan kuasa tertulis kepada 1 (satu)
orang karyawan perseroan atau lebih atau orang lain
untuk dan atas nama perseroan melakukan perbuatan
hukum tertentu;
j. Kuasa Direksi dan sebatas mana kekuatan hukum Kuasa
Direksi tersebut;
Kuasa Direksi pada dasarnya sama dengan bentuk
pemberian kuasa yang lain, hanya saja disebut sebagai
Kuasa Direksi karena kewenangan yang diberikan
melalui kuasa itu merupakan kewenangan seorang
Direksi yang diatur dalam undang-undang untuk
melakukan pengurusan perseroan;
k. Kekuatan hukum Kuasa Direksi adalah ditentukan
dari apa yang dikuasakan dalam Surat Kuasa Direksi.
Bila Kuasa Direksi itu bersifat umum, maka kuasa
yang diberikan merupakan kewanangan yang bersifat
umum seorang Direktur sebagaimana ditetapkan dalam
undang-undang dan Anggaran Dasar.
l. Bila kuasa yang diberikan bersifat khusus dengan
menyebutkan kewenangan tertentu maka kewenangannya
terbatas hanya pada apa yang disebutkan dalam Kuasa
Direksi khusus tersebut.
m. Direktur Cabang yang menerima Kuasa Direksi yang
penuh dengan keweangan yang sama dengan
kewenangan Direktur perseroan yang ditetapkan dalam
Anggaran Dasar suatu perseroan, maka Direktur Cabang
tersebut bertanggung jawab sama seperti seorang Direktur
perseroan tersebut.
n. Pertanggung jawaban seorang Kuasa Direksi Seorang
Direktur cabang suatu perusahaan yang telah
menyerahkan tugas dan tanggung jawab dalam
bentuk Kuasa Direksi kepada Wakil Direktur atau
penerima kuasa TIDAK menyebabkan Direktur yang
bersangkutan tidak lagi menjabat selaku Direktur
perusahaan tersebut dan segala pertanggung jawaban
perbuatan Wakil
Direktur atau penerima kuasa TETAP menjadi tanggung
jawab Direktur pemberi kuasa.

Direktur akan tetap menjadi Direktur sebagaimana


ditetapkan baik dalam AD ataupun Kuasa Tertulis,
sepanjang belum diberhentikan melalui RUPS atau
pencabutan Kuasa Tertulis yang sudah dikeluarkan.
o. Dengan demikian seseorang yang menerima kuasa secara
tertulis dalam bentuk Kuasa Direksi dengan kekuasaan yang
sama sebagaimana kekuasaan seorang Direktur yang diatur
dalam Anggaran Dasar suatu perseroan terbatas akan diperlakukan
sama sebagaimana seorang Direktur perseroan terbatas.
p. Aturan baku tentang Pembukaan dan Kuasa Mengurus Cabang suatu
perusahaan diatur dalam Anggaran Dasar atau putusan RUPS
perseroan terbatas tersebut.
q. Pengertian kalimat Pembukaan dan Kuasa Mengurus Cabang sama
pengertiannya dengan Cabang dimana cabang merepresentasikan
pembukaannya dan penyelenggaraan kewenangan mengurus
cabangnya.
Pimpinan Cabang melaksanakan pengurusan perseroan di Cabang
tersebut berdasarkan pendelegasian wewenang dari Direksi.
Pendelegasian kewenangan secara hukum selalu disertai dengan
pendelegasian pertanggung jawaban sehingga penerima Kuasa Direksi
bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kewenangan yang diberikan.
r. Penggunaan istilah Direktur Cabang tidak baku dan
tidak ditentukan dalam undang-undang. Sebagian ada
yang menyebutnya dengan: Pimpinan Cabang, Kepala
Perwakilan, Direktur Cabang, Kepala Divisi tetapi pada
dasarnya substansi kewenangan yang dimiliki adalah sama
dengan kewenangan seorang Direktur yang terbatas pada
pengurusan kepentingan cabang yang bersangkutan.
s. Pimpinan Cabang sebagai pelaksana Kuasa Direksi akan
tetap dapat dimintakan pertanggung jawabannya terhadap
segala tindakan yang dilakukannya ketika menerima Kuasa
Direksi. Apabila perseroan yang Direksinya memberikan
Kuasa Direksi ternyata sudah bubar maka penerima kuasa
bertanggung jawab pribadi terhadap segala sesuatu yang
dilakukannya. Dalam menjalankan cabang perseroan, maka
Pimpinan Cabang tidak mungkin tidak mengetahui bahwa
perseroan terbatas tersebut telah bubar atau tidak jelas
keberadaannya.

Anda mungkin juga menyukai