Anda di halaman 1dari 44

ASKEP HIV / AIDS

Farial Nurhayati
UNAIDS Global Report 2012

Secara global, 34 juta orang hidup dengan HIV pada akhir


tahun 2011.

Tahun 2011 ada sebanyak 1,7 juta orang meninggal karena


kasus terkait AIDS.

Terapi ARV menjangkau 8 juta orang dengan HIV pada


akhir tahun 2011.

Pada tahun 2015 diharapkan 15 juta penderita HIV


mendapat terapi anti retroviral (ARV).
Sistem Imunitas
• Sel-sel yang berperan dalam sistem imun
/ respon imun
– Sel B
– Sel T
– Makrofag
– Sel dentritik dan langerhans
• Limfosit B
– terdapat pada darah perifer (10 – 20%),
sumsum tulang, jaringan limfoid perifer, lien,
tonsil.
– Adanya rangsangan → sel B, berproliferasi
dan berdiferensiasi menjadi sel plasma, yang
mampu membentuk Ig : G, M, A, D, E
• 2. Limfosit T
– Terdapat pada darah perifer (60 – 70 %),
parakortek kel limfe, periarterioler lien.
– Punya reseptor : T cell receptor (TCR), untuk
mengikat Ag spesifik.
– Mengekspresikan mol CD4, CD8
Jenis-jenis sel T
• Sel T penolong (TH): berfungsi membantu
aktivasi sel-sel imun lainnya. Contoh : sel Th
dapat mengaktivasi sel B untuk menghasilkan
antibodi untuk melawan antigen.
• Sel T sitotoksik (TC): menyebabkan sitolisis
dan kematian sel-sel sasaran seperti sel
terinfeksi virus.
• Sel T penekan (Ts): menekan ungkapan fungsi
imun sel-sel lain.
Definisi
HIV
Human immunodeficiency virus adalah virus
penyebab Acquired Immunodeficiency
Syndrome (AIDS). HIV yang dulu disebut
sebagai HTLV-III (Human T cell lympothropic
virus Tipe III) atau LAV (Lymphadenopathy
Virus), adalah virus sitopatik dari famili
retrovirus. Hal ini menunjukkan bahwa virus ini
membawa materi genetiknya dalam asam
ribonukleat (RNA) dan bukan dalam asam
deoksiribonukleat (DNA) (Price & Wilson, 1995).
• AIDS
Acquired Immunodeficiency Syndrome adalah
sekumpulan gejala penyakit karena menurunnya
sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh
infeksi HIV (Samsuridjal Djauzi, 2004).
Centers for Disease Control (CDC)
merekomendasikan bahwa diagnosa AIDS
ditujukan pada orang yang mengalami infeksi
opportunistik, dimana orang tersebut mengalami
penurunan sistem imun yang mendasar (sel T
berjumlah 200 atau kurang) dan memiliki
antibodi positif terhadap HIV.
• Kondisi lain yang sering digambarkan
meliputi kondisi demensia progresif,
“wasting syndrome”, atau sarkoma kaposi
(pada pasien berusia lebih dari 60 tahun),
kanker-kanker khusus lainnya (yaitu
kanker serviks invasif) atau diseminasi
dari penyakit yang umumnya mengalami
lokalisasi (misalnya, TB) (Doengoes,
2000).
Terminology HIV

 Human Immunodeficiency Virus (HIV)


Suatu virus yang termasuk termasuk
family retrovirus.

 HIV menggunakan media DNA dari sel


limposit CD4 untuk bereplikasi
(berkembang biak).
Prinsip penularan virus
Penularan virus HIV ke orang lain harus
memenuhi syarat :
E = Exit
S = Survive
S = Sufficient
E = Enter
Penularan
Blood to blood transmition
• Transfusi
• Pemakaian jarum suntik bersama
• Sex berganti pasangan / tidak aman
• Dari ibu ke janin
Penularan Ibu  Anak
Risiko penularan tanpa intervensi:
Negara berkembang : 25 – 40%
Negara maju : 16 – 20%

Penularan terjadi:
Dalam kandungan
Saat kelahiran (proses persalinan)
Sesudah lahir (ASI)
Patofisiologi
• Virus memasuki tubuh dan terutama
menginfeksi sel CD4. Setelah mengikat
molekul CD4 melalui transkripsi terbalik.
Beberapa DNA yang baru terbentuk saling
bergabung dan masuk ke dalam sel target
dan membentuk provirus. Provirus dapat
menghasilkan protein virus baru, yang
bekerja menyerupai pabrik untuk virus-
virus baru.
• Sel target normal akan membelah dan
memperbanyak diri seperti biasanya dan
dalam proses ini provirus juga ikut
menyebarkan anak-anaknya. Secara
klinis, ini berarti orang tersebut terinfeksi
untuk seumur hidupnya (Price & Wilson,
1995).
patofisiologi
• HIV yang baru dibentuk ini kemudian
dilepas ke dalam plasma darah dan
menginfeksi sel-sel CD4+ lainnya. Karena
proses infeksi dan pengambil alihan sel T4
mengakibatkan kelainan dari kekebalan,
maka ini memungkinkan berkembangnya
neoplasma dan infeksi opportunistik
(Brunner & Suddarth, 2001).
• Kecepatan produksi HIV diperkirakan
berkaitan dengan status kesehatan orang
yang terjangkit infeksi tersebut. jika orang
tersebut tidak sedang menghadapi infeksi
lain, reproduksi HIV berjalan dengan
lambat. Namun, reproduksi HIV
tampaknya akan dipercepat kalau
penderitanya sedang menghadapi infeksi
lain atau kalau sistem imunnya
terstimulasi.
• Keadaan ini dapat menjelaskan periode
laten yang diperlihatkan oleh sebagian
penderita sesudah terinfeksi HIV.
Sebagian besar orang yang terinfeksi HIV
(65%) tetap menderita HIV/AIDS yang
simptomatik dalam waktu 10 tahun
sesudah orang tersebut terinfeksi (Brunner
& Suddarth, 2001).
• Manifestasi klinik
Gejala dini yang sering dijumpai berupa
eksantem, malaise, demam yang
menyerupai flu biasa sebelum tes serologi
positif. Gejala dini lainnya berupa
penurunan berat badan lebih dari 10% dari
berat badan semula, berkeringat malam,
diare kronik, kelelahan, limfadenopati
KRITERIA WHO
Stadium klinis I
•Asimtomatik / tanpa gejala
•Limfadenopati meluas
Stadium klinis II
•Berat badan menurun < 10% dari BB normal
•Kelainan kulit dan mukosa ringan seperti dermatitis,
infeksi jamur kuku, ulkus oral,
•Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
•Infeksi saluran nafas bagian atas
Stadium klinis III
•Berat badan menurun > 10%
•Diare kronis yang tidak diketahui penyebabnya > 1 bulan
•Demam tanpa sebab yang jelas > 1 bulan
•Kandidiasis oral
•TB paru dalam 1 tahun terakhir
Stadium klinis IV
•BB turun 10% + diare kronik > 1 bulan atau demam > 1 bulan
•Pneumocystis carinii pneumonia
•Toxoplasmosis otak
•Cryptococcosis extrapulmonari
•Citomegalovirus (CMV) pada organ selain liver, spleen
WINDOW PERIOD
• Periode Jendela
3 – 6 bulan sejak mulai terinfeksi. Belum
dapat terdeteksi antibodi terhadap HIV,
tetapi virus sudah masuk ke dalam tubuh.
Evaluasi Diagnostik

• Tes antibodi HIV


• ELISA (enzyme-linked immunoabsorbent
assay).
• Western blot
• Antigen p24
• CD4
• Viral load
Apakah penderita HIV (+) bisa sembuh
total atau menjadi HIV (-) ?

Minum Obat seumur hidup !


Terapi
Pengobatan
Zubairi Djurban (2003), Obat Antiretrovirus
(ARV) bekerja langsung menghambat replikasi
(penggandaan diri) HIV.
Tujuan utama terapi :
Menekan jumlah virus secara maksimal dan
terus menerus mencegah dan/atau
mengembangkan fungsi imun.
Memperbaiki kualitas hidup.
Mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat
infeksi HIV.
• Indikasi :
Pasien yang telah memperlihatkan gejala
AIDS.
Pasien tanpa gejala dengan viral load
55.000 kopi/ml.
Pencegahan penularan dari ibu ke bayi.
Pengobatan profilaksis pada orang yang
terpapar dengan cairan tubuh yang
mengandung virus HIV.
Tiga golongan obat ARV yang tersedia di
Indonesia :
1. Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor
(NRTI)
Menghambat proses perubahan RNA virus
menjadi DNA (replikasi virus).
Zidovudine (ZDV/AZT).
Iamivudine (3TC)
Didanosine (ddI)
Zalcitabine (ddC)
Stavudine (d4T)
Abacavir (ABC)
2. Non-Nucleoside Reverse Transcriptase
Inhibitor (NNRTI)
Nevirapine (NVP)
Evafirenz (EFZ)
Delavirdine (DLV)
• Protease Inhibitor (PI)
Menghambat enzim protease yang
memotong rantai panjang asam amino
menjadi protein yang lebih kecil.
Indinavir (IDV)
Nelfinavir (NFV)
Saquinavir (SQV)
Ritonavir (RTV)
Amprenavir (APV)
Iopinavir/ritonavir (LPV/r)
Prespektif perawat terhadap
HIV/AIDS
Stigma HIV/AIDS
• Pencegahan dengan menghilangkan atau
mengurangi perilaku berisiko merupakan
tindakan yang sangat penting.
Penurunan risiko pada individu :
Pendidikan kesehatan dan peningkatan
pengetahuan yang benar mengenai
patofisiologi HIV dan transmisinya
terutama mengenai fakta penyakit dan
perilaku yang dapat membantu mencegah
penyebarannya.
• Prioritas Keperawatan
a. Mencegah, memperkecil infeksi
b. Mempertahankan homeostatis.
c. Mengusahakan kenyamanan
d. Memberikan penyesuaian psikososial
e. Memberikan informasi mengenai proses
penyakit/ prognosis dan kebutuhan
perawatan.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
• Risiko tinggi infeksi b.d. imunodefisiensi
• Jalan nafas tidak efektif b.d. akumulasi
mucus
• Resti/actual kekurangan volume cairan
b.d. kehilangan cairan yang berlebihan
• Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhn
tubuh b.d intake tidak adekuat
• Gangguan integritas kulit b.d. imobilisasi
• Isolasi sosial b.d. stigma, ketakutan
• Gangguan pola tidur b.d. kecemasan
• Intoleransi aktifitas b.d. kelemahan fisik
• Gangguan peran b.d. penyakit kronik
Rencana Keperawatan
Masalah: Risiko infeksi oportunistik
Intervensi:
1. Cuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan klien
2. Berikan lingkungan bersih dan ventilasi yang baik
3. Monitor tanda-tanda vital
4. Kaji laju dan kedalaman pernafasan, catat adanya batuk, sputum,
adanya rhonchi / wheezing.
5. Catat adanya keluhan nyeri kepala, kaku kuduk, gangguan penglihatan,
monitor adanya kejang
6. Inspeksi adanya luka, tanda-tanda infeksi/ peradangan
8. Kaji kulit dan membran mukosa oral akan adanya lesi/ bercak putih
9. Monitor adanya keluhan nyeri dada, nyeri menelan, diare.
10. Gunakan sarung atngan jika kontak dengan sekret dan darah klien
11. Tempatkan jarum bekas pakai pada wadah tertentu
12. Diskusikan tentang pentingnya kebersihan pada klien dan keluarga
13. Bersihkan area yang terkena darah klien dengan cairan chlorin.
Kolaborasi:
1. Monitor hasil laboratorium darah dan kultur darah, urin atau feses
2. Pemberian antibiotik / antifungal.
Evaluasi
1. Klien terbebas dari infeksi oportunistik
2. Klien tidak mengalami gangguan cairan
3. Pola nafas klien efektif
4. Klien terbebas dari cidera
5. Klien tidak mengalami gangguan nutrisi
6. Klien terbebas dari rasa nyeri
7. Gagguan integritas kulit teratasi
8. Gangguan membran mukosa oral teratasi
9. Kecemasan klien dan keluarga teratasi

Anda mungkin juga menyukai