Anda di halaman 1dari 34

LARUTAN I: LARUTAN IDEAL

DAN SIFAT KOLIGATIF


Jenis Larutan
What do you understand:
 Larutan
 Jenis Larutan
 Larutan biner, terner, kuarterner
 Pelarut
 zat terlarut
 Larutan: suatu campuran homogen (fase tunggal) dari spesies kimia
yang terdispersi pada skala molekular.
 Jenis Larutan: gas, cairan, atau padat
 Larutan biner, terner, kuarterner: Larutan biner terdiri atas dua unsur,
larutan terner tiga unsur, kuarterner empat unsur
 Pelarut: konstituen dengan jumlah yang terbesar
 zat terlarut: suatu konstituen – satu atau lebih– yang jumlahnya relatif
kecil
Jenis larutan Contoh
Larutan gas Campuran gas atau uap
Larutan cair Padatan, cairan, atau gas, terlarut dalam
cairan
Larutan padatan
 Gas terlarut dalam padatan H2 dalam palladium, N2 dalam titanium

 Zat cair terlarut dalam padatan Merkuri dalam emas


 Zat padat terlarut dalam zat padat Tembaga dalam emas, seng dalam
tembaga, berbagai alloy
Larutan Ideal
Perhatikan suatu larutan yang tersusun atas pelarut volatil dan satu
atau lebih zat terlarut involatil, dan amati kesetimbangan antara larutan
dan uap. Jika suatu cairan murni ditempatkan dalam kontainer yang
pada awalnya dikosongkan, cairan menguap sampai ruang di atas
cairan terisi dengan uap air. Temperatur sistem dijaga tetap. Pada
kesetimbangan, tekanan yang ditentukan untuk uap air itu adalah po,
tekanan uap air cairan yang murni. Jika suatu zat yang tidak menguap
dilarutkan dalam cairan, tekanan uap air pada kesetimbangan p di atas
larutan teramati menjadi kurang daripada di atas cairan yang murni.
Gambar 4.1 Tekanan uap sebagai fungsi x2 Gambar 4.2 Hukum Raoult
untuk pelarut
Karena zat terlarut involatil, maka uap mengandung pelarut murni.
Selama zat involatil ditambah, tekanan dalam fase tekanan akan
berkurang. Alur skematik tekanan uap pelarut terhadap fraksi mol zat
terlarut involatil dalam larutan, x2, ditunjukkan dengan garis pada
gambar 4.1. Pada x2 = 0, p = po; selama x2 meningkat, maka p
berkurang. Ciri penting gambar 4.1 adalah bahwa tekanan uap larutan
encer (x2 mendekati nol), mendekati garis putusputus yang
menghubungkan po dan nol. Tergantung pada kombinasi pelarut dan
zat terlarut tertentu, kurva tekanan uap eksperimen pada konsentrasi
zat terlarut lebih tinggi dapat terletak di bawah garis putusputus,
seperti gambar 4.1, atau di atasnya, bahkan tepat terletak pada garis.
Tetapi untuk semua larutan kurva eksperimen adalah tangen dari garis
putusputus pada x2 = 0, dan sangat mendekati garis putusputus
selagi larutan menjadi semakin encer. Persamaan garis ideal (garis
putusputus) adalah
p = po  po x2 = po (1x2)
Jika x adalah fraksi mol pelarut dalam larutan, maka x + x2 = 1, dan
persamaan menjadi
p = x po (4.1)
yang merupakan hukum Raoult (Gambar 4.2). Hukum ini menyatakan
bahwa tekanan uap pelarut suatu larutan adalah sama dengan tekanan
uap pelarut murni dikalikan dengan fraksi mol pelarut dalam larutan.
Dari persamaan (4.1), penurunan tekanan uap, po  p dapat dihitung
po  p = po  x po = (1x)po
p o  p = x2 p o (4.2)
Tekanan uap turun secara proporsional terhadap fraksi mol zat terlarut. Jika
ada beberapa zat terlarut, maka tetap berlaku p = x po ; tetapi dalam kasus, 1x
= x2 + x3 + … dan
po  p = (x2 + x3 +…)po (4.3)
Dalam suatu larutan yang mengandung beberapa zat terlarut involatil,
penurunan tekanan uap bergantung pada jumlah fraksi mol berbagai zat
terlarut.
Dalam campuran gas, rasio tekanan parsial uap air terhadap tekanan uap air
murni pada temperatur yang sama disebut kelembaban relatif. Jika dikalikan
100 disebut persen kelembaban relatif. Jadi
𝑝 𝑝
𝑅𝐻 = 0 atau % 𝑅𝐻 = 0 × 100
𝑝 𝑝
Bentuk Analitik Potensial Kimia Larutan Zat Ideal
Jika larutan ada dalam kesetimbangan dengan uap, persyaratan hukum
yang kedua adalah bahwa potensial kimia pelarut mempunyai nilai yang
sama dalam larutan seperti di uap air, atau
 liq =  vap (4.4)
Di mana liq adalah potensial kimia pelarut dalam fase cair, vap potensial
kimia pelarut dalam uap. Karena uap adalah pelarut murni di bawah
tekanan p, ungkapan untuk vap diberikan oleh persamaan (1.47),
diasumsikan bahwa uap adalah gas ideal vap = vap + RT ln p . Maka
persamaan (4.4 ) menjadi
liq = o vap + RT ln p
Dengan menggunakan hukum Raoult, p = x po , diperoleh
liq = o vap + RT ln po + RT ln x
Jika pelarut murni dalam kesetimbangan dengan uap, tekanan menjadi
po; kondisi kesetimbangan adalah
o liq = o vap + RT ln po
Di mana  o liq adalah potensial kimia pelarut zat cair murni. Kemudian
liq  o liq = RT ln x
sehingga dapat ditulis
 = o + RT ln x (4.5)
Potensial Kimia Zat Terlarut dalam Larutan
Ideal Biner: Aplikasi Persamaan GibbsDuhem
Persamaan GibbsDuhem dapat digunakan untuk menghitung potensial
kimia zat terlarut dari pelarut sistem ideal biner. Persamaan GibbsDuhem
persamaan (2.96) untuk sistem biner (T, p konstan )adalah
nd + n2 d2 = 0 (4.6)
Simbol tanpa subskrip persamaan (4. 6) berkaitan dengan pelarut;
d 2 = (n/n2) d
karena
(n/n2) = x /x2
maka
d 2 = (x/ x2) d
Untuk pelarut d = (RT/x ), sehingga
𝑑𝑥2
𝑑𝜇2 = −𝑅𝑇
𝑥2
tetapi x + x2 = 1, sehingga dx + dx2 = 0 atau dx = dx2 Maka d 2 menjadi
𝑑𝑥2
𝑑𝜇2 = 𝑅𝑇
𝑥2
Hasil integrasi
 2 = RT ln x2 + C (4.7)
Jadi jika x2 = 1, 2 =  2o, dengan menggunakan harga ini dalam persamaan (4.
7) didapat  o 2 = C dan persamaan (4. 7) menjadi,
 2 =  o 2 + RT ln x2 (4.8)
Dalam uap di atas larutan tekanan uap zat terlarut diberikan oleh hukum
Raoult :
p2 = x2 p2o (4.9)
Sifat Koligatif
Sifat koligatif adalah sifat yang tidak bergantung pada sifat dasar zat
terlarut yang ada tetapi hanya pada jumlah relatif zat terlarut terhadap
jumlah total molekul yang ada.
Diagram  terhadap T menunjukkan dengan jelas
penurunan titik beku dan kenaikan titik didih. Dalam
gambar 4.3(a) garis lurus berkaitan dengan pelarut
murni. Karena zat terlarut adalah involatil , maka tidak
nampak dalam fase gas, sehingga kurva gas sama
seperti untuk gas murni. Jika diasumsikan bahwa zat
padat hanya mengandung pelarut, maka kurva untuk zat
padat tidak berubah. Tetapi karena zat zair mengandung
zat terlarut, maka  pelarut menurun pada setiap
temperatur sebesar RT ln x. Kurva putusputus dalam
gambar 4.3(a) adalah kurva untuk pelarut dalam larutan
ideal. Gambar menunjukkan secara langsung bahwa titik
interseksi dengan kurva untuk zat padat gas telah
Gambar 4.3a Sifat koligatif bergeser. Titik interseksi baru adalah titik beku, Tf ’, dan
titik didih Tb’, larutan. Tampak bahwa titik didih larutan
lebih tinggi daripada pelarut murni (kenaikan titik didih),
sedangkan titik beku larutan adalah menurun
(penurunan titik beku). Dari gambar tampak jelas bahwa
perubahan titik beku adalah lebih besar daripada
perubahan titik didih untuk larutan dalam konsentrasi
yang sama.
Penurunan titik beku dan kenaikan titik
didih dapat digambarkan pada diagram fase
pelarut biasa , ditunjukkan dengan kurva
gambar 4.4(b). Jika zat involatil ditambahkan
ke pelarut cair, maka tekanan uap menurun
pada larutan ditunjukkan oleh garis titiktitik.
Garis putus-putus menunjukkan titik beku
baru sebagai fungsi temperatur. Pada tekanan
1 atm, titik beku dan titik didih diberikan oleh
interseksi garis padat dan putus-putus dengan
Gambar 4.3b Sifat koligatif garis datar pada tekanan 1 atm. Diagram ini
juga menunjukkan bahwa konsentrasi zat
terlarut yang diberikan menghasilkan efek
lebih banyak kepada titik beku daripada
kepada titik didih.
Titik beku dan titik didih larutan tergantung pada kesetimbangan pelarut
dalam larutan dengan pelarut padatan murni atau uap pelarut murni.
Keseimbangan lain yang mungkin adalah antara pelarut dalam larutan dan
pelarut cairan murni. Kesetimbangan ini dapat diperoleh dengan
menaikkan tekanan pada larutan secukupnya untuk menaikkan  pelarut
dalam larutan ke harga  pelarut murni. Tekanan tambahan pada larutan
yang dibutuhkan untuk memperoleh kesamaan  pelarut dalam larutan
dan pelarut murni disebut Tekanan Osmotik larutan
Penurunan Titik Beku
Perhatikan suatu larutan dalam kesetimbangan dengan pelarut padatan
murni. Kondisi kesetimbangan menuntut
 (T,p,x ) =  solid (T, p) (4.10)
Di mana  (T,p,x ) adalah potensial kimia pelarut dalam larutan,  solid
(T,p) adalah potensial kimia padatan murni. Karena zat padat murni,
maka solid tidak tergantung pada suatu variabel komposisi. Dalam
persamaan (4. 10), T adalah temperatur kesetimbangan,titik beku
larutan. Dari bentuk persamaan (4. 10), T adalah suatu fungsi tekanan
dan x adalah fraksi mol pelarut dalam larutan. Jika tekanan tetap, maka
T hanya fungsi x.
Jika larutan adalah ideal, maka  (T,p,x ) dalam larutan diberikan oleh
persamaan (4. 5), sehingga persamaan (4. 10) menjadi
 o (T, p) + RT ln x = solid (T, p)
𝜇0 𝑇,𝑝 𝜇𝑠𝑜𝑙𝑖𝑑 𝑇,𝑝
ln 𝑥 = − (4.11)
𝑅𝑇
karena o adalah potensial kimia zat zair murni, maka o (T,p )  solid (T, p) =
Gfus, dimana Gfus adalah energi Gibbs molar peleburan dari pelarut murni
pada temperatur T. Persamaan (4. 11) menjadi
∆𝐺𝑓𝑢𝑠
ln 𝑥 = − (4.12)
𝑅𝑇
𝜕𝑇
Untuk menemukan bagaimana T tergantung pada x, evaluasi
𝜕𝑥 𝑝
Hasil diferensiasi:
1 1 𝜕 ∆𝐺𝑓𝑢𝑠 Τ𝑇 𝜕𝑇
= −
𝑥 𝑅 𝜕𝑇
𝑝 𝜕𝑥 𝑝
Dengan menggunakan persamaan GibbsHelmholtz, persamaan (1.54),
𝜕 𝐺 Τ𝑇 𝐻
= − 2
𝜕𝑇 𝑝 𝑇
Diperoleh:
1 ∆𝐻𝑓𝑢𝑠 𝜕𝑇
= (4.13)
𝑥 𝑅𝑇 2 𝜕𝑥 𝑝
Jika diintegralkan:
𝑥 𝑑𝑥 𝑇 ∆𝐻𝑓𝑢𝑠
‫׬‬1 𝑥 = ‫ 𝑇𝑅 𝑇׬‬2 𝑑𝑇 (4.14)
0
∆𝐻𝑓𝑢𝑠 1 1
ln 𝑥 = − − (4.15)
𝑅 𝑇 𝑇0
1 1 𝑅 ln 𝑥
= − (4.16)
𝑇 𝑇0 ∆𝐻𝑓𝑢𝑠
yang menghubungkan titik beku larutan ideal dengan titik beku pelarut
murni, To, panas peleburan pelarut, dan fraksi mol pelarut dalam larutan, x.
Hubungan antara titik beku dan komposisi suatu larutan dapat sangat
disederhanakan jika larutan encer. Fraksi mol pelarut diberikan sebagai
berikut:
𝑛 𝑛
𝑥= =
𝑛+𝑛2 +𝑛3 𝑛+𝑛𝑀 𝑚2 +𝑚3 + ………
1
𝑥= (4.17)
1+𝑀𝑚
dengan logaritma dan diferensiasi didapat ln x =  ln(1+Mm), dan
𝑀 𝑑𝑚
𝑑 ln 𝑥 = − (4.18)
1+𝑀𝑚
Persamaan (4.4) dapat ditulis:
𝑅𝑇 2
𝑑𝑇 = 𝑑 ln 𝑥
∆𝐻𝑓𝑢𝑠
penggantian d ln x dengan harga dalam persamaan (4.18) didapat
𝑀𝑅𝑇 2 𝑑𝑚
𝑑𝑇 = (4.19).
∆𝐻𝑓𝑢𝑠 1+𝑀𝑚
Jika larutan sangat encer dalam keseluruhan zat terlarut, maka m
mendekati nol dan T mendekati T0, dan persamaan (4. 19) menjadi
𝜕𝑇 𝑀𝑅𝑇02
− = = 𝐾𝑓 (4.20)
𝜕𝑚 𝑝,𝑚=0 ∆𝐻𝑓𝑢𝑠
subskrip, m = 0 menandai harga batas derivatif, dan Kf adalah konstanta
penurunan titik beku. Penurunan titik beku f = ToT, df = dT,
sehingga untuk larutan encer didapat:
𝜕𝑇
= 𝐾𝑓 (4.21)
𝜕𝑚 𝑝,𝑚=0
Jika m kecil maka:
𝜃𝑓 = 𝐾𝑓 𝑚 (4.22)
Konstanta Kf hanya tergantung pada sifat pelarut murni.
Jiks w2 kg zat terlarut tidak diketahui dengan massa molar M2
dilarutkan dalam w kg pelarut, maka molalitas zat terlarut adalah m =
w2/wM2. Sehingga untuk M2:
𝐾𝑓 𝑤2
𝑀2 =
𝜃𝑓 𝑤
Dari persamaan (4. 20) dengan menggantikan H= To Sfus, diperoleh:
𝑅𝑀𝑇0
𝐾𝑓 = (4.23)
∆𝑆𝑓𝑢𝑠
Kelarutan
Dalam kondisi kesetimbangan harga  zat terlarut harus sama di mana
saja yaitu
 2(T,p, x2) =  solid (T, p) (4.24)
Di mana x2 adalah fraksi mol zat terlarut dalam larutan jenuh, karena
itu kelarutan zat terlarut diungkapkan sebagai fraksi mol. Jika Jika
larutan ideal, maka
2 o (T, p) + RT ln x2 = 2 solid (T, p)
Di mana 2 o (T, p) adalah potensial kimia zat terlarut cairan murni.
Persamaan yang sesuai persamaan (4. 15) adalah
∆𝐻𝑓𝑢𝑠 1 1
ln 𝑥2 = − − (4.25)
𝑅 𝑇 𝑇0
Hfus adalah panas peleburan zat terlarut murni, To titik beku zat
terlarut murni. Dengan menggunakan  Hfus = To Sfus dalam
persamaan (4. 25) diperoleh:
∆𝑆𝑓𝑢𝑠 𝑇0
ln 𝑥2 = − 1− (4.26)
𝑅 𝑇
Kenaikan titik didih
Perhatikan suatu larutan yang berada dalam kesetimbangan dengan uap pelarut
murni. Kondisi kesetimbangan
 (T,p,x ) =  vap (T, p) (4.27)
Jika larutan tersebut ideal
 o (T, p) + RT ln x = vap (T, p)
dan
𝜇𝑣𝑎𝑝 −𝜇0 𝑇,𝑝
ln 𝑥 =
𝑅𝑇
Energi Gibbs penguapan molar adalah
Gvap = vap (T, p)   o (T, p)
sehingga
∆𝐺𝑣𝑎𝑝
ln 𝑥 = (4.28)
𝑅𝑇
Penulisan finalnya:
∆𝐻𝑣𝑎𝑝 1 1 1 1 𝑅 ln 𝑥
ln 𝑥2 = − − atau = + (4.29)
𝑅 𝑇 𝑇0 𝑇 𝑇0 ∆𝐻𝑣𝑎𝑝
Titik didih T larutan diungkapkan dalam terminologi panas penguapan
dan titik didih pelarut murni, Hvap dan To, dan fraksi mol x pelarut
dalam larutan. Jika larutan encer dalam semua zat terlarut, maka m
mendekati nol dan T mendekati To. Konstanta kenaikan titik didih
didefinisikan dengan
𝜕𝑇 𝑀𝑅𝑇02
𝐾𝑏 = = (4.30)
𝜕𝑚 𝑝,𝑚=0 ∆𝐻𝑣𝑎𝑝
Kenaikan titik didih,  b = T  To, sehingga d b = dT. Selama m adalah
kecil, persamaan (4. 30) terintegrasi menjadi
 b = Kb m (4.31)
Kenaikan titik didih digunakan untuk menentukan berat molekular zat
terlarut dalam cara yang sama sebagaimana penurunan titik beku.

Dalam persamaan (4. 30) jika Hvap diganti dengan To Svap maka
𝑅𝑀𝑇0
𝐾𝑏 =
∆𝑆𝑣𝑎𝑝
Tetapi banyak zat cair mengikuti aturan Trouton :  S  90 J/K mol.
Karena R = 8,3 J/K mol, maka perkiraan Kb  101 MTo.
Tekanan osmotik
Gejala sosmosis adalah perjalanan pelarut murni ke dalam larutan, yang
keduanya terpisah oleh membran semipermeabel, yaitu membran yang dapat
diresapi oleh pelarut tetapi tidak oleh zat terlarutnya.
Tekanan osmosis adalah tekanan yang harus diberikan kepada larutan agar
alirannya berhenti.
Satu contoh terpenting dari osmosis adalah transpor fluida melalui membran sel,
yang juga merupakan dasar osmometri, yaitu penentuan massa molar dengan
pengukuran tekanan osmosis, terutama makromolekular.
Tekanan berlawanan berasal dari bagian atas larutan yang dihasilkan oleh
osmosis itu sendiri.
Kesetimbangan dicapai jika tekanan hidrostatis kolom larutan sama dengan
tekanan osmosis. Kerumitan susunan ini adalah masuknya pelarut ke dalam
larutan menyebabkan pengenceran larutan itu.
1. Persamaan van’t Hoff
Persyaratan kesetimbangan adalah bahwa potensial kimia air harus
memiliki harga yang sama pada setiap sisi membran pada setiap
kedalaman dalam gelas. Kesamaan potensial kimia ini dicapai dengan
suatu beda tegangan pada kedua sisi membran. Pada kedalaman
tertentu pelarut di bawah tekanan p, sedangkan larutan di bawah
tekanan p+ . Jika  (T,p+ ,x) adalah potensial kimia pelarut dalam
larutan di bawah tekanan p+, dan 2 o (T, p) pelarut yang murni di
bawah tekanan p, kemudian kondisi kesetimbangan adalah
(T, p+ ,x ) =  o (T, p) (4.32)
dan
o(T, p+ ) + RT ln x =  o (T, p) (4.33)
Dari persamaan fundamental pada T konstan, didapat d o = Vo dp . Dengan
integrasi:
𝑝+𝜋 −0
𝜇0 𝑇, 𝑝 + 𝜋 − 𝜇0 𝑇, 𝑝 = ‫𝑝׬‬ 𝑉 𝑑𝑝 (4.34)
Persamaan (4. 33) menjadi
𝑝+𝜋 −0
‫𝑝׬‬ 𝑉 𝑑𝑝 + 𝑅𝑇 ln 𝑥 = 0 (4.35)
−0
Dalam persamaan (4. 35) 𝑉 adalah volume molar pelarut murni. Jika
−0
pelarut tidak dapat ditekan, maka 𝑉 tidak dipengaruhi oleh tekanan dan
dapat dibuang dari integral. Maka
−0
𝑉 𝜋 + 𝑅𝑇 ln 𝑥 = 0 (4.36)
Untuk konsentrasi zat terlarut, ln x = ln (1x2). Jika larutan adalah encer,
maka x2 << 1; logaritma dapat diekspansi dalam deret,
𝑛2 𝑛2
ln 1 − 𝑥2 = −𝑥2 = − ≈−
𝑛+𝑛2 𝑛
Karena n2 << n dalam larutan encer. Maka persamaan (4. 36) menjadi
𝑛2 𝑅𝑇
𝜋= (4.37)
𝑛𝑉 0
Jika larutan encer, maka n2 sangat kecil sehingga
𝑛2 𝑅𝑇
𝜋= atau 𝜋 = 𝑐𝑅𝑇 (4.38)
𝑉
Persamaan ini adalah persamaan van’t Hoff untuk tekanan osmotik.
2. Pengukuran Tekanan Osmotik
Pengukuran tekanan osmotik berguna untuk menentukan massa molar
materi yang hanya sedikit dapat larut dalam pelarut, atau yang memiliki
massa molar sangat tinggi (misal protein, polimer berbagai tipe, koloid). Ini
adalah pengukuran yang sesuai karena besarnya tekanan osmotik.
Pada 25oC, produk RT  2480 J/mol. Jadi untuk 1 mol/L larutan (c = 1000
mol/m3), didapat
 = cRT = 2,48 x 106 Pa = 24,5 atm
Dalam penentuan massa molar, jika w2 adalah massa zat terlarut yang
terlarut dalam volume, V, maka  = w2RT/M2V atau
𝑤2 𝑅𝑇
𝑀2 =
𝜋𝑉
Bahkan ketika w2 kecil dan M2 besar, harga  dapat terukur dan dapat diubah
menjadi harga M2.
Soal-soal
• Interpretasikan (a) penurunan titik beku dan (b) kenaikan titik didih dalam
terminologi potensial kimia sebagai suatu ukuran ‘escaping tendency’
• Dua puluh gram zat terlarut ditambahkan ke 100 gram air pada 25o C. Tekanan
uap air murni adalah 23,76 mmHg; tekanan uap larutan adalah 22,41 mmHg.
• Hitung massa molar zat terlarut
• Berapa massa zat terlarut yang dibutuhkan dalam 100 gram air untuk mengurangi tekanan
uap 1,5 harga untuk air murni?
• Dua gram asam benzoat dilarutkan dalam 25 gram benzena, Kf = 4,9 K kg/mol,
menghasilkan penurunan titik beku 1,62 K. Hitung massa molar. Bandingkan
dengan massa molar yang diperoleh dari rumus asam benzoat, C6H5COOH.
• Panas peleburan asam asetat adalah 11,72 kJ/mol pada titik leleh 16,61 oC.
Hitung Kf untuk asam asetat. Jika 6 gram urea, (NH2)2CO, dilarutkan dalam 1 L
larutan, hitung tekanan osmotik larutan pada 27o C.

Anda mungkin juga menyukai