Anda di halaman 1dari 58

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 1

BENDUNGAN
Bendungan (dam) adalah bangunan air yang dibangun melintang sungai untuk
menyimpan air dibagian hulunya
Jenis-jenis Bendung
Perencanaan Pendahuluan
Analisa Hidrologi
Perencanaan Hidrolis Bendung
Perencanaan Konstruksi Bendung

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 2


TINJAUAN 7 KEADAAN TERHADAP TIPE BENDUNGAN

berdasarkan ukurannya
tujuan pembangunannya
penggunaannya
jalan airnya
konstruksinya
fungsinya
menurut ICOLD (International Commission on
Large Dams)

Kembali

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 3


BENDUNGAN BERDASARKAN UKURANNYA
1. Bendungan Besar (Large Dams)
 Tinggi konstruksi bendungan > 15 meter.
 Panjang puncak bendungan ≥ 500 meter.
 Kapasitas waduk dan debit ≥ dari 1 juta m3 dan 2000
m3/dt.
 Bendungan didesain tidak seperti biasanya (Unusual
design).

2. Bendungan Kecil (Small Dams, weir, bendung)


 Bendungan yang tidak memenuhi syarat sebagai
bendungan besar

Kembali

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 4


BENDUNGAN BERDASARKAN TUJUAN
PEMBANGUNAN
1. Bendungan Tunggal (Single Purpose Dams)
Bendungan yang dibangun untuk memenuhi satu tujuan saja,
misalnya untuk : pembangkit tenaga listrik atau irigasi (pengairan)
atau pengendalian banjir atau perikanan darat atau tujuan lainnya,
tetapi tetap satu bendungan hanya mempunyai satu tujuan saja.

2. Bendungan Serbaguna (Multi Purpose Dams)


Bendungan yang dibangun untuk memenuhi beberapa tujuan,
misalnya PLTA, irigasi (pengairan), pengendalian banjir, air minum,
air industri, pariwisata dan irigasi dll

Kembali

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 5


BENDUNGAN BERDASARKAN PENGGUNAANNYA
1. Waduk
Dibangun untuk membentuk waduk guna menyimpan air pada waktu
kelebihan, yang umumnya terjadi pada musim hujan agar dapat dipakai pada
waktu yang diperlukan seperti pada musim kemarau.

2. Pembagi
Dibangun untuk menaikkan muka air sampai tinggi yang diperlukan agar
dengan ketinggian tersebut air dapat dialirkan ke tempat yang dinginkan
melalui saluran pembawa.

3. Pengendali
Berfungsi untuk menahan air kelebihan kemudian melepasnya pada debit
yang aman. Dengan demikian yang menjadi tujuan dari pembuatan
bendungan pengendali ini adalah aliran sungai yang konstan

Kembali

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 6


BENDUNGAN BERDASARKAN PERENCANAAN
HIDROLISNYA
1. Bendungan Pelimpah (Overflow dams)
Adalah bendungan yang memiliki mercu untuk melimpahkan air.
Ketinggian mercu ini direncanakan sebagai ketinggian rencana muka
air pada bendungan.

2. Bendungan Bukan Pelimpah (Non Overflow dams)


Bendungan bukan pelimpah, tidak direncanakan untuk dapat
melimpahkan air kelebihan. Karenanya ketinggian bendungan
diambil lebih tinggi dari muka air tertinggi yang diperkirakan terjadi

Kembali

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 7


BENDUNGAN BERDASARKAN BAHAN
KONSTRUKSINYA
1. Bendungan Kaku
Bendungan kaku ( rigid dam ) dibangun dengan menggunakan bahan
yang kaku seperti pasangan batu, beton dsb.

2. Bendungan Tidak Kaku


Bendungan tidak kaku ( non rigid dam ), adalah bendungan yang
dibangun dari bahan yang tidak kaku seperti tanah atau batu.

Kembali

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 8


BENDUNGAN BERDASARKAN FUNGSINYA
1. Bendungan pengelak pendahuluan (primary cofferdam, dike)
2. Bendungan pengelak (cofferdam)
3. Bendungan utama (main dam)
4. Bendungan sisi (high level dam)
5. Bendungan di tempat rendah (saddle dam)
6. Tanggul (dyke, levee)
7. Bendungan limbah industri (industrial waste dam)
8. Bendungan pertambangan (mine tailing dam, tailing dam)

Kembali

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 9


BENDUNGAN MENURUT ICOLD
1. Bendungan urugan tanah,
2. Bendungan urugan batu,
3. Bendungan beton berdasar berat sendiri,
4. Bendungan beton dengan penyangga/berusuk (concrete buttress
dams),
5. Bendungan beton berbentuk lengkung (beton berbentuk busur atau
concrete arch dams) dan
6. Bendungan beton berbentuk lebih dari satu lengkung(concrete
multiple arch dams)

Kembali

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 10


BENDUNG IR. H. JUANDA

Type urugan batu dgn inti


tanah miring, tinggi 105 m,
panjang puncak 1220 m,
lebar10 m, kap. 9,10 jt m3.
Fungsi : air minum,
industri, air irigasi utk
sawah 260.000 ha, PLTA
dgn daya 5x25.000 kw,
pengendalian banjir,
Perikanan darat,
pariwisata dan olah raga.

Kembali

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 11


BENDUNG SANGGAU LEDO

Bendung Sangau
Ledo yang
dipergunakan untuk
memenuhi
kebutuhan irigasi
pada daerah Sangau
Ledo

Kembali

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 12


BENDUNGAN SEMPOR

Tujuan pembangunan
bendungan Sempor : irigasi
17.000 Ha, listrik 6 juta
KWH/tahun, pengendalian
banjir, perikanan, pariwisata, air
minum, drainase dan industri.
Tipe: urugan dengan inti tanah,
tinggi di atas dasar sungai 49 m,
tinggi di atas galian 58 m,
panjang puncak 220m, lebar
puncak 10 m, elevasi puncak +
77 m, volume tubuh bendungan
1,579 juta m3
Kembali

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 13


BENDUNGAN MRICA

Tujuan pembangunan
bendungan Mrica untuk: Listrik
580 GWH/tahun; irigasi,
pariwisata dan air bersih. Tipe
bendungan: urugan batu dengan
inti tanah, tinggi di atas dasar
sungai 95 m, tinggi di atas
galian 110 m, panjang puncak
832 m, lebar puncak 6 m, elevasi
puncak + 235 m, volume tubuh
bendungan 4,915 juta m3

Kembali

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 14


BENDUNGAN PENGENDALI LAHAR

Bendungan
Pengendali Lahar
(Jawa Barat)

Kembali

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 15


BENDUNGAN MAMAK

Tujuan pembangunan
bendungan Mamak untuk:
irigasi 5.428 ha, listrik 550 KW;
Tipe bendungan: urugan batu
dengan inti tanah, Tipe
pelimpah: “ogee” tanpa pintu,
tinggi di atas dasar sungai 39,50
m, tinggi di atas galian 41,5 m,
panjang puncak 550 m, lebar
puncak 10 m, elevasi puncak
+99,50 m, volume tanah
bendungan 712.000 m3

Kembali

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 16


BENDUNGAN CACABAN

Tujuan Pembangunan untuk:


Irigasi 17.481 ha. Tipe: urugan
tanah homogin, tinggi di atas
dasar sungai 37,3 m, tinggi di
atas galian 38 m, panjang
puncak 168 m, lebar puncak 6
m, elevasi puncak +80,5 m.

Kembali

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 17


BENDUNGAN PEJENGKOLAN

Tujuan pembangunan untuk:


regulator waduk wadaslintang,
irigasi, air minum, dan industri.
Tipe: beton gravity, tinggi di
atas dasar sungai 22,25 m,
tinggi di atas galian terdalam
27,5 m, panjang puncak 180 m,
lebar puncak 5 m, elevasi
puncak +39,5m, volume tubuh
bendungan 54,93 x 103m3

Kembali

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 18


BENDUNGAN KETRO

Tujuan pembangunan untuk:


irigasi 400 ha. Tipe: kompasit
pasangan batu dan urugan
tanah, tinggi di atas dasar
sungai 11 m, tinggi di atas
galian 15 m, panjang puncak
1200 m, lebar puncak 300 m, ,
levasi puncak +102 m

Kembali

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 19


KRITERIA UMUM PEMILIHAN LOKASI BENDUNG
(MENURUT DIREKTORAT IRIGASI DITJEN PENGAIRAN) :

 Bendung akan dibangun di ruas sungai yang stabil dengan


lebar hampir sama dengan lebar normal sungai
 Sawah tertinggi
 Diusahakan agar trase saluran primer bisa dibuat sederhana
dan ekonomis
 Beda tinggi energi diatas bendung dibatasi sampai 6 m
 Lokasi kantong lumpur dan kemudahan pembilasan
 Topografi pada lokasi bendung yang diusulkan
 Kondisi geologi dari subbase untuk keperluan pondasi.
 Metoda pelaksanaan (diluar sungai atau di sungai)
 Angkutan sedimen oleh sungai
 Panjang dan tinggi tanggul banjir
 Mudah dicapai
IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 20
IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 21
FAKTOR-FAKTOR YANG MENENTUKAN DI DALAM
PEMILIHAN TIPE BENDUNGAN

 Tujuan pembangunan
 Keadaaan klimatologi
 Keadaan hidrologi
 Keadaan topografi
 Keadaan di daerah genangan
 Keadaan geologi setempat
 Ketersediaan bahan bangunan
 Hubungan dengan bangunan pembantu (bangunan pelimpah,
bangunan pengambilan dan bangunan pengeluaran).
 Keperluan untuk pengoperasian waduk
 Keadaan lingkungan setempat
 Biaya proyek.
Kembali

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 22


IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 23
IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 24
IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 25
METODE PERHITUNGAN DEBIT BANJIR RENCANA
(MENURUT STANDAR PERENCANAAN IRIGASI ) :

Metode analisis frekwensi data banjir


Untuk data + 20 tahun :
- Gumbell
- Log Pearson Type III
- Distribusi Log Normal
Untuk data 3-10 tahun :
- Metode puncak diatas ambang
Metode empiris
- Metode Rasional (drainase kecil)
- Metode der Weduwen (A < 100 km2)
- Metode Melchior (A > 100 km2) Kembali
Pengamatan lapangan
IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 26
METODE GUMBELL

Metode Gumbell ini bersifat eksponensial, sehingga dapat dilakukan


dengan penggambaran pada kertas probabilitas, dimana sebagai sumbu Y
adalah “ reduced variate” :
y = - ln ( - ln i )
i = m / ( n+1 )
dimana :
y = Reduced Variate
i = Posisi Penggambaran.
n = Jumlah data.
m = urutan data dari yang terbesar.
Setelah data banjir tahunan disusun dari yang terkecil ke yang terbesar,
maka data tersebut diplot pada kertas Probabilitas Gumbell sehingga
nampak penyebarannya.

Kembali
IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 27
METODE LOG PEARSON TYPE III

Dimana dalam metode log pearson type III ini data banjir dirubah
dalam bentuk logaritma, sehingga nilai rata-ratanya dihitung
menurut rumus :
 Log X i
Log X 
n
Sedangkan besarnya standar deviasi dihitung dengan :
2
 (logX i Log X)
S 
log x n1

Besarnya debit banjir rencana dihitung menurut rumus :


LogX t LogXK.Slog x
Kembali
IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 28
METODE LOG NORMAL

Distribusi log normal merupakan hasil transformasi dari


distribusi normal. Persamaan garis probabilitas dinyatakan
sebagai model matematik dengan persamaan :

log X t  log X  K . Slog x

Metode ini dapat juga dilakukan secara grafis dengan


menggunakan kertas probabilitas. Sebagai sumbu mendatar
menunjukkan besarnya Log X dan sumbu tegak adalah
periode ulang atau peluang.

Kembali
IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 29
METODE PUNCAK BANJIR DIATAS AMBANG

Metode ini menggunakan data debit dari suatupos duga air.


Puncak banjir dipilih dengan persyaratan :
 Puncak banjir harus terpisah dengan interval waktu > 3 kali dari waktu
terjadinya puncak banjir sebelumnya
 Debit terendah antara dua puncak banjir harus < 2/3 dari tinggi banjir
pertama
Besarnya debit banjir rata-rata tahunan dihitung dengan:
Q  q o   ( 0,5772  ln L ) m3/ det
1 M L  M
β  ( qi  qo ) N
M i1

M = Kejadian banjir diatas ambang.


N = Jumlah tahun pencatatan data.
Kembali
IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 30
qo = Debit batas ambang (m3 /detik)
METODE RASIONAL

Metode rasional ini digunakan kalau data debit banjir yang ada tidak
memadai dan untuk perhitungan drainase yang diterapkan pada
daerah pengaliran yang kecil. Metode ini menggunakan hubungan
antara besarnya curah hujan dengan limpasan permukaan.
Hubungan ini ditunjukkan menurut rumus sebagai berikut :
Qp = 0,00278 . C . I . A
Dimana :
Qp = debit puncak banjir ( m3 / detik ).
C = koeffisien limpasan.
I = intensitas hujan selama waktu konstentrasi(m/jam)
A = Luas daerah pengaliran ( ha ).
Kembali
IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 31
Pemilihan Lokasi bendung dalam perencanaan bendung.
Pemilihan lokasi bendung, merupakan awal karena bertolak dari pemilihan lokasi
bendung inilah perencanaan jaringan irigasi akan dilakukan. Setelah lokasi
bendung ditetapkan, beberapa penyelidikan yang mengikutinya seperti
pemetaan sungai dan bendung, penyelidikan geologi teknik serta penyelidikan
model hidrolis ( kalau diperlukan ).
Tidak mustahil setelah dilakukan penyelidikan selanjutnya lokasi bendung
tersebut masih harus dipindah lagi, mengingat :
Ada areal sawah yang belum terjangkau.
Kondisi geologis pada lokasi bendung tidak memungkinkan.
Bentuk alur sungai yang kurang cocok dan sebagainya.
Kalau penyelidikan berikutnya mendukung penempatan bendung yang diambil,
maka perencanaan bendung dapat dilakukan. Perencanaan itu mencakup

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 32


perencanaan hidrolis maupun perencanaan konstruksi bendung.
Kriteria umum pemilihan lokasi bendung menurut Direktorat Irigasi Ditjen Pengairan
adalah :
1. Bendung akan dibangun di ruas sungai yang stabil dengan lebar yang hampir sama
dengan lebar normal sungai; jika sungai mengangkut terutama sedimen halus, maka
pengambilan harus dibuat diujung tikungan luar yang stabil; jika sungai mengangkut
terutama bongkah dan kerikil, maka bendung sebaiknya dibangun di ruas lurus
sungai.
2. Sawah tertinggi yang akan diairi dan lokasinya.
3. Lokasi bendung harus sedemikian rupa sehingga trase saluran primer bisa dibuat
sederhana dan ekonomis.
4. Beda tinggi energi diatas bendung dibatasi sampai 6 meter.
5.Lokasi kantong lumpur dan kemudahan pembilasan, bilamana perlu.
6.Topografi pada lokasi bendung yang diusulkan; lebar sungai.
7.Kondisi geologi dari subbase untuk keperluan pondasi.
8.Metoda pelaksanaan ( diluar sungai atau di sungai ).
9. Angkutan sedimen oleh sungai.
10. Panjang dan tinggi tanggul banjir.
11. Mudah dicapai.

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 33


Penentuan ketinggian mercu bendung berdasar ketinggian sawah
tertinggi.
Bendung irigasi dibangun untuk mengairi sawah yang termasuk dalam
wilayah pelayanannya. Agar semua sawah dapat terairi, maka yang menjadi
pedoman adalah sawah tertinggi. Kalau yang tertinggi sudah terairi, maka
yang lain juga akan terairi. Namun air yang diambil dari bendung, dalam
perjalanannya ke sawah tertinggi tersebut akan mengalami kehilangan tinggi.
Kehilangan tinggi tersebut antara lain karena:
1.Kehilangan tinggi di saluran.
Kehilangan tinggi disaluran ini diperhitungkan baik pada saluran induk,
saluran sekunder maupun saluran tersier. Besarnya kehilangan adalah
panjang saluran dikalikan kemiringan memanjang saluran. Pada perencanaan
awal kemiringan memanjang saluran sering diperkirakan sebesar 0,00025
atau beda tinggi 0,25 m untuk setiap km saluran.

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 34


METODE DER WEDUWEN

Metode Weduwen ini pada dasarnya merupakan pengembangan dari metode


rasional, dimana pada catchment yang agak luas curah hujan yang terjadi
pada seluruh daerah pengaliran tidak akan sama dengan curah hujan yang
terjadi pada salah satu stasiun curah hujan yang ada.
Debit banjir dihitung menurut rumus :
Q =  .  . qn . A
dimana :
Q = Debit banjir (m3/dt).
 = Koeffisien aliran
 = Koeffisien reduksi
A = Luas daerah pengaliran (km2)
qn = Hujan maksimum (m3/km2/dt)

Kembali
IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 35
2. Kehilangan tinggi pada bangunan sadap dan bagi.
Kehilangan tinggi pada bangunan terjadi mulai pada bangunan sadap,
dimana saluran tersier menyadap air dari saluran sekunder atau saluran
induk. Pada bangunan ini kehilangan tinggi terjadi pada pintu tersier, akibat
perbedaan tinggi muka air sebelum dan sesudah pintu. Perbedaan tinggi ini
yang menghasilkan terjadinya aliran melalui pintu sesuai dengan persamaan :
V = , dimana h adalah perbedaan tinggi muka air di hulu dan di hilir pintu.
Sedangkan besarnya debit yang dapat dialirkan oleh pintu adalah: Q = b . h .
V, dimana b adalah lebar pintu dan h adalah kedalaman air dipintu. Debit
yang harus dialirkan pintu sadap tersier tergantung dengan luas petak tersier
yang harus dilayani, sehingga besarnya debit ini sudah tertentu pada saat
perencanaan. Dengan demikian besarnya kehilangan tinggi tergantung dari
lebarnya pintu. Semakin lebar pintu

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 36


kehilangan tinggi muka air semakin kecil. Dalam perencanaan awal
kehilangan tinggi pada pintu sadap ini diambil antara 0,05 m sampai 0,10
meter. Sedangkan kehilangan tinggi pada bangunan bagi, prinsipnya sama.
Karena debit yang dialirkan oleh saluran sekunder atau primer jauh lebih
besar dibanding dengan pada saluran tersier, maka kehilangan tinggi pada
bangunan bagi ini juga lebih besar. Dalam perencanaan awal umumnya
diambil nilai antara 0,10 sampai 0,25 meter.
3. Kehilangan tinggi pada bangunan ukur.
Kehilangan tinggi pada bangunan ukur, tergantung dari jenis bangunannya.
Untuk pintu ukur ambang lebar dan pintu ukur yang serupa, mempunyai
kehilangan tinggi yang cukup besar karena aliran pada bangunan ukur jenis
ini harus melimpah sempurna. Sedangkan pintu ukur Parshall Flume,
mempunyai kehilangan tinggi yang cukup kecil.

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 37


METODE MELCHIOR

Metode Melchior ini pada dasarnya sama dengan metode Weduwen,


hanya rumus yang digunakan untuk menghitung koeffisien
pengaliran maupun koeffisien reduksi berbeda.
Debit banjir dihitung menurut rumus :
Qn =  .  . qn . A
dimana :
Qn = Debit banjir (m3/dt).
 = Koeffisien pengaliran
 = Koeffisien reduksi
A = Luas daerah pengaliran (km2)
qn = Curah hujan (m3/km2/dt)
Kembali
IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 38
METODE PENGAMATAN LAPANGAN

Metode pengamatan lapangan berdasarkan pengamatan atau


informasi tentang tinggi muka air banjir puncak yang didapat dari
penduduk atau tanda-tanda yang ada. Data tinggi muka air banjir
puncak ini di konversikan menjadi besarnya debit banjir puncak
dengan menghitung luas penampang aliran dan kecepatan yang
terjadi.
Analisa kecepatan didasarkan :
- perkiraan koeffisien kekasaran,
- kemiringan energi yang terjadi saat banjir puncak
Metode ini juga disebut metode kemampuan palung sungai karena
menghitung banyaknya air yang dapat dialirkan oleh penampang
sungai dalam keadaan banjir.

Kembali
IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 39
PENENTUAN TINGGI MERCU
Berdasarkan elevasi sawah tertinggi
Agar semua sawah dapat terairi, maka yang menjadi
pedoman adalah sawah tertinggi. Namun air yang diambil
dari bendung, dalam perjalanannya ke sawah tertinggi
tersebut akan mengalami kehilangan tinggi.
Kehilangan tinggi tersebut antara lain karena kehilangan
energi yang terjadi pada saluran, bangunan sadap/ bagi
dan pada bangunan ukur.

Berdasarkan pembilasan sedimen.


Pada bendung yang dilengkapi kantong lumpur/pasir,
ketinggian mercu harus pula ditinjau terhadap ketinggian
yang diperlukan untuk membilas sedimen pada kantong
lumpur/pasir.

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 40


PENENTUAN LEBAR MERCU
Besarnya lebar total bendung yang menjadi lebar effektif dapat
dihitung dengan :

Beff = B - 2 ( n Kp + Ka ) H1 - b.

dimana :
n = Jumlah pilar
Kp = koeffeisien kontraksi pilar
Ka = Koeffisien kontraksi pangkal bendung
H1 = Tinggi energi, m
b = lebar pilar

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 41


PENENTUAN LEBAR MERCU

Lebar effektif pintu pembilas diambil 80 % dari


lebar sebenarnya untuk mengkompen-sasikan
perbedaan koefisien debit dibanding kan dengan
mercu itu sendiri.
Sehingga lebar effektif bendung termasuk pintu
bilas adalah :

Beff = B - 2 ( n Kp + Ka ) H1 - b - 0,2 pb.

dimana :
pb adalah lebar pintu bilas.

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 42


PERENCANAAN KOLAM OLAKAN

KOLAM OLAKAN berfungsi untuk


meredam aliran dari mercu yang
mempunyai kecepatan yang tinggi,
agar tidak terjadi penggerusan di kaki
bendung.

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 43


PRINSIP PEREDAMAN ENERGI PADA BENDUNG
a. Prinsip Air Loncat.
Dengan merubah aliran superkritis menjadi aliran subkritis yang dilakukan
pada kolam olakan.
b. Prinsip memperbesar gesekan.
Dengan memasang gigi-gigi atau blok-blok beton pada dasar saluran atau
kolam olakan.
c. Prinsip membentuk pusaran air.
Dengan membentuk pusaran air, maka akan terjadi benturan antara
molekul-molekul air yang akan meredam energi yang dihasilkan oleh aliran
dari atas mercu.
d. Prinsip membenturkan aliran ke badan yang kuat atau ke air.
Dengan melontarkan atau menjatuhkan atau mengalirkan air dari mercu
bendung ke badan masif yang kuat atau ke bantalan air yang cukup dalam.

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 44


BENTUK-BENTUK KOLAM OLAKAN

Kolam loncat air


Kolam olakan Vlughter
Kolam olakan USBR
Kolam olakan SAF
Peredam Energi Bak Tenggelam
a. Bak tenggelam padat (Solid bucket)
b. Bak tenggelam bercelah (Slotted Bucket)

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 45


PENGENDALIAN SEDIMEN
Pengendalian sedimen pada jaringan irigasi
dilakukan dengan :
1. Pada pintu pengambilan
2. Dengan menggunakan pembilas bawah.
3. Kantong Lumpur
4. Dengan mengatur kemiringan memanjang
saluran

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 46


PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH

 Fungsi pintu pembilas


untuk membilas sedimen yang tertimbun
didepan bendung. Dengan membuka pintu
pembilas, maka sedimen yang ada dapat
digelontor.
 Prinsip Kerja Pembilas Bawah.
Konstruksi suatu pembilas bawah pada dasarnya
adalah pintu pembilas yang dilengkapi dengan
plat beton yang men-datar yang membagi dua
kedalam air didepan pintu.

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 47


PERENCANAAN PEMBILAS BAWAH
Penentuan lebar (b') dan panjang (L) pembilas bawah.
Pertimbangan dalam penentuan lebar dan panjang
pembilas bawah sebagai berikut :
a. Kecepatan menuju pembilas bawah.
b. Posisi intake dan pembilas bawah.
c. Pengoperasian pintu pada berbagai debit.
Penentuan tinggi pembilas bawah.
Penentuan tinggi pemblias bawah, terutama didasarkan
atas pertimbangan bentuk diagram konsentrasi sedimen
pasir (Cp), konsentrasi sedimen lempung/clay (Cc) dan
konsentrasi sedimen lumpur / silt (Cs)

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 48


KANTONG LUMPUR
Kantong lumpur adalah perlengkapan dihilir
intake (pengambilan) bendung atau dihulu
saluran induk sebagai pengendali muatan
sedimen dengan mengendapkan muatan
sedimen yang terbawa aliran dari udiknya
dengan fraksi dan jumlah yang tidak
dikehendaki masuk ke saluran induk atau ke
jaringan saluran.

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 49


PERSYARATAN KANTONG LUMPUR
Kecepatan aliran dalam kantong lumpur hendaknya
cukup rendah dan merata di seluruh potongan
melintang
Turbulensi yang mengganggu proses pengendapan
harus dicegah.
Kecepatan aliran tidak boleh kurang dari 0,30
meter/detik
Peralihan/transisi dari pengambilan ke kantong dan
dari kantong ke saluran primer harus mulus,
tidak menimbulkan turbulensi atau pusaran.

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 50


IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 51
PERENCANAAN LANTAI MUKA
Dengan adanya pembangunan bendung, maka akan
terjadi perbedaan tinggi muka air antara dihulu
bendung dengan dihilirnya. Perbedaan ini akan
mengakibatkan terjadinya rembesan karena
tekanan air.
Beberapa bentuk konstruksi lindung yang dapat
digunakan secara sendiri-sendiri atau kombinasi
adalah lantai muka, dinding halang, filter
pembuang dan konstruksi pelengkap.

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 52


PERENCANAAN LANTAI MUKA
 Lantai muka adalah lantai yang dipasang menempel pada
dinding udik bendung yang akan memperpanjang jalur
rembesan.
 Dinding halang merupakan dinding beton bertulang atau
pasangan batu, inti tanah kedap air atau pudel atau dengan
pelat pancang baja atau kayu.
 Alur pembuang/filter lebih ditujukan untuk mengurangi tekanan
keatas yang bekerja pada plat kolam olakan.
 Konstruksi pelengkap diperlukan untuk mencegah erosi bawah
tanah, kalau ada kemungkinan terjadinya jalur-jalur pintasan
erosi bawah tanah. Jalur-jalur ini kemungkinan akan terjadi
kalau bagian-bagian bendung mempunyai kedalaman yang
berbeda-beda, sehingga ada kemungkinan terjadi penurunan
yang tidak merata.

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 53


TEKANAN AIR
Tekanan Air dan pencegahan rembesan.
Tekanan air yang diperhitungkan dalam perencanaan bendung
umumnya adalah tekanan hidrostatis, yang besarnya tergantung
dari kedalaman titik yang ditinjau dari permukaan air. Besarnya
tekanan air ini dihitung menurut rumus :
p = w . h
Dimana :
p = Tekanan air kN/m2.
w = Berat jenis air kN/m3.
H = Kedalaman titik yang ditinjau ( m ).

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 54


PENCEGAHAN REMBESAN
Untuk mencegah terjadinya rembesan, maka bidang kontak
diperpanjang dengan menggunakan konstruksi lindung
Untuk menghitung besarnya tahanan tersebut, metoda yang umum
digunakan adalah metoda Lane, yang juga disebut metode
angka rembesan Lane ( weighted creep ratio method ).
Perencanaan lantai muka didasarkan pada rumus Lane diatas.
Kalau panjang bidang kontak setelah dihitung dengan rumus
diatas menghasilkan nilai CL lebih kecil dari nilai yang ada pada
daftar, maka untuk memperpanjang bidang kontak
ditambahkanlah lantai muka agar nilai CL yang didapat dapat
lebih besar dari nilai pada daftar diatas.

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 55


PERENCANAAN INTAKE
Pintu pengambilan (intake) yang merupakan bagian
dari bendung, disebut intake di bendung. Melalui
pintu ini air dialirkan ke saluran induk atau
dialirkan ke kantong Lumpur kalau bendung
tersebut dilengkapi dengan kantong Lumpur.
Selain di bendung, pintu pengambilan juga dipasang
pada bagian hilir kantong Lumpur, dimana melalui
pintu pengambilan ini air dialirkan ke saluran
induk.

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 56


GAYA-GAYA YANG BEKERJA PADA TUBUH
BENDUNG :
Gaya tekanan air
Gaya tekanan Lumpur
Berat sendiri bangunan
Uplift Pressure
Gaya gempa
Reaksi pondasi

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 57


STABILITAS DITINJAU TERHADAP :
Guling
Gelincir
Erosi Bawah Tanah
Uplift Pressure
Stabilitas Dinding Tegak

Kembali

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR II 58

Anda mungkin juga menyukai